Diantara beberapa gaya - gaya yang mengatur perilaku manusia dan yang mengatur interkasi antar manusia adalah faktor ekonomi : orang bisa bermigrasi dari satu kota ke kota lainnya. Selain itu, Faktor ketimpangan gender juga dapat membuat orang bertindak sedemikian rupa.
Diantara gaya - gaya yang berkontribusi terhadap tindak tanduk manusia yang paling dominan, salah satunya ke depan adalah Faktor geopolitik. Mengapa?. Karena dua hal : Pertama, keterbatasan sumber daya alam. Kalau tidak terbatas, orang tidak akan berpikir tentang indonesia, yang memegang 50% cadangan sumber daya panas Bumi, Nikel, dsb. Karena keterbatasan itulah, maka indonesia akan semakin signifikan dan sangat di pengaruhi oleh faktor Geopolitik dunia. Kedua, ketiadaan moral absolut. Coba kita ilustrasikan : kalau misalnya AS membangun pangkalan militer di Pulau Natuna, laut china selatan persis di sampingnya. Tentu china akan sangat terganggu. Kalau china membangun pangkalan militer di pulau sumbawa, Australia akan sangat terganggu.
Bukan apakah negara - negara besar di luar itu akan turut campur masalah internal indonesia, pertanyannya Mengapa tidak?. Toh, tidak ada moralitas yang membuat Xi Jing Ping Atau Putin tidak melakukan apa yang Etis atau Tidak. Sebab, hal ini sangat penting untuk kehidupan negaranya selanjutnya.
Bung Karno meresahkan Peta Geopolitik dunia, Lalu ia menyebutkan tiga diktum sebagai Cikal Bakal Trisakti, yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berbudaya. Hal itu merupakan pengejwantahan dari perlawanannya terhadap Kolonialisme, sekaligus Faktor geopolitik. Bung karno mengingatkan kita, tergerusnya kebudayaan indonesia yang termanifestasi dari tindak tanduk manusia indonesia dan moralitasnya.
Bukan hanya, ketika kolonialsime berakhir, tidak ada orang kulit putih yang berada di jajaran pimpinan. Tetapi, yang ada adalah Hirarki, dimana kita selalu menempati tempat terbawah di alam pikir kita. Kemana pun kita pergi, kita tidak pernah lepas dari Feeling Inferior akan negara - negara lain. Saya tidak mengatakan bahwa manusia - manusia di luar indonesia, yang fisiknya jauh lebih besar dari kita. Yang saya maksud mengapa mereka selalu di jadikan Kiblat ilmu pengetahuan.
Kita kerap kali mendengar narasi, bahwa Indonesia adalah negara besar, bahkan dari mulut pejabat - pejabat kita. Saat kita mendengarkan hal itu, mereka justru berbicara ke dalam diri mereka sendiri (Pelajar, Mahasiswa dan Masyarakat Sipil). Bukan kepada negara dan bangsa lain di luar indonesia.
Kita adalah negara besar?. Oke. Tetapi, manusia itu di ukur dari tindak tanduknya, bukan perkataannya. Orang adalah perilakunya, bukan apa yang dia Ucapkan di mulutnya.
Ketika pertemuan World Water Forum oleh kementrian kebudayaan. Orang yang di undang sebagai Pembicara utama adalah Elon Musk. Apa yang di ketahui Elon Musk tentang Water?. Di bali ada Terma "Subag" : Sebuah sistem irigasi. Mengapa tidak ada yang bicara tentang Subag di world water Forum, sebagai sebuah Wisdom lokal kita di indonesia.
Contoh lain misalnya, Dunia itu mau tahu tentang karakter batu - batuan. Maka seluruh sampel batu - batuan di kirim ke UK : Di bedah lewat X-Ray dan di cari porositasnya, serta di teliti permaybilitasnya. Di UK penuh dengan sampel batu - batuan dan beberapa diantaranya adalah bebatuan Indonesia. Luar negeri, Kerap meneliti indonesia : Entah itu tanahnya, batunya, lautnya, dsb.
Sebelum dunia tahu tentang Ilmu - ilmu teknonik. Orang - orang di pesisiran selatan jawa, sudah tahu caranya hidup dengan Gunung merapi, sudah tahu caranya hidup dengan ketidakpastian. Sebelum kapal ekspedisi ilmuan pengetahuan "Luciat dan Monsun" hadir untuk meneliti antara laut selatan dengan Gunung merapi, orang Jogyakarta sudah tahu bahwa ada Hubungan antara Nyai Roro Kidul dan Penunggu Gunung merapi. Mereka sudah tahu bahwa kalau satunya gempa, yang lain pasti ikut turut. Dunia baru Tahu itu setelah beratus tahun kemudian.
Parahnya adalah kita tidak pernah membawa semua itu di level internasional, Lalu dengan apa kita membuktikan bahwa kita negara besar di level internasional?.
"Benidct Anderson" punya konsep tentang bangsa : bangsa adalah suatu komunitas yang di ikat dengan imajinasi. Imajinasi tersebut di teruskan lewat turun temurun (literatur). Setiap bangsa yang besar punya identitas kuat yang lahir dari literaturnya. Permasalahnnya adalah Indonesia itu di rampas literaturnya dan akibatnya kita tidak mengerti tentang identitas kolektifnya : Orang sulawesi mungkin tahu tentang orang sulawesi, tetapi secara kolektif kita tidak tahu. Karena kita tidak punya literatur yang mengikat.
Literatur yang di maksud bukanlah cerita dongeng atau fiksi belaka.
Di jerman, karya literatur terbesarnya adalah Vauls : Tulisan dari Volt Gang Ghota - Cerita panjang interaksi antara setan dan Raja. Beratus - ratus Tahun setelah Vauls di Tulis. Seorang direktur keuangan Jerman bersitengang dengan Anggela Markel - Central bank Eropa. Karena mereka menggunakan uang yang sama, yaitu Euro dan Bank sentral eropa ingin mencetak uang terus. Seorang Jerman mencoba melawan itu dengan narasi yang di ambil dari Mitologi Vaus : pada waktu itu Sang setan (Mefisto Feles) mencoba merayu sang raja untuk menciptakan uang kertas.
Maksud ilustrasi saya adalah literatur seperti inilah yang mengikat dan punya evikasi Praktis ketika negara menghadapi hal - hal yang sulit : ketika ada pandemi atau ada kerusahan, misalnya. Kemana kita harus berkaca?. Yaitu melihat identitas kita.
Apakah seorang super Indonesia itu hendak lakukan?. Hal itu dari literatur. Karena literatur itu di turunkan lewat cerita secara turun temurun.
Orang india punya Mahabarata. Tetapi, indonesia punya Naskah Kuno yang 1 setengah kali lipat lebih panjang dari Mahabarat, yaitu La Galigo.
Banyak dari kita yang tidak mengetahui itu, mungkin saja kita malas bertamasya. Padahal, secara literatur jauh lebih panjang dari Kisah Mahabarata : ada cerita Kepahlawanan di situ, ada cerita tentang Bumi di jadikan, ada cerita cinta di situ, cerita tentan Etos Masyarakat sulawesi.
Dari mana kita tahu tentang La Galigo, di Belanda. Dari mana kita tahu tentang antroposen ilmu - ilmu bumi yang menjadi dasar orang Jogya melaksanakan ritualnya, di Inggris, batunya ada di skotlandia.
Inilah permasalahn Indonesia, buta terhadap sejarahnya. Makanya, kita sudah harus memberikan narasi ke depan, agar membuat bangsa kita relevan di pentas Global. Untuk membuatnya relevan, agar terbebas dari keresahan bung karno, yaitu kolonialisme. Maka, kita sudah harus Punya Narasi baru.
Memang Ada negara - negara, bekas jajahan, seperti India. Tetapi, mereka berkutat dengan keresahan itu dan mencoba keluar ke pentas global dengan narasi baru, bahwa Matematika itu asalnya dari India. Bahwa India adalah repositori agama-agama di dunia. Kalau india berhenti besok atau hilang dari planet bumi ini, maka dunia akan kehilangan (Bukan sumber daya alamnya), tapi 70 % agamanya, kecuali yang abrahanic religion. Dunia akan kehilangan angka 0 dalam Matematika, tentu kita tidak akan bisa melakukan kalkulus lagi.
Arabic numeric di zaman Bani Abbasyiah, sebagai landasan masa ke emasan keislaman waktu itu dari India. Makanya mereka pergi Ke luar angkasa. Mereka Mau mengklaim, bahwa kiblat pengetahuan itu di india. Klaiman ini Bukan Karena banyak CEO - CEO berdarah india di eropa.
Sedangkan kita indonesia tidak punya narasi itu, kita hanya berani untuk bicara ke dalam negeri kita sendiri, bahwa kita adalah bangsa dan negara yang besar. Padahal negara yang besar bukanlah narasi yang komplit. Narasi itu adalah landasan kita untuk berpijak dan akhirnya bertindak. Negara besar bukanlah alasan kita bertindak : Negara Besar So what Tuan Presiden?.
Padahal, kita menggunakan Narasi Lumbung Nasional, Lumbung internasional. Poros maritim. Tetapi, narasi tersebut tidak di buat dalam satu malam, karena ia terlahir dari Identitas kita. Narasi yang kuat, Ia mengikat seluruh insan bangsa, bahkan sampai mati pun demi narasi tersebut Ia mau.
Indonesia adalah laboraturium baru di dunia, yang membuat kita bukan hanya punya landasan untuk merawat lingkungan hidup di dunia. Ada landasan moral yang terlahir dari kebudayaan kita.
Sebelum Fenomenologi (Hermeunitika) Heidegger, indonesia sudah punya itu. Hanya saja kita baru menyadari semua itu penting, yaitu Alam takambang menjadi Guru, sebuah wisdom dari minang.
Kita memang sudah harus melek sebagai negara yang memiliki potensi, bukan karena kita punya banyak tempat dimana Nikel banyak di temukan. Tetapi, kita adalah tempat dimana ilmu - ilmu baru banyak di temukan.
Di Pulau Satonde, di sekitaran Bima (NTB). Dimana di tempat tersebut, ada Bio Organisme Pra Historis (Formasi karang atol) yang hilang selama 6 Juta Tahun yang Lalu di temukan di situ dan tidak ada lagi di dunia. Obat - obatan baru, makanan baru yang anti kanker lahir dari alga - alga yang hidup di sekitaran karang atol tersebut. Siapa yang meneliti tentang itu?. Bukan Kita, tetapi dunia luar.
Nah, untuk mengatasi kolonialisme tersebut. Ada dua hal yang di underline bung karno : Pertama, ilmu pengetahuan dan kedua, kebudayaan.
Ilmu pengetahuan (Sains) Lahir dari Universitas - Dialektika. Universitas lahir darimana?. Ia Lahir di Maroko - Universitas Fez (Universitas Pertama di dunia), di dirikan oleh Fatimah Al Fihri (Perempuan), yang dulunya adalah masjid. Sama seperti Universitas tertua kedua di dunia, yaitu Bolognia - Juga dulunya adalah Biara.
Artinya akar dari Ilmu pengetahuan adalah SPIRITUALITAS. makanya, jangan mengabaikan spiritualitas. Ihwal itulah, Bung karno mengatakan, Harus ada Kebudayaan, yang merupakan pengejawantahan dari Spiritualitas. Budaya adalah Pola yang di wariskan secara Turun temurun yang termanisfestasi dari spiritualitas sebuah bangsa.
Bagi Anak - anak Tekhnik, sebelum melakukan mekanika Fluida, Hidrolika atau sebelum kita melakukan apapun yang dapat di teliti di laboraturium, bahwa mempelajari alam semesta adalah itikad dan ikhtiar yang Mulia. Steatment ini bukanlah steatment saintifik, melainkan steatment spiritualitas.
Ketika kita menggunakan ilmu pengetahuan untuk mengatasi ketimpangan sosial, membuat akses air minum buat orang yang di daerah - daerah terpencil. Etos yang kita jadikan landasan atas tindakan tersebut, bukanlah Etos Saintifik, melainkan Etos Spiritual. Ketika kita menggunakan ilmu pengetahuan untuk mengatasi permasalahan global di bidang lingkungan Hidup, bukanlah stetatment saintifik. Tetapi, steatment spiritual.
Indonesia punya tanggung jawab, bukan hanya besar. Tanggung jawab tersebut lahir dari kebudayaan kita : Dari La Galigo, sabalong samalewa, Alam takambang jadi Guru, Dsb.
Filosofi Edukasi ada banyak yang di tawarkan, akar kata latin dari edukasi ada dua : Educare dan Educere. Educare artinya menurunkan dari atas ke bawah (Menjiplak). Untuk membuat Inprint dari bapak ke anak, dengan cara Repitisi. Sedangkan, Educere adalah to bring out, untuk keluar. From the darknes in to the light, bahwa tujuan pendidikan sesungguhnya membuat manusia bisa mengkapitalisasi keacakan. Yang bisa melihat Keacakan sebagai sebuah kesempatan, yang akhirnya akan membawa keluar bangsa dari kebodohan. Karena dia adalah pribadi yang melihat terang dari Gelap, dan hal ini tidak di ukur atau di latih melalui repitisi (Jiplak).
Indonesia emas kita dengar dimana - mana. Ada banyak yang menyangka bahwa kita akan sampai di sana, apapun emas itu akhirnya terlihat. Lepas dari kita mengasah diri atau membuat barang. Kalau kita tidak melakukan sesuatu, maka Kita tidak akan menjadi emas.
Indonesia Punya identitas kolektif yang sangat luar biasa. Gotong royong namanya. Sebuah identitas yang lahir dari Bumi indonesia yang seharusnya membuat kita berbangga hati, karena negara lain tidak Punya.
Misalnya, di negara Anglo America atau Amerika. Budaya individualisme itulah yang melahirkan kapitalisme. Dimana Lahirnya Individualisme, dari Etos Protestanic - Dari Etos Kalvinis. Bacalah Buku Marx Weber - Etika protestan.
Indonesia punya Konsep Gotong royong. Itulah yang membuat ternak sapi atau Kuda Sumbawa sangat terkenal. Karena Etos sabalong Samalewanya tidak melihat ruang dan Kelas sosialnya.
Permasalahannya sekarang adalah ketika penajajah pergi, kolonialisme di wariskan oleh orang indonesia sendiri. Kita dengar kata gotong Royong, tapi ada Pistol di kepala : Kita harus berkorban demi orang lain. Gotong rotong terdistorsi. Kita harus mengabdi untuk negara, padahal tidak di beritahu pun kita sudah tahu, karena pengabdian pada negara adalah sesuatu yang natural. Tetapi, kalau ada senapan dan Pistol di kepala, tentu Beda ceritanya.
Kalau yang bicara adalah bapak saya atau pemuka agama, anda harus mengabdi untuk negara. Mengabdi dan memperbudak sama kata dasarnya. Saya akan terima.
Misalnya, kita dapat Kontrak LPDP. Lalu, kita tidak mau mengabdi dengan kembali ke Indonesia, apa yang terjadi?. Di suruh kembalikan uang. Kalau tidak mengembalikan uang?. Akan di beri denda. Kalau tidak membayar denda?. Di panggil oleh pengadilan?. Kalau kita mangkir dari panggilan Pengadilan?. Kita di tangkap. Kalau kita menolak di tangkap?. Kita di tembak.
Mengabdi kepada negara itu penting. Tetapi, hal itu harus terlahir dari dalam diri sebagai individu seorang indonesia. Bukan lahir dari ancaman. Saya adalah indonesia itu sendiri, mengabdi untuk indonesia artinya mengabdi untuk diri saya sendiri.
Cara terbaik agar dapat mengabdi, menjunjung tinggi negara, menghormati indonesia adalah menjadi individu yang kompeten, Berkharisma secara lisan dan tulisan. Paling bijaksana. Paling baik hati. Paling berbudaya. Paling beridikari dan paling berdaulaut.
**
Bangsa yang besar adalah bangsa yang istimewa. Istimewa artinya terpilih, berbeda dengan yang lain. Terpilih untuk melakukan apa?. Apakah kita adalah mercusuar kebebasan berpendapat, demokrasi, layaknya retorika amerika serikat atau Pusat Dunia, layaknya aspirasi Tiongkok, yang membuatnya menyambung besi dari Qyung Ming sampai Parayangan.
Dalam cerita tentang Indonesia, apa arketipal kita : Cinderella, Ikarus atau Maling Kundang. Apa akhir yang di tuju dan nilai yang di junjung?.
Indonesia sedang kehilangan Narasi, tentang letaknya di dalam cosmos. Tentang arti hadir dan identitasnya. Lantas, jika besok indonesia berhenti berlaga di pentas Global, adakah Dunia kehilangan?. Adakah kita hanya sebatas tanah, dimana kita berpijak?.
Dalam Jurnal Prof Bagus Mulyadi, Indonesia adalah tempat dimana lebih dari 50 % panas bumi dunia berada di dalam kaki kita. Indonesia adalah negara dengan Hutan Tropis, terumbu karang dan Lahan gambut terbesar di dunia.
Ketika negara lain di dunia sedang mencari jawaban, akan Ketersediaan energi, tentang mitigasi masalah Iklim. Indonesia punya sumber yang bisa di kultivasi.
Tahukah kita bahwa ilmu tentang Bumi, bermula di tanah jawa. Tahukah kita bahwa masyarakat Jogyakarta sudah bergelut dengan geologi sejak abad ke 16, setidaknya dengan antroposen. Mereka sudah tahu bagaimana caranya hidup berdampingan dengan Gunung merapi, dengan entalpi tinggi, dengan suhu diatas 30 derajat. Tahukah kita, obat - obatan masa depan bersembunyi di lepas pantai halmahera. Sebagaimana yang saya sampaikkan diatas.
Sudah saatnya kita berpikir bersama, melepaskan indonesia dari belenggu penghasil bahan mentah. Menjadi negara yang berbasis ilmu pengetahuan.
Indonesia punya semuanya. Semuanya. Kecuali cerita : Apa arti Nilai dan tujuan indonesia?.
Apa bedanya mahabarata dan sinetron kejar tayang?. Pertama, cerita yang memiliki narasi kuat, akur yang konsisten dan pesan moral yang abadi. Sedangkan sinetron kejar tayang Kita, miskin dalam narasi. Inkosisten dalam alur, karena latah akan selera pasar dan akhirnya terlupakan. Demikian juga dengan kebijakan publik yang latah dan reaktif adalah efek samping dari narasi yang miskin. Narasi yang miskin, lahir dari ketidakpahaman dari sejarah dan identitas. Oleh karena itu, akhir yang di tuju dan nilai yang di ampuh. Keistimewaan yang tanpa maksud adalah cerita yang paling membosankan.
Kita sudah tahu tentang keistimewaan indonesia, dari sejak kita duduk di bangku sekolah. Bahwa indonesia memiliki letak geografis yang istimewa, kita hafal nama benua dan samudera yang mengapit nusantara, bahkan derajat lintang dan bujurnya. Namun yang istimewa adalah yang di pilih. Di pilih artinya punya arti dan tujuan akan tanggung jawab. Makin istimewa sebuah bangsa, makin paripurna tanggung jawabnya.
Kita patut bertanya, apakah kita telah mengejawantahkan keistimewaan itu?. Bahkan menjelmakannya dalam bertindak atau kita hanya sekedar tahu, bahwa Indonesia adalah negara besar?. So, What?.
Sejarah penuh dengan contoh, bahwa dunia pernah menjadi laboratorium, bahkan guru alam bagi pemikir - pemikir dunia. Indonesia pernah menjadi mekkahnya filosof alam dan saintis - saintis ternama dunia. Selama lebih dari 150 tahun, di mulai sejak tahun 1800 an. Bahkan, seorang pakar biologi dari belanda memberikan tajuk dalam publikasi ilmiahnya tahun 1945 (Tahun kemerdekaan kita), bahwa pusat penelitian biologi dan Konservasi Hutan di cibodas sebagai surganya para naturalis.
Sekitar tahun 1960 - 1963 dua kapal ekspedisi sains (luciat dan Mounsum) berlayar dari AS membawa Grafimeter, mengambil sampel dan berlayar sampai ke australia dan lepas pantai laut selatan. Ia mengambil sampel di sekitaran lempeng tektonik dan mencoba untuk mencari tahu, darimana gunung merapi mendapatkan magma?. Mereka dapati di sampel - sampel tersebut, sebuah fakta bahwa laut selatan itu seperti pipa yang menyalurkan magma sampai ke gunung merapi.
Asal muasal tentang teori Pergerakan lempeng tektonik itu memiliki akar yang sama dengan pandangan falsafah masyarakat jawa yang melihat gunung merapi dan lautan sebagai satu kesatuan, sebagai entitas hidup.
Tidak hanya sampai di situ, mungkin kita akrab dengan teori evolusi darwin. Ternyata teori tersebut tidak semata - mata di kembangkan sendiri, ada Alfred Rossel Woles yang dengan sangat signifikan ambil bagian dalam konsepsi teori evolusi. Pada sekitaran abad ke 19, woles berekspedisi ke nusantara, di indonesia bagian timur : Dari sulawesi ke papua, dan ke selatan sampai ke Lombok (NTB). Ia kemudian mendapatkan Biodifersitas yang sangat luar biasa, Spesies - Spesies Hewani dan Nabati yang baru, yang sangat berkontribusi secara signifikan dalam riset yang di lakukan oleh Darwin. Bahkan woles juga menuliskan dalam kata - katanya sendiri, "we come to the island of celebes, in many respects the most remarkble and interesting in the whole region, or perhaps on the globe, since no other island seems to present so many curions problems for solution" .
Hari ini, tidak ada satu pun masalah yang terisolasi. Masalah yang paling memiliki impact global adalah perubahan iklim dan ketersediaan energi. Apapun yang di lakukan indonesia akan sangat berpengaruh terhadap penyelesaiaan masalah iklim Di dunia
Secara Iklim, Tumbang sari (Cara menanam nenek moyang kita), hari ini di gaung- gaungkan di luar negeri sebagai regionality farming dan mereka menemukan kebiasaan nenek moyang kita ini sebagai natural base climate solution atau solusi iklim berbasis alam yang paling baik.
Artinya sudah seharusnya kita menggaungkan untuk kembali ke akar sebagai sebuah dasar Filosofi untuk menatap masa depan.
Kalau kita melihat perusahaan - perusahaan Global (Holywod), misalnya. Selalu ada pondasi budayanya dalam bertindak. Inggris ketika berdialog dengan tetangganya, selalu memiliki chief saintific officer. Ketika mereka berbicara tentang perubahan iklim, Epidemic, selalu ada otoritas saintifik yang mendasari pesan - pesan global negara - negara besar. Demikian juga, ketika china menghadapi masalah polusi udara yang begitu dahsyat di satu dekade terakhir. Dia mengambil satu kebijakan yang di dasari oleh etos Konfusianismenya - Living in Harmony. Demikian pula amerika, semuanya berkaca pada identitas mereka.
Indonesia pun dalam kebijakannya, mestinya harus berbasis pada identitasnya, baik dalam negeri maupun luar negeri, bahkan kehidupan sehari harus di masuki unsur - unsur integral saintifik.
Sains adalah aparatus yang diciptakan manusia untuk memahami segala hal yang bisa di indrai. namun, untuk bisa menjadi landasan kebijakan, sains harus di sokong oleh etika dan integritas yang kuat. Bebas dari Plagiarisme dan keberpihakan.
Kalau kita hendak di kenal dunia sebagai laboraturium, maka kita harus mengitegrasikan ekspert dan eksperteis se- integral mungkin. Para murid yang duduk di bangku sekolah, bahwa meritokrasi yang di tanamkan dari SD sampai Universitas akan terefkeksi dalam Hirarki pemerintahan. Mereka harus mendapatkan tempat untuk mempengaruhi kebijakan - kebijakan, sehingga yang terjadi adalah avidance soace policy yang bisa di pertanggung jawabkan di kemudian hari.
Semua ini hanya sebahagian kecil dari perjalanan yang panjang. Nalar Pinggiran adalah sebuah perjalanan untuk mengejawantahkan arti, nilai dan Tujuan bangsa.
Saya atau kita semua kedepan akan mengartikulasikan arti hadir kita di dalam cosmos : Mungkin sebagai juru rawat Lingkungan hidup, sebagai laboraturium atau sebagai Guru bagi dunia, tempat orang mencari dan menemukan jawaban.
BY : RST (RAIS SYUKUR TIMUNG) - NALAR PINGGIRAN