Mengenai Saya

Selasa, 17 November 2020

PAENTENGI SIRI'NU



Di hari jadi Gowa, yang ke -700. saya ingat dengan Diktum yang benar-benar menembus Waktu dan melampaui zaman. Sungguh hari ini, telah di tinggalkan saripatinya oleh generasi kita. 

Diktum yang lahir dari pergulatan dan permenungan yang dalam, dari seorang, yang orang belanda menyebutnya sebagai "Haanstjes Van Het Oesten". Indonesia pun mengenalinya sebagai "Ayam Jantan Dari Timur". Orang Bugis-Makassar menyebutnya sebagai ; "Janggang Lakiya batu i raya" . Dialah I Mallombassi Daeng Mattawang karaeng Bonto mangape Muhammad bakir Tumenga ri bulla pangkawi "Sultan Hasanuddin".

paentengi siri'nuu, punna tena siri'nuu matemako bajiikanggang (tegak dan teguhkan Harga diri. Sebab, jika Harga diri sudah tidak ada. Lebih baik mati). 

Binatang saja, harganya tidak sama. sapi mahal karena dagingnya. semakin gemuk sapi. maka, semakin mahal-lah harganya. tetapi, ada burung perkutut lebih mahal dari sapi, padahal dangingnya sangat sedikit. Mengapa?, karena, burung perkutut mahal bukan pada dagingnya, melainkan pada Suaranya. 

Dimana harga diri seorang manusia; yang paling gemuk?, yang paling bagus suaranya kah?, yang paling kaya kah?, yang paling Cantik?, yang paling Ganteng?, yang paling berkuasa atau yang paling apa, silahkan sebutkan semuanya?. 

Lantas, mengapa kita Malu dan merasa di rendahkan harga diri kita, jika kalah harta dan kalah berkuasa, sehingga mengahalalkan segala cara untuk kaya dan berkuasa. Mengapa kita begitu mudah mematok Harga diri pada soal-soal yang artifisial-material.

Saya Justru menangkap pesan Janggang Lakiya I Raya sangat religius dan memiliki nilai yang terkoneksi dengan Tuhan, bahwa diktum itu Sebagai sebuah spirit yang tidak bisa di ukur dengan standar-standar material. 

Mengapa?. Karena Letak, harga diri manusia?.  Dalam Terma Qur'an adalah  "Inna aqromakum indallahi astqoqum (sebaik-baik manusia adalah yang paling bertaqwa)".

Taqwa dalam pengertian paling Umum adalah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Kalau sedikit di tarik lebih kedalam; Taqwa adalah waspada, bahwa Allah dalam hidup tidak pernah absen. Siang malam, sedih-gembira, suka dan duka dan dalam keadaan apapun, Allah tidak pernah Alfa dalam hidup, barang sedetik saja. 

Lalu, Mengapa kita begitu mudahnya menjual dan menghacurka harga diri kita, demi merengkuh dan mendapatkan sesuatu yang sangat remeh temeh, dengan standar-standar Material, yang sama sekali tidak substansial?. 

Jika di tarik lebih jauh Kajiannya ; benarkah indonesia adalah anak keturunan bapak, ibu, kakek, nenek dan Leluhurnya ataukah Indonesia adalah keturunan hasil bayi tabung belanda, yang menempatkan harga diri tidak lebih murah dari materi ; Harta, tahta dan Jabatan?. 

Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam Sila pertama Pancasila adalah Harga diri (Siri'), Taqwa dalam terminologi agamanya. Katanya Pancasila, tetapi tidak menomor satukan Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam praktek Hidup. Tidak pernah istikharo, tidak pernah Tuhan di jadikan rujukan Utama atau pertimbangan dalam menapaki langkah-langkah. Makanya, semua yang terjadi diIndonesia saat ini, seperti; Korupsi, kolusi dan nepotisme semakin subur. angka kriminalitas meninggi. Silang sengkarut, sumpah serapah menjadi tayangan paling utama. Kesenjangan ekonomi, politik, pendidikan, dsb semakin menganga. Yang kaya dan berkuasa semakin jumawa menghisap, Yang miskin semakin terpojok. Intelektual dan ilmuannya, sibuk menjadi Oportunis. Yang lebih parah, agamawan dan Pemuka agamanya, masuk ke dalam arus tersebut. memang wajar terjadi. Toh, Itu yang di inginkan, itu yang di kehendaki.

Masih ada waktu untuk berbenah, semuanya belum terlambat. Pantengi siri'nu.

* Air Terjun Takappala-Malino, Kab. Gowa, Sulsel
* Selamat Hari Jadi Gowa yang Ke-700
* Rst
* Nalar Pinggiran