Mengenai Saya

Kamis, 07 September 2023

KITA BUTUH PEMIMPIN, BUKAN PEMIMPI

Ada Hadist Nabi yang menarik untuk kita uraikkan untuk menemukan suatu pelajaran penting, yaitu "Qola Rosulullah SAW, Sab atun yagfirlu humullahu yaumal qiyamati fi tdzillin yauma la dzilla illa dzillu - Ada Tujuh golongan yang akan di payungi Allah di Hari Kiamat saat semua manusia ketakutan menunggu waktu untuk di hizab". 

ketika itu, Keringat sudah naik mendekati leher, panas terasa terik membakar, semua mencari Syafaat. Sampai akhirnya manusia mendatangi Rosulullah SAW meminta syafaat. Tetapi, ada tujuh golongan yang santai saja dan tidak khawatir. Siapa dia?. Pertama, Al imamul adil - pemimpin yang adil. Ternyata Golongan pertama yang akan di naungi payung di yaumil Mahsyar kelak adalah para pemimpin yang adil. Tetapi, apakah para pemimpin kita termasuk di dalamnya. 

Saking pentingnya Hadist ini, Dua ulama besar di bidang Hadist, Al Imam Al Bukhari dan Al Imam muslim memasukkan hadist ini ke dalam dua kitab Shohih mereka. Imam Bukhari menyantumkan ke dalam Hadist No. 6806 dan Imam Muslim menyantumkan ke dalam kitab Hadistnya No. 1301, sanadnya tersambung kepada sahabat Abu Hurairah, nama Aslinya Abdurrahman bin sahar. Nama sebelum ia memeluk Islam adalah Abdus Syams.

Abu Hurairah adalah sahabat Muallaf, ia masuk Islam 3 tahun sebelum Nabi meninggal. Hikmahnya Kelak, Abu Hurairah merupakan Role Model bagi Fiqih Muallaf. Serius mendalami Islam, di rentang 3 tahun tersebut menjadi sahabat yang paling banyak hafalan Hadistnya. Di doakan Nabi, sehingga ia memiliki Hafalan tidak mudah untuk lupa dan lansung ingat. 

ihwal itulah, sehingga Ulama membagi Ingatan ke dalam 5 bagian : pertama, ada yang cepat ingat, lambat lupa. Kedua, cepat ingat, cepat lupa. Ketiga, Lambat ingat, lambat lupa. Keempat, lambat ingat, cepat lupa. Dan kelima, cepat ingat, sulit lupa. 

Kembali ke topik, bahwa Keadilan adalah potensi Manusia. Makanya, Politik diselenggarakan untuk itu. pemilu itu bukan sekedar urusan memilih presiden, Gubernur, Walikota dan Bupati. Lebih utama adalah memperbaharui visi keakraban warga negara, keluasan pikiran dan keadilan sosial dan ekonomi. Dengan itu politik seharusnya di tuntun.

Sumbatan Keakraban dan gejolak warga negara adalah Masalah mendasar yaitu adil dan beradab. Hal itu, Tak bisa sekedar diatasi dengan slogan-slogan nasionalistik.

Di dalam Islam pemimpin di Istilahkan cuman dengan sebutan "Rois" - Rois daulah (presiden), Rois Muhafadzah (Gubernur), kadang di sebut Hakim. Rois baladiyah (bupati). Tapi, pemimpin dalam istilah islam, jika di tarik ke dalam Al Qur'an dan Hadist. Maka di ganti Dari Rois menjadi Imam. Apa itu Imam?. Imam dalam Bahasa Arab, bukan hanya sekedar pemimpin. Melainkan pemimpin yang mampu mendekatkan dan mengenalkan ma'mumnya kepada Allah SWT.

Kelak yang di tanya di Yaumul Hizab oleh Allah bagi para Pemimpin, bukan berapa banyak Infrastruktur yang sudah di bangun, bukan berapa banyak kemewahan yang sudah di hadirkan. Bukan Berapa ketertiban yang sudah di ciptakan?. Hal itu bagus sebagai bekal jariyah. Tetapi pertanyaan pertama bagi para pemimpin adalah dari seluruh Ummat, berapa banyak yang sudah mengenal Allah?.

Tidak hanya sekedar Imam. Ada sifat keduanya, yaitu Adil. Kapan Imam bisa menjadi adil?. 

Ihwal itulah yang di contohkan oleh Rosulullah SAW. sebelum semua orang menjadi pemimpin, Al Qur'an memberikan Tuntunan, sebelum memimpin di perintahkan untuk mengecek Sholatnya. 

Suatu ketika, Ada sahabat yang hendak berjuang. Maka turun ayat untuk menyeru mereka memperbaiki sholatnya. Ternyata, hikmahnya di perintahkan untuk memeriksa Sholatnya, karena di dalam Sholat yang memimpin kita, di sebut dengan Imam dan Jama'ahnya di sebut Ma'mum. Hubungan Imam dan Ma'mum sangat demokratis ; "Imam baca Ghoiril Magdu bi alaihim walad dhoolin". Ma'mun menjawab Aamiin. Bahkan nada dan notasinya sama dengan nada dan notasi Imam.

Bukan hanya di situ, Saat sholat hendak di mulai, calon pemimpin yang hebat, jika sholatnya benar. Maka ia akan mengambil hikmah sholat untuk di terapkan dalam memimpin masyarakat, bangsa dan negara. Misalnya, Sebelum imam mengangkat Takbir, Nabi Mengajarkan untuk balik ke hadapan Jama'ah terlebih dahulu. Balik ke hadapan jama'ah bukan hanya sekedar formalitas belaka, ada ketentuannya. Sebab, saya perhatikan Imam-imam kalau memimpin sholat, Melihat jama'ah di belakanganya hanya sekedar Formalitas saja. Nabi itu kalau melihat ke belakang sebelum mengangkat takbir, bukan sekedar mengatakan, "Isstau, isstakimu". Kalimat itu tidak harus menggunakan bahasa arab, bisa bahasa Lokal. Isstau itu di ambil dari Bahasa Hadist, "Tssau tsufufakum".

Bapak dan Ibu, Tolong rapatkan shaafnya. Tenangkan hatinya dan rasakan. Mungkin inilah sholat terkahir yang kita tunaikan. Barangkali kita wafat dalam keadaan sujud. Setelah itu baru katakan, Isstau wa ja alu sholatakum mawaddah. Tetapi poin yang hendak saya utarakan adalah Nabi melihat siapa yang sholat. Nabi memandang wajahnya. Di pojok kanan ada seorang sepuh yang tidak bisa berdiri terlalu lama, di tengah ada anak muda yang barangkali punya urusan. Di kiri pojok ada orang yang Darah tinggi, sehingga tidak bisa sujud terlalu lama. Di sana ada anak - anak yang lari-lari. Karena Nabi Tahu kondisinya jama'ahnya - Ma'mum, maka di bacakan ayat yang pendek saat sholat.

Nabi itu Hafal 30 Juz, Tertanam di dalam Jiwanya. Tetapi ketika memimpin sholat, dia melihat kondisinya ma'mumnya, baru membacakan Surat sesuai dengan Kondisi ma'mumnya. Lain soal, ketika ma'mumnya adalah Sayidina Ali, Abu bakar, Ustman, Umar, Abdur rahman bin auf, Muadz bin jabal, Ubay bin ka'ab dan sahabat sahabat yang mulia lainnya, apalagi sahabat-sahabat periwayat Qiro'a setelah itu. Tidak main-main Rosul membacakan ayat, Al Baqorah Rakaat pertama.

Adik-adik kita ini kadang-kadang memimpin Jama'ah untuk sholat, baru hafal 30 Juz, Baca surat panjang sekali. Bukannya Khusyu, justru ma'mun mengeluh.

Muadz Bin jabal suatu ketika menjadi Imam Sholat isya. Dia baca Surat Al Baqorah, panjang sekali. Begitu selesai salam, menengok ke belakang, Jama'ah pulang semua. Lansung Muadz Komen, "munafik semua ma'mum". Mengapa?. Karena diantara ciri orang munafik itu adalah malas sholat isya.

Ma'mum yang di sebut Munafik, protes dan melaporkan ke Nabi, "Ya rosulullah tidak terima kami, Muadz menyebut Kami Munafik". Di panggillah Muadz oleh Rosulullah. Rosulullah SAW Tidak menghukumi lansung, hanya di tanya oleh Rosulullah. Di sinilah juga letak keindahan Nabi, beliau tidak pernah menjatuhkan Stafnya di hadapan Rakyatnya dan tidak pernah merendahkan Rakyatnya di hadapan para Stafnya.

Kenapa Muadz ini?. Orang-orang yang melapor, menjawab, Muadz ini tidak kira-kira yang Rosulullah. Dia memimpin sholat Isya Bacanya surat Al Baqorah rakaat pertama. Bagaimana kami tahan. Sebab, kami baru pulang menanam Kurma, pulang dari ladang dan kebun. Capek, belum istirahat, sholat isya rakaat pertama baca Al Baqorah.

Muadz di tanya, Mengapa Ente Baca Al Baqorah?. Saya mengikutimu Ya Rosulullah. Saya pernah berma'mum di belakangmu Duhai Rosulullah. Betul, Saya pernah baca Al Baqorah Rakaat pertama. Tetapi jama'ahnya - Ma'mumnya adalah kamu Muadz. Tetapi, kamu Imam, ma'mumnya mereka. Tidak akan kuat meraka.

Pasca peristiwa itu, Nabi memberikan keluangan. Makanya, ada sahabat yang ketika Mengimami jama'ah untuk sholat, bacanya Hanya Qul Hu. Inilah dalil, Yang melegitimasi imam ketika hanya membaca Qul Hu saja, boleh. Di laporkan lagi ke Rosulullah, ada imam hanya baca Qul hu terus?. Nabi tanya mengapa engkau hanya membaca Qul Hu saja terus?. Jawab orang tersebut, saya mencintai Allah dan sifat-sifatnya Ya Rosululah. Maka turun ayat dari langit untuk menyampaikan salam kepada orang tersebut, karena dia mencintai Allah. Maka Allah pun mencintainya.

Di konversi kepada kepemimpinan bangsa, instansi, insitusi. Maka pemimpin yang baik, dia akan melihat kepada rakyat seluruhnya. Berapa Provinsi, Kabupaten, kecamatan, kelurahan, RT dan Rw tidak sama karakternya. Kebutuhannya berbeda. Kota A mungkin butuh Infrastruktur jalan, Kota B mungkin butuh Sembako, kota C mungkin butuh lapangan pekerjaan, kota D mungkin butuh kesehatan, dsb.

Ketika pemimpin paham tentang Rakyatnya, maka pemimpin mudah mengkonsepkan, memprogram langkah-langkah untuk kemashlahatan rakyatnya.

Teori ini di Praktekkan oleh Sayidina Umar, maka kita kenal hari ini sebagai Blusukan. Umar Blusukan tidak membawa kamera, karena memang dulu tidak ada kamera. Sekarang boleh bawa kamera, tetapi bukan dalam rangka Pencitraan. Umar Blusukan suatu malam, melewati sebuah Gubuk reot, seorang Ibu sedang Mengadu atau membuat sebuah syi'ir. Ternyata, seorang ibu tersebut sedang fakir dan punya beberapa anak, yang menangis karena kelaparan. Di Dapurnya tidak mengepul, yang ada cuman batu. Maka, pura-puralah dia memasak batu dan Pasir sambil membuat syi'irnya, kira-kira begini, "duhai Khalifah, Amirul mu'minin senang-senang engkau di Istana, Rakyatmu kini tak bisa makan. Engkau yang akan di hizab di hari kiamat".

Umar mendengar pengadauan tersebut, lansung pulang dan mengambil gandum di Gudang persediaan. Di masukkan ke dalam karung, di pikul gandum tersebut. Di lihat oleh Staffnya, Ya Amirul Mu'minin, biar saya saja yang mengangkatnya". Umar Jawab, Bukan engkau yang akan Hizab di Yaumil kiamah. Tapi, saya. biar saya yang mengangkat". Di bawah gandum ke hadapan Ibu yang faqir, di masakkan gandum tersebut. Tanpa menyebutkan bahwa dialah Amirul Mu'minin. Sang Ibu sambil menunggu di masakkan, tetap melantunkan Syi'irnya kepada Khalifah umar, " dasar Khalifah santai-santai di istana, orang lain yang datang memasakkan kami".

Umar menyuapinya. Lalu pulang, tanpa mengatakan bahwa dialah Amirul Mu'minin.  Sang Khalifah yang ia dendangkan.

Teori pertama yang Umar Terapkan dari Teori Rosulullah dalam Memimpin adalah Ilmu pengembala kambing dari Rosulullah. Itulah sebabnya, dari semua Nabi sampai Nabi Muhammad, semuanya mengembala kambing. Kata Nabi, tidak Pernah di utus seorang Nabi, kecuali di latih oleh Allah untuk mengembala kambing.

Mengapa para pemimpin di minta belajar dari pengembalaan kambing?. Karena, tidak semua Rakyat sama aspirasinya. Menghadirkan pemimpin yang siap melayani aspirasi kita, tidak hanya dengan berharap, kita harus membantunya. Jangan banyak Menuntut, Subhnallahu dalam sholat itu boleh. Tetapi ada waktunya. Orang belum takbir, di belakang sudah demo. 

Jika menginginkan pemimpin seperti itu, terdapat dalam H.R. Imam Muslim, No. 1855, perawinya bernama Auf bin Malik Al Azja'i, "khiyaru a'immatikum alladzina tuhibbunahum wa yuhibbunakum wa tu shollana alaihim tusholluna alaikum - pemimpin terbaik yang paling ideal adalah pemimpin yang kalian cintai dan mereka pun mencintaimu". Bagaimana menanamkan Mahabbah, kata Nabi. Kalian mendoakan mereka, sehingga mereka di bimbing oleh Allah agar mereka menjadi adil dan mendoakan kalian.

Imam Menengok ke belakang, Kata Imam Rapatkan dan luruskan Shaff. Bagaimana menyusun Shaffnya?. Mengapa di sebut Jama'ah, karena dari kata Al Jam'u, sifatnya di sebut Jama'ah dan keadannya di sebut jum'ah. Pertanyaannya adalah apa itu jama'ah dan apa itu jum'ah?.

Di sebut dengan Jama'ah, dari kata Al jam'u maknanya tiga - pertama, datang dan berkumpul. Kedua, perhatikan dan mengenal siapa yang datang. Bukan sekedar datang, duduk sholat, dengar Khutbah, kadang ngantuk, bahkan ada yang tertidur, sholat dua rakaat dan pulang. Hal itu tidak di sebut jama'ah dan jum'ah. Datang dan berkumpul, lalu mengenali siapa yang ada di kiri, kanan, belakang dan depan. Ketiga, saling mengisi dengan siapa yang datang.

Ihwal itulah, Jama'ah di masa Nabi, Masjid menjadi Solusi dalam meretas Problem Ummat. Bayangkan, Tidak ada orang yang datang berjama'ah ke masjid, kecuali kenal siapa yang datang ke masjid dan semua yang datang memberikan, serta mendapatkan solusi ; Datang yang Haus, begitu pulang hilang dahaganya. Datang yang lapar, begitu pulang sudah kenyang. Dokter datang, di sampingnya ada Pasien yang tidak memiliki biaya ke rumah sakit. Karena dia kenal dengan Dokter, Ia Konsultasi kepada dokter, di berika resep obat, bahkan kadang di rekomendasikan berobat Gratis. Datang lagi anak muda yang belum bekerja, ada pengusaha yang Sholat di sampingnya. Karena kenal, di berikan solusi tentang pekerjaan.

Jika kita mempraktekkan Dasar dan kerangka Utama Makna Jama'ah, maka tidak perlu kita menggantungkan kepada Pemimpin. Di situlah letak keberhasilan Nabi Muhammad saw Mempersaudarakan semua jama'ahnya, "akha bainal Muhajirina wal anshor bainal auz wal khazraj bainal Muslimin hatta ghoiril muslimin". Yang di lakukan Oleh Nabi ketika pertama kali datang ke Yastrib Adalah mempersaudarakan semua wilayahnya.

Sekarang ada yang datang berjama'ah ke masjid, saling mengenal kah atau tidak?. Andaikan semua jama'ah masjid di himpun dan memiliki data base. lalu, di bikinkan aplikasi - berapa RT, RW, berapa kelurahan, berapa kecamatan, kabupaten dan kota.  Ustadz-Ustadz berapa, pakarnya berapa, Dosen berapa, Insinyurnya berapa, Pengusahanya berapa, penjual berasnya berapa, penjual baju dan celana berapa, penjual sayur dan ikan berapa, yang ojol berapa. Begitu membutuhkan. tinggal, klik datang. Di berikan bimbingan dan binaan. Perekonomian berputar. Kalau sudah terpenuhi semua baru kita ekspor ke luar daerah.

Skema Zakat di gunakan sebagai metode. Bagaimana prosesnya, kata Nabi, "Tu'khozu min agniiyaa ihin wa turaddu ala fuqoro'i - Kalau ada yang susah, yang kaya-kaya mensubsidi lewat zakat". Tetapi jangan lansung di lempar atau di berikan ke luar daerah. Fokus pada daerah dan lingkungan kita terlebih dahulu. Jika lebih, baru di berikan ke level yang lebih tinggi untuk di salurkan lagi.

Muadz Bin Jabal menggunakan meotde seperti itu, hanya butuh satu tahun, ia mampu menyelesaikan problem kemiskinan di yaman. Tiga tahun berikutnya, tidak ada satupun yang miskin di yaman. 

Diantara jumlah manusia di Kecamatan ini, masa tidak ada yang bisa membuat aplikasi seperti itu?. Jika tidak ada, sekolahkan dia. Jadikan dia programer. Bikin aplikasi Ansor muhajirin - persaudaran masyarakat. Begitu ada yang butuh Sesuatu, tinggal Up load. Masa diantara Jutaan manusia tidak ada yang membantu. Tidak harus menunggu APBD.

Apakah di wilayah kita semuanya Muslim?. Tidak. Apakah di madinah muslim semua?. Tidak. Ada non muslim. Di zaman Nabi ada Yahudi, Nasrani. Di titik itulah indahnya Islam. Pemimpin muslim sekalipun, Hak-hak kaum muslim dan non muslim sama rata. Tidak ada perbedaan urusan publiknya, Nabi menyamakan semuanya.

Jika kita tidak percaya, silahkan cek dan bandingkan semua kitab yang di sucikan Allah. Tidak ada satu pun Kitab yang seindah Al Qur'an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Misalnya, kita pernah dengar Hadist Nabi tentang, "jika kita memasak makanan dan baunya sampai ke Tetangga maka berbagilah pada tetangga, sekalipun hanya Kuahnya". Nabi tidak spesifik menyatakan pada Hadist tersebut, bahwa rasa berbagi tidak hanya kepada sesama Muslim. Nabi menyampaikkan secara Umum, jika masak dan baunya sampai ke rumah tetangga, maka bagi sekalipun hanya kuahnya.

Artinya siapapun tetangga kita, wajib bagi kita untuk saling berbagi. Demikianlah islam menuntun kita dalam hidup.


**

Bisakah agama kristen di pisahkan dari negara?.

Ada seorang tokoh Partai Kristen di indonesia, namanay Dr. Notohamijoyo - Ketua Parkindo tahun 50 an. Dia menulis buku, Judulnya Iman Kristen dan Politik. Dalam bukunya, ia bertanya " bisakah agama Kristen di pisahkan dari Politik?". Jawabannya Tidak mungkin. Gereja dapat di pisahkan dari politik. Tetapi, agama Kristen tidak bisa di pisahkan dari politik. Sebab, iman orang - Orang Kristen bekerja dalam otak dan hati orang-orang Kristen.

Orang-orang kristen terlibat dalam politik, maka agama mempengaruhi pikiran dan hati mereka. Serta aka mempengaruhi kebijakan dan perilaku politiknya.

Ketika di tanya kepada kelompok islam, Bisakah islam di pisahkan dengan Politik?. Maka menjawablah Alm. Prof Zainal abidin Ahmad, dalam bukunya membentuk negara Islam, beliau mengatakan, "barang siapa bisa memishakan Gula dari manisnya, maka bisalah dia memisahkan Islam dan Politik. Biasalah dia memisahkan Islam dan negara.

Artinya tidak akan bisa di pisahkan agama dan negara. Sekalipun dulu, presiden kita mengajurkan agar agama dan politik di pisahkan. Padahal dalam Filsafat politik, tidak akan mungkin bisa di pisahkan.

Faktanya, ketika negara kesulitan keuangan negara, menteri keuangan mengatakan agar zakat di kelola oleh negara, bahkan di departemen keuangan ada dirjen zakat di samping dirjen keuangan. Katanya, agama di pisahkan dengan negara. Tetapi, ketika bicara soal uang, agama di satukan lagi dengan negara. Kan lucu. 

Dalil ekonomi Islam menyebutkan, "di dalam Kekayaan seseorang ada Hak orang lain. Maka, kita wajib mengeluarkan hak tersebut, karena hal itu bukan milikmu". Baca Q.S. Adz - Zariat ; 19. Pelaksanaan teknisnya seperti dalam bentuk Zakat Mal, zakat Harta, sedekah, infaq dsb. Artinya, di dalam ayat tersebut ada perintah sosial dan telah saya uraikkan diatas.

Kita bandingkan dengan keadaan sekarang. tiga orang terkaya indonesia menguasai 50 % kekayaan penduduk indonesia. Jika kita tagih zakatnya, Orang akan mengatakan kepada kita, kita mau menegakkan Syariat Islam?. Padahal zakat adalah parameter keadilan ekonomi dan sosial.

Seorang Pemikir liberal Inggris padah tahun 1700-an mengatakan, "anda boleh mengeksploitasi materi. Tetapi, anda juga harus meninggalkan materi dengan sejumlah yang sama untuk di eksploitasi oleh orang lain".

Hal itu di ucapakan oleh Jhon Locke pada tahun 1700 an, setelah 1100 tahun dalil tentang zakat di ucapkan di dalam ekonomi Islam.

Kita lihat, Ummat islam di indonesia adalah mayoritas, dengan Jumlah Kuantitas 237,5 Juta orang atau 86,7 % dari total penduduk. Indonesia di kenal sebagai penduduk Muslim terbesar di dunia. Menurut Badan amil Zakat (Baznas) potensi zakat dari kaum muslim di negeri ini pertahun dapat mencapai RP. 327 T, jangankan untuk membangun sesuatu. Meretas ketimpangan ekonomi pun mudah. Tidak hanya itu, Jika ummat islam bersatu, kita bahkan bisa menentukan siapa Presiden dan wakil Presiden indonesia tanpa harus stengah mati menggantungkan kepada pihak lain.

Namun kenyatannya, Kualitas berbeda jauh dengan Kuantitas. Ummat Islam belum menjadi Tuan di negerinya sendiri. Masih bergantung dalam banyak hal, bahkan tak jarang kita masih menjadi objek penderitaan dalam semua aspek kehidupan.

Di Indonesia, satu ayat saja dari Al Qur'an di plesetkan dan di otak atik, oleh orang yang tidak memahami al Qur'an. Maka, bergelombang Gerakan Hastag untuk mengutuk pelaku, bahkan di bikinkan demo berjilid-jilid. 

Tetapi, tidak pernah kita dengar ada Gerakan Hastag dan Demo berjilid-jilid pada jurang Kekayaan dan Kemiskinan, Pada Kemalangan, Pada Nestapa, pada orang pinggiran, pada anak terlantar, pada fakir dan miskin, pada Jelata di bangsa ini?. 

Padahal, Hal itu jauh lebih menghina Al-Qur'an dan Rosulullah. Mengapa?. Karena, kita mengakui bahwa Al Qur'an adalah pedoman Hidup, Rosulullah SAW adalah Tauladan paripurna dan Menjadikan KETUHANAN YANG MAHA ESA Sebagai sandaran pikir dan sikap kita. Tetapi, untuk menyelesaikan Problem Kesenjangan ekonomi dan Sosial saja sangat susah. Lalu, Bagaimana mungkin, kita begitu berani menyatakan diri sebagai seorang Mukmin.

Mustahil ada Negara Muslim yang melarat. Sebab, secara Teoritis, Islam punya solusinya. Rosulullah SAW bahkan telah memberikan Contoh terbaik. Tapi, memang kita tidak pernah benar-benar mencintai Rosulullah SAW dan menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman terbaik hidup dan kehidupan.

Saya kerap kali merasa lucu dan tertawa sendiri. Mengapa?, karena seharusnya Negara Mayoritas Muslim Terbesar, seperti Indonesia lah yang memberikan contoh Terbaik hidup dan kehidupan. Faktanya New Zealand, Canada, denmark dan Finladia, justru lebih bisa memberikan contoh dan sangat Islami ketimbang Negara Muslim. Mereka mampu membumikan nilai Al Qur'an dalam meretas kesenjangan ekonomi, Sosial, budaya pendidikan dan menjadi Negara dengan tingkat kebahagian tertinggi di dunia. Padahal, mereka bukan negara mayoritas ISLAM. Justru, Negara mereka seringkali di labeli oleh orang islam, sebagai negara sekuler. 

Mengubah nasib sendiri tentu membutuhkan kerja sama, kolaborasi dan relasai yang luas dengan berbagai pihak, tidak dengan mengisolasi diri. Semua langkah tidak bisa instan, perlu perencanaan strategis.

Ummat islam penting mengagendakan usaha-usaha kemajuan yang bersifat strategis di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, politik yang terencana dan jangka panjang. Sembari menyelesaikan masalah-masalah rutin yang temporer, seperti membangun rumah ibadah, penyantunan kaum dhua'fah, penanganan bencana, dsb.

Semangat ibadah mahdhah semestinya adalah jembatan kita membangun kesholehan sosial dan Urusan-urusan Muamalah keduniaan yang unggul dan berkemajuan.

Membangun kekuatan ekonomi pnting menjadi prioritas utama, agar Ummat Islam naik kelas menjadi golongan yang "tangan diatas, bukan golongan "tangan di bawah". Mengembangkan usaha mikro kecil menengah lebih kuat, sehingga menjadi gerakan ekonomi ummat yang berskala besar dan tangguh. Mengembangkan konglomerasi baik secara personal melalui perluasan saudagar manapun dalam bentuk Insitusi dan Korporasi.

Orientasi pembangunan ekonomi yang serba syariah dan rigiq sudah harus di ubah ke gerak Fleksibilitas, sebagaimana hukum dasar muamalah yang bersifah "ibahah" - banyak kebolehannya. Jika ingin maju secara ekonomi, maka lakukan langkah-langkah praksis dan strategis yang progresif.

Ummat islam indonesia juga harus merebut kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar mampu bersaing serta bekerjasama.

Dalam sejarah Islam, ketika negara menuju kehancuran. Misalnya di abad ke 4 H, Dinasti Abbasyiah sedang menuju kehancuran. Muncullah kerajaan-kerajaan kecil, salah satunya adalah Bani Seljuk di Asia Tengah. Tetapi, pada waktu yang bersamaan mereka menghadapi tantangan yang luar biasa, serangan mongol mulai berdatangan secara bertahap, Perang salib juga sudah mulai berlansung, sementara dunia Islam mengalami kekacauan - Negaranya tidak terintegrasi dengan baik, pemerintahannya tidak terkelola dengan baik.

Di periode seperti itu, ada seorang Perdana menteri Bani Seljuk, bernama Nidzomul Mulk mendirikan sekola Nidzomiyah, disanalah lahir ulama Besar, seperti Al Ghazali dan Gurunya Imam Al Juwaini. Tetapi, pada periode itu, mulai terjadi penyatuan antara agama dan negara.

Ulama-ulama besar yang hadir di tengah krisis tersebut, selalu ada di pusaran politik. Memang tidak seperti sekarang yang menggunakan sistem partai, tetapi ulama hadir di pusaran politik, selalu ada.

Pendidikan kita hari ini, yang kita pelajari di ruang kelas. sebahagian besar tidak relevan dengan Society kita hari ini. Makanya, begitu kita selesai kuliah dan masuk ke dunia nyata, kita mulai merasa bahwa, terlalu banyak hal yang seharusnya kita pelajari. Tapi, tidak kitabpelajari dan terlalu banyak hal yang seharusnya tidak perlu kita pelajari, tapi kita pelajari.

Realitas hari ini dengan perkembangan Teknologi, terutama di era 4.0 membuat sekolah dengan dinding-dindingnya bisa kehilangan relevansinya. Sebab, akses terhadap ilmu pengetahuan, sudah tidak bisa di batasi oleh dinding-dinding atau sudah terbuka. Apa yang tidak bisa di dapatkan oleh Internet hari ini?.

Ihwal itulah, ada pertanyaan yang fundamental yang harus kita jawab Mengapa orang mesti pergi ke sekolah, kalau kita bisa mempelajari semuanya secara lansung?. Artinya, semua ini harusnya membongkar paradigma kita tentang pendidikan.

Kita melihat juga, antara pendidikan yang di integrasikan dalam sistem ekonomi, sistem pertahanan, dsb. Mengubah secara keseluruhan performa suatu negara.

Dalam suatu perlombaan negara-negara adidaya, kombinasi antara perkembangan teknologi, sistem ekonomi, sistem pertahanan dan sistem budayanya selalu satu paket. Tidak pernah bisa di pisah. Misalnya, bagaimanapun CIA selalu mendorong banyak sekali produksi filem di Holywood. Seperti dia mendorong banyak sekali temuan teknologi, sebahagian besar teknologi, terutama internet, awalnya di support oleh kebutuhan keamanan komunitas di Amerika dan hari ini kita mengetahui bahwa semua itu suatu kebutuhan yang terintegrasi dengan baik.

Dari situ kita belajar, memang sudah harus kita bongkar paradigma pendidikan kita. Salah satu misi yang harus kta tagihkan kepada calon pemimpin kita adala sesuatu yang paling basic dari pendidikan, yaitu Harga - Sekolah Gratis dari SD sampai SMA. Tetapi kenyatannya, masyarakat masih belum merasakannya. Nah, harus terus di dorong untuk menggratiskan, minimal sampai S1. Selain itu, yang harus di dorong adalah Kualitas Guru. Sebab, guru ini adalah profesi yang tidak di inginkan orang, karena gajinya di kebiri terus. Makanya, berimplikasi pada kualitasnya. 

Mengapa Timur tengah itu gagal menjadi negara. Sebab, orang Islam itu susah diajak bernegara. Orang Islam itu Paling gampang diajak memberontak. Al qur'an itu adalah Imamnya orang Islam, begitu baca Al Qur'an, seperti mendapat perintah lansung dan tidak mau ada negara yang menjembataninya.

"Wa qotiluhum hatta latukan Fitnah - dan perangilah orang itu sampai tidak ada fitnah". Maka pasti orang islam akan perang. Saking beratnya orang islam diajak bernegara.

Suatu kesyukuran kita di indonesia, dari era kesultanan sampai era Republik tidak pernah ada disentegrasi untuk mendirikan khilafah. Tidak ada Yang Mau menciptakan negara Khilafah. Khilafah itu Konsep dan benih yang terdapat di dalam Al Qur'an. Mau jadi Kerajaan, oke. Mau jadi kesultanan, oke. Mau jadi Republik, oke. Mau jadi Federasi, oke. Sebab, Tidak ada bentuk negara dalam Islam.

Khilafah itu artinya Tanggung jawab. Pertanggung jawaban manusia kepada Allah kelak, bahwa ia Telah berhasil mengurusi manusia dan Alam semesta. Lucunya begitu benih ini sampai di Indonesia, ada yang Phobia dan terus memproduksi bahwa konsepsi-konsepsi dasar agama sebagai ancaman kepada Repubulik.

Di titik itulah, Sejak awal saya percaya bahwa agama dan politik tidak bisa di pisahkan. Karena agama pada dasarnya adalah sistem kehidupan. agama itu baru akan terasa, jika ajarannya kita terapkan.

Kalau kita melihat agama secara sederhana, sebenarnya tanpa negara sekalipun agama ini akan tumbuh. Tetapi, kalau kita melihat agama secara makroskopis seperti Keadilan sosial dan ekonomi. Misalnya, bagaimana kita meredistribusi kekayaan dari orang kaya ke orang miskin?. Sangat bisa di lakukan oleh individu. Tetapi, skalanya kecil. Berbeda dengan negara yang melakukannya, skalanya pasti besar.

Ajaran islam sebahagian besarnya, baru bisa di terapkan dengan Instrumen negara - Organisasi yang besar, apalagi menyangkut kehidupan kolektif kita. Maka dari itulah, Kita butuh pemimpin yang berkhidmat pada ummat, bukan yang bertangan besi dan anti kritik.



*Pustaka hayat
*Rst
*Pejalan sunyi
*Nalar pinggiran




Tidak ada komentar:

Posting Komentar