Menurut 'Jhon Rossa', Ada dua hal mengapa pengangkapan massal, penahanan massal dan pembunuhan terhadap gerakan itu tejadi. Kalau penagkapan, penahanan dan pembunuhan tujuan utamanya menghancurkan kekuatan petani, yang sedang mendukung proses land reform, dan kekuatan buruh, yang sedang mengambil alih banyak perusahaan milik modal asing. sebenarnya bisa dilakukan tanpa pembunuhan. Sebab, Waktu itu PKI tidak melawan.
Menagapa kelompok Soeharto di dalam Angkatan Darat (AD) memilih membunuh orang yang sudah ditahan?. Ada beberapa kemungkinan, tapi satu poin yang cukup penting: kelompok Soeharto mau membuktikan kesetiaannya kepada kampanye anti komunis kepada Amerika Serikat (AS).
Memang sebelum G 30 S PKI, terjadi ketegangan antara PKI dan organisasi anti-komunis. misalnya, antara PKI dan PNI di Bali, atau PKI dan NU di Jawa Timur. Namun, hal itu tidak bisa menjelaskan pembunuhan massal. Orang sipil yang ikut milisi, seperti Tameng di Bali dan Ansor di Jawa Timur, tidak mampu membunuh sebegitu banyak orang sendirian. Paling-paling mereka bisa mengorganisir tawuran-tawuran. Dalam tawuran-tawuran seperti itu, orang PKI berani melawan dan tidak akan banyak orang yang gugur.
Pembunuhan massal terjadi sesudah banyak orang PKI rela masuk kamp-kamp penahanan. Kemudian tugas milisi menjadi algojo saja. Kalau tidak ada backing dari tentara, orang sipil di milisi-milisi itu tidak bisa berbuat banyak. Sekejam apapun orang PKI sebelum G 30 S (dan kekejaman itu juga terlalu sering dibesar-besarkan), tetap tidak bisa membenarkan tindakan Extra Judicial Killing yang dilakukan milisi maupun tentara.
***
Diatas merupakan satu pesepsi yang menjelaskan bahwa pembunuhan Pasca Getapu adalah Pelanggaran HAM terberat didunia, setelah Holocaust yang dilakukan oleh rezim Nazi di Jerman.
Saya coba berikan pengandaian, untuk meraba Asumsi, mengapa terjadi arus balik serangan setelah peristiwa Gestapu. Sekalipun Secara pribadi, saya memang tidak merasakan langsung, peristiwa-peristiwa tersebut. Sepintas lalu, hanya mendengarkan penuturan ayah saya dan membaca berbagai sudut pandang literatur tentang hal itu. Sehingga, saya punya bahan untuk menjelaskan hal itu.
Misalnya ada kampung A dan Kampung B, bersebelahan. Ada orang kampung A di serang oleh orang kampung B dan yang meninggal Akibat serangan tersebut, satu orang. Nah, orang kampung B berpikir, jika kami tidak menyerang, maka boleh jadi kita lagi yang akan diserang. oleh karena itu, Orang Kampung A bersama-sama Menyerang kampung A dan yang Meninggal akibat serangan balik tersebut, sebanyak 30 orang.
Secara hukum, yang salah Siapa?. Secara Hukum, Semua salah, baik Kampung A, maupun Kampung B. Tetapi, secara Moral siapa yang salah?. Dibawah saya akan uraikkan, sependek pengetahuanku siapa yang meyerang terlebih dahulu. Karena dalam kondisi satu orang dibunuh, maka semua orang akan berpikir kalau saya tidak membunuh maka saya yang terbunuh.
"Mengapa Komunisme ini menjadi begitu menakutkan, apakah karena Peristiwa G 30 S PKI ataukah karena Indoktrinasi selama orba?".
Sebenarnya tidak juga, memang dalam perjalanan sejarah bangsa kita. PKI ini pernah terlibat berbagai Hal. Salah satu problem kita adalah banyak dari kita yang tidak paham sejarah atau Malas menganalisis sejarah, sehingga kerap salah kaprah memahami sejarah. Misalnya, sebelum kita Masuk pada Peristiwa G 30 S PKI. Kita kembali kebelakang Pada Tahun 1926, pemberontakan yang dilakukan PKI di Silungkang, Jakarta dan Banten.
Pemberontakan PKI tersebut, kalah dan berhasil ditumpas oleh Belanda dan Tokoh-tokohnya dibuang ke Boven Digoel (Papua). Bung Karno melihat, kegagalan pemberontakan tersebut. Akibat, tidak adanya persatuan warga negara melawan imprealisme (pejajahan). karena, hanya PKI saja yang melakukan pemberontakan terhadap penjajahan Belanda. Ihwal itulah yang membuat Bung Karno mendengungkan Gagasan 'Nasionalisme Islamisme dan Marxisme'. (baca buku 'Dibawah bendera Revolusi').
Saat itu, selain Keterterimaan Rakyat Indonesia pada Gagasan NASAKOM adalah Persatuan Warga Negara Indonesia dalam melawan Imprealisme dan juga Komunisme Belum menjadi ancaman yang berbahaya bagi Bangsa Indonesia. Itulah sebabnya, adalah salah jika sebahagian kita menganggap, bahwa Gagasan NASAKOM didengungkan Bung Karno setelah Indonesia Merdeka.
Pada tahun 1948, 3 tahun setelah di proklamirkan kemerdekaan Indonesia. PKI Menusuk Ummat Islam dari belakang, melakukan pemberontakan ketika Ummat sedang bersiap-siap menghadapi agresi militer Belanda yang kedua. Tentu dimulai dengan kerusahan-kerusahan di Solo, Jogya, bahkan mereka mendeklarasikan Soviet Madiun. Setelah sebelumnya di awali oleh pidato Muso.
Nah, Korban paling banyak atas kerusahan tersebut adalah Ummat Islam. Seperti, di Ponorogo, di Gontor, Sabilil Muttaqin, terkhusus Para Kiyai, Tokoh birokrasi dan Perwira-perwira TNI, dan beberapa tokoh-tokoh Ummat Muslim lainnya. Sejak saat itu, cara pandang Ummat Islam dan sebahagian Rakyat Indonesia melihat PKI sebagai ancaman.
Karena Usaha pengkudetaan PKI ditahun 1948 gagal, serta usaha penumpasan Terhadap PKI tidak sepenuhnya dilakukan. Maka, PKI berusaha merehabilitas eksistensinya, setelah peristiwa Madiun, yaitu pada tahun 1952. Padahal Pasca peristiwa Madiun, Komunis itu menjadi organisasi dan komunitas yang terlarang. Tetapi, Bung Karno pada Tahun 1952 menerima, tokoh-tokoh yang merepresentasikan PKI, seperti Aidit, Lukman dan Tang Din Ji.
Dalam perjalanan kemudian, PKI mendapatkan ruang gerak lebih luas, karena Bung Karno terus mendengungkan eksperimen ideologisnya, yang bernama Nasakom. Maka, Pada Tahun 1954, kongres PKI melahirkan tiga bentuk metode kombinasi perjuangan, yaitu untuk perang gerilya didesa, melawan 3 setan Kota dan Infiltrasi kepada kalangan Bersenjata (TNI). Akibatnya, PKI berhasil tampil lagi di pemilu tahun 1955. Bahkan menjadi salah satu parpol yang mendapatkan suara terbanyak ke 4, sekitar 6 %.
Menjelang GESTAPU atau G 30 S PKI, Bung Karno tetap mempertahankan eksperimen ideologisnya, yaitu NASAKOM (Nasionalis Agamais Komunis). Maka, pecahlah Peristiwa Gestapu atau G 30 S PKI, dimana sejumlah Jenderal-jendral dibunuh dan dimasukkan kedalam lubang Buaya.
Andaikan Bung Karno mengkontekstualisasikan Gagasan 'Nasakom'Nya sejak 1926 dan masa Demokrasi terpimpinnya. maka, hampir bisa dipastikan sejarah kelam pembunuhan yang pernah terjadi dibangsa ini, bisa diminimalisir dan bung Karno Bisa Turun sebagai Presiden dengan Elegan. Tetapi, Bung Karno tetap memilih mempertahnkan Gagasan Nasakomnya, yang berakibat Pertumpahan Darah anak Bangsa.
Mengapa pentingnya Bung Karno, mengkontekstualisasikan Gagasan NASAKOM-nya. Selain, ditahun 1926, Gagasan Nasakom masih menjadi Gagasan Murni untuk mempersatukan Anak Bangsa dan masih bisa diterima dan sebahagian pemikir bangsa ini menganggap, bahwa Gagasan Nasakomnya Bung Karno adalah hal yang tidak mungkin. Sebab bagaimana mungkin, Islam dan Marxisme bisa bersatu (yang satu bertuhan dan yang satu tidak BerTuhan), Ini punya Uraian Tersendiri.
pertama, Ketika Bung Karno berapi-api menyampaikan gagasan Nasakomnya antara tahun 1959 sampai 1965, peta Dunia telah berubah. Banyak Faktor eksternal yang dapat Menggerogoti keutuhan bangsa dan tidak ada satupun negara yang tidak terpengaruh dengan peta Dunia pasca Perang dunia ke II berlansung.
Kedua, Pada tahun 1920-1930 an, Komunisme Internasional belum ada. Perang dingin (pasca Perang dunia II) belum terjadi, percaturan antara Amerika serikat dan Uni Soviet belum terjadi. Dunia belum terbelah menjadi dua kutub: ada timur dan barat. Ada NATO. Ada pakta Warsawa. Karena itu, kita harus melihat G 30 S PKI didalam peristiwa Global, bukan hanya sekedar persaingan Militer dan Komunis atau Percaturan antara Kelompok Islam dan PKI.
Sebagaimana yang kita ketahui, akibat yang ditimbulkan pasca Gestapu adalah hampir satu juta manusia di Indonesia dibunuh, karena dianggap sebagai simpatisan PKI. Padahal hampir semua Orang yang dianggap PKI, tidak tahu menahu tentang PKI itu adalah Partai Komunisme Indonesia. Misalnya, pengakuan Prof Salim Said saat mewawancarai seorang Bapak yang menggunakan Songkok Haji, ditengah-tengah lapangan saat Acara PKI berlansung. Didatangi oleh Prof Salim Said ; "Bapak haji Yah?". Jawab, bapak itu, Iya. "Loh, bapak kok PKI. Katanya bapak itu, PKI itu partai KJ Indonesia, kan. Jadi, memang hampir sebagian besar korban pembantaian manusia Indonesia pasca Gestapu adalah orang-orang yang tidak tahu menahu tentang PKI, hanya karena mereka teragitasi dengan Propaganda PKI.
Itulah sebabnya, Bagi sebagian kalangan, jelas PKI mau melakukan Kudeta di tahun 1948 dan tahun 1965 Dan PKI tidak bisa menghindari diri dari keterlibatannya secara penuh pada Gestapu, sebab didalam Koran Harian Rakyat, tanggal 2 oktober. Sebagaimana kita ketahui, bahwa koran Harian rakyat adalah koran PKI, dibawah pimpinan Nyoto (Sekjen PKI), yang Editorialnya menuliskan Gerakan 30 September dan jelas tertuang didalam koran tersebut : " Rakyat yang sadar akan politik dan tugas-tugas revolusioner Menyakini akan benarnya tindakan gerakan yang dilakukan pada gerakan 30 September, untuk menyelamatkan Rakyat dan Revolusi".
"Lalu, mengapa sangat susah menyelesaikan konflik dan labelisasi PKI di bangsa ini?".
Jika kita mau tahu situasi G 30 S PKI, maka jangan hanya melihat pada Tahun 1965. Kita harus kembali menengok ke beberapa peristiwa-peristiwa sebelumnya tahun 1962, 1963 dan 1964. Sebab, dalam periode tersebut banyak sekali kejadian, yang melahirkan berbagai sikap terhadap PKI. Misalnya, pemuda Rakyat menyerang Tempat Kaderisasi PII (pemuda Islam Indonesia), menyerbu Masjid, dan berbagai penyerangan terhadap santri dan kiyai. serta berbagai serangan lainnya. (baca Buku 'Banjir darah' saya lupa pengarangannya). Contoh kasus lainnya, misalnya, seperti Aidit pernah melakukan penelitian ke desa-desa dan ia menemukan, apa yang menjadi Idiom dalam PKI yaitu hancurkan 7 setan Desa dan 3 Setan Kota. Nah, para Kiai itu termasuk dalam 7 setan desa.
Sebenarnya Soekarno sadar betul tentang kewajiban pejabat lama akan berakhir dan ia juga sudah mengetahui bahwa dia akan turun dari presiden. Maka, dia menguraikan apa-apa saja yang telah dia lakukan dan belum dia lakukan. Misalnya, tentang Irian Barat, tentang KMB, dsb. Sekalipun waktu itu, Soeharto tidak menyatakan dirinya akan jadi presiden dan Soekarno tidak menyatakan dirinya akan mundur sebagai presiden.
"Makanya, Suatu ketika Soeharto bertanya pada Soekarno, Bung Bagaimana dengan PKI, apakah kita bubarkan atau tidak?". Jawaban Soekarno, "Saya ini membicarakan tentang NASAKOM tidak hanya berskala nasional. Tetapi, sudah mendunia. Sehingga saya menjadi sulit berhadapan dengan Masyarakat dunia". Artinya secara tidak langsung Bung Karno menolak untuk membubarkan PKI. Mengingat jawaban Bung Karno demikian, Soeharto kemudian kembali menyatakan : " tidak perlu takut, Bung. Biar saya saja yang menjadi Bumper atas hal itu". Maka, keluarlah surat Perintahkan 11 Maret (Supersemar) tahun 1966. Sejak saat itu, Nama Soeharto mulai Harum dibangsa ini, karena berani membubarkan PKI.
Selain itu pula, Dulu bung Karno setelah Penculikan Rengasdengklok, kembali Ke Jakarta setelah pengakuan kedaulatan Kemerdekaan RI, tidak langsung tinggal di Istana Negara. Tetapi, tinggal digedung Proklamasi sampai Tahun 1952. Meskipun, Pasca Kemerdekaan Gedung Proklamasi sejatinya Bukan lagi Rumah Jabatan Presiden.
Gedung Reformasi adalah salah satu bahagian dari artefak penting perjalanan bangsa, sekalipun Bung Karno sendiri yang mengalih fungsikan gedung tersebut dengan Menjadikan gedung tersebut sebagai Gedung Dewan Perancang Nasional (DPN). Banyak kalangan yang Khawatir, terkhusus Kelompok Islam, bahwa Bung Karno sengaja mengalih fungsikan gendung tersebut sebagai Gedung DPN, untuk menghapus peran PAN Islamisme bagi perjalanan bangsa kita. Sebab, Arah politik Bung Karno yang berbeda haluan.
"Bukankah Soeharto itu Diktator?".
Hal itu tidak sepenuhnya benar. Sebab, Dalam beberapa literatur, Soeharto disebutkan tidaklah Apriori. Misalnya, pada Tokoh Masyumi, Muh. Natsir didatangi oleh Ali Murtopo yang membawa Pesan Soeharto, bahwa Indonesia membutuhkan dana Timur tengah dan meminta kepada Muh Natsir untuk meloby. Karena, ini urusan negara, Sebagai seorang Tokoh Masyumi yang oposisi. Maka, Muh Natsir melakukan hal itu.
***
Jika kita salah dalam membaca sejarah, maka kita akan salah dalam melangkah. salah satu pembacaan sejarah yang baik, dengan gagasan Kontekstual ialah Misalanya, di tahun 1920 - 1940 an, melalui Prof Snouck Hurgronje yang mengkampanyekan agar Orang-orang Islam dibikin sekuler, dengan diberikan fasilitas dan disekolahkan ke Belanda. Karena orang Islam Indonesia, waktu tidak memiliki apa-apa. Sehingga menerima hal itu. Maka, Berkembanglah gagasan Uzlah. Uzlah itu artinya Jauhi sekolah-sekolah kafir (Belanda).
Setelah kita merdeka, kesalahan itu dikoreksi atau diluruskan. Karena hal itu disadari akan berbahaya bagi ummat Islam, hal itu dilakukan oleh K.H. Wahid Hasyim, putra Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari atau Ayah dari Gus Dur, yang merupakan salah satu dari Kabinet RIS tahun 1949 .
"Apakah ada kemungkinan PKI akan hadir kembali?".
Pengalaman sebelum Getapu, PKI berlindung dibawah ketiak Bung Karno untuk menindas dan memenjarakan Ummat Islam, seperti yang kita ketahui Sejumlah Tokoh-Tokoh Masyumi dan Ulama Yang sangat Ku kagumi Buya Hamka juga ikut dipenjarakan. Juga seperti Muchtar Lubis, Moh Roem, Sutan Sjharir, Syafruddin Prawiranegara, dsb di penjara Dan Mereka Baru dibebaskan setelah peristiwa Gestapu berlansung.
Ketakutan itu semakin memuncak ketika RUU HIP bergulir, Jangan sampai PKI menelusup kedalam Pemerintahan dan Menpersekusi Ummat Islam. Sebab, jangan salah Ada Seorang Anak PKI yang bernama Ribka Ciptaning, Yang Dengan bangganya menulis buku " Bangga menjadi anak PKI" dan Ia adalah salah satu anggota DPR RI dari Fraksi PDIP. Bahkan ia menyebutkan di dalam partai PDIP tersbut, ada sekitar 20 Anak PKI.
Sebab, Tidak ada ideologi yang benar-benar mati. organisasinya boleh saja bubar. Tetapi, siapa yang berani menggaransikan bahwa orang tidak lagi berpikir demikian. Lalu, Apakah dia akan mendirikan PKI. Tidak mungkin. Tetapi, menjadi mungkin jika ia meminjam tangan Pemerintah untuk mempersekusi Ummat Islam.
"Terakhir, Mengapa peristiwa G 30 S PKI selalu di peringati dan seolah-olah kita membangkitkan hantu?".
Sejarah Indonesia akhirnya mentok di G 30 S PKI, karena hal itu sekaligus menggambarkan sejarah dunia. Pada setiap hari menjelang 1 Oktober, tanggal 30 September. Bangsa indonesia ini dipojokkan lagi, didalam soal yang seharusnya sudah diselesaikan oleh pemimpin-pemimpin negara. Sebab, perintah reformasi adalah menyelesaikan persoalan masa lalu, seperti Hak Asasi manusia, salah Satunya ada G 30 S PKI dan berbagai soal lainnya.
Saya menganggap fasilitas untuk menyelesaikan itu sudah tersedia. Seperti, kemampuan kita membaca sejarah secara lengkap, justru setelah peristiwa itu berjarak waktu. Bahkan, 60-70 % dokumen-dokumen CIA sudah bisa di akses dan secara nyata ada keterlibatan CIA dalam peristiwa G 30 S PKI.
Tetapi, dalam konteks hari ini orang kembali mengangkat elemen dendamnya akan peristiwa tersebut dan tentu berkaitan dengan keadaan hari ini. Dimana ada semacam ketakutan yang ril, Karena pemerintah tidak mampu menjamin adanya kesetaraan perlakuan terhadap warga negara, terutama ummat Islam.
Jadi, saya menganggap peristiwa ini adalah cermin dari ketidakmampuan pemerintah dalam menghasilkan demokrasi dan kesetaraan warga negara. Misalnya, kita telaah analisis dari seorang peneliti yang berasal dari Australia, yang menulis dengan tajam bahwa "pemerintah Indonesia, memang mempersekusi ummat Islam diIndonesia".
Iya, Jika kita menyeksamai memang Islam selalu bereaksi setelah peristiwa itu terjadi. Maka, reaksi baliknya adalah soal komunisme. Karena komunismelah yang dianggap memusuhi agama.
Nah, ketakutan-ketakutan akan persekusi terhadap warga negara, khususnya ummat Islam itu bukanlah sesuatu yang di ada-adakan. Karena dulu, jargon Komunis dibangsa ini adalah hancurkan 7 setan desa dan 3 setan kota. Salah satu yang dimaksud dari 7 setan desa adalah Para Kiyai. Sehingga memori orang tentang Awal-awal komunisme itu terulang kembali. Akhirnya memori itu tersambung dengan sejarah masa lalu dengan berbagai kejadian-kejadian hari ini. Misalnya, soal persekusi ulama, Persekusi ustadz, Radikalisme, dsb.
Ketidakmampuan pemerintah menjelaskan keadaan ini, sehingga orang pergi kepada kecurigaan-kecurigaan masa lalu. Misalnya, orang boleh menulis tentang komunisme tetapi ummat Islam bicara khilafah, tidak boleh. Sementara, dulu jika Islam politik di jauhkan dari panggung politik bangsa ini, merupakan kerja-kerja PKI.
Padahal, baik komunisme dan Khilafah adalah soal diskursus ilmiah. Hukum baru bisa bertindak, jika ada tindakan. Bahkan hukum, tidak boleh menguji pikiran. Apalagi menghukumi pikiran.
Saya secara pribadi tidak melarang orang menonton film G 30 S PKI atau bahkan setuju menontonnya. Bukan itu pointnya, yang kami tunggu, sejak reformasi bergulir adalah imparsialitas negara dalam merawat kesetaraan warga negara dan tidak diskriminatif terhadap politik Islam.
Sebab, Hal yang Di putuskan saat reformasi, salah satunya adalah menyelesaikan problem G 30 S PKI. Makanya, sudah pernah di buatkan rekonsiliasi antara Korban dan Pelaku. Tetapi, gagal terus. Karena pemerintah tidak mampu membangkitkan imajinasi demokrasi, sehingga orang lega untuk membicarakan peristiwa masa lalu.
Didalam model-model rekonsiliasi, memang susah jika dua pihak harus saling mengakui, seperti siapa yang paling banyak membunuh, siapa yang paling banyak dibunuh atau siapa yang banyak bersalah dan siapa yang banyak benarnya.
Soal rekonsiliasi sebenarnya, mestinya diatasi dengan menghadirkan pihak ketiga. Sama seperti peristiwa apartheid, yang juga diselesaikan, Karena ada pihak ketiga yang dengan besar hati menjadi penengah, yaitu Nelson Mandela. Di Nikaragua misalnya, ada Carter Foundation yang menjadi pihak ketiga untuk menyelesaikan problem hak asasi manusia, yang melibatkan Rezim kiri, antara Sandiniza vs Militer.
Akhirnya saya ingin sampaikkan bahwa Memperingati itu bukan mengungkapkan dendam. Bahwa peristiwa itu melibatkan dua kekuatan yang memang bersaing secara politik, karena disponsori oleh perang dingin saat itu. Sehingga militer dengan sendirinya akan khawatir jika pemerintahan jatuh ke tangan komunisme. Komunisme juga menganggap hal yang sama. Jadi, hal itu sebenarnya pertandingan politik dengan korban yang banyak.
Bagi saya, sebenarnya yang ingin di perbaiki adalah apa yang terjadi saat itu. Oke, ada konflik politik. Tetapi, ada bagian-bagian yang diseret kedalam konflik itu, tanpa dia tahu. Seperti yang saya utarakan diatas, ada petani yang dikasih pacul, lalu dianggap PKI, begitu. Padahal dia cuman dapat pacul. Nah, kesalahan PKI juga adalah mengklaim 30 juta pengikut dan ada 3 juta yang aktif. Lalu, kalau sampai 30 juta pengikutnya, kenapa kalah?.
Kemampuan kita untuk bertahan sebagai bangsa, ditentukan oleh kelegaan kita untuk menghasilkan kesetaraan pikiran.
Jangan ada persekusi. Jangan ada Manipulasi. Jangan ada diskriminasi. Karena tanpa disadari, ada Trauma yang membekas pada kelompok Islam dan TNI, yang paling banyak dibunuh oleh PKI. Makanya, jika kita membaca dengan tenang, kelompok yang paling menentang dan menolak terhadap RUU HIP adalah Kelompok Islam dan Pensiunan TNI. Sebab, ada kemungkinan Nasakom akan kembali digaungkan.
#RST
#Coretan Berserak
#Nalar Pinggiran


