Pada Cara Bernalar Di pinggiran, Terletak Kemanusiaan yang adil dan beradab
Minggu, 19 Desember 2021
KONSEP UMUR DALAM PERSPEKTIF DAN PROBLEMATIKANYA
Sabtu, 18 Desember 2021
AL ILMU YURISHUL AHWAL ; CIRI ULAMA - ALIM
Ketika sahabat Nabi perang, zaman itu pasti benar, karena yang di bela adalah Nabi. Enaknya di zaman Nabi, jelas Yang di bela adalah benar dan musuh jelas salahnya. Sehingga dulu, jelas kita bisa tegas. Kalau sekarang, kita mesti tegas bagaimana, sebab yang di bela belum tentu benar dan musuh belum tentu salah.
Makanya suatu ketika dalam perang, banyak sahabat yang mengalami luka-luka. Lalu, mereka mengadu pada Nabi, gegara membela dan mengikuti Nabi. Para sahabat tersebut, mengira Keluhannya di apresisasi oleh Allah, ternyata Allah tidak mengapresiasinya. justru Allah menurunkan Ayat, " in takunu ta'lamuna fa innahum ya'lamuna kama ta'lamuna fatarjuna minallah ma larjun - kalau kamu sakit karena perang. Orang kafir juga mengalami hal yang sama. Demi kekafirannya saja, mereka berani. Sedangkan kamu punya nilai lebih, yaitu berharap kepada Allah, yang mereka tidak punya".
Misalnya, pencuri ayam, keluar malam-malam, hanya dapat ayam. Tidak takut kedinginan atau tidak takut di keroyok massa. Padahal untuk sesuatu yang salah. Sedangkan kita, mau Sholat Tahajjud saja atau melakukan kebaikan, masih takut kedinginan dan mempertimbangkannya secara matematis. Di titik itulah, mengapa Hizabnya orang sholeh kelak akan di sejajarkan dengan orang Dzolim. Lalu, di bandingkan.
- NU DAN MUHAMMADIYAH -
KH Hasyim (Hasyim Asy'ari) adalah pendiri NU. Pondok pesantrennya di Tebuireng, Jombang Jawa timur. Hampir semua Kyai pendiri pondok pesantren di Jawa, umumnya pernah belajar kepada KH Hasyim Asy'ari. Itulah sebabnya, Ia di beri Gelar Hadratusy Syaikh (Maha Guru).
Ada kisah menarik, waktu itu belum di dirikan Muhammadiyah Dan NU, dua ormas terbesar di indonesia.
Suatu ketika, ada Santri dari Kauman - Jogya, bernama "Basyir" mengadu menjelek-jelekkan KH. Ahmad Dahlan, di hadapan KH. Hasyim Asy'ari, gurunya. KH Ahmad Dahlan Adalah tetangga Rumah, Basyir. Yang waktu itu, KH Ahmad Dahlan baru pulang dari Mekkah dan dianggap mambuat ajaran Baru, sehingga memancing Keresahan Masyarakat di kampungnya, Kauman.
Siapa Namanya?, Tanya KH. Hasyim. "Ahmad Dahlan", Jawab Basyir.
Bagaimana ciri-cirnya, tanya KH. Hasyim Lagi. "Lalu, Santri Basyir menggambarkannya". Wah, Itu Kang Dahlan, Pungkas KH Hasyim.
KH. Hasyim Asy'ari Dan KH. Ahmad Dahlan adalah teman satu pondok pesantren, saat mengaji di pondok pesantren KH. Saleh Darat, di Semarang dan juga ketika mereka berdua menempuh pendidikan di Mekkah.
"Tidak apa-apa, yang dia lakukan itu tidak salah. Kamu jangan ikut-ikutan memusuhinya", Kata KH. Hasyim.
Pada akhirnya, Basyir mendapat amanah untuk menemani perjuangan KH. Ahmad Dahlan. Tidak Hanya Basyir, tetapi Santri KH Hasyim Yang ada di Kauman, Jogya, yaitu Fahruddin juga mendapat perintah untuk menemani perjuangan KH. Ahmad Dahlan, sebagaimana Basyir.
Berselang satu Tahun kemudian, KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhamnadiyah dan Salah satu sahabat paling dekatnya adalah Basyir. Yang menarik dari kedua murid, KH. Hasyim diatas, yaitu Basyir dan Fahruddin ialah mereka berdua permah menjadi orang nomor satu di Muhammadiyah. Anak dari KH. Fahruddin adalah A.R Fahruddin pernah menjabat sebagai ketua Umum di Muhammadiyah. Setelah itu di ganti oleh, Putra KH. Basyir, yaitu Ahmad Azhar Basyir, M.A.
Selain itu, KH. Basyir menitipkan anaknya Ahmad Azhar Basyir kepada Kyai NU, yaitu KH. Abdul Qodir Munawwir (Kakak Ipar Kyai Ali Ma'sum), di krapyak Jogyakarta untuk memperoleh pendidikan Al Qur'an dan ilmu-ilmu agama lainnya. Bahkan Hampir bisa di katakan, bahwa Ahmad Azhar Basyir tidak pernah ketinggalan untuk membersamai pengajian KH. Ali Ma'sum di krapyak Jogya.
**
KH. Ali Ma'sum, KH. Ahmad Azhar Basyir dan Aziz.
Di suatu senja, seorang santri dari Pati, bernama Azis tiba di pesantren Krapyak setelah menempuh perjalanan beratus kilometer dari kediamannya di Utara Jawa Tengah. Ia merasa keletihan, akhirnya Aziz mencari tempat berteduh di celah sebuah pesantren untuk istirahat, sembari menunggu jeda Magrib. Maksud dan tujuan Aziz datang jauh-jauh ke krapyak adalah mengaji dan mendalami Keilmuan KH. Ali Ma'sum.
Selepas berjamaah, Aziz bertamu ke rumah KH. Ali Ma'sum, memohon restu untuk belajar Ilmu di Pesantren Krapyak. Aziz memperkenalkan diri, bertukar kabar, hingga berkisah tentang perjalannya dari Pati sampai ke Krapyak. Bukannya lansung di terima dan di restui oleh KH. Ali Ma'sum. Justru KH. Ali Ma'sum menguji Aziz ; ia di perintah KH. Ali Ma'sum untuk meneruskan Bait Nazam Alfiah. Awalnya Aziz ketar ketir mendapat tantangan tersebut.
"Ayo, coba lanjutkan Nazam ini", KH. Ali Ma'sun melantunkan sebait Nazam dan Aziz meneruskan.
"Baik, sekarang di baca dari belakang", lanjut KH. Ali Ma'sum. Seperti tantangan pertama, aziz tangkas meneruskan bait-bait yang di ucapkan KH. Ali Ma'sum.
Merasa terkagum, KH. Ali Ma'sum lantas berujar ; " ya sudah, kamu ini tidak usah belajar agama ke saya. Besok pagi, setelah sholat subuh ikut saya, yah?".
"Iya Kyai", Aziz menjawab gugup. Namun jiwa santrinya menuntun aziz untuk memilih Sami'na wa atho'na dan segera pamit untuk menyudahi perjumpaan yang begitu menggetirkan tadi.
Sembari keluar dari rumah KH. Ali Ma'sum, aziz gusar dan terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri, "kira-kira besok pagi KH. Ali Ma'sum mau mengajak saya kemana Yah?".
Esok harinya, Aziz diajak KH. Ali Ma'sum pergi. Mereka berdua berboncengan mengendai Vespa. KH. Ali menyetir di depan, Aziz di belakang semakin gusar, sebab pertanyaan dari semalam terus saja menggeliat di dalam pikirannya. Hingga vespa KH. Ali berhenti di depan sebuah rumah. KH. Ali turun dan masuk ke rumah, sambil mengucap salam, sembari tangannya mengetok pintu rumah. Tidak berselang lama, seorang membukan pintu, yang tampak adalah sosok orang tua gagah, bekaca mata dan berpenampilan rapih. KH. Ali lalu bersalaman, bertukar sapa dan berpelukan erat sekali, seperti bertemu sahabat yang begitu lama tak di temuinya. Mereka bertiga duduk di ruang tamu, teh hangat dan hindangan ringan terpapar di meja. Aziz mendapati diruang tamu, buku-buku tertata dengan rapi di Rak.
" Ini KH. Ahmad Azhar Basyir, sekarang Kamu ku titipkan di sini, belajar padanya. habiskan buku bacaannya", Pesan KH. Ali Ma'sum, pada Aziz.
Seketika perasaan aziz menjadi kalut. Ekspektasinya yang menempuh perjalanan jauh dari pati ke krapyak untuk menimba Ilmu, pada KH. Ali Ma'sum, tetapi seperti ada takdir lain. Justru, ia di perintahkan belajar pengetahuan umum kepada Tokoh Muhammadiyah, KH. Ahmad Azhar Basyir.
Selang beberapa tahun kemudian, KH. Ali Ma'sum berniat mengambil Aziz di kediaman KH. Ahmad Azhar Basyir untuk kembali ke Krapyak. Begitu KH. Ali sampai di kediaman KH. Azhar Basyir, dia terkekeh saat mendapati Aziz sedang membaca buku di pelataran rumah KH. Ahmad Azhar Basyir.
" wah, sekarang kamu sudah pakai calana, ziz?". Aziz diam tidak membalas, kepalanya merunduk dan tersenyum malu. Sedangkan KH. Ali, masih mengamatinya dari ujung kepala sampai ujung Kaki. Tidak berselang lama, KH. Ahmad Azhar Basyir mengenali suara tawa orang tersebut dan keluar rumah. Kembali mereka bersalaman, bertukar sapa dan berpelukan erat sekali, seperti sahabat yang begitu lama tak di temuinya.
"begini Syir, sekarang anakku, aziz mau ku bawa kembali ke krapyak. Sekiranya sudah cukup dua tahun dia belajar di sini. Nanti, kalau terlalu lama, takutnya dia jadi Muhammadiyah". Akakakakaka...mereka berdua tertawa. Aziz tidak ikut tertawa, sebab ia merasa belum maqomnya mengikuti tawa dua ulama unggul dari NU dan Muhammadiyah itu. Masih dalam suasana tawa, KH. Ali berujar sambil telunjuknya menunjuk ke celana aziz ; lihat saja aziz, sekarang dia sudah pakai celana. Padahal sewaktu pertama kali ke sini, dia masih pakai sarung". Wkwkwkwkw...
Gelak tawa kembali membuncah di ruang tamu, sedang aziz hanya tersenyum sambil merunduk malu.
Menurut Shohibul Hikayat, Santri Dari Pati bernama Aziz adalah Ayah dari "M. Imam Aziz" (Ketua PBNU dan Stafsus Wapres). Belakangan setelah di ketahui, bahwa KH. Ahmad Azhar Basyir, saat muda pernah di titipkan juga, pada KH. Abdul Qodir Munawwir, olehnya Ayahnya KH. Basyir untuk belajar Ilmu Al Qur'an sedangkan Ayah KH. Ahmad Azhar Aziz, pernah mengeyam pendidikan di pesantren Tebuireng membersamai Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari. Tidak hanya itu, KH Ahmad Azhar Aziz, tidak pernah alfa mengikuti pengajian kitab kuning dari KH Ali Ma'sum.
Setelah belajar di Krapyak, KH Ahmad Azhar Aziz, melanjutkan pendidikan di tremas pacitan dan lalu ke Kairo. Di Al Azhar-Kairo, KH Ahmad Azhar Basyir, berjumpa dan berkarib dengan KH Abdul Rahmad Wahid (Gus Dur). Sekembalinya dari Dari Kairo, KH Ahmad Azhar Basyir Menjadi ketua PP Muhammadiyah dan KH Abdul Rahmad Wahid Menjadi Ketua PBNU.
***
Ulama - Alim - Ahli adalah figur yang mengakar ke bawah, berurat pada Ummat. Bukan merambat dan menjalar keatas pada kekuasaan.
Ulama adalah ia yang alim, tegas dan sederhana. Bukan yang bergelimang dalam gemerlap kemewahan dan Toleran pada kemungkaran. Lisannya adalah perisai bagi dakwah dan bukan tameng bagi kekuasaan.
Sejatinya ulama ialah menjadi menara api ditengah kegelapan ummat dan sesekali menjadi menara air untuk menghilangkan dahaga spiritualitas ummat. Sebab, Saat seseorang mendalami agama, setan berusaha menggelincirkan dalam dua jalan: menjadikannya berlebihan atau menjadikannya mengurangi. Keduanya bisa sama-sama menjadi sebab bagi buruknya cara berislam.
Sabtu, 11 Desember 2021
ANALISIS RIUH PERBINCANGAN KONTESTASI - HANYA SEKEDAR SIRKUS KEKUASAAN ; CITIZEN JOURNALISME
Sabtu, 27 November 2021
-ASSIKALABINENG -
Sebelum kita mengulas tentang Kitab Kama sutra Bugis atau Assikalabineng. Kita menjawab terlebih dahulu tentang persepsi bahwa Pembicaraan sex adalah sesuatu yang tidak tabu di masyarakat kita.
Membicarakan sex, boleh dalam suasana santai, bisa juga serius, akan tetapi dalam banyak hal, sex itu membahagiakan. Sehingga, Jika ada yang menyatakan Sex itu jorok?. Tentu kita akan bertanya, joroknya dimana. Sebab, kita akan mendalami sex sebagai sebuah kearifan atau sebuah kebutuhan atas kebahagian.
Jika dulu orang membicarakan sex dianggap tabu, sehingga membuat orang jauh dari pengetahuan sex itu sendiri. Itulah kenapa banyak rumah tangga bermasalah karena sexsualitas. Tetapi, di sisi lain jika ada yang memahaminya dengan baik, justru menjadi cermin rumah tangga yang baik.
Makanya sex secara personal adalah sebuah kebahagian, sehingga kebudayaan kita mengaturanya sebagai sebuah kearifan.
Bagaimana Sexsualitas dalam tinjauan kultur Nusantara?
Sebenarnya sexsualitas itu memiliki kearifannya sendiri. Misalnya, di Kultur Bugis punya kearifan tersendiri, sama seperti ketika kita membaca kama sutra di India. Ternyata di Bugis juga memiliki kitab Kama sutranya, yaitu Assikalabineng, Sama juga seperti di Jawa Di sebut dengan Terma Asmoro Gomo. kama sutra bugis, bisa sadur dari manuskrip leluhur-leluhur kita dulu.
Sebenarnya kita tidak perlu berguru terlalu jauh ke India, ke Arab atau kemanapun untuk mengetahui bagaimana sebenarnya skema kama sutra itu dalam konteks mencari kenikmatan dan kebahagian.
Dulu, Jika bicara sex, ulama kita menyebutkan, "ada proses menindih dan menghimpit". Ada superioritas dan Inferioritas. Padahal sex itu tidak sesederhana itu. Sex itu juga harus di lihat sebagai sebuah keseimbangan. Misalnya, saya laki-laki mendatangi pasangannya saya yang perempuan dengan nafsu yang 80%, maka perempuannya cukup menerima dengan 20% saja. Agar tercipta keseimbangan. Nah, jika sama-sama 100%, maka hal itu bisa berlebihan.
Tetapi dalam tuntunan masyarakat, sebenarnya. sex itu penyatuan 4 unsur, " tubuh dengan tubuh", jika kita bicara senggama, di sebut skin to skin (saya menyentuh dirinya dan dia menerima sentuhan saya dengan manja). "Nyawa dengan nyawa", "nafas dengan Nafas" dan "Rahasia dengan Rahasia". 4 unsur inilah yang disebutkan oleh Masyarakat Bugis dengan terma "sulappa appa".
Jika kita mengikuti Pembahasan ini, sebenarnya sudah ada Penelitian tentang hal ini, yang di lakukan oleh seorang Peneliti asal Unhas yang menuliskan tentang manuskrip Assikalabineng.
"Sebenarnya apa makna assikalabeneng sebagai kearifan Bugis Makassar?".
Sexsualitas itu adalah keseimbangan. Ketika kita menganggap sex itu sebagai sebuah kesenangan, maka hal itu adalah tingkatan terendah dari sex itu sendiri. Misalnya hanya untuk melampiaskan hawa nafsu dalam konteks lahiria saja, maka hal itu bagian paling rendah dari sexsualitas. Sebab, sexsualitas itu tidak di bangun dari ketertarikan bodynya saja, dsb. Melainkan, ada hal yang di bangun sebelumnya.
Misalnya, dalam kitab Asmoro Gomo (kama sutra Jawa), ada 6 tingkatan ;
pertama, asmara Lana. Lelaki dan perempuan saling memahami dalam konteks kepedulian. Seperti, ketika ada seorang lelaki memiliki ketertarikan khusus pada perempuan, dan lelaki tersebut memberikan kepedulian tertentu atau yang kerap disebut sebagai "Kasmaran".
Kedua, asmara Tura ini berisi pujian-pujian yang baik. Pujian itu butuhkan untuk memasuki tahap selanjutnya. Pujiannya lebih kepada rayuan pada fisik, belum kepada nilai-niali yang puitis. Nanti pada tahap berikutnya.
Ketiga, asmara Turida, disinilah ketika seorang lelaki tertarik pada perempuan, dari cara dia ketawa, dari kerlingan matanya, bahkan dalam tahap yang lebih tinggi, ada desahan yang manja sampai di hati kita. Hal itu yang disebut dengan penyatuan nyawa dengan nyawa.
Keempat, asmara dana. Ketika tawanya perempuan sudah menyentuh hati kita. Maka, kita bisa membalasnya dengan syair-syair puisi yang indah. Pujian yang di maksud, sudah bukan lagi pujian erotic (fisik). Jika hal ini sudah dilakukan dan perempuan, merasa sampai juga di hatinya. Maka peluang untuk memasuki tahap berikutnya besar, seperti menyentuh tangan, dia akan merasa terangsang sedikit dan dari situ dia bisa memberikan kita ruang untuk menyentuh bagian tubuhnya yang lain.
Nah, dalam konteks sexsualitas, dari tahap inilah potensi ciuman bermula. Karena setelah kita bisa menyentuh tubuhnya dan menyesuiakan diri, hal itu disebut foreplay (pemanasan). Jadi tahapnya demikian, jika hendak mencapai kenikmatan yang sesungguhnya. makanya, sex bukan hanya sekedar kebahagian jasmani. Tetapi, kebahagian rohani.
Dalam terminologi manuskrip, sex itu di ibaratkan sebagai Mantra yang di sampaikan. Orang tua kita dulu, punya potensi mengirimkan ransangan melalui doa atau mengirimkan pengaruh melalui mimpi ( na'pa nimpiwi makkun rainna ; perempuan itu akan bermimpi sedang melakukan persetubuhan dengan kita), tetapi dalam kontes pasangan yang sah.
Dalam perkembangannya, kita harus melihat secara kontekstual bahwa perilaku sexsual tidak hanya cara kita mencapai kenikmatan. Sebab, tahap tertinggi dari sexsualitas, selain keseimbangan, bahwa di dalam sexsualitas terdapat kasih sayang Tuahn. Selalu ada ingatan yang sangat tegas, dalam kajian manuskrip terhadap sexsualitas, kita selalu diarahkan untuk mengingat ; " arri ngerrako takkakupammu (di saat kita lupa, hal ini biasanya jika dalam konteks hawa nafsu yang mengebu-gebu, kita bisa lupa seluruhnya. Di situ kita di ingatkan, Perlu kita me-rem hawa nafsu itu sedemikian rupa). Sebab, jika kita datang dengan energi yang terlalu besar. Bisanya, tidak berpretensi untuk membuat pasangan kita bahagia (egois). Jadi, kalau kita datang dengan nafsu yang membuncah, tanpa memperhatikan situasi pasangan kita. Maka kadang kala kita over lap. Disitulah sex dalam konteks kesenangan hanya akan berhenti di situ. Padahal sesungguhnya, setelah kesenangan, ada kenikmatan. Setelah kenikmatan, ada kebahagian dan di setiap kebahagian selalu ada kasih sayang Tuhan (Rahma).
Itulah sebabnya, di setiap permulaan nelakukan senggama, selalu di sebutkan untuk memberi salam kepada pemilik pintu Rahma (Assalamualaikum Ya Babur Rahma).
Jadi susungguhnya sex dalam konteks kearifan Bugis Makassar, bukanlah sesuatu yang jorok. Melainkan sesuatu yang sangat religius. Karena selain mengendalikan diri, di situ juga terdapat doa ; " Yahruju min baini Sulbi wa ttara'ib". Dari konteks inilah, sehingga ada tafsir yang berkembangan dalam masyarakat Bugis, bahwa sexsualitas tidak hanya sekedar alal lahmun Ilal lahmun (memasukkan daging kedalam daging). Tetapi, lebih kepada bagaimana kita memperlakukan pasangan kita dengan bijaksana.
makanya, kenapa sering sekali diulang-ulangi dala manuskrip, bahwa jika kamu mendatangi pasanganmu, pastikan bahwa dia juga ikut berbahagia. Bukan hanya 1, 2, 3 Hore. Tetapi, dalam banyak hal kita perlu memasukkan unsur-unsur keseimbangan disitu.
"Apakah teks Assikalabineang membahas sampai soal-soal teknis?".
Justru kitab tersebut sangat teknis. Jika diatas saya menyebutkan, tentang foreplay, dalam kitab tersebut kita dituntun, apa yang di sentuh pada malam pertama terbitnya bulan. Misalnya, 1 Syawal atau 1 sya'ban, dsb itu dianggap sebagai malam pertama terbitnya bulan. Nah, saat malam pertama terbitnya bulan, titik rangsangan perempuan itu berada pada telapak kaki kanannya. Hal itu yang terus di eksplore dan hanya sampai 15 hari dalam sebulan, karena perputaran bulan, hanya sampai di purnama.
Jika saya baca dari variasi titik ransang, semuanya berada di sebelah kanan (dari bawah ke atas) : hari pertama, di telapak kaki sebelah kanannya. Hari kedua, di betis sebelah kanannya. Hari ketiga, paha kanannya. Hari ke empat, dada kanannya. Dan seterusnya, dengan perlakukan yang berbeda.
Tetapi, yang penting adalah ada sentuhan-sentuhan tertentu yang harus kita lakukan, yang kalau kita sentuh tidak membuat bulu kuduk perempuan itu tidak layu. (Hal ini biasanya harus berguru dulu)
"Apakah Assikalabineng dalam kultur bugis, masih eksis?".
Sebenarnya, posisi pewarisanya dalam kultur masyarakat Bugis, ada pada saat (seharusnya), sebelum menikah, sering kita di pingit. Pingitan tersebut "ancaman" untuk calon pengantin tidak boleh kemana-mana (sinrapo-raponna : jika keluar sebelum pesta, biasanya kita di beritahu bahwa kamu akan celaka). Padahal sebenarnya, dalam histori pingitan, di saat-saat itulah, ilmu kama sutra di turunkan.
Jika kita tau terma " indo botting", anehnya sekarang indo botting lebih banyak mengurusi soal make up, dekorasi, pelaminan, atau hal yang terlalu artifisal, dsb. Padahal indo botting itu, dialah yang seharusnya menurunkan ilmu assikalabineng kepada calon pengantin dan memastikan kepada calon pengantin tersebut, siap mengarungi bahtera rumah tangga (dalam terma Bugis makassar, kita disuruh kelilingi dapur 7 kali). Karena saat orang di pingit, orang sesungguhnya diajari ilmu assikalabineng.
Hakikat sesungguhnya Indo botting itu tidak terlalu mengurusi hal teknis pernikahan. Tetapi mengurusi hal prinsipil pernikahan, yaitu Indo botting harus memastikan, bahwa calon pengantin dapat mencapai kebahagian melalui proses-proses kesenangan, kenikmatan, sentuhan, dst. Hal itu di wariskan sebegitu rupa. Bahkan, hanya antara calon pengantin lelaki dan indo bottingnya. Perempuan seharusnya juga memiliki indo bottingnya sendiri, Karena titik rangsang lelaki juga ada.
Di manuskrip assikalabineng pun di bahas. misal, bagaimana caranya menghidupkan kayu yang sudah luyu. Jadi, bahasanya sangat sastrawi. Padahal hal itu di asosiasikan pada alat kelamin lelaki dan perempuan. Sebab, disitu posisinya adalah hasrat, bukan dengan obat-obatan, seperti yang di maksud Dr. Boyke, Di situlah di ambil alih sakralitas dan religiusitas ilmu tersebut, di serahkan kepada seksolog. Sementara kita melihatnya, tidak hitam putih. Sebab, di situ ada perlakuan atau sistem penerimaan.
Bahkan dalam ilmu ini disebutkan, bahwa ilmu ini adalah Mala'bi ; karena peristiwa ini sesuatu yang luar biasa, maka sudah seharusnya di perlakukan dengan sesuatu yang lebih luar biasa pula.
Hal itu berkelindan dengan prosesnya, sedangkan banyak diantara kita mengartikan assikalabineng itu hanya peristiwa diatas ranjang. Padahal sesungguhnya sex itu bisa di mulai dimana saja. Ada sebuah buku, yang berjudul " Sex di mulai dari dapur" : di situ dijelaskan posisi lelaki dan perempuan sangat seimbang (bukan Bersenggama didapur). Tetapi, seorang lelaki, juga bisa mengambil peran domestik seorang perempuan, tanpa merusak maskulinitasnya. Jika seorang lelaki bisa melakukan hal ini, sesungguhnya dia seksi Dimata istrinya.
Jadi, jika hal ini terus lakukan, saya pikir anjuran-anjuran untuk saling memuliakan bisa di gaungkan. Karena ada tujuan dari assikalabineng ini. Orang-orang yang mengetahui, memahami dan mempraktekkan dengan benar, di sebut " ata man rapi" (orang-orang yang memiliki pengetahuan tinggi) atau orang yang sudah selesai dengan dirinya atau orang yang sudah bisa memanusiakan pasangannya.
Ada literatur Arab atau kama sutra Arab, menjelaskan bahwa Fatimah pernah protes kepada Ali, karena dia dianggap tidak di kirimi apa yang Allah titipkan kepada Nabi Muhammad, yang Ali tidak bisa menerapkannya diatas ranjang . Tetapi, cara Fatimah menegur Ali, itu dengan elegan, tidak vulgar ; "Baginda, Anda belum menyampaikan apa yang dititipkan Tuhan kepada suaminya untuk istrinya". Artinya, boleh jadi Fatimah pada konteks itu, tidak mendapatkan kepuasan seksual. Karena pada akhirnya, Fatimah mengajak Ali, untuk berguru kepada Nabi Muhammad. Karena porsi itulah yang ingin di sampaikan. Sehingga Ali kemudian berguru kepada Nabi dalam konteks keberpasangan atau seksulitas.
Terakhir, di hubungan seksualitas, biasanya ada doa-doa yang dihaturkan. Biasanya di manuskrip, pasangan yang memiliki idealitas atau di jadikan Patron, bisa kita pelajari dari kehidupan rumah tangga Fatimah dan Ali.
Manusia itu bukan hanya mahkluk sosial. Tetapi, dia juga mahkluk seksual.
Relasi antara lelaki dan perempuan, pada ulasan pertama. Sebenarnya tidak sedang mendudukkan lelaki dan perempuan dalam bias gender. Sex di mulai dari dapur, hanya sebuah terma yang menghendaki antara laki-laki dan perempuan yang memiliki kecenderungan peran yang seimbang. Jadi, apapun namanya. Baik itu dalam hubungan ranjang (seksesual), maupun di domestik (di dapur). Kita tidak mengatakan bahwa peran terbaik di dapur adalah perempuan. Sebab, lelaki juga bisa melakukan hal tersebut. Bukan soal maskulinitas dan feminitas semata. Tetapi, dia adalah cara terbaik untuk memulai aktivitas sex, dalam konteks menindih dan menghimpit.
Kalau sudah ada Keserasian di dapur. Bisa mengerjakan semuanya bersama-sama dan tidak terdapat relasi kuasa. Artinya, ketika di bawah ke ranjang, maka relasi kuasa pun tidak berlaku. Jadi, posisinya sama-sama subjek. Objeknya adalah kenikmatan yang hendak di raih bersama (dalam koridor kasih sayang Tuhan).
Diatas ranjang, tidak ada objek dan subjek. Maka, relasinya adalah setara. Keseteraaan yang di maksud, sebagaimana yang di ulas pada bagian sebelumnya ; " ketika lelaki atau perempuan mendatanginya dengan energi atau hasrat yang membuncah, 80 atau 60 %. maka pasangan kita juga harus memiliki keinginan atau antusias yang menyesuaikannya.
Tetapi, hal ini bukanlah sebuah beban. Sebab, aktivitas seksual tidak melulu soal konektivitas kelamin lelaki dan perempuan. Sebab di situ ada pikiran yang bermain. Ketika ada aktivitas seksual ; alal lahmu Ilal lahmun (masuknya daging kedalam daging). Sementara pikiran kita tidak terfokus atau tidak berada dalam romatisme tersebut. Maka, sama saja kita melakukan kedzoliman terhadap pasangan kita. Sebenarnya hal ini, bahagian dari etika, karena itu potensi kita untuk berfantasi terhadap sesuatu dalam aktivitas seksual itu ada.
Misalnya, kita punya pengalaman Dengan video-video viral yang beberapa detik itu. Lalu, dalam aktivitas seksual tetiba dalam sekejap terngiang-ngiang, maka potensi kita untuk berfantasi ada. Nah, kenapa kontrol pikiran di butuhkan, karena kita harus fokus satu sama lain. Itulah yang disebutkan, bahwa kita sama- sama subjek. Jadi, jika kita sudah mengkondisikan diri, bahwa ada pujian di sampaikan kepada pasangan kita, ada cara dia menerima dengan baik, ada doa yang kita panjatkan sama-sama, ada keinginan untuk saling memberi dan menerima. Di situlah esensi pikiran dan perbuatan dan gerakan tangan harus saling bersinergi.
Di kitab Assikalabineng, mengatur yang sifatnya aturan teknis sampai pada doa-doa sebelum memulai. semua itu adalah bahagia dari kontrol pikiran. selain itu, di Kitab Assikalabineng selalu memberi batasan, bahwa sesuatu yang di buka dengan baik, di lakukan dengan baik maka ditutup dengan baik pula. Jadi aktivitas tersebut, harus satu garis lurus.
Saya kerap berdiskusi dengan kawan-kawan soal ini, bahwa potensi seksual kadang berhenti, pada saat ejakulasi, pada saat pasangan kita sudah orgasme. Padahal seksual tidak berhenti di titik kunci orgasme. Karena tidak semua perempuan bisa organsme. Tetapi, ada hal yang dapat dilakukan, untuk bisa membuat dia merasakan kenikmatan dan kebahagian atau dalam konteks Assikalabineng di sebut " minyyak na bunganna si bollo e ", di situlah sesungguhnya puncak kenikmatan sebagai manifestasi dari proses seksual.
" Minyyak na si Bollo e" adalah orgasme. Jika orang orgasme itu, lelaki biasanya keluar sperma dan perempuan itu ada gestur menggeliat yang begitu nikmat rasanya. Kerap kali, jika kita lihat lebih jauh, disitulah ada rintihan atau erangan yang sangat dahsyat keluar. Tetapi, tidak hanya sampai disitu sebenarnya, ketika lelaki sudah ejakulasi dan perempuan sudah orgasme ataupun kita sudah saling merasakan puncak kenikmatan, lalu kita saling memunggungi.
Misalnya, bagaimana nikmat merokok, setelah makan. Disebutkan dalam kitab Assikalabineng, bahwa setelah kamu melakukannya, kamu jangan buru-buru berhenti saling menyanyangi (na rekko pura ko aja mu Tappa si Boko i : jika sudah melakukannya, jangan saling memunggungi)". Biasanya kan demikian, sebab banyak energi yang keluar, bahkan dalam tingkat insentitas tertentu kita sama-sama berkeringat. Akhirnya kita sudah selesai, sudah.
Padahal sebenarnya, kenikmatan sesungguhnya adalah kenikmatan after sex, ada istilah sigared after sex, ini semacam analogi bagaimana kita tetap berada dalam suasan saling menyanyangi meskipun sudah ejakulasi dan orgasme.
Banyak diantara kita, karena mungkin sudah terlalu capek, sehingga potensi untuk melakukan aktivitas lain tidak pernah di lakukan. Padahal puncak kenikmatannya pasca orgasme, jika dapat diolah dengan baik, disitulah kasih sayang satu sama lain bisa di eksplore dengan baik. Bisa mengembalikan energi yang kembali lagi. Seperti seorang yang sudah makan, lalu merokok. Bahkan ada kenikmatan yang jauh dari nikmat makan itu sendiri.
Kalau kita bisa merangkul dan saling menyanyangi, bahkan meminjamkan bahu kita dan bercerita tentang banyak hal atau saling mengeksplore kekuatan dan kelebihannya. Bisa juga sesekali di tanya, " Yang kamu suka itu pada posisi mana". Di situlah adalah bagian kita menginternalisasi pasangan kita lewat sex. Supaya nanti, the second round, ketika itu di lakukan. Biasanya, banyak orang hanya selesai di ronde pertama, lalu tiduran atau bersih-bersih atau sama-sama sibuk dengan urusannya sendiri.
Padahal jika kita melakukan aktivitas di awal, ketika foreplay dan segala macam. Pasca sex, kita boleh saling bertukar pikiran, saling refleksi satu sama lain. Refleksi tidak harus soal gaya dan posisi sex. Tetapi, refleksi soal kehidupan rumah tangga dan itulah suasana paling romatis menurut saya. Karena, jika kita mampu mengontrol kondisi kita, yang sudah sedemikian capek dan lelah, energi di tingkatan pusaran saraf kita sudah banyak di keluarkan. Tetapi, kita masih tetap bisa mengambil kepala pasangan kita dan menyandarkan di bahu. Lalu, di elus-elus rambutnya dan bercerita tentang banyak hal. Saya membayangkan romantisme yang sangat hebat, seperti ketika kita sedang bermesraan di bawah langit yang banyak sekali bintangnya atau melihat bulan yang sedang purnama.
" Kata kunci seksual menurut Assikalabineng adalah Keseimbangan. Mulai dari pra sampai Pasca. Nah, di tengahnya adalah prosesnya. Bagaimanakah Assikalabineng mewujudkan keseimbangan tersebut?"
Keseimbangan dalam wujud praktis Atau teknis di lapangan. Di dalam naskah, sebenarnya di sebutkan secara runut.
" Na rekko mua jelloken ni kallanmu , bau ni riolo ingetna makkun Rai na, mu pa siduppa i ingetna na ingetmu, timunna na timummu". Artinya ; "ketika kamu sudah menghunus pedangmu, pertama-tama kamu harus mencium hidungnya Perempuanmu, mulutmu dengan mulutnya".
jangan lansung membayangkan hal itu adalah peristiwa ciuman yang sangat dahsyat. Sebab, pada konteks tersebut yang di maksud adalah penyatuan, sebagaimana yang telah di sampaikan di bagian awal, bahwa ada proses penyatuan nafas dengan nafas, tubuh dengan tubuh, jiwa dengan jiwa dan rahasia dan rahasia. Sehingga posisi itulah yang di lakukan.
Bolehkah kita bermain-main antara hidung kita dan hidung pasangan kita?. Boleh, saling mengeleng-gelengkan hidung, karena hal itu bahagian dari kemanjaan. Tetapi, tetap di lakukan dengan pelan-pelan dan bijaksana. Sebab, terkadang kita kalau sudah membuncah hasrat, kerap kita lupa diri. Kenapa kita selalu di ingatkan jangan lupa diri, sebagaimana pada bahasan sebelumnya. Karena di situ ada upaya untuk pengendalian diri ; " Mu tajenggi essu na nyawana mu Iso i nyawana (tunggu sampai keluar nafasnya, engkau satukan dengan nafasmu)".
Titik ini harus di perhatikan dengan sangat teknis, menurut beberapa orang tua kita di Bone, Prof Syarifuddin, beliau menghendaki penyatuan nafas dalam hal, ada irama yang sama dalam tarikan nafas yang satu dan pasangan kita. Itu yang bisa membuat kita tahan lama. Sebab, jika nafas tidak beraturan (ngos-ngosan), artinya tidak seritme. Maka, posisinya tidak seimbang atau sejalan.
Lalu, masuk ke tahap ; " Mu pangganga i timunna na timmum mu , mu pasi lepe i ujung liLa mu na ujung lilamu - bukalah mulutnya dan mulutmu bersamaan perlahan-lahan, ujung lidahmu dan ujung lidahnya saling menerjang satu sama lain".
Vulgar tapi perlu di identifikasi posisi ini dimana. Ketika hidung tadi sudah bersentuhan, nafas sudah saling menyatu, mulut kita dan mulut sudah seirama, dalam konteks ciuman. Tidak harus selalu di lakukan dengan energi yang besar atau tergesa-gesa. Pelan-pelan, kadang lebih di sukai, disitulah pentingnya komunikasi.
Lalu, " majeppu mappe neddi ni ritu na Saba pammasena puang Alla ta'ala (diperoleh kenikmatan itu atas izin dari Tuhan melalui Rahmatnya)". Di sinilah posisi yang di maksud kasih sayang Tuhan. Rahmat Tuhan selalu di gulirkan, bahkan dalam wilayah seksual sekalipun.
Berkenaan dengan ini, saya teringat dengan Tafsir seksual atas Q.S.Al Kautsar. Kerap kali di arahkan pada ayat tentang kurban. Tetapi, pada prinsipnya, ada tafsir lokal yang di munculkan masyarakat Bugis, yang selalu di identikkan dengan proses penyatuan appa sulapa, dalam konteks seksualitas, " Inna a'thoinna kal Kautsar (sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak)". Nikmat dalam tafsir lokal tersebut, di maksud sebagai kenikmatan seksual. Ada banyak kenikmatan, yang salah satunya adalah seksual, yang merupakan pemberian Tuhan.
" Fa sholli Li robbika wan har Inna saya Nia akahu wal abthar (maka dirikanlah sholat karena Tuhan dan berkurbanlah)". Kurban dalam tafsir biasanya adalah berkurban sebagaimana biasanya. Tetapi, berkurban dalam konteks seksualitas adalah mengendalikan diri dan sesungguhnya orang yang membenci kamu adalah dia yang terputus dari Rahmat Tuhan)".
Coba kita telaah beberapa pembahasan sebelumnya, tentang " ari ngerrako ni wattu takkalupammu (senantiasa kita mengendalikan pikiran pada saat kamu sedang lupa)". Sebab, kenikmatan adalah sumber kelupaan dan kadang membuat kita terlena. Tapi, di situlah kita selalu di arahkan untuk berkurban.
Mengapa kehidupan rumah tangga, ada yang gagal karena persoalan ranjang?. Karena ada nikmat yang terputus yang tidak di sampaikan kepada pasangannya. Kita tidak memberikan kepuasan tersebut dengan bijaksana. Kita hanya memikirkan diri kita sendiri, seperti kalau kita sudah ejakulasi. Maka, tidak ada urusan dengan pasangan kita. Padahal sebenarnya kita harus menjalin komunikasi dan kesimbangan, di situlah yang di maksud, " Inna sya' ni ni aqakahu wal abthar.
Sebab, dalam konteks yang lain, sumur kal Kautsar yang terdapat di surga adalah sesuatu yang harus kita antarkan kepada pasangan kita dalam aktivitas seksual. Di dalam naskah di sebutkan bahwa " na rekko Mappi ne dinni ma kunrai mu engka ni Messu wae na bungge kal kautsar fasholli lili robbika wan har Inna sya' ni akahu wal Abh ta, apa majeppu ia na matti RI akhirat riaseng minyyak na bunganna na si Bollo e (apabila perempuan sudah terangsang dan berada dalam kenikmatan tertentu, akan keluar air sumur Al-Kautsar)".
Ada istilah squit atau lubrikasi, semacam cairan. Menjadi pertanda, bahwa perempuan sedang dalam kondisi nikmat-nikmatnya dan siap. Artinya ada kepasrahan, siap memberi kasih sayang dan siap menerima kasih sayang. Itulah yang di maksud dengan "minyyak si bollo e", di dalam naskah di sebutkan sebagai, " padacengi wi rampena ini nawamu tajengi riolo pammasena puang Alla ta'ala apa engka ni Matu RI Lala cule Messu i rasa rahing asenna (Dalam permainanmu atau penetrasi yang kita lakukan, itulah yang disebut kasih sayang Tuhan. Ketika kita berhasil menyatukan pikiranmu dengan pikirannya, kelaminmu dengan kelaminnya. satu garis lurus keseimbangan dan satu nafas)".
-Coretan Pena Nalar Pinggiran, Rst-

