Mengenai Saya

Selasa, 11 Februari 2025

-SUDAHI GELISAHMU, BANYAK YANG LEBIH SUSAH. TETAPI, TIDAK SEBERISIK KAMU-

Buat Apa Mengkhawatirkan Masa Depan?. Bukankah, Hari ini pun adalah Hari Yang Kita Khawatirkan kemarin. 

Gelisah itu tidak merubah Hasil. Marah-marah, tidak menyelesaikan persoalan, menvonis diri pun tidak menghentikan Takdir yang sedang berlansung. 

Tenang dan damaikan dulu hati kita, kata Allah. "Asyaa antakrauhu syai'an wahuwa khoirul lakum - Boleh jadi di balik sesuatu yang engkau tidak sukai tersebut, ada sesuatu yang baik bagimu yang belum kita ketahui". "Wa asya an tuhibbu Syai'a wahuwa Syahrul lakum - dan boleh jadi di balik sesuatu yang kita idam - idamkan / inginkan, terdapat sesuatu yang kurang cocok dengan kita, yang belum juga kita ketahui. 

Logikanya apa?.  "Wallahu ya'lamu wa antum la ta'lamun - karena Allah lebih tahu masa depan, lebih komperhensif pengetahuanNya, sedangkan kita terbatas pengetahuan kita".

Saat kita Di minta untuk sholat, Kalimat pertamanyaa bukan di sebut Ibadahnya. Kata Allah, Kamu punya masalah apa, sedang butuh apa?. Terdapat pada Al Q.S. 2 : 45 - 46, " wassta'inu bis sobri wa sholat - Hai Hambaku, jika kalian punya persoalan di dalam kehidupan. Maka, minta solusinya kepadaku. Bukan Up date Status 😄.

Caranya bagaimana?. Pertama, Bis sobri - Sabar. Terima dulu persoalan itu , jangan mengeluh. Setelah itu, kaidah lain muncul, mustahil Allah menitipkan masalah, kalau kita tidak mampu mengatasinya. Terdapat, Q.S. 2 : 286, "La Yukallifu nafsan illa Wus aha - Allah tidak mungkin menguji seorang Hamba di luar batas kemampuannya". 

Artinya, jika kita sedang menghadapi problem atau beban apapun itu. Dalam kaidah Qur'an, memang hanya kita yang sanggup menghadapi itu dan orang lain tidak. 

Barulah setelah itu datang perintah untuk tunaikan sholat. Betapa Indahnya kalimat Allah. Ia menempatkan sholatnya di bagian kedua. Setelah Tahu masalah hambanya. 

Makanya kerap kali kita dengar orang berdoa seperti ini, "Ya Allah Ringankan Beban hidupku ini". 

Doa ini benar, tidak salah. Hanya saja, kalau kita mengukurnya secara ekonomis. Kalau orang tersebut mengatakan ringankan bebanku, ibaratnya orang tersebut sedang memikul 50 kg dan meminta untuk di kurangi menjadi 25 kg. Tentu, perolehannya pun akan berkurang. 

Doa yang lebih tepatnya adalah "Ya Allah, Tambahkan kekuatan pada hidupku, sehingga aku sanggup menyanggah amanah- amanah yang membebani pundakKu". Kalau perlu doa yang menantang, "Cuman begini Ya Allah, cuman Kesengsaraan seperti ini. Ayo Ya Allah, Tambahkan Penderitaan : Duka dan Lara.  Supaya saya bisa lebih kuat lagi, Ayo Ya Allah 😉😄. Pasti Kita Tidak berani?. 

Ihwal sebabnya, Ada amalan Yang lebih Dahsyat dari Jihad, lebih hebat dari Haji Mabrur, Puasa Sunnah dan Membangun Masjid, yaitu Ridho Pada Takdir Allah. 

Apapun keadaan kita, bagaimanapun tragisnya. Yakinlah, rahmat Allah akan sampai kepada kita. Sebab, yang membuat kita bisa bertahan dalam menghadapi berbagai badai hidup ini, bukanlah usaha kita semata. Tetapi, pertolongan dan cinta Allah kepada kita. sebab, ancaman bagi mereka tidak ridho pada Qodha dan Qodhar Allah, Tidak main-main, "Silahkan carilah Tuhan Lain selain Aku dan Jangan Hidup di bumiKu". 

Lakekomae - Mau kemana kita?. 

Jika air seteguk dapat Menghilangkan kita dari rasa Haus. Mengapa kita terus meminta air yang banyak, yang barangkali dapat membuat kita tenggelam. 

Belajarlah untuk mengenal Rasa cukup dan Rasa syukur. Sebab, Bukan takdir Allah yang sulit. Tetapi keinginan kita yang telalu rumit. Yah, memang rasa cukup dan syukur adalah aktivitas yang jarang di lakoni oleh mereka yang gemar mengeluh, Serakah dan Eksploitatif. 

Padahal, terlalu banyak keinginan justru menyiksa diri.  Semua peristiwa yang kita jalani ini. Jika tidak menjadi Nikmat, mestinya menjadi pelajaran. Setiap orang yang kita temui pun, jika tidak menjadi nikmat. Mestinya menjadi pelajaran. Tidak ada takdir Allah yang Iseng. Susah dan senang, Duka dan bahagia : Ada waktunya, ada maksudnya dan ada tujuannya. Tuhan yang kita hujani dengan prasangka buruk atas berbagai badai hidup yang kita alami adalah Tuhan yang sama yang menjaga jantung kita tetap Berdetak.

Sebagai Manusia, saya kerap susah. Tetapi, saya memaksa untuk menghilangkan Rasa susah, dan melatih diri untuk senang, ceria dan bahagia.

Mengapa orang kerap Mengeluh dan menggugat Tuhan?. Karena Ia sering melihat kehidupan lahiriah orang lain secara berlebihan, yang punya nikmat lebih tinggi darinya. Sementara di saat yang bersamaan, ia tidak bisa mengelola hatinya. Selain, berpotensi tak ridho Pada Qodho dan Qodhar Allah. juga dapat menimbulkan penyakit Hasad, Tamak dan dengki. 

Kita harus berani membatasi mata kita untuk melihat hal - hal yg berpotensi membuat kita tidak bersyukur. Karena, sangat bodoh kita ini, jika untuk bersyukur saja, harus banyak syarat dan butuh berbagai defenisi.

Di situlah Pentingnya Ilmu, agar menuntun paradigma kita ke arah yg benar. sehingga kita santai dan Rileks saja menyikapi persoalan hidup. Sebab, semua kenikmatan dan kesusahan datangnya dari Allah. 

Selain itu, salah Satu ibadah yang membuat SETAN itu Jengkel, yaitu Bahagia dan Ceria. Sebab, Orang Mukmin yang bahagia, ia tidak akan menggugat Tuhan. 

Konon, Para penghuni Surga itu penuh suka cita dan wajahnya ceria. Makanya latihan di dunia ini harus ceria. Boleh susah, mengeluh dan berharap, tapi sekedarnya saja. Sebab, urusan dunia itu Longgar ; Kalau tidak berhasil sekarang, mungkin besok. Kalau tidak berhasil besok, mungkin besoknya besok. Begitu seterusnya selama masih ada hidup. Sedangkan urusan akhirat, bayangkan kalau besok kita Mati. 

Sejak Dulu Islam Menyarankan agar hidup sederhana. Sebab, Sebaik-baiknya seorang Muslim adalah meninggalkan sesuatu yang tidak penting". 

Imam Nawawi, di andaikkan para Muridnya sebagai Orang yang tingkat Zuhudnya sangat dekat dengan Allah. Karena, "la ya'qul muddata hayatihi illa udhu min wahid - Sepanjang hidupnya, ketika ia makan lauknya hanya satu". 

Misalnya, ada lauk ayam, tempe, tahu, telur, daging. Maka, Imam Nawawi hanya mengambil satu. Sementara kita, terbalik - kalau bisa semua. Kenapa tidak?. 

Ketika Ia tanya, mengapa demikian?. Jawabannya, "Ketika orang sudah bisa zuhud untuk tidak berlebihan pada sesuatu yg halal. Maka, insya Allah dia akan selamat dari sesuatu yg subhat dan ketika orang bisa selamat dari sesuatu yang subhat. maka dia akan selamat dari sesuatu yang haram. 

Mengapa?. orang kalau sudah terbiasa berlebihan pada sesuatu yang halal. biasanya akan berani pada sesuatu yang subhat dan kalau sudah berani pada sesuatu yang subhat, biasanya akan berani juga pada sesuatu yang Haram. 

Tuhan yang kita hujani dengan prasangka buruk atas berbagai badai hidup yang kita alami adalah Tuhan yang sama yang menjaga jantung kita tetap Berdetak.


#Rst

#NalarPinggiran

Minggu, 02 Februari 2025

INDONESIA ADALAH BANGSA DAN NEGARA YANG BESAR. SO, APA, KENAPA DAN BAGAIMANA BAGI DUNIA

Diantara beberapa gaya - gaya yang mengatur perilaku manusia dan yang mengatur interkasi antar manusia adalah faktor ekonomi : orang bisa bermigrasi dari satu kota ke kota lainnya. Selain itu, Faktor ketimpangan gender juga dapat membuat orang bertindak sedemikian rupa. 

Diantara gaya - gaya yang berkontribusi terhadap tindak tanduk manusia yang paling dominan, salah satunya ke depan adalah Faktor geopolitik. Mengapa?. Karena dua hal : Pertama, keterbatasan sumber daya alam. Kalau tidak terbatas, orang tidak akan berpikir tentang indonesia, yang memegang 50% cadangan sumber daya panas Bumi, Nikel, dsb. Karena keterbatasan itulah, maka indonesia akan semakin signifikan dan sangat di pengaruhi oleh faktor Geopolitik dunia. Kedua, ketiadaan moral absolut. Coba kita ilustrasikan : kalau misalnya AS membangun pangkalan militer di Pulau Natuna, laut china selatan persis di sampingnya. Tentu china akan sangat terganggu. Kalau china membangun pangkalan militer di pulau sumbawa, Australia akan sangat terganggu. 

Bukan apakah negara - negara besar di luar itu akan turut campur masalah internal indonesia, pertanyannya Mengapa tidak?. Toh, tidak ada moralitas yang membuat Xi Jing Ping Atau Putin tidak melakukan apa yang Etis atau Tidak. Sebab, hal ini sangat penting untuk kehidupan negaranya selanjutnya.

Bung Karno meresahkan Peta Geopolitik dunia, Lalu ia menyebutkan tiga diktum sebagai Cikal Bakal Trisakti, yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berbudaya. Hal itu merupakan pengejwantahan dari perlawanannya terhadap Kolonialisme, sekaligus Faktor geopolitik. Bung karno mengingatkan kita, tergerusnya kebudayaan indonesia yang termanifestasi dari tindak tanduk manusia indonesia dan moralitasnya. 

Bukan hanya, ketika kolonialsime berakhir, tidak ada orang kulit putih yang berada di jajaran pimpinan. Tetapi, yang ada adalah Hirarki, dimana kita selalu menempati tempat terbawah di alam pikir kita. Kemana pun kita pergi, kita tidak pernah lepas dari Feeling Inferior akan negara - negara lain. Saya tidak mengatakan bahwa manusia - manusia di luar indonesia, yang fisiknya jauh lebih besar dari kita. Yang saya maksud mengapa mereka selalu di jadikan Kiblat ilmu pengetahuan. 

Kita kerap kali mendengar narasi, bahwa Indonesia adalah negara besar, bahkan dari mulut pejabat - pejabat kita. Saat kita mendengarkan hal itu, mereka justru berbicara ke dalam diri mereka sendiri (Pelajar, Mahasiswa dan Masyarakat Sipil). Bukan kepada negara dan bangsa lain di luar indonesia. 

Kita adalah negara besar?. Oke. Tetapi, manusia itu di ukur dari tindak tanduknya, bukan  perkataannya. Orang adalah perilakunya, bukan apa yang dia Ucapkan di mulutnya.

Ketika pertemuan World Water Forum oleh kementrian kebudayaan. Orang yang di undang sebagai Pembicara utama adalah Elon Musk. Apa yang di ketahui Elon Musk tentang Water?. Di bali ada Terma "Subag" : Sebuah sistem irigasi. Mengapa tidak ada yang bicara tentang Subag di world water Forum, sebagai sebuah Wisdom lokal kita di indonesia.  

Contoh lain misalnya, Dunia itu mau tahu tentang karakter batu - batuan. Maka seluruh sampel batu - batuan di kirim ke UK : Di bedah lewat X-Ray dan di cari porositasnya, serta di teliti permaybilitasnya. Di UK penuh dengan sampel batu - batuan dan beberapa diantaranya adalah bebatuan Indonesia. Luar negeri, Kerap meneliti indonesia : Entah itu tanahnya, batunya, lautnya, dsb. 

Sebelum dunia tahu tentang Ilmu - ilmu teknonik. Orang - orang di pesisiran selatan jawa, sudah tahu caranya hidup dengan Gunung merapi, sudah tahu caranya hidup dengan ketidakpastian. Sebelum kapal ekspedisi ilmuan pengetahuan "Luciat dan Monsun" hadir untuk meneliti antara laut selatan dengan Gunung merapi, orang Jogyakarta sudah tahu bahwa ada Hubungan antara Nyai Roro Kidul dan Penunggu Gunung merapi. Mereka sudah tahu bahwa kalau satunya gempa, yang lain pasti ikut turut. Dunia baru Tahu itu setelah beratus tahun kemudian. 

Parahnya adalah kita tidak pernah membawa semua itu di level internasional, Lalu dengan apa kita membuktikan bahwa kita negara besar di level internasional?. 

"Benidct Anderson" punya konsep tentang bangsa : bangsa adalah suatu komunitas yang di ikat dengan imajinasi. Imajinasi tersebut di teruskan lewat turun temurun (literatur). Setiap bangsa yang besar punya identitas kuat yang lahir dari literaturnya. Permasalahnnya adalah Indonesia itu di rampas literaturnya dan akibatnya kita tidak mengerti tentang identitas kolektifnya : Orang sulawesi mungkin tahu tentang orang sulawesi, tetapi secara kolektif kita tidak tahu. Karena kita tidak punya literatur yang mengikat. 

Literatur yang di maksud bukanlah cerita dongeng atau fiksi belaka. 

Di jerman, karya literatur terbesarnya adalah Vauls : Tulisan dari Volt Gang Ghota - Cerita panjang interaksi antara setan dan Raja. Beratus - ratus Tahun setelah Vauls di Tulis. Seorang direktur keuangan Jerman bersitengang dengan Anggela Markel - Central bank Eropa. Karena mereka menggunakan uang yang sama, yaitu Euro dan Bank sentral eropa ingin mencetak uang terus. Seorang Jerman mencoba melawan itu dengan narasi yang di ambil dari Mitologi Vaus : pada waktu itu Sang setan (Mefisto Feles) mencoba merayu sang raja untuk menciptakan uang kertas. 

Maksud ilustrasi saya adalah literatur seperti inilah yang mengikat dan punya evikasi Praktis ketika negara menghadapi hal - hal yang sulit : ketika ada pandemi atau ada kerusahan, misalnya. Kemana kita harus berkaca?. Yaitu melihat identitas kita. 

Apakah seorang super Indonesia itu hendak lakukan?. Hal itu dari literatur. Karena literatur itu di turunkan lewat cerita secara turun temurun. 

Orang india punya Mahabarata. Tetapi, indonesia punya Naskah Kuno yang 1 setengah kali lipat lebih panjang dari Mahabarat, yaitu La Galigo. 

Banyak dari kita yang tidak mengetahui itu, mungkin saja kita malas bertamasya. Padahal, secara literatur jauh lebih panjang dari Kisah Mahabarata : ada cerita Kepahlawanan di situ, ada cerita tentang Bumi di jadikan, ada cerita cinta di situ, cerita tentan Etos Masyarakat sulawesi.

Dari mana kita tahu tentang La Galigo, di Belanda. Dari mana kita tahu tentang antroposen ilmu - ilmu bumi yang menjadi dasar orang Jogya melaksanakan ritualnya, di Inggris, batunya ada di skotlandia. 

Inilah permasalahn Indonesia, buta terhadap sejarahnya. Makanya, kita sudah harus memberikan narasi ke depan, agar membuat bangsa kita relevan di pentas Global. Untuk membuatnya relevan, agar terbebas dari keresahan bung karno, yaitu kolonialisme. Maka, kita sudah harus Punya Narasi baru. 

Memang Ada negara - negara, bekas jajahan, seperti India. Tetapi, mereka berkutat dengan keresahan itu dan mencoba keluar ke pentas global dengan narasi baru, bahwa Matematika itu asalnya dari India. Bahwa India adalah repositori agama-agama di dunia. Kalau india berhenti besok atau hilang dari planet bumi ini, maka dunia akan kehilangan (Bukan sumber daya alamnya), tapi 70 % agamanya, kecuali yang abrahanic religion. Dunia akan kehilangan angka 0 dalam Matematika, tentu kita tidak akan bisa melakukan kalkulus lagi. 

Arabic numeric di zaman Bani Abbasyiah, sebagai landasan masa ke emasan keislaman waktu itu dari India. Makanya mereka pergi Ke luar angkasa. Mereka Mau mengklaim, bahwa kiblat pengetahuan itu di india. Klaiman ini Bukan Karena banyak CEO - CEO berdarah india di eropa.  

Sedangkan kita indonesia tidak punya narasi itu, kita hanya berani untuk bicara ke dalam negeri kita sendiri, bahwa kita adalah bangsa dan negara yang besar. Padahal negara yang besar bukanlah narasi yang komplit. Narasi itu adalah landasan kita untuk berpijak dan akhirnya bertindak. Negara besar bukanlah alasan kita bertindak : Negara Besar So what Tuan Presiden?. 

Padahal, kita menggunakan Narasi Lumbung Nasional, Lumbung internasional. Poros maritim. Tetapi, narasi tersebut tidak di buat dalam satu malam, karena ia terlahir dari Identitas kita. Narasi yang kuat, Ia mengikat seluruh insan bangsa, bahkan sampai mati pun demi narasi tersebut Ia mau. 

Indonesia adalah laboraturium baru di dunia, yang membuat kita bukan hanya punya landasan untuk merawat lingkungan hidup di dunia. Ada landasan moral yang terlahir dari kebudayaan kita. 

Sebelum Fenomenologi (Hermeunitika) Heidegger, indonesia sudah punya itu. Hanya saja kita baru menyadari semua itu penting, yaitu Alam takambang menjadi Guru, sebuah wisdom dari minang. 

Kita memang sudah harus melek sebagai negara yang memiliki potensi, bukan karena kita punya banyak tempat dimana Nikel banyak di temukan. Tetapi, kita adalah tempat dimana ilmu - ilmu baru banyak di temukan. 

Di Pulau Satonde, di sekitaran Bima (NTB). Dimana di tempat tersebut, ada Bio Organisme Pra Historis (Formasi karang atol) yang hilang selama 6 Juta Tahun yang Lalu di temukan di situ dan tidak ada lagi di dunia. Obat - obatan baru, makanan baru yang anti kanker lahir dari alga - alga yang hidup di sekitaran karang atol tersebut. Siapa yang meneliti tentang itu?. Bukan Kita, tetapi dunia luar. 

Nah, untuk mengatasi kolonialisme tersebut. Ada dua hal yang di underline bung karno : Pertama, ilmu pengetahuan dan kedua, kebudayaan. 

Ilmu pengetahuan (Sains) Lahir dari Universitas - Dialektika. Universitas lahir darimana?. Ia Lahir di Maroko - Universitas Fez (Universitas Pertama di dunia), di dirikan oleh Fatimah Al Fihri (Perempuan), yang dulunya adalah masjid. Sama seperti Universitas tertua kedua di dunia, yaitu Bolognia - Juga dulunya adalah Biara. 

Artinya akar dari Ilmu pengetahuan adalah SPIRITUALITAS. makanya, jangan mengabaikan spiritualitas. Ihwal itulah, Bung karno mengatakan, Harus ada Kebudayaan, yang merupakan pengejawantahan dari Spiritualitas. Budaya adalah Pola yang di wariskan secara Turun temurun yang termanisfestasi dari spiritualitas sebuah bangsa. 

Bagi Anak - anak Tekhnik, sebelum melakukan mekanika Fluida, Hidrolika atau sebelum kita melakukan apapun yang dapat di teliti di laboraturium, bahwa mempelajari alam semesta adalah itikad dan ikhtiar yang Mulia. Steatment ini bukanlah steatment saintifik, melainkan steatment spiritualitas. 

Ketika kita menggunakan ilmu pengetahuan untuk mengatasi ketimpangan sosial, membuat akses air minum buat orang yang di daerah - daerah terpencil. Etos yang kita jadikan landasan atas tindakan tersebut, bukanlah Etos Saintifik, melainkan Etos Spiritual. Ketika kita menggunakan ilmu pengetahuan untuk mengatasi permasalahan global di bidang lingkungan Hidup, bukanlah stetatment saintifik. Tetapi, steatment spiritual. 

Indonesia punya tanggung jawab, bukan hanya besar. Tanggung jawab tersebut lahir dari kebudayaan kita : Dari La Galigo, sabalong samalewa, Alam takambang jadi Guru, Dsb.  

Filosofi Edukasi ada banyak yang di tawarkan, akar kata latin dari edukasi ada dua : Educare dan Educere. Educare artinya menurunkan dari atas ke bawah (Menjiplak). Untuk membuat Inprint dari bapak ke anak, dengan cara Repitisi. Sedangkan, Educere adalah to bring out, untuk keluar. From the darknes in to the light, bahwa tujuan pendidikan sesungguhnya membuat manusia bisa mengkapitalisasi keacakan. Yang bisa melihat Keacakan sebagai sebuah kesempatan, yang akhirnya akan membawa keluar bangsa dari kebodohan. Karena dia adalah pribadi yang melihat terang dari Gelap, dan hal ini tidak di ukur atau di latih melalui repitisi (Jiplak). 

Indonesia emas kita dengar dimana - mana. Ada banyak yang menyangka bahwa kita akan sampai di sana, apapun emas itu akhirnya terlihat. Lepas dari kita mengasah diri atau membuat barang. Kalau kita tidak melakukan sesuatu, maka Kita tidak akan menjadi emas. 

Indonesia Punya identitas kolektif yang sangat luar biasa. Gotong royong namanya. Sebuah identitas yang lahir dari Bumi indonesia yang seharusnya membuat kita berbangga hati, karena negara lain tidak Punya. 

Misalnya, di negara Anglo America atau Amerika. Budaya individualisme itulah yang melahirkan kapitalisme. Dimana Lahirnya Individualisme, dari Etos Protestanic - Dari Etos Kalvinis. Bacalah Buku Marx Weber - Etika protestan.

Indonesia punya Konsep Gotong royong. Itulah yang membuat ternak sapi atau Kuda Sumbawa sangat terkenal. Karena Etos sabalong Samalewanya tidak melihat ruang dan Kelas sosialnya.

Permasalahannya sekarang adalah ketika penajajah pergi, kolonialisme di wariskan oleh orang indonesia sendiri. Kita dengar kata gotong Royong, tapi ada Pistol di kepala : Kita harus berkorban demi orang lain. Gotong rotong terdistorsi. Kita harus mengabdi untuk negara, padahal tidak di beritahu pun kita sudah tahu, karena pengabdian pada negara adalah sesuatu yang natural. Tetapi, kalau ada senapan dan Pistol di kepala, tentu Beda ceritanya.

Kalau yang bicara adalah bapak saya atau pemuka agama, anda harus mengabdi untuk negara. Mengabdi dan memperbudak sama kata dasarnya. Saya akan terima. 

Misalnya, kita dapat Kontrak LPDP. Lalu, kita tidak mau mengabdi dengan kembali ke Indonesia, apa yang terjadi?. Di suruh kembalikan uang. Kalau tidak mengembalikan uang?. Akan di beri denda. Kalau tidak membayar denda?. Di panggil oleh pengadilan?. Kalau kita mangkir dari panggilan Pengadilan?. Kita di tangkap. Kalau kita menolak di tangkap?. Kita di tembak. 

Mengabdi kepada negara itu penting. Tetapi, hal itu harus terlahir dari dalam diri sebagai individu seorang indonesia. Bukan lahir dari ancaman. Saya adalah indonesia itu sendiri, mengabdi untuk indonesia artinya mengabdi untuk diri saya sendiri. 

Cara terbaik agar dapat mengabdi, menjunjung tinggi negara, menghormati indonesia adalah menjadi individu yang kompeten, Berkharisma secara lisan dan tulisan. Paling bijaksana. Paling baik hati. Paling berbudaya. Paling beridikari dan paling berdaulaut. 


**


Bangsa yang besar adalah bangsa yang istimewa. Istimewa artinya terpilih, berbeda dengan yang lain. Terpilih untuk melakukan apa?. Apakah kita adalah mercusuar kebebasan berpendapat, demokrasi, layaknya retorika amerika serikat atau Pusat Dunia, layaknya aspirasi Tiongkok, yang membuatnya menyambung besi dari Qyung Ming sampai Parayangan. 

Dalam cerita tentang Indonesia, apa arketipal kita : Cinderella, Ikarus atau Maling Kundang. Apa akhir yang di tuju dan nilai yang di junjung?.

Indonesia sedang kehilangan Narasi, tentang letaknya di dalam cosmos. Tentang arti hadir dan identitasnya. Lantas, jika besok indonesia berhenti berlaga di pentas Global, adakah Dunia kehilangan?. Adakah kita hanya sebatas tanah, dimana kita berpijak?.

Dalam Jurnal Prof Bagus Mulyadi, Indonesia adalah tempat dimana lebih dari 50 % panas bumi dunia berada di dalam kaki kita. Indonesia adalah negara dengan Hutan Tropis, terumbu karang dan Lahan gambut terbesar di dunia. 

Ketika negara lain di dunia sedang mencari jawaban, akan Ketersediaan energi, tentang mitigasi masalah Iklim. Indonesia punya sumber yang bisa di kultivasi. 

Tahukah kita bahwa ilmu tentang Bumi, bermula di tanah jawa. Tahukah kita bahwa masyarakat Jogyakarta sudah bergelut dengan geologi sejak abad ke 16, setidaknya dengan antroposen. Mereka sudah tahu bagaimana caranya hidup berdampingan dengan Gunung merapi, dengan entalpi tinggi, dengan suhu diatas 30 derajat. Tahukah kita, obat - obatan masa depan bersembunyi di lepas pantai halmahera. Sebagaimana yang saya sampaikkan diatas. 

Sudah saatnya kita berpikir bersama, melepaskan indonesia dari belenggu penghasil bahan mentah. Menjadi negara yang berbasis ilmu pengetahuan. 

Indonesia punya semuanya. Semuanya. Kecuali cerita : Apa arti Nilai dan tujuan indonesia?. 

Apa bedanya mahabarata dan sinetron kejar tayang?. Pertama, cerita yang memiliki narasi kuat, akur yang konsisten dan pesan moral yang abadi. Sedangkan sinetron kejar tayang Kita, miskin dalam narasi. Inkosisten dalam alur, karena latah akan selera pasar dan akhirnya terlupakan. Demikian juga dengan kebijakan publik yang latah dan reaktif adalah efek samping dari narasi yang miskin. Narasi yang miskin, lahir dari ketidakpahaman dari sejarah dan identitas. Oleh karena itu, akhir yang di tuju dan nilai yang di ampuh. Keistimewaan yang tanpa maksud adalah cerita yang paling membosankan. 

Kita sudah tahu tentang keistimewaan indonesia, dari sejak kita duduk di bangku sekolah. Bahwa indonesia memiliki letak geografis yang istimewa, kita hafal nama benua dan samudera yang mengapit nusantara, bahkan derajat lintang dan bujurnya. Namun yang istimewa adalah yang di pilih. Di pilih artinya punya arti dan tujuan akan tanggung jawab. Makin istimewa sebuah bangsa, makin paripurna tanggung jawabnya. 

Kita patut bertanya, apakah kita telah mengejawantahkan keistimewaan itu?. Bahkan menjelmakannya dalam bertindak atau kita hanya sekedar tahu, bahwa Indonesia adalah negara besar?. So, What?. 

Sejarah penuh dengan contoh, bahwa dunia pernah menjadi laboratorium, bahkan guru alam bagi pemikir - pemikir dunia. Indonesia pernah menjadi mekkahnya filosof alam dan saintis - saintis ternama dunia. Selama lebih dari 150 tahun, di mulai sejak tahun 1800 an. Bahkan, seorang pakar biologi dari belanda memberikan tajuk dalam publikasi ilmiahnya tahun 1945 (Tahun kemerdekaan kita), bahwa pusat penelitian biologi dan Konservasi Hutan di cibodas sebagai surganya para naturalis. 

Sekitar tahun 1960 - 1963 dua kapal ekspedisi sains (luciat dan Mounsum) berlayar dari AS membawa Grafimeter, mengambil sampel dan berlayar sampai ke australia dan lepas pantai laut selatan. Ia mengambil sampel di sekitaran lempeng tektonik dan mencoba untuk mencari tahu, darimana gunung merapi mendapatkan magma?. Mereka dapati di sampel - sampel tersebut, sebuah fakta bahwa laut selatan itu seperti pipa yang menyalurkan magma sampai ke gunung merapi. 

Asal muasal tentang teori Pergerakan lempeng tektonik itu memiliki akar yang sama dengan pandangan falsafah masyarakat jawa yang melihat gunung merapi dan lautan sebagai satu kesatuan, sebagai entitas hidup. 

Tidak hanya sampai di situ, mungkin kita akrab dengan teori evolusi darwin.  Ternyata teori tersebut tidak semata - mata di kembangkan sendiri, ada Alfred Rossel Woles yang dengan sangat signifikan ambil bagian dalam konsepsi teori evolusi. Pada sekitaran abad ke 19, woles berekspedisi ke nusantara, di indonesia bagian timur : Dari sulawesi ke papua, dan ke selatan sampai ke Lombok (NTB). Ia kemudian mendapatkan Biodifersitas yang sangat luar biasa, Spesies - Spesies Hewani dan Nabati yang baru, yang sangat berkontribusi secara signifikan dalam riset yang di lakukan oleh Darwin. Bahkan woles juga menuliskan dalam kata - katanya sendiri, "we come to the island of celebes, in many respects the most remarkble and interesting in the whole region, or perhaps on the globe, since no other island seems to present so many curions problems for solution" .

Hari ini, tidak ada satu pun masalah yang terisolasi. Masalah yang paling memiliki impact global adalah perubahan iklim dan ketersediaan energi. Apapun yang di lakukan indonesia akan sangat berpengaruh terhadap penyelesaiaan masalah iklim Di dunia 

Secara Iklim, Tumbang sari (Cara menanam nenek moyang kita), hari ini di gaung- gaungkan di luar negeri sebagai regionality farming dan mereka menemukan kebiasaan nenek moyang kita ini sebagai natural base climate solution atau solusi iklim berbasis alam yang paling baik. 

Artinya sudah seharusnya kita menggaungkan untuk kembali ke akar sebagai sebuah dasar Filosofi untuk menatap masa depan. 

Kalau kita melihat perusahaan - perusahaan Global (Holywod), misalnya. Selalu ada pondasi budayanya dalam bertindak. Inggris ketika berdialog dengan tetangganya, selalu memiliki chief saintific officer. Ketika mereka berbicara tentang perubahan iklim, Epidemic, selalu ada otoritas saintifik yang mendasari pesan - pesan global negara - negara besar. Demikian juga, ketika china menghadapi masalah polusi udara yang begitu dahsyat di satu dekade terakhir. Dia mengambil satu kebijakan yang di dasari oleh etos Konfusianismenya - Living in Harmony.  Demikian pula amerika, semuanya berkaca pada identitas mereka. 

Indonesia pun dalam kebijakannya, mestinya harus berbasis pada identitasnya, baik dalam negeri maupun luar negeri, bahkan kehidupan sehari harus di masuki unsur - unsur integral saintifik. 

Sains adalah aparatus yang diciptakan manusia untuk memahami segala hal yang bisa di indrai. namun, untuk bisa menjadi landasan kebijakan, sains harus di sokong oleh etika dan integritas yang kuat. Bebas dari Plagiarisme dan keberpihakan.

Kalau kita hendak di kenal dunia sebagai laboraturium, maka kita harus mengitegrasikan ekspert dan eksperteis se- integral mungkin. Para murid yang duduk di bangku sekolah, bahwa meritokrasi yang di tanamkan dari SD sampai Universitas akan terefkeksi dalam Hirarki pemerintahan.  Mereka harus mendapatkan tempat untuk mempengaruhi kebijakan - kebijakan, sehingga yang terjadi adalah avidance soace policy yang bisa di pertanggung jawabkan di kemudian hari. 

Semua ini hanya sebahagian kecil dari perjalanan yang panjang. Nalar Pinggiran adalah sebuah perjalanan untuk mengejawantahkan arti, nilai dan Tujuan bangsa. 

Saya atau kita semua kedepan akan mengartikulasikan arti hadir kita di dalam cosmos : Mungkin sebagai juru rawat Lingkungan hidup, sebagai laboraturium atau sebagai Guru bagi dunia, tempat orang mencari dan menemukan jawaban.



BY : RST (RAIS SYUKUR TIMUNG) - NALAR PINGGIRAN
















TRANSFORMASI ERA IMPERIUM ISLAM MENUJU NEGARA MODERN

Kalau kita lihat sejarah islam, banyak tulisan yang menegaskan bagaimana islam sebagai Peradaban, Kekaisaran, dsb. Kita bisa mengacu pada peradaban Umayyah (633 - 711). Bagaimana mereka bisa meng-okupasi teritorial yang sangat Luas : Dari Spanyol sampai Pakistan. Tetapi, keberadaan penduduk muslimnya masih minoritas. Justru, lebih banyak penduduk Nasrani, sekitar 60 - 70 %. 

Hal ini menarik, sebab banyak yang tidak tahu, konteks dimana Nabi Muhammad SAW hidup Di arab pada abad Ke 6 - 7. Seakan - akan kita menganggap Orang Arab Pra-Islam adalah Jahiliyah. Sebenarnya secara historis, banyak Teritori - teritori yang sangat Kristen saat itu. Sekarang saja, dari beberapa penelitian Arkeolog bahwa Di sebahagian besar Jazirah arab di temukan banyak sekali kompleks - Kompleks Biara. 

Sebahagian para sejarawan itu menyebutkan bahwa saat Nabi Muhammad SAW mulai membangun sebuah komunitas Moneteistik di Madinah (Bukan Negara). Banyak ayat yang Turun menggunakan diksi Mu'min ketimbang Kata muslim. Sebab, diksi Mu'min pasti menyangkut juga dengan Nasrani, Yahudi dan Muslim.  Siapa orang Muslim?. Yaitu orang - orang yang tadinya Politeis, akhirnya menjadi Moneteis. 

Makanya, predikat dari pemimpin komunitas tersebut di sebut Amirul Mu'minin - Komandan dari semua Jenis Keyakinan. 

Pada Masa Umayyah, terbentuklah sebuah struktur politik baru bernama Imperium, yang sangat Terbuka - Inklusif. Dalam kaca Mata Mukaddimah : Ibnu Khaldun, orang - orang Arab Sebenarnya tidak suka dengan Kerajaan. Mereka menghendaki Demokrasi dan keterbukaan. Tetapi, karena mereka melihat, Imperium Persia dan Imperium Byzantium. Sebagai motif dalam membangun peradaban. 

Bahkan di awal - awal masa Umayyah, penaklukkan oleh orang - orang Arab. Justru yang mengkonversi ke agama Islam sangat kecil, karena agama Islam dulu dianggap sebagai agamanya orang - Orang Penakluk. Sehingga, semuanya tidak menjadi Islam, agar ada distingsi. Saat penaklukkan itu terjadi, Orang - orang Juga membangun Kota - Kota Garnisun. Supaya tidak menganggu orang - orang Lokal. 

Di situlah juga perbedaan antara Negara Pra Modern dan negara Modern. negara modern selalu ingin menghentikan masa lalu. Sementara negara Pra Modern, selalu ingin membangun kontiniutas dari sebelumnya. Makanya, Roma selalu megacu kembali ke Troya. Ottoman juga saat menaklukkan Bzyantium, mereka juga memakai Predikat Kaisar. 

Dinasti Umayyah juga demikian, mereka juga melihat Ada Kontiniutas dari imperium sebelumnya. Sebab, Kalau mereka membangun sebuah negara baru, itu menandakan mereka tidak sukses. 

Kalau orang membaca tentang beberapa catatan di Yordania, terdapat salah satu Mozaik Dinasti Umayyah yang masih ada yaitu Istana Berburunya Khalifah Walid II. Bagaimana caranya seorang Khalifah mempresentasi dirinya sendiri dalam Imaji Kristen Pentakosta. 

Ibnu Khaldun, justru menganjurkan kita untuk skeptis terhadap sejarah. Mengapa?. Karena sejarah di tulis dengan bias dan kepentingan. Tentu banyak sekali kesalah-pahaman tentang sejarah islam. Misalnya, Dinasti Abbasyiah pada tahun 750 - 1258. Kita kenal ilmuan - ilmuan besar seperti Ibnu Sina, Al Kindi, Al Khawarizme, dsb. Muara dari semua saintitis islam ini pada pemeliharaan dan pemupukan konstruksi paradigma, yang bernama Baitul Hikmah. Yang menurutku, dengan keterbukaan bisa mengundang orang Yahudi, Nasrani, Zoroaster, hindu, budha dan atheis. Bahkan Dinasti Abbasyiah pernah di pimpin oleh orang Non Muslim selama beberapa waktu. 

Suka atau tidak, Terima atau Pun tidak. Di sinilah sumber paling Mutakhir untuk meramu atau bekal Pra-servasi yang menjadi kekuatan Invonasi saat ini. 

Dinasti umayyah sebenarnya karakternya masih sangat Arabian sebagai sebuah imperium. Tetapi, begitu masuk Dinasti Abbasyiah Mereka lebih banyak di dominasi oleh Persia. Karena Keluarga Abbas memang di dukung oleh orang - orang Persia dari Khurazan (Timur). Makanya, mereka membangun Kotanya di Bahgdad (Mesopotamia). Di situlah tradisi-tradisi persia Kuno, di samping tradisi Byzantium banyak mewarnai Dinasti Umayyah juga. 

Selain itu, Hikmah menjadi sesuatu yang sangat penting, karena Nabi Sendiri mengatakan, " Dzollatul Mu'min - Hikmah itu adalah sesuatu yang hilang dari Keyakinan seorang Muslim. Sehingga di manapun kamu temukan, maka ambil-lah". Kalau di imajinasikan, Hikmah itu seperti serpihan - serpihan yang di titipkan di banyak tempat, maka hal itu harus di ambil untuk di bangun kembali. Menurut saya itulah ide dari Baitul Hikmah. Memang banyak sekali yang Menuding Baitul Hikmah itu sebagai balai pemerjemahan saja. Padahal bukan hanya menerjemahkan, Di Baitul Hikmah, Terjadi arus balik pemikiran dari berbagai hal. 

Tetapi, di saat yang sama para Ilmuan muslim di zaman itu, salah satu yang terkenal adalah Imam Al Ghazali terkait tentang konservasi dan inovasi. Al Ghazali membangun sebuah Struktur epistemologi islam. Maksudnya, Al Ghzali tidak mempersoalkan Keterbukaan Sains (Silahkan terbuka dan menerima semua ilmu pengetahuan dari berbagai tempat).  Tetapi, ada hal - hal yang tidak sesuai dengan Teologi dalam Islam tidak boleh di terima. Misalnya, Kritik Al Ghazali terhadap Ibnu sina dan Al Farabi, "anda Mengambil Ilmu Matematika, logika dan Mesin dari orang - orang Yunani dan hal itu menurut anda Otoritatif, sehingga anda juga mengambil Metafisika mereka, sekalipun sebenarnya sangat bertentangan dengan Teologi kita". 

Artinya, Al Ghazali ingin membangun sebuah Epistemologi Mayoritas di era Abbasyiah, bahwa kita perlu sebuah keterbukaan ilmu Pengetahuan, tetapi  tidak semua hal bisa di terima. 

Apa yang di Sampaikkan Al Ghazali, Saya pikir merupakan gejala Imperium super Power. Pada saat kita melihat diri kita sebagai super power  - Sentral Dunia. Maka, kita mengingakan segala macam di dunia ini menjadi satelit kita, bahkan kita Investasi besar - besar untuk mendatangkan Para Saintis dari mana - mana. Hal itu terus terjadi sampai hari ini, Abbasyiah dengan Bahgdadnya, Umayyah dengan Damaskusnya, London di zaman Britania Raya, Amrika dan China Saat Ini. 

Hal itulah yang di pupuk oleh Al Mansyur, Al Ma'mum dan Harun Ar Rasyid, yang kalau kita lihat sangat Aristotelian, bagaimana mereka selalu menunjukkan curriacity untuk mere-investigasi dan hal itu tidak lepas dari penerimaan buku - buku yang di kirim oleh orang - orang yang melarikan diri dari Alexandria 1000 tahun sebelumnya. Sekalipun yang pertama kali menerima buku - buku tersebut adalah Raja Persia, beberapa ratus Tahun sebelum Masa Al Ma'mum, Al Mansyur dan Harun Ar Rasyid. 

Kalau kita melihat fase itu sebagai Golden Age Islamic di durasi Abbasyiah, justru merekalah yang Mempresevarsi kedisiplinan pemikiran Yunani dan Aristoteles. Dimana Romawi waktu itu sangat mau melupakannya dan hal ini jarang di Ilustrasikan dalam cerita sejarah. 

Sampai saat ini, Logika Aristotelian masih menjadi bahagian dari kurikulum madrasah dan Pesantren Tradisional. Kalau di Indonesia, bisa kita lihat dari Pesantren- Pesantren yang masih belajar mantiq. Karena, kita tidak akan mungkin seseorang menjadi Faqih, jika tidak menguasai Logika analogi dan Hukum - Hukum Islam itu salah satunya di bangun dari Aristotelian Logik. 

Walaupun ada Trend yang sangat terbuka dan sangat Saintifik saat itu. Tapi, ada juga orang - orang di masyarakat di zaman itu, yang tetap condong kepada Visi Islam dan keberagamaan yang berbeda dari itu. Yang lebih Eksklusif atau tertutup juga ada, misalnya. Perdebatan tersebut selalu ada dan hal itu penting, yang akhirnya sampai pada sebuah Sintesis Al Ghazali yang sangat Luar Biasa.

Orang - orang tersebut, kemudian lambat laun menjadi semakin kuat, karena pada saat itu Khalifah Al Ma'mun melakukan Ingkuisisi - Ia Ingin Mempromulgasi sebuah Teologi Negara dan hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya, bahwa Khalifah ikut campur dalam urusan menentukan Teologi yang benar. Yang sampai akhirnya ia mulai menghukumi orang - orang yang enggan mengikuti dia. Hampir sama dengan Konstantin. Tetapi, proyek Al Ma'mun itu gagal. Akibat kegagalan itu, akhirnya ulama - ulama yang tadinya hanya berurusan dengan Madrasah di Pelosok - pelosok desa menjadi kuat, karena mereka di lihat oleh rakyat sebagai suara moralitas, berani melawan penguasa di zaman itu. Bahkan siap untuk mati demi mempertahankan teologi mereka. 

Semenjak itulah, terpisah antara Ulama dan Negara. Ulama menjadi Check and Balance, dan Khalifah tidak lagi bicara tentang agama, karena hal itu menjadi domain dari Ulama. Salah satu dampaknya ialah proyek penyatuan agama dan negara oleh Al Ma'mun dan Harun Ar Rasyid di curigai sebagai Faktor kemunduran Peradaban Islam Di Masa Abbasyiah. Faktor lainnya Ialah Invasi Kerajaan Mongol, yang meluluh lantakkan semua struktur ilmu pengetahuan. Sekalipun setelah itu di bangun kembali oleh Mongol. 

Setelah saya membaca semua itu, saya berimajinasi untuk kembali ke abad ke 8. Menurutku peradaban yang keren di zaman itu, hanya ada tiga : Pertama, Tang. Kedua, Abbasyiah. Ketiga, Sriwijaya (Turunannya inilah Yang membangun Borobodur (750 - 825), di bangun 75 Tahun oleh Syalendra). 

Saya membanyangkan bagaimana jika terjadi Interseksi, dimana Indonesia (Asia Tenggara) bisa bersaing dengan Tiongkok dan Persia atau Timur tengah. 

Sebenarnya secara Historis, kawasan tersebut sudah memainkan perannya sangat lama. Ia menjadi Cross roat, antara China dan Timur tengah, serta waktu itu faktor angin juga sangat menentukan. orang dari Arabia, harus berhenti terlebih dahulu di selat malaka untuk menunggu arah angin yang datang, sekalipun akhirnya menjadi market yang menguntungkan. Padahal waktu itu, ada lintasan silk road yang lansung dari Hourmus ke Quanchou (China). 

Akhirnya berubah menjadi lintasan perdagangan, dari Arabia ke Gujarat (India). Lalu, komoditi itu pertukarkan di Gujarat. Orang Gujarat kemudian membawa ke Malaka (Aceh), barulah dari Malaka di perdagangkan menuju China. 

Kita bisa melihat Imperium Sriwiyaja. Tapi, saat itu Imperium - Imperium Islam yang kemudian muncul adalah Imperium yang Trend. Mereka tidak terlalu berpikir tentang Teritori seperti Majapahit. Mereka lebih melihat, bahwa negara ini lebih di Perlukan untuk memfasilitasi perdagangan dan Komunikasi. Kita Malaka (Aceh), Samudra pasai, sampai ke Demak dan Banten masih menjadi Tradding negara Yang sangat Kosmopolit, meritime center. Tidak terlalu mementingkan agraria, tetapi lebih keluar. Karena mereka melihat negara kita memiliki kompetensi yang menghubungkan dua regional dalam lintasan Peradaban. 

Sekalipun pada akhirnya terjadi perubahan yang sangat signifikan. Itulah juga yang membuat Pramoedya ananta Toer menulis Buku, "Arus Balik" : dari Maritime and Kosmopolit and Politik kembali zaman Majapahit yang sangat agraris, dengan Mataram kuno. 

Kalau saya membaca Islam dalam Konteks ini, Hanya ada 3 peradaban Islam yang Keren menurutku, yaitu Umayyah, Abbasyiah dan Ottoman. 

Diferensiasi Dinasti Ottoman, kelihatannya mereka terlalu militeristik. Tidak seperti di zaman - zaman sebelumnya, yang sangat Aristotelian untuk kepentingan Sainstifik. Lantas apa yang menyebabkan mereka tidak seperti sebelum - sebelumnya?. 

Kita juga harus pahami bahwa Ottoman sebagai sebuah Negara memang di bangun oleh orang - orang Turk. Turk ini awalnya adalah orang - orang Nomaden dari Asia Tengah dan mereka memang jago berperang. Kalau kita baca imperium Pertama yang di bangun juga begitu, Dinasti Seljuk : tidak terlalu konsentrasi dengan manajemen negara. Mereka lebih senang menjelajah. Makanya, urusan negara mereka serahkan kepada Orang - orang Persia, yang memang cerdas bernegara sejak zaman Cicilian sampai Abbasyiah. 

Begitu juga dengan Ottoman, yang Post Mongol. Banyak sekali kerajaan - Kerajaan kecil di anatolia dulu. Akhirnya mereka harus perang terus untuk memperluas wilayah. Tapi, juga pertama kalinya di zaman Ottoman, sultan - Sultan tidak lagi Dipenden kepada Pemimpin suku - suku. Kalau dulu penguasa selalu membutuhkan baron - baron (Feodal Sistem) untuk memberikan mereka pasukan. Ottoman ini berhasil memotong semua itu, yang memang menjadikan negara kurang stabil, karena raja selalu harus bergantung pada pemimpin - pemimpin suku. Ottoman melakukan cara mengambil Bayi - bayi dari pemimpin suku - suku tersebut untuk di didik menjadi elit tentara (Geneseris). 

Hal itu menjadikan Ottoman sebagai Negara Modern, karena ada Transisi dimana Raja Punya Tentara yang berdiri di sampingnya setiap saat. Lalu, mereka mulai mengintervensi wilayah - Wilayah keagamaan, mengkodifikasi syariah, misalnya. Akhirnya semua aspek - aspek kehidupan mulai di kontrol melalui hakim - hakim dan Mufti-mufti. Maka, negara menjadi kuat, tapi mencengkram masyarakat. 

Kalau dulu di Masa Abbasyiah dan Umayyah, negara tidak mengcengkram masyarakat. Ia hanya berpikir tentang masalah bertahan, Memperluas wilayah, pajak. Tapi, masyarakat memiliki mekanismenya sendiri. 

Bisakah di Hipotesakan bahwa Menurunnya Ottoman pada PD 1 (perang dunia Pertama) secara sistemis dan sistemik, karena Karakter dan Moralnya di bandingkan Umayyah dan Abbasyiah?. 

Saya pikir, salah satu yang melemahkan mereka adalah Sultan tidak boleh mempunyai Istri. Dia hanya punya selir. Makanya semua anak sultan adalah Anak Selir. Pada saat Raja Mati, Sultan tidak pernah mengatakan ini Pewaris Tahtaku. Saat Raja mati, Semua selir Raja harus saling bunuh untuk menunjukkan siapa yang paling hebat dan kuat. Itulah sebabnya, setiap sultan Ottoman di lantik, saat yang sama Peti - Peti Jenazah adik-adik atau kakak-kakaknya di bawah ke masjid untuk di Sholatkan. 

Setelah Sulaiman Al Fatih Memperistri Hurem, akhirnya kemudian mulai ada suksesi penggantian Sultan. Apakah hal itu menguntungkan politik ottoman yang memang militeristik seperti itu atau tidak?. Tetapi, paling tidak di kemudian hari mereka terlalu banyak mengontrol Masyarakat. Misalnya orang - orang yang tadinya sepakat dengan semua Proyek Ottoman, tidak merasa senang lagi dengan hal itu. Karena, salah satu yang luar biasa dari Emperer - Kaisar itu tidak pernah mencoba mencampuri urusannya raja - raja yang ada di bawahnya. Seperti Negara Federasi, yang memiliki otonomi. Dengan ottoman menjadi negara Modern, otonomi- otonomi tersebut mulai di hilangkan, yang akhirnya melahirkan ketidakpuasan dengan Ottoman sistem. 

Praktis modernisasi negara itu terjadi di masa Sulaiman dan Mahmed, ia hendak menjadikan sebagai Pusat Yang mengatur semuanya, sebuah transformasi negara dan politik yang sangat luar biasa, yang akhirnya menjadikan keruntuhan ottoman kelak. 

Kalau kita lihat keharmonisan antara agama abrahimic, relatif sangat tinggi. Anomalinya mungkin, hanya terjadi saat Perang salib dan militeristik Ottoman, yang mungkin agak sedikit menggores kesatuan di kalangan Abrahimic. Justru, Agak berbeda dengan yang terjadi di abad 20 dan 21. 

Hal ini sangat berhubungan dengan negara modern, kalau dulu negara tidak mencampuri Hukum yang ada di masyarakat. Misalnya, Umayyah dan Abbasyiah, mereka tidak melegitimasi hukum. Hukum islam itu interpretasi pribadi. Seperti halnya Rebenic law untuk orang - orang Yahudi. 

Kembali lagi pada saat ottoman mau melegitimasi hukum standar dari semua orang, awalnya setiap agama  punya hukumnya sendiri, Aturannya sendiri. Negara tidak ikut campur di urusan - urusan komunitas.  Ada negara, tetapi negara tidak terlalu kuat. Tetapi, di dalam negara tersebut ada Komunitas - komunitas yang sangat otonom. 

Begitu transformasi Negara menuju modern, ada Imaji-imaji tentang standar Hukum dan semuanya harus di legitimasi oleh negara. Sehingga muncullah terma - terma tentang Minoritas. 


BY : RST (RAIS SYUKUR TIMUNG) - NALAR PINGGIRAN