Mengenai Saya

Minggu, 02 Februari 2025

TRANSFORMASI ERA IMPERIUM ISLAM MENUJU NEGARA MODERN

Kalau kita lihat sejarah islam, banyak tulisan yang menegaskan bagaimana islam sebagai Peradaban, Kekaisaran, dsb. Kita bisa mengacu pada peradaban Umayyah (633 - 711). Bagaimana mereka bisa meng-okupasi teritorial yang sangat Luas : Dari Spanyol sampai Pakistan. Tetapi, keberadaan penduduk muslimnya masih minoritas. Justru, lebih banyak penduduk Nasrani, sekitar 60 - 70 %. 

Hal ini menarik, sebab banyak yang tidak tahu, konteks dimana Nabi Muhammad SAW hidup Di arab pada abad Ke 6 - 7. Seakan - akan kita menganggap Orang Arab Pra-Islam adalah Jahiliyah. Sebenarnya secara historis, banyak Teritori - teritori yang sangat Kristen saat itu. Sekarang saja, dari beberapa penelitian Arkeolog bahwa Di sebahagian besar Jazirah arab di temukan banyak sekali kompleks - Kompleks Biara. 

Sebahagian para sejarawan itu menyebutkan bahwa saat Nabi Muhammad SAW mulai membangun sebuah komunitas Moneteistik di Madinah (Bukan Negara). Banyak ayat yang Turun menggunakan diksi Mu'min ketimbang Kata muslim. Sebab, diksi Mu'min pasti menyangkut juga dengan Nasrani, Yahudi dan Muslim.  Siapa orang Muslim?. Yaitu orang - orang yang tadinya Politeis, akhirnya menjadi Moneteis. 

Makanya, predikat dari pemimpin komunitas tersebut di sebut Amirul Mu'minin - Komandan dari semua Jenis Keyakinan. 

Pada Masa Umayyah, terbentuklah sebuah struktur politik baru bernama Imperium, yang sangat Terbuka - Inklusif. Dalam kaca Mata Mukaddimah : Ibnu Khaldun, orang - orang Arab Sebenarnya tidak suka dengan Kerajaan. Mereka menghendaki Demokrasi dan keterbukaan. Tetapi, karena mereka melihat, Imperium Persia dan Imperium Byzantium. Sebagai motif dalam membangun peradaban. 

Bahkan di awal - awal masa Umayyah, penaklukkan oleh orang - orang Arab. Justru yang mengkonversi ke agama Islam sangat kecil, karena agama Islam dulu dianggap sebagai agamanya orang - Orang Penakluk. Sehingga, semuanya tidak menjadi Islam, agar ada distingsi. Saat penaklukkan itu terjadi, Orang - orang Juga membangun Kota - Kota Garnisun. Supaya tidak menganggu orang - orang Lokal. 

Di situlah juga perbedaan antara Negara Pra Modern dan negara Modern. negara modern selalu ingin menghentikan masa lalu. Sementara negara Pra Modern, selalu ingin membangun kontiniutas dari sebelumnya. Makanya, Roma selalu megacu kembali ke Troya. Ottoman juga saat menaklukkan Bzyantium, mereka juga memakai Predikat Kaisar. 

Dinasti Umayyah juga demikian, mereka juga melihat Ada Kontiniutas dari imperium sebelumnya. Sebab, Kalau mereka membangun sebuah negara baru, itu menandakan mereka tidak sukses. 

Kalau orang membaca tentang beberapa catatan di Yordania, terdapat salah satu Mozaik Dinasti Umayyah yang masih ada yaitu Istana Berburunya Khalifah Walid II. Bagaimana caranya seorang Khalifah mempresentasi dirinya sendiri dalam Imaji Kristen Pentakosta. 

Ibnu Khaldun, justru menganjurkan kita untuk skeptis terhadap sejarah. Mengapa?. Karena sejarah di tulis dengan bias dan kepentingan. Tentu banyak sekali kesalah-pahaman tentang sejarah islam. Misalnya, Dinasti Abbasyiah pada tahun 750 - 1258. Kita kenal ilmuan - ilmuan besar seperti Ibnu Sina, Al Kindi, Al Khawarizme, dsb. Muara dari semua saintitis islam ini pada pemeliharaan dan pemupukan konstruksi paradigma, yang bernama Baitul Hikmah. Yang menurutku, dengan keterbukaan bisa mengundang orang Yahudi, Nasrani, Zoroaster, hindu, budha dan atheis. Bahkan Dinasti Abbasyiah pernah di pimpin oleh orang Non Muslim selama beberapa waktu. 

Suka atau tidak, Terima atau Pun tidak. Di sinilah sumber paling Mutakhir untuk meramu atau bekal Pra-servasi yang menjadi kekuatan Invonasi saat ini. 

Dinasti umayyah sebenarnya karakternya masih sangat Arabian sebagai sebuah imperium. Tetapi, begitu masuk Dinasti Abbasyiah Mereka lebih banyak di dominasi oleh Persia. Karena Keluarga Abbas memang di dukung oleh orang - orang Persia dari Khurazan (Timur). Makanya, mereka membangun Kotanya di Bahgdad (Mesopotamia). Di situlah tradisi-tradisi persia Kuno, di samping tradisi Byzantium banyak mewarnai Dinasti Umayyah juga. 

Selain itu, Hikmah menjadi sesuatu yang sangat penting, karena Nabi Sendiri mengatakan, " Dzollatul Mu'min - Hikmah itu adalah sesuatu yang hilang dari Keyakinan seorang Muslim. Sehingga di manapun kamu temukan, maka ambil-lah". Kalau di imajinasikan, Hikmah itu seperti serpihan - serpihan yang di titipkan di banyak tempat, maka hal itu harus di ambil untuk di bangun kembali. Menurut saya itulah ide dari Baitul Hikmah. Memang banyak sekali yang Menuding Baitul Hikmah itu sebagai balai pemerjemahan saja. Padahal bukan hanya menerjemahkan, Di Baitul Hikmah, Terjadi arus balik pemikiran dari berbagai hal. 

Tetapi, di saat yang sama para Ilmuan muslim di zaman itu, salah satu yang terkenal adalah Imam Al Ghazali terkait tentang konservasi dan inovasi. Al Ghazali membangun sebuah Struktur epistemologi islam. Maksudnya, Al Ghzali tidak mempersoalkan Keterbukaan Sains (Silahkan terbuka dan menerima semua ilmu pengetahuan dari berbagai tempat).  Tetapi, ada hal - hal yang tidak sesuai dengan Teologi dalam Islam tidak boleh di terima. Misalnya, Kritik Al Ghazali terhadap Ibnu sina dan Al Farabi, "anda Mengambil Ilmu Matematika, logika dan Mesin dari orang - orang Yunani dan hal itu menurut anda Otoritatif, sehingga anda juga mengambil Metafisika mereka, sekalipun sebenarnya sangat bertentangan dengan Teologi kita". 

Artinya, Al Ghazali ingin membangun sebuah Epistemologi Mayoritas di era Abbasyiah, bahwa kita perlu sebuah keterbukaan ilmu Pengetahuan, tetapi  tidak semua hal bisa di terima. 

Apa yang di Sampaikkan Al Ghazali, Saya pikir merupakan gejala Imperium super Power. Pada saat kita melihat diri kita sebagai super power  - Sentral Dunia. Maka, kita mengingakan segala macam di dunia ini menjadi satelit kita, bahkan kita Investasi besar - besar untuk mendatangkan Para Saintis dari mana - mana. Hal itu terus terjadi sampai hari ini, Abbasyiah dengan Bahgdadnya, Umayyah dengan Damaskusnya, London di zaman Britania Raya, Amrika dan China Saat Ini. 

Hal itulah yang di pupuk oleh Al Mansyur, Al Ma'mum dan Harun Ar Rasyid, yang kalau kita lihat sangat Aristotelian, bagaimana mereka selalu menunjukkan curriacity untuk mere-investigasi dan hal itu tidak lepas dari penerimaan buku - buku yang di kirim oleh orang - orang yang melarikan diri dari Alexandria 1000 tahun sebelumnya. Sekalipun yang pertama kali menerima buku - buku tersebut adalah Raja Persia, beberapa ratus Tahun sebelum Masa Al Ma'mum, Al Mansyur dan Harun Ar Rasyid. 

Kalau kita melihat fase itu sebagai Golden Age Islamic di durasi Abbasyiah, justru merekalah yang Mempresevarsi kedisiplinan pemikiran Yunani dan Aristoteles. Dimana Romawi waktu itu sangat mau melupakannya dan hal ini jarang di Ilustrasikan dalam cerita sejarah. 

Sampai saat ini, Logika Aristotelian masih menjadi bahagian dari kurikulum madrasah dan Pesantren Tradisional. Kalau di Indonesia, bisa kita lihat dari Pesantren- Pesantren yang masih belajar mantiq. Karena, kita tidak akan mungkin seseorang menjadi Faqih, jika tidak menguasai Logika analogi dan Hukum - Hukum Islam itu salah satunya di bangun dari Aristotelian Logik. 

Walaupun ada Trend yang sangat terbuka dan sangat Saintifik saat itu. Tapi, ada juga orang - orang di masyarakat di zaman itu, yang tetap condong kepada Visi Islam dan keberagamaan yang berbeda dari itu. Yang lebih Eksklusif atau tertutup juga ada, misalnya. Perdebatan tersebut selalu ada dan hal itu penting, yang akhirnya sampai pada sebuah Sintesis Al Ghazali yang sangat Luar Biasa.

Orang - orang tersebut, kemudian lambat laun menjadi semakin kuat, karena pada saat itu Khalifah Al Ma'mun melakukan Ingkuisisi - Ia Ingin Mempromulgasi sebuah Teologi Negara dan hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya, bahwa Khalifah ikut campur dalam urusan menentukan Teologi yang benar. Yang sampai akhirnya ia mulai menghukumi orang - orang yang enggan mengikuti dia. Hampir sama dengan Konstantin. Tetapi, proyek Al Ma'mun itu gagal. Akibat kegagalan itu, akhirnya ulama - ulama yang tadinya hanya berurusan dengan Madrasah di Pelosok - pelosok desa menjadi kuat, karena mereka di lihat oleh rakyat sebagai suara moralitas, berani melawan penguasa di zaman itu. Bahkan siap untuk mati demi mempertahankan teologi mereka. 

Semenjak itulah, terpisah antara Ulama dan Negara. Ulama menjadi Check and Balance, dan Khalifah tidak lagi bicara tentang agama, karena hal itu menjadi domain dari Ulama. Salah satu dampaknya ialah proyek penyatuan agama dan negara oleh Al Ma'mun dan Harun Ar Rasyid di curigai sebagai Faktor kemunduran Peradaban Islam Di Masa Abbasyiah. Faktor lainnya Ialah Invasi Kerajaan Mongol, yang meluluh lantakkan semua struktur ilmu pengetahuan. Sekalipun setelah itu di bangun kembali oleh Mongol. 

Setelah saya membaca semua itu, saya berimajinasi untuk kembali ke abad ke 8. Menurutku peradaban yang keren di zaman itu, hanya ada tiga : Pertama, Tang. Kedua, Abbasyiah. Ketiga, Sriwijaya (Turunannya inilah Yang membangun Borobodur (750 - 825), di bangun 75 Tahun oleh Syalendra). 

Saya membanyangkan bagaimana jika terjadi Interseksi, dimana Indonesia (Asia Tenggara) bisa bersaing dengan Tiongkok dan Persia atau Timur tengah. 

Sebenarnya secara Historis, kawasan tersebut sudah memainkan perannya sangat lama. Ia menjadi Cross roat, antara China dan Timur tengah, serta waktu itu faktor angin juga sangat menentukan. orang dari Arabia, harus berhenti terlebih dahulu di selat malaka untuk menunggu arah angin yang datang, sekalipun akhirnya menjadi market yang menguntungkan. Padahal waktu itu, ada lintasan silk road yang lansung dari Hourmus ke Quanchou (China). 

Akhirnya berubah menjadi lintasan perdagangan, dari Arabia ke Gujarat (India). Lalu, komoditi itu pertukarkan di Gujarat. Orang Gujarat kemudian membawa ke Malaka (Aceh), barulah dari Malaka di perdagangkan menuju China. 

Kita bisa melihat Imperium Sriwiyaja. Tapi, saat itu Imperium - Imperium Islam yang kemudian muncul adalah Imperium yang Trend. Mereka tidak terlalu berpikir tentang Teritori seperti Majapahit. Mereka lebih melihat, bahwa negara ini lebih di Perlukan untuk memfasilitasi perdagangan dan Komunikasi. Kita Malaka (Aceh), Samudra pasai, sampai ke Demak dan Banten masih menjadi Tradding negara Yang sangat Kosmopolit, meritime center. Tidak terlalu mementingkan agraria, tetapi lebih keluar. Karena mereka melihat negara kita memiliki kompetensi yang menghubungkan dua regional dalam lintasan Peradaban. 

Sekalipun pada akhirnya terjadi perubahan yang sangat signifikan. Itulah juga yang membuat Pramoedya ananta Toer menulis Buku, "Arus Balik" : dari Maritime and Kosmopolit and Politik kembali zaman Majapahit yang sangat agraris, dengan Mataram kuno. 

Kalau saya membaca Islam dalam Konteks ini, Hanya ada 3 peradaban Islam yang Keren menurutku, yaitu Umayyah, Abbasyiah dan Ottoman. 

Diferensiasi Dinasti Ottoman, kelihatannya mereka terlalu militeristik. Tidak seperti di zaman - zaman sebelumnya, yang sangat Aristotelian untuk kepentingan Sainstifik. Lantas apa yang menyebabkan mereka tidak seperti sebelum - sebelumnya?. 

Kita juga harus pahami bahwa Ottoman sebagai sebuah Negara memang di bangun oleh orang - orang Turk. Turk ini awalnya adalah orang - orang Nomaden dari Asia Tengah dan mereka memang jago berperang. Kalau kita baca imperium Pertama yang di bangun juga begitu, Dinasti Seljuk : tidak terlalu konsentrasi dengan manajemen negara. Mereka lebih senang menjelajah. Makanya, urusan negara mereka serahkan kepada Orang - orang Persia, yang memang cerdas bernegara sejak zaman Cicilian sampai Abbasyiah. 

Begitu juga dengan Ottoman, yang Post Mongol. Banyak sekali kerajaan - Kerajaan kecil di anatolia dulu. Akhirnya mereka harus perang terus untuk memperluas wilayah. Tapi, juga pertama kalinya di zaman Ottoman, sultan - Sultan tidak lagi Dipenden kepada Pemimpin suku - suku. Kalau dulu penguasa selalu membutuhkan baron - baron (Feodal Sistem) untuk memberikan mereka pasukan. Ottoman ini berhasil memotong semua itu, yang memang menjadikan negara kurang stabil, karena raja selalu harus bergantung pada pemimpin - pemimpin suku. Ottoman melakukan cara mengambil Bayi - bayi dari pemimpin suku - suku tersebut untuk di didik menjadi elit tentara (Geneseris). 

Hal itu menjadikan Ottoman sebagai Negara Modern, karena ada Transisi dimana Raja Punya Tentara yang berdiri di sampingnya setiap saat. Lalu, mereka mulai mengintervensi wilayah - Wilayah keagamaan, mengkodifikasi syariah, misalnya. Akhirnya semua aspek - aspek kehidupan mulai di kontrol melalui hakim - hakim dan Mufti-mufti. Maka, negara menjadi kuat, tapi mencengkram masyarakat. 

Kalau dulu di Masa Abbasyiah dan Umayyah, negara tidak mengcengkram masyarakat. Ia hanya berpikir tentang masalah bertahan, Memperluas wilayah, pajak. Tapi, masyarakat memiliki mekanismenya sendiri. 

Bisakah di Hipotesakan bahwa Menurunnya Ottoman pada PD 1 (perang dunia Pertama) secara sistemis dan sistemik, karena Karakter dan Moralnya di bandingkan Umayyah dan Abbasyiah?. 

Saya pikir, salah satu yang melemahkan mereka adalah Sultan tidak boleh mempunyai Istri. Dia hanya punya selir. Makanya semua anak sultan adalah Anak Selir. Pada saat Raja Mati, Sultan tidak pernah mengatakan ini Pewaris Tahtaku. Saat Raja mati, Semua selir Raja harus saling bunuh untuk menunjukkan siapa yang paling hebat dan kuat. Itulah sebabnya, setiap sultan Ottoman di lantik, saat yang sama Peti - Peti Jenazah adik-adik atau kakak-kakaknya di bawah ke masjid untuk di Sholatkan. 

Setelah Sulaiman Al Fatih Memperistri Hurem, akhirnya kemudian mulai ada suksesi penggantian Sultan. Apakah hal itu menguntungkan politik ottoman yang memang militeristik seperti itu atau tidak?. Tetapi, paling tidak di kemudian hari mereka terlalu banyak mengontrol Masyarakat. Misalnya orang - orang yang tadinya sepakat dengan semua Proyek Ottoman, tidak merasa senang lagi dengan hal itu. Karena, salah satu yang luar biasa dari Emperer - Kaisar itu tidak pernah mencoba mencampuri urusannya raja - raja yang ada di bawahnya. Seperti Negara Federasi, yang memiliki otonomi. Dengan ottoman menjadi negara Modern, otonomi- otonomi tersebut mulai di hilangkan, yang akhirnya melahirkan ketidakpuasan dengan Ottoman sistem. 

Praktis modernisasi negara itu terjadi di masa Sulaiman dan Mahmed, ia hendak menjadikan sebagai Pusat Yang mengatur semuanya, sebuah transformasi negara dan politik yang sangat luar biasa, yang akhirnya menjadikan keruntuhan ottoman kelak. 

Kalau kita lihat keharmonisan antara agama abrahimic, relatif sangat tinggi. Anomalinya mungkin, hanya terjadi saat Perang salib dan militeristik Ottoman, yang mungkin agak sedikit menggores kesatuan di kalangan Abrahimic. Justru, Agak berbeda dengan yang terjadi di abad 20 dan 21. 

Hal ini sangat berhubungan dengan negara modern, kalau dulu negara tidak mencampuri Hukum yang ada di masyarakat. Misalnya, Umayyah dan Abbasyiah, mereka tidak melegitimasi hukum. Hukum islam itu interpretasi pribadi. Seperti halnya Rebenic law untuk orang - orang Yahudi. 

Kembali lagi pada saat ottoman mau melegitimasi hukum standar dari semua orang, awalnya setiap agama  punya hukumnya sendiri, Aturannya sendiri. Negara tidak ikut campur di urusan - urusan komunitas.  Ada negara, tetapi negara tidak terlalu kuat. Tetapi, di dalam negara tersebut ada Komunitas - komunitas yang sangat otonom. 

Begitu transformasi Negara menuju modern, ada Imaji-imaji tentang standar Hukum dan semuanya harus di legitimasi oleh negara. Sehingga muncullah terma - terma tentang Minoritas. 


BY : RST (RAIS SYUKUR TIMUNG) - NALAR PINGGIRAN














Tidak ada komentar:

Posting Komentar