Mengenai Saya

Kamis, 08 Juli 2021

IBU DARI IBUKU REBAH DI BULAN JULI




Nenek Hilang diangkat oleh Allah dari kerendahan ke ketinggian. Dipindahkan oleh Allah dari tempat yang dikuasai oleh kegelapan ke tempat yang dipenuhi cahaya-Nya. Dihijrahkan dari kegaduhan dan keriuh-rendahan menuju maqam yang amat sunyi sehingga bisa ia temukan secara sangat terang benderang setiap sapuan suara sejati selirih apapun.

Nenek Hilang dipanggil Allah untuk bergeser dari ‘Alam Syahadah yang telah sukses menipu berpuluh-puluh miliar manusia sepanjang zaman, memasuki ‘Alam Haqiqah yang memerdekakan Nenek, sesudah beberapa puluh tahun ia bersabar dan sangat tabah menemani dan mengayomi manusia di sekitarnya di sejauh jaringan silaturahminya yang terjebak oleh tipudaya kemewahan dunia.

kepergian Nenek Hilang seperti dijemput oleh kendaraan yang dulu mengangkut Nabi Muhammad Saw berisra` mi’raj. Super high speed. Di bawah sadar kita, terutama Ibu Saya sukar percaya bahwa Nenek Hilang sudah tidak bersama kita lagi di sini. Nenek Hilang terlalu dekat untuk jauh. Kita semua tidak siap untuk meyakinkan diri bahwa ia sudah nun jauh di sana, terlebih Ibu saya, anak kandung yang dua tahun terakhir Ia tanyakan. Ya Allahu.

Belum tiga empat minggu yang lalu, beliau VC dan Menanyakan ; " Kenapa Rais Belum datang menjemput Nenek, semua cucu nenek sudah semua Nenek lihat tumbuh, Rais belum pernah sekalipun?". Kira-kira begitu Tanya pada Mama.

Padahal, Satu Minggu kedepan, saya sudah persiapkan keberangkatan ke Batam, untuk menghadiri acara Nikahan Saudara saya, sekaligus mengunjungi Nenek dan Membawanya Ke makassar. 

Namun Kabar kegetiran siang ini terlalu dini, tiba. Sorot mata Kosong Mama saya, seperti kehilangan bintang-bintang di langit. Ia seperti penghuni bumi tanpa rembulan. Ia menghuni padang pasir tanpa pepohonan. Mama saya masih terus butuh dan ingin berenang, tetapi samudera mengering dan sunyi tanpa gelombang.

Mama dan keluarga, lebih dari terkejut oleh ketetapan Allah itu. Kita semua masih sangat membutuhkan Nenek.

Memang, tak ada kuasa dan otoritas kita, untuk menghindar, bersembunyi, apalagi berlari dari Maut.

Memang, Tidak ada yang bisa berlari dari maut. Sebab, ia selalu lebih cepat dari semua yang kita pikirkan, bahkan sangkakan.

Memang, Tidak ada tempat di bumi yang bisa menghindari Maut. Ia selalu tiba, di batas usia.

Tetapi, saya belum menepati janji untuk menjemputnya, agar bisa bersua dengan anaknya yang begitu lama yang rindukan.

Allah Maha Lebih Mengetahui apa saja yang kita hanya mengetahuinya sedikit-sedikit, seserpih-seserpih atau sangat sebagian kecil. Dipanggilnya Nenek Hilang oleh Maha Pencipta dan Pemiliknya adalah misteri bagi pengetahuan kita. Adalah “ghaib”. Dan Allah jauh-jauh hari sudah menyiapkan mental dan jiwa kita agar menerimanya dengan iman, tanpa mempertanyakannya secara ilmu dan pengetahuan. Alladzina yu`minuna bilghaibi. Dan kita memperbanyak sujud pasrah kepada-Nya. Kita teguhkan “yuqimunas shalat” dan memperluas kemurahan hati “wa mimma razaqnahum yunfiqun” dengan terus memperjuangan kelahiran baru demi kelahiran baru.

Semua Kita ada dalam kesementaraan, datang tetapi untuk pulang. Selamanya disini hanya berteman rindu, satu-satunya penuntun arah adalah untuk kembali menyatu dengan kekasih Sejati Zat, Yang Maha Hidup.

Yahh, memang Perginya Nenek itu (seumpama) kembang, tumbuh tanpa kata dan bulan bergerak tanpa berisik.

Almarhum itu tidak ada hubungannya dengan kematian. Almarhum itu artinya orang yang di rahmati oleh Allah. Kita semua mudah-mudahan sudah almarhum. Hanya saja dalam kebudayaan, Diksi Almarhum kerap kali di asosiasikan kepada kematian.

Menurut Allah, Tidak ada orang yang mati. Makanya dalam hidup, kita harus selalu punya hubungan batin terhadap sesama. Karena, dia abadi. jika hanya hubungan fisik, hubungan badan, hubungan politik itu hanya sementara.

DalamQur'an Allah berfirman : Jangan sangka bahwa hamba-hambaku yang berjuang di jalanku, itu mereka mati. Melainkan mereka hidup dan mendapatkam rezeki. Jadi, orang yang kita sebut sebagai almarhum ini sedang memasuki rezeki tingkat kedua, melebihi rezeki yang kita dapatkan di dunia. Rezekinya berbeda-beda, dan almarhum sedang menikmati itu. Kalau kita, rezeki kita itu cuman makan, minum, motor, rumah, dsb. Yang ketika di sapu angin akan hilang menurut kesementaraan waktu.

Manusia itu tidak hidup sementara. Manusia itu hidup abadi ; "Kholidina Fii ha abada". Kita terus menerus hidup, hanya saja polanya berbeda. Seumpama Ulat, kepompong, lalu menjadi kupu-kupu. Nah, kita hidup ini, bagaimana caranya menjadi ulat, kepompong dan menjadi kupu-kupu.

Innahu Waa Inna Ilaihu Roji'un..!!

#Rst

#nalarPinggiran











Tidak ada komentar:

Posting Komentar