Mengenai Saya

Minggu, 05 Januari 2025

PEREMPUAN, BELAJARLAH PADA ISTRI - ISTRI NABI

Kita akan keluarkan satu pedoman Bagi setiap perempuan di muka bumi, bagi setiap Perempuan yang akan menjadi ibu terbaik di rumah tangganya, sehingga melahirkan anak keturunan yang berpengaruh di muka bumi sampai membahagiakannya di akhirat. 

Kita buka Al Qur'an surat Al Ahzab ayat 6 dan ayat 32, " annabiyu awla bil mu'minin min anfusihin wa adzwajuhu Ummahatuhum - Nabi Muhammad itu lebih harus di prioritaskan, di dahulukan oleh insan beriman ketimbang dirinya sendiri." (ayat 6).

"Yaa nisa annabi lastunna ahadim minan nisa inittaqoytunna" (ayat 32). 

Dua ayat ini saja, jika di amalkan sepanjang hidup dan di istiqomahkan sampai meninggal, insya Allah mempertemukan Ibu - Perempuan dengan perempuan termulia di muka bumi dan berpeluang mendapatkan tempat yang sama dengan mereka (Istri - Istri Nabi). 

"Annabiyu" - diksi Nabi di Al Qur'an, menujukkan kepada satu orang. Jamaknya Nabi, di sebut Al anbiya" (beberapa Nabi) dan untuk semua Nabi di sebut "Annabiyin". Terdapat di Q.s An nisa ayat 69. 

Di ayat yang di maksudkan diatas, Al qur'an menggunakan huruf alif lam-nya untuk menujukkan nabi. Khusus. Artinya yang di maksud di ayat ini, bukanlah semua Nabi. Yang di maksud adalah satu orang Nabi yang paling istimewa, yaitu Nabi Muhammad SAW. 

Coba kita kontekstualisasikan Q.S Ahzab : 6, agar lebih mudah kita pahami. 

Suatu ketika Umar datang dan Beliau mengatakan, Ya Rosulullah SAW, saya mencintaiMu, saya akan berjuang denganMu. Tetapi, setelah Bapak dan Ibu, serta Istri saya. Umar menempatkan Nabi pada posisi ketiga. 

Apa jawaban Nabi, " La Yu'minu ahadukum hatta akuna ahabba ilaihi - Belum sempurna Iman seseorang, sampai aku menjadi yang paling di CintaiNya. Setelah itu barulah bapak, ibu, istrinya dan anak-anaknya".  

Setelah mendengar jawaban Nabi, Umar mengatakan, "Ya Rosulullah, aku mencintaimu karena Allah dan siap berjuang Bersamamu melebihi cintaku kepada Ibu, bapak, istriku dan keluargaku". 

Hal inilah yang membuat kedudukan Umar begitu dekat dengan Nabi, bahkan di tiga alam sekalipun - hidup di dunia di dekat Nabi, Wafat dan di kuburkan di samping Nabi dan kelak di akhirat akan berdampingan dengan Nabi. 

Pertanyaanya, maukah kita kelak di akhirat hidup berdampingan dengan Nabi?. Maka, Turunlah Q.s A Ahzab Ayat 6 untuk memberikan gambaran kepada kita, agar menempatkan Nabi Muhammad diatas segala yang ada di bumi ini, kalau kita masih merasa memiliki iman. Sebab, iman kita di pertaruhkan di posisi tersebut. 

Bagaimana menemptakan Nabi sebagai Prioritas?. Ibu-ibu atau perempuan tentu setiap Hari memasak, menghidangkan makanan. Sudahkah kita memastikan bahwa makanan tersebut adalah makanan yang di arahkan oleh Nabi. Cara makannya, seperti yang Nabi Ajarkan Nabi atau tidak?. 

Ibu - ibu atau Perempuan punya anak dan cucu. Pertanyannya, di sekolahkan di mana anak - anak kita?. Apakah di sekolahkan di sekolah yang mengenalkan dengan Rosulnya, apakah dia belajar seperti yang di kehendaki Nabinya?. Nabi mengatakan, silahkan pintar dan cerdas se cerdasnya ; Ahli bahasa, Ahli matematika, fisika, kimia, biologi, teknik, politik, ekonomi, hukum : Pertanyaannya dengan Ilmu tersebut, mereka kenal Allah dan Rosulnya atau tidak?. Sholat kah dia, membaca Al Qur'an kah dia, dia memuliakan orang tuanya atau tidak?.

Jangan sampai ibu - ibu atau Perempuan menyekolahkan anak - anaknya, sampai bergelar tinggi. Tetapi, sama ibunya pun tidak di kenali, menyolatkan pun tidak mampu, menelpon pun tidak sempat, tanya kabar saja tidak punya waktu. Lantas investasi apa yang ibu - ibu atau perempuan keluarkan selama hidup, sampai rambut memutih dan fisik letih. Tetapi, anak kita, tidak mengenali kita sama sekali. 

Di indonesia kita masih punya rasa yang terhubung dengan anak-anak kita. Di Eropa dan Amerika, begitu anak-anak sudah tumbuh dewasa dan orang tuanya sudah sepuh. Diantara cara mereka memuliakan orang tuanya, mereka memasukkan ke panti jompo. Sementara Islam datang dengan Risalah yang indah, muliakan orang tuamu sebagaimana mereka merawatmu sejak kecil. kalau kita mau marah, pikir-pikir dahulu. Mau berkata ahh, bayangkan ibu yang telah mengandung kita dengan susah payah dan tidak pernah mengeluh. 

Ibu - ibu atau perempuan mengandung, melahirkan dan memberikan asi. Saat ibu (Perempuan) sudah mendapatkan usia yang senja, sang anak tidak mengenal kita. Maka kalau itu terjadi, spirit Al qur'an mengatakan, Jangan dulu di salahkan anaknya. Istigfar dulu, sebab boleh jadi saat anak kita dalam perawatan kita tidak menempatkan dia pada tempat yang mengenalkan pada Allah dan Rosulnya. Karena simbiosis mutualismenya akan kembali kepada orang tuanya. Hal itulah yang menjadikan "Hanna", yang mendekatkan anaknya Maryam kepada Allah. Mencarikan guru yang benar, di tempatkan di mihrab yang mendekatkan dia kepada Allah. 

Cek lagi pakaiannya, betulkah pakaiannya adalah pakaian yang di kenakan adalah pakaian yang di senangi oleh Nabi. Cek lagi, bagaimana dia berinteraksi dalam kehidupan, benarkah interaksinya di benarkan oleh Nabi. Lihat tutur katanya, perhatikan pandangannya, lihat apa yang di dengar, lihat kakinya berjalan. Jangan-jangan selama ini berharap tinggal bersama Nabi di Surga Firdaus, di dekat Rosulullah SAW. Tetapi, aktivitasnya jauh dari Apa yang di bimbing oleh Rosulullah SAW. 

Kalau Pertanyaanya, bagaimana cara kami ingin memperbaikinya di sisa kehidupan sehingga sesuai dengan ayat yang di maksudkan diatas. maka Teruskan ayatnya, "wa Adzwajahum Ummahatuhu". 

Ibu adalah perempuan, maka Ibu tidak mungkin meniru Abu Bakar atau Umar. Karena mereka lelaki. Ihwal itulah, sehingga ibu atau Perempuan mesti meniru perempuan-perempuan hebat yang paling dekat dengan Rosulullah SAW dan memang bertempat tinggal lansung dengan Nabi di bumi dan juga lekat dengan Nabi di surga kelak. Dari situlah, ibu (Perempuan) bisa mengelurkan kurikulum kehidupan, mendekati Nabi di Surga dengan menurunkan kurikulum orang-orang terdekat Nabi dari kalangan perempuan : "Wa azdwajuhu - istri - Istri terbaik Nabi Muhammad SAW".

"Adzwaj" itu jamak dari kata "zauj" dan di Al Qur'an itu tidak di sebutkan Zaujah untuk menujukkan pasangan, selalu katanya Adalah Zauj. Sejak Hawa as dengan Adam As menggunakan kata Zauj, Q.S 2 ; 35, " wa qulna ya adamusskun anta wa dzaujukal jannah". Zauj itu adalah pasangan yang sempurna atau saling menyempurnakan. 

" Ya Nisaa annabiyi lastunna ka ahadim minan nisa inittaqoytum - wahai Istri-istri Nabi yang sedang Kumpul, kalian itu tidak sama dengan perempuan pada umumnya. Kalian istimewa ". 

Artinya "Nisa" itu adalah perempuan - perempuan yang berkumpul. Kalau perempuan sendirian, bernama mar'ah - Dari Kata Muru'ah - Senang tampil indah dan terhormat, serta Sifat rasa yang dalam. Mar'ah Sama juga dengan Mir'ah - Cermin, cuman berbeda Harokat. Kenapa mar'ah dan mir'ah hurufnya sama dan berbeda harokatnya, untuk menujukkan kedekatan perempuan dengan cermin. Makanya, perempuan suka berkaca - Bercermin.

Nisa itu perempuan - perempuan yang sedang berkumpul. Spiritnya terdapat dalam Q.S. 4 ayat 34, kadang - kadang perempuan pendiam apapun, kalau sudah kumpul dengan teman-temannya, bisa cerita. Bahkan kadang yang di cerita adalah sesuatu yang tidak keluar. Harusnya di simpan, justru dia cerita. Makanya Q.S. Ahzab Ayat 36 diatas turun, untuk mewarning istri - istri Nabi yang sedang berkumpul. Sedang ngobrol. Jangan sampai membicarakan Nabi, jangan sampai berbicara seperti perempuan pada umumnya. 

Menariknya Istri-istri Nabi, kelak akan menjadi Tauladan bagi semua perempuan yang hidup di bumi. Ihwal inilah yang menunjukkan, mengapa Nabi di Izinkan menikah lebih dari 4 istri, karena seluruh istri Nabi, mewakili semua karakter perempuan di bumi : Ada yang mirip Sayyidah Khadijah. Tetapi, nyaris tidak ada lagi kita temukan hari ini. Susah dan berat. Beliau mendapat salam dari Allah dan malaikat, di puji di hadapan semua istri-istri Nabi dan di Ingat-ingat dalam tidurnya. 

Ada yang Gesit, senang Ta'lim seperti Sayidah Aisyah dan di saat yang bersamaan senang berolahraga. Ada yang senang bikin Kue, seperti Saudah binti Sam'ah. Ada yang Fashionable, Tampil indah. Ada juga yang peduli dengan anak dan Lingkungan. Ada yang senang dan perhatian pada pendidikan. Ada juga yang cerewet. Dsb. 

Nanti, Ibu-ibu (Perempuan) pelajari, kira-kira ibu (Perempuan) mirip karakter Istri Nabi Yang mana dan ikuti selama hidup. Tetapi, syaratnya adalah "Inittaqoytunna - Bertaqwa". Pelajaran mengikuti istri-istri nabi adalah memperbaiki niat untuk meningkatkan Taqwa kepada Allah. Karena ada orang yang belajar dari Istri Nabi, tetapi motivasinya Bukan Taqwa, bahkan tidak sedikit yang menjadikan sebagai Icon bisnis. 

Taqwa itu di sebutkan dengan semua Turunan katanya, sebanyak 240 kali dalam Al Qur'an : Ada yang terkait dengan Pengelolaan Nafsu, bagaimana cara mengendalikan Nafsu dengan Taqwa. Uniknya, Nafsu di sebutkan 115 Kali dalam Al Qur'an, Taqwa yang terkait dengan Nafsu pun 115 kali di sebutkan dalam Al Qur'an. Nafsu di bisikkan atau di kendalikan oleh setan, bernama Was - Was : Setan di sebutkan 88 kali dalam Al Qur'an. Taqwa yang membimbing dan mengarahkan Nafsu yang di bisikkan oleh malaikat di sebutkan 88 kali dalam Al Qur'an. 

Ada Taqwa yang terkait dengan ibadah ritual, seperti Sholat, Puasa dan Haji. Ada juga Taqwa yang terkait dengan kehidupan rumah tangga, khususnya peran-peran istri atau ibu. Jika kita niatkan pembelajaran ini untuk meningkatkan taqwa, maka Jaminan Al Qur'an kepada Ibu bukan hanya di akhirat, tapi di dunia. Contoh, turunnya Q.S. At Thalaq : 2 - 3, sebagai ayat Rumah Tangga. 

Biasa kehidupan rumah tangga, ada masalah atau tidak?. Ada persoalan dengan suami dan anak atau tidak?. Harus ada, jika tidak ibu (Perempuan) mesti curiga. Sebab, suami Perempua (Ibu) bukan Malaikat. Karena yang tidak pernah kenal salah, cuman Malaikat, Q.S. 66 ; 6, " la ya'sunallahu ma amarahum fa yaf aluna ma yu'marun - Malaikat adalah mahkluk yang di ciptakan Allah Tanpa kenal salah". Cuman malaikat yang tidak kenal salah dan cuman setan yang tidak pernah kenal benar. Suami ibu, bukan malaikat dan bukan setan. Jadi, kalau ibu (Perempuan) mau menemukan suami yang tidak pernah kenal salah, itu mustahil. Jika mau dapatkan suami yang tak kenal salah, Maka Sekalian saja menikah sama Malaikat Malik atau Izroil. 

Ternyata ada informasi yang sangat menarik di dalam Al qur'an, setiap di temukan masalah, sebetulnya itu cara Allah untuk mendatangkan kebahagian yang lebih besar di balik masalah tersebut dan menyiapkan anggota keluarga untuk menghadapi masalah yang lebih tinggi di kemudian hari atau Allah hendak menghadirkan sakinah di dalam rumah tangga. Sakinah itu adalah Ketenangan setelah hilang persoalan. Misalnya, dahan di pohon akan tenang, setelah angin yang menerpanya itu hilang. Kapal itu akan tenang, kalau ombaknya sudah hilang. 

Makanya begitu ada masalah di dalam Rumah tangga, apapun itu. Kata Allah, coba gambarkan dulu bahwa setelah masalah ini berlalu, ada kebahagian dan kualitas hidup yang akan meningkat lebih baik dari sebelumnya. 

Di dalam Q.S. 3 : 37, "fataqaballaha robbuha bi qobulin hasaniu wa ambataha nabatan hasanau wa kaffalaha zakaria, Kullama dhalaha alayha zakaria mihrobal wa jada indaha rizqo qolaya maryamu laqi hadza qolats wa min indillah, innallaha yarzuqu mayyasya'u bi ghoiri hizab - Allah menerima semua ihktiar Hanna dan Imron dalam merawat Maryam. Allah memperhatikan dan merawat pertumbuhan maryam, sampai kemudiam di tugaskan Pamannya - Zakaria untuk menemani merawat dan mengajari maryam. Tetapi, anehnya setiap kali pamanya datang membawa kebutuhannya. Sudah ada tersedia ; makanan, pakaian dan buah-buahan sudah ada. Pamannya bertanya untuk mengkonfirmasi, darimana semua kebutuhan tersebut di dapatkan. Karena sejak awal di lahirkan, sudah di dekatkan kepada Allah, maka Jawaban Maryam adalah "Innallahu yarzuqu mayyasya - Dari Allah". 

Maka, setiap ibu dan istri yang menata keluarga di rumah, menjalankan aktivitas apapun yang di dasari dengan Taqwa. Kata Allah, di jamin lansung, kapanpun ada masalah (bukan menghilangkan masalah) di ringankan oleh Allah dan ketika beratpun, hati kita di limpahkan kelapangan, sehingga yang besar menjadi kecil. 

Siapakah istri-istri Nabi yang di sebutkan dalam Al Qur'an dan menjadi teladan bagi semua perempuan di muka bumi, sekaligus menjadi titian kebahagian di alam dunia maupun di akhirat. 

Ada perbedaan pendapat para ahli sejarah dan Ulama, tentang jumlah istri-istri Nabi. Paling kuat dan Paling populer menyebutkan istri Nabi berjumlah 11 dan pendapat yang kedua mengatakan berjumlah 12. Perbedaan kedua pendapat ini, hanya terdapat di satu orang saja, yaitu Mariah Al Qibtiyah. Apakah Mariyah Al Qibtiyah termasuk istri Nabi atau Hanya Milkul yamin - Selir yang bisa di gauli. 

Dari 11 yang di sepakati, 6 orang istri Nabi dari Suku Quraisy. 4 orang dari suku Arab, tapi bukan Quraisy dan 1 orang dari Non Arab atau jika di tambahkan mariyah maka ada 2 dari non Arab. 

Pertama, Sayyidah Khadijah Binti Khuwailid. Dia adalah salah satu istri Nabi yang Nazab biologisnya tersambung dengan Rosulullah atau Bertemu di Qusay dan Dari suku yang sama Yaitu quraisy. Artinya, St Khodijah Secara Nazab mulia, sukunya Mulia, status sosialnya mulia dan juga karakternya pun mulia. Makanya Sayyidah St Khodijah di tempatkan sebagai istri pertama Rosulullah saw.  

Diantara semua Suku - suku di arab. Suku paling terhormat itu adalah suku Quraisy, karena nazab Mereka terhubung ke Nabi Ismail secara Lansung, suku mereka juga yang di percayai sebagai pemegang kunci Ka'bah dan suku mereka yang paling fasih dalam bahasa arab. 

Bapaknya St Khodijah, Khuwailid adalah salah satu orang yang paling kaya di Jazirah kala itu dan termasuk orang yang paling di hormati, karena sikapnya yang baik dan dermawan. Serta, beliau termasuk orang yang menjaga diri dari Tradisi-tradisi jahiliyah yang menyimpang : setiap ada bayi perempuan yang lahir, Tradisi jahiliyah menganggap Bayi tersebut adalah Aib.  

Khuwailid begitu mengetahui istrinya melahirkan pada tahun 555 atau 68 tahun sebelum Nabi Hijrah Ke Yastrib dan ternyata bayinya adalah perempuan, seketika ia melawan tradisi yang sudah berlansung Mapan kala itu dan menyambut gembira kelahiran bayi perempuannya, serta menunjukkan kesan pada masyarakat arab saat itu bahwa perempuan pun mulia. 

Mengapa demikian? Karena Keluarga Khuwailid menelusuri Jalurnya Sayyidah Hannah, ketika mendapatkan Bayinya lahir adalah perempuan (Maryam). Q.S. 33 ; 36, fa lamma wadhoats ha qolats robbi inni wadho' tu ha untsa, wallahu a'lamu bima wadhoats walaisa dzakarulka untsa wa inni sammaituha maryam, wa inni waidhuka dzuriyya minasyaitonirojim - Hanna dengan Imron mengharapkan bayi yang akan lahir adalah Lelaki. Karena ada berita pada kitab sebelumnya, bahwa di masa itu saat Hannah sedang Mengandung, akan lahir seorang Nabi. Maka semua orang menduga, bayi yang di kandung Hannah adalah Nabi, karena tidak ada perempuan paling sholehah pada masa itu kecuali hannah. 

Sebelum kelahirannya Maryam, bapaknya Imron meninggal. Artinya sayyidah Maryam tidak melihat bapaknya. Saudara Imron, yaitu Zakaria menikah dengan Saudari Hannah, yang bernama Eliasobath - Elisabeth. 

Paling uniknya Sebelum Hannah melahirkan, semua orang rebutan untuk merawat, karena yang mau lahir adalah Nabi. Ternyata Allah berkehendak Lain, Yang Lahir adalah Maryam - Ibunya Nabi Isa. Begitu Hannah melahirkan, ia mengadu kepada Allah, Ya Allah Kenapa perempuan?. Maka turunlah Nubuwah dari Allah dalam Q.S. 33 : 36 dan Di sebarkan di era Nabi Muhammad SAW, untuk menghormati Maryam dan Ibundanya. 

Keluarga Khuwailid termasuk yang secara Konsisten mengikuti ajaran Nabi Isa. Sebab, diantara sepupu Khodijah atau anak pamannya bernama Warokah Bin Naufal. Naufal adalah saudara Khuwailid. Sebagaimana kita ketahui warokah bin naufal adalah termasuk orang yang menjadikan sisa hidupnya, hanya untuk menekuni ajaran Nabi Isa. Makanya beliau tahu, akan datang seorang Nabi di akhir zaman. 

Seperti Hannah, ibundanya maryam di minta oleh untuk memuliakan dan merawat Maryam. Begitu pun Khuwailid mempraktekkan, ketika istrinya melahirkan seorang bayi perempuan yang Bernama Khadijah. 

Di didiklah Khodijah sampai mewarisi sifat-sifat kedua orang tuanya. Satu-satunya perempuan waktu itu yang terjaga dari perilaku - perilaku perempuan jahiliyah. Salah satu contohnya adalah, Perempuan jahiliyah itu sering berdandan untuk menarik perhatian para Pria. Makanya, kalau ada perempuan yang berdandan hanya untuk menarik perhatian lelaki yang bukan mahromnya, maka itu mengikuti kebiasaan Orang Jahiliyah. Diantara mereka ada yang mengenakan gelang di kakinya, agar saat berjalan berbunyi dan terdengar bahwa ada perempuan. Kalau jalan pakaian terbuka. Makanya, kelak Islam datang membawa Prinsip kerudung dan lalu Jilbab. Makanya, kerudung dan Jilbab itu bukan budaya arab. 

Perempuan - perempuan pada umumnya mudah menerima pria. Bahkan, ada empat jenis perkawinan di dalam masyarakat arab. Salah satu jenisnya adalah Polianri -banyak suaminya. Ada kasus, satu perempuan yang di gauli delapan lelaki. Jadi, saat perempuan tersebut melahirkan, di undanglah semua lelaki tersebut dan di lihat bayi tersebut lebih mirip ke lelaki siapa. 

Praktis Semua kegiatan-kegiatan yang di lakukan perempuan jahiliyah, yang sifatnya kurang bagus, tidak di lakukan oleh Khodijah. Justru, Khodijah selalu Penasaran dengan peningkatan spiritual : selalu punya Jadwal Tawaf. Saking Terhormatnya Khodijah, Setiap perempuan - perempuan, tidak ada satu pun yang berani meninggikan suaranya di hadapan khodijah. Semua perempuan, jika sedang kumpul dengan Khodijah, tidak ada yang bersuara - diam.

Khodijah itu hampir menikah dengan Waroqah bin Naufal. Tetapi, Allah memalingkannya Dan menjadikan Waroqah sebagai peyemangat, agar kelak Khadijah siap secara sempurna mendapangi Nabi Muhammad. Jadi, sejak awal Khadijah Hadir, sudah di siapkan untuk mendapatkan Nabi Muhammad. 

Kebiasaan yang lain adalah menelusuri informasi- informasi tentang Nabi, terutama yang datang dari sepepunya, yaitu Waroqah. Jauh sebelum di utusnya Nabi Muhammad sebagai Rosul, khodijah telah mempersiapkan dirinya untuk mengabdi kepasa Calon Nabi tersebut. 

Khodijah menikah dengan lelaki pertama, bernama Abu Halah At Tamimi, seorang pebisnis, Orang kaya dan terhormat. Di karunia dua orang anak, bernama Hindun dan Halah. Kedua-duanya adalah lelaki. Abu Halah meninggal, sementara ia juga adalah seorang pebisnis dan orang kaya. Maka, seluruh hartanya di wariskan ke Khodijah. Sehingga harta khodijah menjadi bertambah lagi. 

Lalu, khodijah menikah lagi dengan lelaki kedua bernama Atiq - seorang pebisnis dan orang kaya juga. Di karunia seorang anak perempuan, bernama Hindun. Atiq meninggal juga, sehingga hartanya di warisi juga kepada Khodijah. 

Kita jangan berpikir bahwa Khodijah menikahi lelaki karena Kekayaannya. Tetapi, Allah yang mendesain semua itu. Sebab, hikmahnya adalah semua harta yang terkumpul dari pernikahan sebelumnya, Allah siapkan untuk mensupport dakwahnya Nabi Muhammad SAW, yang memang membutuhkan dana dan ekonomi yang kuat. 

Modal dari suami pertama, suami kedua dan Harta dirinya sendiri di akumulasikan untuk mengembangkan bisnisnya yang kuat. Maka di temukan di masyarakat Quraisy, tidak ada modal yang lebih besar kecuali semuanya mengambil modal dagangan dari Khodijah. 

Di saat bisnisnya sedang tumbuh pesat, di usia 40 tahun. Ada seorang pemuda yang sedang Viral dan beken, usianya 25 tahun. Semua orang senang pada pemuda tersebut. Informasi yang memberitakan pemuda tersebut, tak ada yang buruk. Semuanya baik : Kalau ada pemuda yang paling Jujur, paling sabar, paling tawadhu, semuanya mengacu kepada Muhammad yang baru berusia 25 tahun. 

Tertariklah Sayyidah Khadijah karena mendengar Informasi tersebut. Di utuslah - Maisyaroh seorang asisten Khodijah untuk menelisik dan mencari Informasi kebenaran pemuda tersebut. Tugasnya khusus untuk mengamati karakternya Muhammad saja. Betulkah, Karakter dan ahklaknya benar seperti yang di sebutkan banyak orang?. 

Khodijah masuk menelisir karakter Nabi Muhammad melalui skema dagang. Di tawarkanlah Modal oleh Khodijah, agar Rosulullah bisa berdagang. Tetapi, tugas Maisyaroh bukan melihat untung dan rugi dari usaha dagang Rosulullah. Ia di utus untuk melihat, setiap kejadian yang berlansung saat dia membawa dagangan Khodijah. 

Setelah semua berlansung, Maisyaroh melapor kepada Sayyidah Khadijah yang sangat antusias. Padahal kita tahu sayyidah Khadijah tidak pernah sekalipun mau menelisik keadaan lelaki manapun di sekitarnya saat itu. Tetapi, begitu Pemuda yang bernama Muhammad itu Booming. Khodijah bahkan memfasilitasi untuk melihat karakter Pemuda tersebut. 

Maisyaroh menceritakan semuanya, Tanpa terkecuali, "aku tak pernah melihat seseorang berdagang, kecuali pemuda tersebut. Tidak pernah dia berdagang kecuali dia jujur dalam semua hal tentang dagangannya. Sehingga pelanggannya senang dan keutungan yang ia dapatkan dua kali lipat dari yang lainnya". 

Bagi Khodijah, bukan keuntungan yang menjadi point utamanya. Tetapi, beliau ingin memastikan bahwa semua informasi yang tersebar tentang pemuda tersebut adalah benar adanya, sebagaimana yang ia pelajari selama ini. Begitu di pastikan benar. Maka, Sayyidah Khodjah mengutus asistennya yang lain, bernama Nafisah. Ada riwayat yang menyebutkan, Nafisah bertemu lansung dengan Rosulullah, ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Nafisah bertenu dengan pamannya Rosulullah, yaitu Abu Thalib dan atau Hamzah. 

Riwayat yang menyebutkan bertemu Rosulullah mengkonfirmasi, Usianya berapa?. Apakah belum terpikir untuk menikah?. Jawab Rosulullah, "Belum. Sebab, saya masih mematangkan diri dulu dan dari kalangan biasa". Kata Nafisah, Bagaimana jika ada seorang perempuan yang tertarik dengan anda, orangnya baik dan mampu menanggung semua kebutuhan yang ada?". Apa jawaban Nabi, "kalau dia bersedia tidak ada masalah". 

Maka di sampaikkanlah bahwa sayyidah Khodijah ingin di persunting oleh pemuda tersebut. 

Tetapi sebelum peristiwa itu. Ada riwayat yang mengatakan, bahwa Abu Jahal berusaha melamar Khodijah. Tetapi, di tolak. Setelah di tolak itulah, Nabi Muhammad di minta oleh Khodijah sendiri untuk melamarnya. 

Hal inilah yang di duga sebagai alasan dendam yang berkepanjangan dari Abu Jahal kepada Nabi Muhammad, setelah sebelumnya Abu Jahal pun kalah dalam bergulat. Sudah kalah kuat - bergulat, cintanya juga kalah. 

Terjadilah pernikahan antara Nabi Muhammad dan Sayyidah Khodijah dengan selisih usia 15 Tahun, Sayyidah Khodijah 40 Tahun dan Nabi Muhammad 25 Tahun. 

Apa Fiqih yang bisa diambil sebagai pelajaran dari Kisah ini, bahwa tidak menjadi soal jika perempuan mencari seorang lelaki yang ideal untuk pasangannya. Perempuan tidak harus menunggu, jika dia sudah siap untuk mendapatkan pendamping hidup di dalam dirinya. Bahkan jangan menyimpan rasa terlalu lama sehingga kelak berpotensi Kecewa di kemudian hari, ketika Lelaki tersebut mendapatkan orang lain. Jika tidak berani, utuslah seseorang untuk menyampaikannya. 

Setelah berumah tangga, dimana mereka tinggal, seperti apa jalan kehidupan rumah tangganya?. Kapan anak pertamanya lahir?. Mengapa semua anak lelakinya meninggal ; Qosim dan Abdullah?. Sementara yang perempuan hidup semua sampai berumah tangga ; Zaenab, Ummu Kaltsum, Ruqayyah, Fatimah?. 

Bahagian yang paling menarik adalah bagaimana Khodijah mengorbankan, Harta, cinta dan nyawanya untuk meningkatkan taqwa kepada Allah dalam mendampingi Suaminya. bahkan kalimatnya begitu melegenda,"sayang Allah tidak akan pernah menelantarkanmu. Sebab, engkau orang baik, engkau menyantuni faqir, engkau menyambungkan silaturahmi, Memuliakan para tamu tamu yang datang. Maka yakinkan di dalam dirimu, aku akan selalu ada bersamamu dalam suka dan duka". 

Ihwal itulah, sehingga Rosulullah kerap bermimpi dan menyebut nama Khodijah dan menceritakan Kemuliaan Khodijah di hadapan para Istri-istrinya, bahwa tidak ada yang akan Pernah sama dengan Khodijah". 

Kesimpulannya, untuk membentuk Pribadi yang serupa dengan Sayyidah Khodjah. Misalnya, ada empat kriteria dalam pernikahan, "Tungkahul mar'atu arbain, lima liha, wa nasabiha, li jamaliha, li diniha - ada empat motif orang dalam menikah, hartanya, Kedudukannya, Cantiknya atau gantengnya dan Ketaatannya pada Allah". Tetapi, kalau kita di mibta memilih, kata Nabi pilihlah yang ke empat, " fad'far bi dzati diniha taribat yada - pilih karena ketaatannya. Sebab, semakin orang sholeh dan semakin dekat dengan Allah dan tidak ada yang terhalang bagi Allah untuk memberikan semua Kriteria tersebut". 

Sayyidah Khadijah memiliki ke empat- empat kriteria tersebut, Harta di cukupkan oleh Allah, Kedudukannya di hormati oleh Allah, cantik dan KeTaatannya tidak di ragukan. 

Jika ada perempuan yang hendak mendekati ke empat kriteria tersebut. Maka Kurikulumnya adalah Pertama, menjaga diri dari setiap tradisi dan atau kebiasaan yang merendahkan kehormatannya di hadapan Allah dan Rosulnya. Misalnya, hal - hal tidak penting tidak perlu di ikuti. kedua, Menyibukkan diri untuk meningkatakan amalan : Amalan spiritual yang mendekatkan diri dengan Allah SWT - Sholat. 

Ketiga, Membiasakan diri dengan mengaji Al Qur'an dan sejarah Para Nabi. Misalnya, ibu punya anak. Maka, kurikulum yang harus di berikan, Baca Q.S. Luqman ; 13 - 19. Nanti Ibu tilawahi ke anaknya saat duduk dengan suami. Karena yang dialog adalah Lelaki (Luqman), "idz qola luqmanu libnihi - Lukman yang menyampaikkan kepada bapaknya". Mengapa tidak di sebutkan ibunya?. Karena ibu telah terbiasa dengan anaknya. Bapaknya lebih banyak di luar. Pelajaran pertamanya tentu mengenalkan bahwa Allah itu Dzat yang menciptakan segala sesuatu - Tauhid. Teknisnya, Ketika bicara, bapaknya mengisahkan ibunya dan Ibunya Mengisahkan ayahnya. Jangan Ibunya menjelaskan diri dan ayahnya pun demikian.  

Keempat, dalam semua posisi berkehidupan, Allah tidak pernah melihat status kita apa. Sayyidah Khadijah ketika menelisik Nabi Muhammad Berstatus Janda. Tetapi, terhormat. hal itulah yang menujukkan bahwa Allah memandang semua manusia sama. Makanya, jangan pernah gelisah pada kalimat-kalimat di tingkatan sosial, yang di lekatkan pada diri kita. Sebab, semua orang tidak akan bisa di tahan untuk tidak membicarakan kita. 


(1).


*Rst

*Pejalan sunyi

*Nalar Pinggiran

BERILMU - LAH, TETAPI JANGAN MELUPAKAN TUHAN

Ada Dialog interaktif antara Ludwich Feurbach dan Ansel Feurbach, seorang bapak dan anak. Feurbach adalah seorang ilmuan yang sangat luar biasa di bidang ilmu pengetahuan. 

Suatu ketika, ia bertanya kepada anaknya, "wahai anakKu, bagaimana caramu menghadapi perubahan moderinitas di masa yang akan datang?". Jawab sang anak, "modal yang saya miliki adalah kemampuan Intelektual dan ilmu pengetahuan. Saya memiliki skil dan keterampilan yang luar biasa. Variabel - variabel inilah menjadi Faktor, sehingga saya bisa eksis dan bertahan, ketika menghadapi hegemoni perubahan moderinitas di masa yang akan datang".

Mendengarkan jawaban sang anak, Feurbach mengatakan, " wahai anakKu, sesungguhnya ilmu pengetahuan, intelektualitas, Skil, kompetensi, kekayaan, jabatan dan kekuasaan, serta seluruh kemahsyuranMu tidak akan mempengaruhi apapun di masa yang akan datang, jika anda tidak memiliki kecenderungan untuk menghadirkan Tuhan - Allah di dalam diriMu, sebagai lokus untuk menstimulasi seluruh aktivitasMu dalam menghadapi Dialektika zaman.

Dari dialog ini kita bisa mengambil pelajaran, bahwa di samping Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bisa mengakibatkan kita melupakan basis spiritual kita - menghadirkan suara Tuhan.

Sungguh banyak orang yang pintar dan cerdas. Tetapi, tidak sedikit dari mereka Justru gagal menghadirkan kesholehan Sosial, sekaligus kesholehan Spiritualnya di tengah - tengah kehidupan bermasyarakat.

Suatu waktu di tahun 1968, di Universitas Toronto Kanada. Ketika rektor memanggil seorang wisudawan yang memiliki Indeks prestasi 4.0 untuk naik ke panggung menerima apresiasi dan penghormatan atas pencapaiannya selama kuliah. Ia menerima Ijazah, tetapi seketika ia merobek Ijazahnya di hadapan ribuan peserta wisuda dan seluruh civitas akademika.

Ketika ia turun, banyak wartawan yang bertanya, wahai sarjana, mengapa engkau merobek Ijazahmu di hadapan begitu banyak orang. Padahal, Ijazahmu adalah sebuah bentuk apresisasi atas kecerdasan dan intelektualitasmu di kampus ini.

Apa jawaban wisudawan tersebut, "betul, kampus ini telah menjadikannya saya sebagai orang yang jenius, orang yang cerdas dan memiliki skil dan kemampuan. Tetapi, kampus ini gagal menjadikan saya sebagai orang yang beradab".

Dari dialog ini saya teringat dengan Ungkapan Ali Syari'ati yang menyatakan bahwa di era modern itu ada dua tantangan yang paling berat, yaitu betapa semakin terpinggirnya peran - peran sosial Keagamaan dan kedua adalah semakin menghegemoninya nilai - nilai matrealistik dalam kehidupan manusia.

Hari ini ada begitu banyak orang cerdas dan pintar di lahirkan universitas - universitas. Tetapi, justru semakin meminggirkan Adab dan Nilai spiritualistas. Dalam kajian Ian Marsel mengatakan, Kecerdasan intelektual itu hanya 20 %, kecerdasan emosional itu hanya 30 %. Tetapi, kecerdasan spiritual itu 50 %.

Betapa hari ini kita menyaksikan, banyak orang cerdas dan pintar. Tetapi, enggan menghadirkan Tuhan dalam setiap aktivitasnya. Dalam sebuah hadist nabi di sebutkan, "jika semakin bertambah pengetahuanmu, tetapi tidak membuat anda semakin dekat denganNya. Maka sesungguhnya engkau sangat jauh dari Hidayah Allah.

Salah satu bentuk apresiasi Allah terhadap orang - orang yang beriman dan Berilmu itu termaktub dalam Q.S. 3 : 190 - 191, " inna fi kholqissamawati wal ardh wah tila fi layli wan nahari layatil li ulil albab, alladzina yazkurunallahu qiyaman wa qu ' udaw wa ala junu bihim yatafakkarun fi kholqis samawati wal ardh - sesungguhnya dalam proses penciptaan langit dan bumi, siang dan malam terdapat tanda - tanda bagi orang yabg berpikir.

Ali Syari'ati dalam satu karyanya yang sangat fenomenal mengapresiasi simbol Ulil albab sebagai RausyanFiqr. Apa itu Rausyanfiqr?. Dia adalah mahkluk yang tercerahkan. Ia adalah mahkluk yang memiliki kemampuan intelektual, Kemampuan Emosional dan kemampuan spiritual.

Jangan sampai kita termasuk orang yang di khawatirkan Ali Syari'ati di era modern, yaitu kita punya skil, punya kompetensi dan sangat cerdas. Tetapi, dalam waktu yang bersamaan kita mempensiunkan Tuhan, kita meminggirkan Tuhan dalm kehidupan kita.

Mengutip teori Agus T. Comte, pada tahapan Ilmu pengetahuan. Ada tahapan teologis, ada tahapan metafisik dan tahapan positivistik. Orang banyak dekat kepada Allah, karena ada kesadaraan keberagaamaan yang menelingkupi kehidupannya. Tetapi, praktek-praktek keberagamaan cenderung tidak proporsional yang menyebabkan banyak orang melupakan Allah swt. Di era positivisme Tuhan tidak punya peran apa-apa.

Dalam Q.s 3 : 190 - 191, ada 3 kriteria penting ulil albab : pertama,  manusia yang cerdas itu adalah manusia yang memiliki kemampuan fikir. Kemampuan fikir itu adalah sarana dalam rangka menelusuri dan meneliti ayat-ayat allah swt.

Einstein, salah seorang penemu teori Atom. Ketika di depan dewan, saat ia akan menerima hadiah nobel dalam bidang fisika. Beliau menjelaskan, bahwa ada dua figur yang menginpirasi saya yaitu Allah dan Maria mileva (Mantam Istrinya). Tuhan dengan berbagai ayat-ayat kauniyahnya yang terhampar membuat saya dapat menemukan rahasia pencipataan menjadi sumber ilmu pemgetahuan. Sedangkan maria mileva adalah sosok yang menstinulasi saya sehingga saya di percayakan sebagai kepala laboraturium perpustakaan di jerman. Tetapi, saat di jerman itulah dia menemukan cinta yang keduanya, lalu menyingkirkan maria mileva dalam kehidupan sehari - hari. Namun, di puncak kemewahannya sebagai seorang ilmuan, eisntein mengucapkan terima kasih kepada maria mileva: "wahai maria mileva, Engkau adalah Mother Dholorosa - ibu yang di agungkan, ibu yang di sucikan. Engkau adalah sumber kasih dan sayang".

Oleh karena itu ayat - ayat kauniyah menjadi sarana untuk kita agar lebih dekat kepada Allah atau mengutip ungkapan yang lain, "diam dalam diam bukan diam yang sejati. Tetapi diam dalam gerak, barulah nampak irama spiritualitas menghiasi langit dan bumi". Menghadirkan ungkapan Tao, "diam yang bermakna adalah diam yang menghadirkan proses meditasi atau diam yang berkualitas adalah diam yang menghadirkan kesadaran hanif - bahwa Allah swt adalah satu - satunya Dzat yang wajib kita sembah.

Dalam narasi agama, barangsiapa yang tidak menghadirkan Allah sebagai satu-satunya lokus untuk menuntun dan membimbing kita ke arah kehidupan yang lebih baik. Maka menjadi benar, Ungkapan Johan Garner - sebuah bangsa yang besar tidak akan jaya, ketika ia tidak percaya pada sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang luar biasa itu adalah Tuhan. Atau mengutip Mirzeah Aliade, "Di sebelah rusuk kiri manusia - Jantung, terdapat satu struktur yang cenderung apriori kepada sesuatu yang irasional.

"Un aliman au muta alliman au musta'iman au muhibban fa la takul kahmi fa tahlik - Jadilah orang yang berilmu, orang yang mengajarkan ilmu, orang yang mendengarkan ilmu, dan orang yang mencintai Ilmu. Serta jangan sampai kita menjadi orang yang kelima, yaitu menjadi orang yang bodoh dan enggan memproyeksi perubahan di masa depan".

Boleh kita kecil, tetapi jangan sampai kita dalam tempurung. Kita harus memberikan citra dan warna kepada orang lain. "Kammin fi atin qolilatin gholabat fi atun katsiratun bi idznillah - kelompok kecil itu bisa ibarat lebah, kalau anda menganggu mereka, maka ia akan mengejarmu sampak dimanapun".


*Rst

*Nalar Pinggiran

Jumat, 27 Desember 2024

PILKADA KEMBALI KE DPRD

Pilkada akan dikembalikan ke DPRD. Sinyalemen itu sangat kuat. Pernyataan Presiden Prabowo di ulang tahun Partai Golkar itu semacam “cek ombak.”

Dalam ulang tahun Golkar 2024, Presiden katakan “sebaiknya Pilkada kembali ke DPRD.” Kata Prabowo, kita jangan serta-merta menduplikasi demokrasi Barat.

SDM (Sumber Daya Manusia) kita belum siap untuk Pilkada langsung. Kembali ke semangat UUD 1945 dengan “demokrasi perwakilan.”

Gestur para elit parpol yang hadir tampak “mengiyakan” pernyataan Prabowo. High cost democracy (Ongkos Demokrasi terlalu Mahal). Itu yang dirasakan : Menang tekor, kalah apalagi.

Akhirnya APBD menjadi bancakan. Pembangunan terhenti. Resultante negatif pun menimbulkan konflik horizontal pasca Pilkada.

Menurut saya juga begitu. Pilkada langsung telah menimbulkan inflasi demokrasi. Sistem demokrasi menjadi tak efektif karena surplus regulasi dan prosedural dalam penyelenggaraan Pemilu/Pilkada. Biayanya sangat mahal. Baik dari sisi penyelenggara maupun kontestan.

Selain itu, mohon maaf, kualitas pemilih kita masih rendah. Dari data BPS, persentase penduduk yang belum tamat SD, tamat SD, atau tamat SMP di Indonesia masih tinggi, yakni 37,62% dari populasi.

Tentu saja, dengan postur demografi seperti ini, sebagai pemilih, tentu insight untuk memilih pemimpin berkualitas belum menjadi preferensi.

Dengan SDM yang masih rendah, kualitas pemilih pun cenderung rendah. Output demokrasi menjadi buruk. Demokrasi melalui Pilkada langsung, belum mampu menghasilkan talenta yang mumpuni untuk menciptakan kebijakan untuk pembangunan.

Menghadirkan demokrasi partisipatoris menjadi musykil. Sebaliknya, demokrasi yang digerakkan dengan mobilisasi kekuatan kapital menjadi lebih unggul.

Di era Prabowo, output dari disiplin fiskal diarahkan pada investasi SDM. Anggaran birokrasi akan diefisienkan. Estimasinya, bila belanja pegawai diperketat, bisa hemat sampai Rp 15 triliun.

Seturut itu, mungkin institusi penyelenggara Pilkada pun akan dibuat menjadi ad hoc. Bertugas saat Pemilu (Pilpres & Pileg). Jadi begitu habis Pemilu, KPU/Bawaslu pun bubar. Lebih efisien dari sisi anggaran dan pemerintahan.

Sejak tahun 2005 sampai 2024, anggaran Pilkada meningkat 3053,8%. Pada tahun 2024, anggaran Pilkada sekitar Rp 41 triliun. Sekitar 11,7% dari APBN 2024.

Bila menggunakan perspektif Prabowo, daripada Rp 41 triliun habis untuk Pilkada, lebih baik dipakai untuk membangun infrastruktur dasar di daerah - daerah. Tiap provinsi bisa dapat Rp 1,08 triliun.

Memang ada yang bilang, kalau Pilkada kembali ke DPRD, serangan fajarnya balik ke DPRD. KKN akan terpusat ke DPRD dan partai. Justru dengan demikian, lebih mudah dikontrol.

Tinggal penegakan hukum diperkuat. Pengawasan ketat pada semua elemen yang terlibat dalam seluruh proses pemilihan kepala daerah. Tapi namanya juga korupsi. Begitu ada kesempatan sekecil lubang jarum, pasti terjadi.

Pasca Reformasi 1998, eksperimen demokrasi kita belum settle. Masih cari bentuk idealnya. Tapi demokrasi perwakilan yang dibahas para founding fathers kala itu di forum BPUPKI dan Konstituante, berisi orang-orang hebat.

Ada Soekarno, Hatta, Achmad Subardjo, Sultan Hamid II, Mohammad Roem, Sjahrir, Agus Salim, Natsir, Ki Bagus Hadikusumo, Kiyai Wahid Hasyim, dan lainnya. Top semua. Bukan tokoh ecek-ecek.

Mereka sadar betul demokrasi perwakilanlah yang cocok buat Indonesia. Kalau sekarang? Ya mungkin seperti yang dikatakan Prabowo. 


Menurut Anda?


(MS)


*Pustaka hayat

*Rst

Jumat, 06 Desember 2024

TETAPLAH BAIK DAN MEMBERILAH



Berbuat baik adalah perintah Purba kemanusiaan, jauh sebelum Qalam-Qalam Suci di Perdengarkan kepada kita. Artinya, tetaplah berbuat baik. Jika pun kita beruntung, kita akan menemukan orang baik. Jika tidak, kita akan di temukan orang baik. Mengapa?. Sebab, ada satu kaidah dalam Islam yang harus kita yakini, Tidak ada kebaikan yang tak berbalas. 

Di titik itulah berbeda Kebaikan dalam Agama dan kebaikan dalam Politik. Kebaikan dalam agama, bila perlu di semai diam-diam. Tak perlu mata lensa dan sudut pandang kamera, seperti kebaikan dalam politik yang di proklamasikan kemana-mana atau kebaikan yang di Kumandangkan untuk memburu Followers. 

Kerjakan saja semua karena Allah, demikianlah kebaikan dalam agama. bukan karena ingin mendapatkan tepuk tangan penonton - manusia. Betapa tidak sedikit orang yang menderita hari ini, bukan karena tidak punya Harta dan tahta. Tapi, ia sudi memenuhi ekspektasi Manusia 😅.

Duhai kawan, Berbuat baik kepada orang lain itu sederhana - Raut Muka Sumringah dan Tutur kata yang Ramah. 

Olehnya, Tetaplah berbuat baik. Berbalas atau tidak, bukan lagi otoritas kita. Sebab, kita tak pernah tahu, apa yang menghinggapi hati orang. 

Hal ini penting untuk di utarakan, agar kewarasan kita terjaga. Misalnya, kita di tanya 2+2, sama dengan berapa?. Lalu, kita menjawab, Kalau kamu memberi saya hadiah, saya akan menjawab 4. Kalau tidak di beri hadiah, saya akan jawab 5.  Apakah orang seperti ini waras atau tidak?. Kan tidak waras.  

Sebagai orang yang waras, Mau di beri hadiah atau tidak, jika pertanyaannya 2+2 sama dengan berapa. Maka, jawabannya adalah 4. 

Misalnya, kita di tanya Tuhan, kamu sujud kepadaku, apakah penting atau tidak?. Kita menjawab, Tunggu dulu Tuhan, kalau setelah saya sujud saya di beri surga, saya akan jawab penting. Tetapi, kalau setelah saya sujud saya tidak dapat hadiah - bennefit, maka sujud itu tidak penting. 

Artinya, orang - orang seperti ini sedang membangun hubungan dengan kita dan Tuhan, seperti membangun hubungan dengan partai politik - ukurannya selalu untung dan tidak untung. 

Ihwal itulah, saya teringat dengan defenisi orang baik. Menurut Al Qur'an, pertama "alladzina Yunfiquna Fis sarro'i wa thorro - Dia memberi saat dia sedang senang dan susah". 

Bisakah seseorang di katakan baik, kalau dia kikir. Misalnya, Ada orang miskin, jika kita tak memberi dia uang atau Makanan. Maka, dia akan mati. Sekalipun kita ahli tahajjud, ahli Qobliyah dan ba'diyah. Tapi kalau kita kikir. tentu orang akan keberatan menganggap kita adalah orang baik. 

Kedua,  "wal kadzibina minal Ghoidho - orang-orang yang menahan amarah". Sekalipun kita dermawan. Tapi, sering marah-marah. Maka, orang tidak akan menganggap kita adalah orang baik. 

Ketiga, "Wal afina aninnas - memaafkan orang lain". Saat kita melarat, di hina orang. Saat kita kaya, menjadi pendendam. Apakah orang akan menganggap kita, orang baik?. 

Berkenaan dengan itu, Ada Kisah seorang Sufi, Di turki pada Sultan Murrad ke 4, ia di kenal sebagai Raja Yang adil.

Suatu malam, ia gundah dan Gulana. Akibat kegundahan hatinya, ia memanggil ajudannya dan menceritakan, bahwa Hatinya sedang gundah, Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di negeri ini. 

Lantas, Yang Mulia, Saya harus bagaiaman untuk mengobati kegundahan Hati yang Mulia?, tanya ajudan.

Sultan melanjutkan, ayo temani saya ke tempat keramaian Kota. Tetapi, kita menyamar, agar tidak di ketahuan oleh rakyat.

Sultan Murrad dan ajudannya berjalan menyusuri keramaiaan kota. Tetiba, ia melihat kerumunan orang yang sedang berkumpul mengelilingi  seorang lelaki yang telah wafat - setiap orang yang lewat meludahi, mengumpat dan melempari batu jenezah tersebut.

Setiap orang yang menganggap orang tersebut - Jenazah adalah orang yang jahat.

Akhirnya sang Khalifah menanyakannya ke salah satu orang yang di lokasi, "ada apa dengan orang ini. Mengapa ia bisa di hina seperti ini dalam kematiannya. Bahkan tak ada yang mau mengantar ke rumahnya?". Kamu siapa, Kata orang tersebut. 

Sultan Murrad 4 menjawab, Saya musafir. "Oo, pantas sajak kamu tidak tahu pada orang ini. orang adalah orang yang setiap malamnya membeli minuman dan menyewa perempuan Tuna susila. Sehingga ia di benci oleh masyarakat setempat. Karena merusak akhlak dan moral masyarakat.

Lalu, Khalifah Murrad 4 yang menawarkan diri untuk mengantarkan ke rumah lelaki tersebut. 

Setiba di halaman rumahnya, terdengar suara tangisan istrinya sambil bergumam, "dulu sudah saya ingatkan kamu, bahwa kamu akan mati di pinggir jalan, di cemohkan orang karena kelakuanmu seperti itu".

Sultan Murraad bertanya, Mengapa engkau mengatakan seperti itu?. "Karena, suami saya ini setiap malam membeli khamar dan menyewa perempuan tuna susila. Tetapi, minuma kerasnya di buang dan perempuan-perempuan tuna susila tersebut di pulangkan ke rumahnya. Tapi, orang menyangka suami saya memakai pelacur dan meminum khamar. Sudah ku ingatkan suamiku, tapi, ia tetap melakukannya dan menjawab tidak apa-apa saya mati di pinggir jalan, karena saya ingin beramal tanpa sombong kepada orang lain. Tapi, suatu saat ketika saya mati, ada seorang Raja yang akan menyolatkan saya".

Seketika sultan Murrad 4 Menangis dan berkata pada istri lelaki tersebut, "akulah Raja tersebut yang akan menyolatkan suami Ibu dan Suamimu adalah seorang pahlawan bagi kebaikan ". 


Dulu, Guru Saya kerap berpesan, "Is, Kalau Mau memahami NikmatNya MENERIMA. Maka, MEMBERILAH".

Saya coba menghubungkan pesan tersebut dengan ayat yang berbunyi, "Walladzina liz zakati fa ilun - selama hidup, mereka berusaha berzakat". 

Dari situ, kita menemukan satu paradigma bahwa zakat itu Visi, bukan hanya sebagai kewajiban Formal belaka. Cara memahaminya tidak seperti ini : Bagi yang mampu berzakat, berzakatlah. Bagi yang tidak mampu, tidak perlu berzakat. Kalau seperti itu cara kita memahaminya, Maka itu namanya Bank fiqih. Kalau kita mau bicara bab ibadahnya yang di terjemahkan dalam Muamalah, maka cara memahaminya adalah "kita berusaha semampu kita untuk berzakat selama kita hidup".

Silahkan bekerja dan beraktivitas untuk memenuhi katogeri tersebut. Tetapi, yang paling menarik adalah semua aktivitas atau pekerjaan kita harus berorientasi Ibadah. 

Zakat itu kalau benar kita bisa kerjakan, maka pada saat yang bersamaan Allah akan limpahkan dua karunia sekaligus : bertambah Bekal kemuliaan akhirat dan melimpahkan seluruh bekal keperluan dunia. 

Abdur rahman Bin Auf adalah orang paling kaya di madinah. Dia pernah kaya raya di mekkah. Tetapi, ketika Masuk Islam, hartanya di rampas oleh Kafir Quraisy. Sengaja tidak di bunuh oleh orang Kafir Quraisy untuk mewarning kepada yang lainnya, kalau ada yang berani seperti Abdur rahman bin Auf, maka nasibmu akan sama. 

Di rampas hartanya dan di berikan pilihan : Kalau engkau tetap tinggal di Mekkah tidak hijrah ke madinah, maka kami akan angkat engkau menjadi hartawan yang paling tinggi statusnya. Tetapi, kalau kamu memilih Hijrah ke madinah, maka kami akan rampas semua hartamu, jangan bawa apapun kecuali pakaian yang menempel di tubuhmu. 

Beliau memilih berangkat ke Yastrib. Tetapi, yang menjadi masalah adalah istri dan anak-anaknya ; Mau ikut Suami dengan jarak tempuh 400 KM, Bawa pakaian dan belum tentu selamat. Tetapi, kalau tetap tinggal di mekkah, di berikan harta suaminya dan silahkan pilih pemuda paling tampan yang mau di nikahi, akan di fasilitasi.

Kalau ibu-ibu atau perempuan sekarang berada dalam posisi Istri abdur Rahman bin auf, akan memilih yang mana?. Dan istri abdur rahman bin auf lebih memilih tinggal di mekkah. 

Hijrahlah beliau ke Yastrib, yang kemudian kelak di sebut Madinah Al Munawaarah. Kemuliaan masyarakat madinah, yang sampai saat ini di abadikan dalam Q.S. 59 ; 9 - 10, " wa yungfiruna ala anfungsihim wa lau kana bihim khosasa - karena itulah di sebut anshor ; Menolong tanpa pamrih dan menolong sesuai dengan kebutuhan yang di tolong. 

Abdur Rahman Bin Auf pernah kaya, kemudian jatuh faqir dan yang menyambutnya adalah orang yang paling kaya di madinah. Piihannya dua ; "akhi karim, sami'tu annaka kunta ghoniyan - saudaraku yang Mulia, saya dengar anda pernah kaya sebelum ke sini, kalau ingin kaya lagi. Ambil setengah harta saya dan saya dengar, anda di tinggalkan oleh istri anda di mekkah. Maka, pilihlah perempuan paling cantik di sini dan kami akan fasilitasi Pernikahanmu".

Kalau bapak - bapak atau Lelaki saat ini di perhadapkan pada situasi seperti itu, anda terima atau tidak di tolak sama sekali? 😅🤣. 

Saudara ansornya ini melihat, Abdur Rahman ketika kaya dan ambruk. Pasti dalam tekanan. Dia lupa bahwa Abdur rahman bin auf telah di ajarkan hikmah sholat oleh Nabi. Apa jawaban Abdur Rahmab bin auf, " jazakallahu khoiron arini ainal aswaq - semoga Allah memuliakan dan memberikan pahala, cukup tunjukkan kepadaku dimana pusat bisnisnya". 

Ihwal itulah, Berdiri dalam sholat adalah Hikmah - jika kita masih mampu berdiri, jangan gantungkan harapan pada orang lain. 

Kita Kembali ke Pembahasan, Ada Suatu Paradigma yang mestinya kita pegangi. Orang itu menjadi kikir, karena menganggap hidup itu lama dan uang itu penting. 

defenisi kikir itu apa?. Tidak pernah memberi. Misalnya, Artis-artis dan tokoh-tokoh nasional pernah kah memberi sesuatu terhadap kita?. Tidak pernah. Tetapi, kita tidak pernah memvonis mereka adalah orang yang kikir. Mengapa?. Karena kita tidak pernah Tomak - Berharap kepada mereka. 

Coba kalau pacar kita tidak pernah mentraktir kita atau kita tidak di beri warisan dari orang tua kita. Kita akan mengatakan mereka kikir. Hal itu di sebabkan karena mereka kikir atau karena kita yang berharap?. 

Contoh lain, misalnya kita kenal seseorang. Kita, Tidak pernah mengatakan orang tersebut kikir. Tetapi, sekali kita mengajukan permintaan (minta Uang atau minta apalah) dan orang tersebut Tidak merealisasikan atau meng-iyakan permintaan kita. Maka, persepsi umum kita akan mengatakan orang tersebut kikir, hanya karena permintaan kita tidak di realisasikan. 

Makanya dalam ilmu Tasawuf tidak ada bab Kikir, yang ada adalah bab Tomak - Berharap. Sebab, asal usul kita bisa memvonis orang itu kikir, karena kita BERHARAP. 

Artinya, kita memvonis seseorang kikir, apakah karena status dia kikir atau karena kita yang terlalu berharap pada orang tersebut?.

Di titik itulah, Saya enggan mengenal lebih banyak orang. Agar kita terbebas dari Hukuman orang. Karena, Salah satu ciri umum dari tamak adalah Ia mudah sekali menghakimi orang lain. 

Di dalam kitab Hikam di terangkan, penyakit terberat manusia adalah Tamak. Sedangkan, Diksi kikir di dalam Hikam, tidak ada.

Sama dengan Sombong, tidak ada babnya di dalam Ilmu Tasawuf. Misalnya, ada orang tidak kenal dengan kita, hanya lewat saja di depan kita. Kita tidak pernah mengatakan bahwa dia sombong. Tetapi, coba kita mengenal orang tersebut dan dia hanya lewat begitu saja di depan kita, tanpa menyapa. Pasti kita akan mengatakan orang tersebut sombong. 

Contoh lainnya, misalnya kita mengenal seorang perempuan. Tidak pernah kita mengatakan perempuan tersebut sombong. Tetapi, setelah kita mengatakan ingin mengenalnya lebih dekat. Perempuan tersebut tidak mau atau menolak. Lalu, kita mengatakan perempuan tersebut sombong. karena, keinginan kita tidak dia realisasikan. 

Bayangkan kalau kita bermental Tamak seperti itu. apa jadinya hidup ini. Kita begitu mudah menvonis seseorang, hanya karena keinginan kita tidak di indahkan olehnya. Di situlah keunikan Ilmu tasawuf sebagai salah satu bahagian dari khazanah islam. Makanya, Rosulullah SAW mengatakan, "Ya Allah saya tidak berkeinginan yang tidak layak". 

Perkara dunia ini tidak perlu di pikir, sampai membuat kita stres. Sebab, Uang dan segala yang kita punyai, tidak akan mencukupi. Yang dapat mencukupi itu adalah Rahmat Allah SWT. 

Malaikat itu heran, ketika mendengar doa manusia yang meminta uang. sebab, Bagaimana mungkin uang bisa begitu penting?. Padahal Tanpa uang, para malaikat tetap bisa hidup, bahkan selalu taat pada Allah. 

Apakah Semua itu karena Uang?. tentu bukan. Tetapi, karena Rahmatnya Allah yang menjadikan kita hidup. 

Artinya, kalau berdoa yang sopan. Jangan minta uang. mintalah rahmat Allah. lalu, Biarkan Allah yang mengkonversikan Rahmatnya menjadi Uang atau apalah. Karena Allah tahu apa yang menjadi kebutuhan kita. 

Makanya yang nomor satu itu adalah Iman- makrifatullah. 

Berkaitan dengan itu, saya ingat, Saat orang kafir meminta kepada Nabi, "hai Muhammad, jika engkau betul adalah seorang Nabi, maka jadikanlah mekkah menjadi Makmur, menjadi megah dan metropolis - Fa sayyir jibaka mekkah" dan orang-orang yang mati bangkitkanlah, supaya kita bisa menanyakan ke mereka, apakah agamamu benar atau tidak - addinuka haqqun amla". 

Sebagaimana kita ketahui, Minta itu bahasa arabnya adalah doa. Andaikkan Nabi meminta hal itu kepada Allah, pasti di turuti. Sebab, Doa Nabi sangat Mustajab. Tetapi, Nabi menolak permintaan tersebut.  

Mengapa?. Sebab, Jika Nabi menuruti permintaan orang-orang kafir tersebut. Maka, ukuran iman adalah doa. Selain itu, masa Allah menjadi Tuhan harus menunggu pembuktian-pembuktian tersebut. Sebab, Allah akan tetap menjadi Tuhan, baik orang percaya atau tidak. 

Di titik itulah kecerdasan Nabi, bahwa yang pertama dan utama dalam beragama adalah "Fa' lam annahu lailaha illahu". 

Orang kalau bermental memberi. Tentu, Ia telah selesai dengan dirinya. Tetap, kalau tidak bermental memberi. Maka, ia pasti menjadi "Tamak". 


*Rst
*Nalar Pinggiran

ARUS BALIK NEPOTISME DAN UPAYA KITA MENGGERUSNYA

Kawan, dalam temaram pagi, saya sarapan soto dalam perjalanan untuk menjadi salah satu pembicara dalam seminar tentang Perlawanan terhadap Nepotisme dalam Perspektif Sejarah.

Perlu diingatkan bahwa nepotisme, perlakuan istimewa tanpa rasionalitas terhadap suatu keluarga, menistakan jatidiri bangsa dan nilai-nilai demokrasi.

Karakter keindonesiaan dibentuk oleh  semangat anti-feodalisme dan anti-kolonialisme dengan memperjuangkan egalitarinisme dan meritokrasi dalam kehidupan publik-politik.

Arus balik nepotisme di Indonesia saat ini, baik di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah, sebagian merupakan cerminan dari lemahnya penerapan prinsip demokrasi. Sebagain lain menggambarkan fenomena “puncak gunung es” dari meluasnya kesenjangan sosial dalam masyarakat.

Adam Bellow, dalam In Praise of Nepotism (2003), menengarai bahwa gejala nepotisme menurun ketika terjadi perluasan kelas menengah yang menciutkan kesenjangan sosial, sebagai ikutan dari kebijakan rezim negara kesejahteraan. Sebaliknya, nepotisme cenderung menguat ketika lapis kelas menengah menipis yang meluaskan kesenjangan sosial, sebagai ikutan dari kebijakan rezim neoliberalisme.

Temuan Bellow tersebut mendapatkan peneguhan dari Paul Krugman dalam The Conscience of A Liberal (2007). Bahwa kesenjangan sosial yang lebar, menyusul dominasi pemerintahan konservatif yang mengusung neoliberalisme, merupakan katalis bagi gelombang pasang politik partisan dan politik pengkultusan.

Alhasil, gelombang pasang nepotisme harus dibaca dalam bentuk symptomatic reading. Secara kultural, nepotisme merupakan gambaran bahwa perubahan pada perangkat keras (prosedur) demokrasi, belum diikuti oleh perubahan pada perangkat lunak (budaya) politik. Secara struktural, nepotisme merupakan pertanda bahwa demokrasi yang kita kembangkan hanyalah sebatas fashion pencitraan, ketimbang membawa perubahan fundamental secara substantif.  Nepotisme merupakan penampakan secara telanjang dari kegagalan kita mengembangkan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.

Kawanku, tentang perjuangan menegakkan meritokrasi, Inggris contoh terbaik. Hingga abad 18, Inggris terkenal sebagai rumah nepotisme. Karena tidak pernah dijajah, tidak pernah sepenuhnya kalah dalam perang, dan tidak pernah diguncang revolusi politik, Inggris tidak pernah berjeda membuat awalan segar. Ketiadaan “disrupsi” ini membuat masyarakat Inggris tetap bermental pedesaan setelah 80 persen penduduknya tinggal di kota. 

Dalam mental perdesaan inilah feodalisme bertahan, bersekutu dengan nepotisme.

Beruntung, Inggris mendapat tekanan dari luar dan dalam. Dari luar berupa peperangan antarbangsa, sebagai perwujudan sempurna kompetisi internasional, yang mendesak keharusan menghargai merit. Perang bukan saja memacu penemuan teknologi, tetapi juga mendorong penggunaan SDM lebih baik. Sejak PD I, tes IQ diberlakukan guna merekrut personel ketentaraan, yang mendesak reformasi di bidang pendidikan.

Dari dalam, tekanan muncul dari aspirasi sosialis yang melancarkan serangan terhadap segala jenis pengaruh keluarga dalam dunia kerja. Hal itu mempercepat tumbuhnya organisasi berskala besar yang mendorong promosi atas dasar merit. Mereka juga menuntut kesetaraan lebih besar dalam akses ke dunia pendidikan dan meritokrasi dalam jabatan.

Pengalaman Inggris memberi pelajaran penting bagi kita. Nepotisme bisa tergerus jika bangsa memiliki competitive spirit. Semangat berkompetisi bisa tumbuh jika kecenderungan inward looking berubah menjadi outward looking. Tidak adanya competitive spirit melemahkan dorongan untuk mengerahkan talenta terbaik bangsa, dan para pemimpin medioker yang tampil tidak memiliki sense of crisis.

Pergeseran dari nepotisme ke meritokrasi juga memerlukan perjuangan kuasa. Ide-ide sosialistik dibutuhkan sebagai pendobrak ketimpangan masyarakat karena perbedaan keturunan maupun kepemilikan. Perjuangan ini hrs dimulai sejak dini, dalam akses terhad dunia pendidikan. Seperti kata Pierre Bourdieu, pendidikan memberikan bukan sekadar perbedaan kelas dan prinsip fundamental bagi pemapanan tertib sosial, tetapi juga menjadi katalis bagi perjuangan kuasa yang kompetitif.

Demokrasi telah susah-payah diperjuangkan. Sia-sia jika yang tampil memimpin hanya onggokan sampah.


*Nalar Pinggiran