Mengenai Saya

Sabtu, 13 Februari 2021

IBU ADALAH TITIK AWAL DAN TITIK PULANG



Merawat ingatan merupakan salah satu cara terbaik dalam menjaga kesadaran. Salah satu yang pokok bagi kita adalah merawat ingatan dalam catatan sederhana ini.

Ibu yang menjadi awal mula, titik berangkat sekaligus titik kepulangan. Ia menjalar dan meluas, sebagai masyarakat yang bertebaran dimuka bumi.

Muatan pesan yang dikandung judul diatas mengisyaratkan makna yang terlampau dalam untuk diselami, dimengerti dan dipahami.

Karenanya, dengan kesadaran atas keterbatasan untuk memberi makna, saya dapati sepenggal makna dari sisi kemanusiaan, yang mengandaikan adanya narasi pohon kehidupan.

Pohon kehidupan yang dimaksud adalah ibu dari segenap diri yang hidup beranak pinak, menjalar atau bertebaran sebagai laki-laki dan perempuan yang berkeluarga, bersuku-suku, berbangsa-bangsa serta berbaur kedalam kehidupan masyarakat dunia.

Ibu sebagai pohon kehidupan dapat dijumpai pada narasi kelahiran bagi para pewaris kehidupan dari rahim ibu yang didalamnya bersemayam kasih yang sejati.

Kasih yang tak pernah kita dapati dijual di pasar manapun. Apatah lagi jika mencarinya di pasar bebas, sudah bisa dipatikan kita tak akan menemukannya.

Melupakan ibu adalah cara melupakan asal-mula sekaligus melupakan jalan pulang-kembali ketempat asal. Dengan kata lain, setiap diri akan tersesat bagi yang melupakan titik berangkat dan titik kepulangannya.

Sebaliknya, yang selamat hanya bagi diri yang mengenal jalan kembali-pulang ke tempat asalnya yang sejati.

Ibu adalah pusat pendidikan yang pertama dan utama. Ibu sebagai kawah candradimuka peradaban dan kebudayaan.

Ibu memiliki kekuatan pada proses pencerdasan untuk menyiapkan manusia unggul pada segala bidang kehidupan, terutama dalam membangun kehidupan-peradaban kemanusiaan.

Kesadaran pada aspek kehidupan ekonomi, politik, agama, dan berbagai dimensi pengetahuan lainnya diletakkan dan dipusatkan didalam madrasah ibu.

Dari ibu terlahir pewaris zaman yang menjadi tulang punggung peradaban yang membawa nilai keadaban untuk ditranformasi dalam kehidupan zamannya.

Dalam narasi perkotaan, ibu dapat diandaikan sebagai pusat kota. Ini dapat dijumpai pada istilah ibukota atau pada penyebutan sebuah negara bangsa yang disematkan istilah ibu pertiwi atau bumi pertiwi.

Apabila ditelusuri dalam ilmu angka, posisi ibu dapat disematkan pada angka nol. Sebuah simbol keseimbangan antara posisi garis lurus dari minus dan plus, sumbu x dan y.

Nol bukanlah kosong, bukan pula simbol ketiadaan. Sejatinya angka nol memiliki nilai sebagai simbol keseimbangan, ketertiban, keteratuaran dan hamoni hidup.

Dalam kehidupan bermasyarakat, ibu dalam makna titik awal dan berpulang adalah pusat keseimbangan hidup masyarakat banyak. Ditangannya kehidupan menjadi tertib dan harmoni. Adapun gejolak sosial yang mengemuka, akan dapat diminimalisir hingga harmoni dapat terus tercipta.

sebagai diri yang berkesadaran. Sudah barang tentu Kesadaran akan mengantarkan setiap pribadi manusia pada jalan yang lurus lagi terang. Kesadaran diartikulasikan dalam sikap hidup mengangkat pemimpin yang otentik bagi diri dan keluarga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sehingga Keberadaan diri yang sadar atau berkesadaran akan sangat dibutuhkan sekaligus membutuhkan pemimpin dalam melangsungkan kehidupan.

Para pewaris Ibu sebagai titik awal dan pulang yang melahirkan kesadaran pribadi yang otentik sesungguhnya nampak melalui sikap hidup setiap pribadi yang memilih menjadi ibu kehidupan atau pribadi yang beranak pinak menjadi pewaris yang selalu menjalar dan bertebaran untuk keseimbangan, harmoni dan kebajikan sosial kemanusiaan.

Wallahu a'lam

Coretan Pinggiran, Nalar Pinggiaran


Minggu, 07 Februari 2021

KUN (MAKA BERLANSUNGLAH ISLAM)




Pemikiran Umum yang berkembang, Islam itu bermula, ketika Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi atau pertama kali Wahyu di Turunkan padanya. Sementara dalam Hadist Shohih Bukhori, Rosulullah SAW mengatakan bahwa : " antara aku (Muhammad) dan Nabi-Nabi sebelumnku, ibarat membangun sebuah bangunan kemudian di hiasinya lebih baik. Hingga terwujudlah sebuah bangunan. Lalu, orang-orang melihat bangunan tersebut dan berkata akan lebih baik jika batu bata yang kurang pada tembok-tembok bangunan bisa di tutupi. Lalu, Rosulullah menjawab ; akulah yang akan menutupi bagian batu bata yang bolong-bolong itu, sebagai Nabi Penutup (Khotomul Ammbiya)".

Dari hadist tersebut menunjukkan kepada kita, bahwa Islam tidak berawal dari masa Diangkatnya Rosulullah SAW, Sebagai seorang Nabi. bahkan Ada Ustadz yang agaknya kurang berhati-hati mengatakan bahwa Orang Tua Nabi Tidak beragama Islam, karena mendasarkan argumentasinya, bahwa Islam bermula ketika Nabi Diangkat menjadi Rosulullah SAW. Benarkah demikian?.

Tanya jawab ini, pertama-tama harus dalam rangka penuh tawadhu, kerendahan, rasa syukur dan memohon hidayah kepada Allah. Mengakui ketidaktahuan kita sebagai manusia. Sehingga, ketika pun ada pengetahuan yang lahir dari dialektika kita sehari-hari, itu bersifat relatif. Sebab, yang mutlak benar adalah Allah SWT, Rosulullah SAW dan Para Nabi.

Mengenai Islam kapan lahir, tidak bisa di salahkan, jika ada yang berpersepsi atau mengIdentifikasi, bahwa Islam ada, ketika di mulai dengan ; Iqro atau di mulai dari wahyu pertama yang di terima Rosulullah di gua hira. Karena memang itu tahap pembelajarannya. Akan tetapi, ada resikonya. Jika kita menganggap islam itu di mulai saat Rosulullah menerima wahyu pertama, yaitu iqro. 

Resiko Pertamanya adalah gelar Al-aminnya Rosulullah, sejak usia 25 tahun, tidak punya legitimasi islam?. Padahal Kesempurnaan Kemanusiaan Rosulullah, sehingga ia menjadi sarjana kehidupan dengan nilai Kumlaude, yang gelarnya adalah Al-amin, dengan empat sifatnya yang luar biasa itu adalah Islam.

Nah, Hal itulah yang menunjukkan bahwa Islam Inheren dengan Rosulullah. Maksudnya Rosulullah itulah Islam ?.

Saya menginterpretasikan hal itu, bahwa di ujung pemahaman kita tentang "iqro", sebenarnya bunyinya adalah "iqro Muhammad", bukan Muhammad di suruh iqro. Sebab, sejak awal Muhammad telah iqro (sejak di bedah dadanya, sudah iqro). Lalu, beliau membaca (Iqro) dirinya, membaca manusia, Membaca alam semesta, Membaca Allah, Membaca malaikat, jin, dsb, dan beliau lulus dengan Nilai Cumlaude dengan gelar Al-Amin.

Iqro Muhammad itu, kita membaca hidup dan meniru Rosulullah, sebenarnya sudah islam kita. Kalau secara kualitatif dan kultural, Tinggal masalah Syar'i dan ibadah mahdo, dan semua rangkaian ibadah lainnya dijalankan.

Jika hendak menjawab pertanyaan diatas, yang otentik dari saya. Tetapi, jangan dianggap salah dan benar dulu. Sebab, kita belajar bersama-sama.

Iqro itu adalah awal dari akhir kesempurnaam islam. Puncak dari kesempurnaan islam ialah "Al yauma akmaltu lakum dinakum waa akmamtu alaikum nikmati waa raditu billahi lakum islama dina", ini puncaknya Islam sebagai nilai.

kalau puncaknya Islam adalah "Al yauma akmaltu lakum dinakum". Apakah Islam berawal, ketika perintah "Iqro" diturunkan kepada Rosulullah?. Sebab, jika awalnya iqro. maka, gelar Al-aminnya Rosulullah Deligitimid, belum berlaku. Lantas, bagaimana dengan Nabi-Nabi sebelumnya?. Bagaimana dengan Orang Tua Nabi?. sebab, kita tidak bisa menyebutkan bahwa Nabi Isa, Nabi Musa, Nabi Yusuf, Nabi Sulaiman, dan Nabi-Nabi semuanya itu, tidak sedang menjanlakan islam. Itu pertanyaan Historisnya?.

Dengan begitu, menjadi tidak mungkin, awal mula Islam, di awali dengan Iqro. Menurut hemat saya, jauh sebelum perintah iqro digua hira, Islam sudah berlansung.

Jika di tanya lagi, katakanlah Islam atau apapun dalam kehidupan ini, kita pahami dengan terminologi ; qolm (kata, teks, literasi), Ilmu (Sistem), wujud (aplikasi atau manifestasi).

Kalau pertanyaannya kita konsentrasikan pada yang pertama, yaitu Qolm - kalam (kata) atau literasi pertama Islam, bukan Iqro yang pertama, berdasarkan jawaban saya diatas. karena, iqro itu awal dari kesempurnaan. Jika demikian, kapan islam itu muncul?.

Apakah Islam Muncul Sejak ; "Waa allama adamal asma a kulla ha tsumma arodahum alal malaikatu faqola ambi uni bi asma i ha u laa i ing kuntum sodikin". Apakah Islam di mulai, ketika Allah mengajarkan adam mengenal nama benda-benda atau kapan?.

Saya sampai kepada sebuah cara berpikir bahwa Allah, dengan segala sifatnya yang agung dan luar biasa itu, apakah mungkin menciptakan sesuatu yang bukan Islam?. Kalau menurut saya, semua ciptaan Allah adalah Islam. Sebab, Islam itu mestinya kita Pahami : sebagai metabolisme, dan organisme, atau sistem nilai. apapun yang menyangkut keberlansungan hidup, entah itu jazad, roh, atau diantara jazad dan roh. Itulah Islam.

Begitu Allah, bilang "Kun". maka, mulai berlansunglah Islam. Bukan Kun (jadilah maka terjadi), bukan Kun fa kana. tetapi, "Kun Faa yakun" (present continous tense). jadi, dia sedang berlansung. Artinya, jangan sampai 6 hari dalam ukuran waktu menurut Allah, dalam menciptakan segala sesuatu itu barangkali sekarang adalah hari keenam atau mungkin hari kelima, kita tidak tahu juga. tidak harus keenam, baru ada kita (Manusia). Wallahu a'lam, kita tidak usah berdebat soal itu. Nanti kita tanya Allah saja atau paling tidak, kita tanya Rosulullah.

Begitu Allah bilang "Kun", itulah Awal keberlansungan Islam. Nanti baru kita cari, islam ini kata benda, identitas, nilai, subjek, masdar, untuk keberlasungan sesuatu atau apa?. Nanti baru kita bisa identifikasi bahwa Islam ini sudah menjadi identitas, kelompok, sekte, geng, dan komunitas. Padahal, Islam meletakkan semua itu pada level yang paling bawah.

Untuk itu, sebelum kita meneruskan. Saya ataupun kita semua, sama-sama mencari di dalam diri kita, syukur-syukur jika kita mengadaptasikan aplikasi atau software yang akan kita bicarakan. Ibarat, komputer, kita harus punya aplikasi supaya semua data bisa terakses sesempurna mungkin. Sebab, kalau tidak atau aplikasi kita berbeda. maka, kita akan berdebat lagi tentang sesuatu yang memang berbeda. 

Misalnya, saya di foto dengan Hp tahun 2009, dengan saya di foto dengan Hp tahun 2020, sama objeknya, sama hasilnya. Tetapi, kualitasnya berbeda (Pixel dan resolusi gambarnya beda). Oleh karena itu, supaya kita tidak berdebat dalam kebodohan tentang objek itu. Maka, kita harus cari tahu dulu tentang kemungkinan berapa banyak metodelogi yang di pakai untuk mengurai hal ini.

kita ini, kerap kali diskusi bahkan berujung debat tentang islam, tentang dunia, tentang apapun. Tidak pernah ingat, bahwa yang satu dan yang lainnya menggunakan metodelogi yang berbeda. Maka, kita temukan variasi pengalaman, pengetahuan tentang islam, qur'an dan apapun itu berbeda.

Maksudnya saya ialah kita harus punya kesadaran untuk mencari metedologi tersebut. Agar, saat kita membincangkan islam, jurang perbedaannya tidak terlalu menganga. Juga, Jika kita mau bicara Islam. Ia harus merupakan alat yang menjawab semua masalah. Harus bisa melihat indonesia hari ini secara islam ; ini ada apa, kenapa bisa bertengkar terus?. Ini ada apa, kenapa bisa ada rekayasa terus, mobilisasi terus, subversif, kelicikan-kelicikan di belakang layar. nah, kita harus punya terminologi atau sistem ilmu dari Al-qur'an dan islam, untuk bisa lebih jernih memahami itu.

Kalau Al-Qur'an dan islam, tidak kita gunakan sebagai fungsi, untuk menilai, melihat dan mengidentifikasi apa yang terjadi di negara kita, di kampung kita, di keluarga kita. Lantas untuk apa islam?.

Saya tidak ingin berpendapat dengan landasan menyalahkan pendapat orang lain. Saya tidak ingin mengatakan bahwa pemahaman, tafsir, tadabbur yang sudah berlansung 14 abad itu salah. Saya tidak ingin berangkat dengan landasan psikologi sentimen.

Kalau Islam itu di mulai dari Iqro berarti, Nabi Isa, Nabi Idris, Nabi Ibrahim, Nabi Musa belum islam dong, apalagi Nabi Adam, yang punya jam terbang lebih lama. Bahkan dia yang merintis, mengalami penderitaan, bagaimana anaknya di bunuh oleh anaknya yang lain. Dia belum punya solusi, dia tidak bisa baca ayat dan firman-firman, sebagaimana kita sekarang. Tetapi, hal itu tidak bisa kita gunakan sebagai variabel untuk mengatakan bahwa Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad bukan Muslim. Bukan orang yang tidak menjalankan islam.

Semua Nabi Dan Rosul yang lain, tidak mungkin, kita mengatakan tidak menjalankan keislaman.

Sekarang, Islam kita pahami sebagai apa?. Oke, kita tidak bisa menafikan bahwa Islam telah menjadi identitas. Misalnya begini, Allah tidak pernah berfirman : "Yaa Ayyuhalladzina aslamu". tetapi, Allah Berfirman ; "Yaa ayyuhalladzina amanu". Nah, sekarang ini kita terpecah-pecah pemahaman kita tentang orang-orang yang beriman. Sekarang kita berpendapat, bahwa yang seiman adalah yang sesama orang islam. Sebenarnya yang di maksud "Yaa ayyuhalladzina amanu" itu kita islam saja atau kepada seluruh manusia yang percaya kepada Allah. Bahwa jenis kepercayaan atau pengetahuan yang membimbing kepercayaannya yang berbeda-beda untuk sampai kepada Allah, itu kan urusan Allah.

Begitu dia percaya kepada Allah, maka di berhak untuk terlibat di dalam Yaa ayyuhalladzina amanu. Begitu logikanya. Allah memanggil dengan Sebutan Wahai orang-orang beriman. Berarti kita harus rapat lagi, bahsaul masail, majelis tarjih lagi. Karena, Wahai orang-orang yang beriman, itu kita saja atau semua orang. Sebab, ada gradasinya ; Ada orang percaya Allah, tapi tidak percaya bahwa Allah bikin agama. Ada orang percaya agama, tetapi tidak percaya bahwa Allah berikan kita Nabi. Ada orang percaya Allah, tetapi tidak percaya bahwa Allah menyuruh kita sholat. Ada berbagai macam jenisnya. 

Lalu, dengan dasar itu kita mau marah. sementara Allah sendiri berfirman : "Faa man sya fal mu'min faa man sya fal yakfur (kalau kalian beriman, berimanlah. Kalau kalian kafir maka kafirlah)". Tetapi, tanggung resikonya masing-masing. Dari sudut itu saja, kita memang harus memulai kembali pemahaman kita tentang Alif Ba Ta (pehaman kita tentang islam).

Kita Naikkan ; masa Injil itu bukan pemahaman Islam, masa Taurat dan zabur bukan pemahaman islam?. Jadi, Allah bikin kitab bermacam-macam, lalu yang di terima cuman satu. Loh, ini kan agak sukar di terima akal.

Bukankah Rosulullah sendiri yang bertutur bahwa evolusi terjadi, Sejak dari Nabi Adam, Lalu ulul asmi, seumpama bangunan. Karena ada yang kurang, maka di tamballah oleh Rosulullah. Ibarat sebuah bangunan, Kubahnya Mungkin yang kurang. Atau kalau dalam model masjid Demak, Tiang Terakhir dari Masjid tersebut, dianggap sebagai Sunan Kalijaga.

Dalam teori Perbandingan agama ; Ada Sabuk kelapa, ada air kelapa, ada Isi kelapa, dan ada kelapa. Itu satu, bukan empat. Sekarang, ada agama sabuk kelapa bertengkar dengan agama air kelapa, bermusuhan dengan agama isi kelapa dan sangat benci dengan agama kelapa. Sementara agama kelapa ini juga terpecah-pecah, dan yang memecahnya bukan dirinya sendiri. tetapi dari luar juga ikut memecahnya ; ada syiah, ada Sunni, ada LDII, Ada jahula, ada Isis, ada Islam jama'ah, ada Ikhwanul muslimin, ada MTA, ada Nahdatul muhammadiyin, ada muhammadiyin nahdatul, ada macama-macam dan di tambah lagi sama orang lain. Dan kita percaya bahwa di kelapa itu ada kelapa liberal, ada kelapa moderat, ada kelapa radikal.

Seolah-olah manusia tidak bisa hidup jika tidak radikal. Padahal ada hal-hal tertentu yang kita harus Radikal, Nikah misalnya (bayangkan diantara 1000 wanita, kita cuman pilih satu, begitu pun sebaliknya). Kita Radikal pada diri kita, bahwa kita hanya setia pada satu orang, tidak boleh dua. Jadi, kita percaya bahwa ada Islam Radikal?. Heheheh, tidak adalah. Yang ada adalah perilakunya.

Kembali ke pertanyaan awal, Islam Itu apa?. Begitu Allah bilang Kun (jadi), faa yakun (maka terjadilah). Bukan kun Fa kana. Mengapa, kalau Ku faa kana berarti sudah terjadi, sedangkan kun Faa ya kun, akan berlansung terus menerus. Saat Allah berfirman ; "Inna amruhu arodha Syai' an ayya kula lahu kun faya kun", berarti prosesnya berlansung terus menerus, ber-era-era, berabad-abad. Sementara Allah menyebutnya 6 masa, hal itu menunjukkan bahwa barangkali hari ini adalah satu titik, atau sejengkal waktu dari 6 masa dalam perhitungan Allah.

Berarti Islam itu sebuah mesin, sebuah keberlansungan, sesuatu yang mengalir. Kita kembali ke beberapa soal diatas ; Allah kan Permanen, Pasti dan baka. Sedangkan manusia itu relatif, nisbi, temporer dan Fana'. Lalu, kita belajar di abad 20, ada Istilah dinamis dan statis. Statis kerap kali berkonotasi Negatif, sehingga hal itu menunjukkan bahwa kita tidak boleh statis, kita harus dinamis, kita harus creatif dan bergerak. Lalu, kita mau beranggapan bahwa Allah itu statis, karena manusia itu dinamis. Itu lain soal dan lain konteks atau Illatnya berbeda.

Kita juga sering tidak mengurusi perbedaan, ini metodelogi. Misalnya, mahasiswa tidak lulus-lulus, kita bilang konsisten atau ìstiqomah, kan tidak cocok. Jadi, kita kerap kali menjabak diri di dalam terma-terma, istilah-istilah, literasi-literasi yang kita tersinggung sendiri. Kalau dari sudut itu, kita ini sedang memakan riba. Orang yang makan riba itu ibarat orang mabuk atau kapal yang sedang oleng-oleng. Sebab, segala sesuatu serba salah. Tidak ada kebaikan yang bisa kita laksanakan menjadi kebaikan.

Riba itu bukan hanya soal urusan uang atau benda. Riba itu, seharusnya 100 tapi menjadi 110. Artinya, begitu kita kehilangan presisi, kehilangan gravitasi, tidak setia pada ketepatan, tidak setia pada kepastian. maka, kita telah memakan riba, berdasarkan matematikanya Allah.

Kita sekarang mengalami hal itu. Kita bilang ingin mendirikan negara dan pancasila sebagai dasar Ketuhanan sebagai sila pertama. Berarti hal itu sumber primer. Tetapi, kita tidak pernah memprimerkan Allah di dalam pertimbangan - pertimbangan kenegaraan. Tidak pernah ada sidang kabinet, sidang paripurna, yang tanya kepada Allah, bagaimana sih pendidikan itu, bagaimana sih tambang itu?. Seolah-olah tambang itu milik negara kita, padahal itu milik Allah, untuk semua generasi.

Jadi, pada dasarnya kita ini memakan riba ; ada riba politik, riba ilmu, riba pemikiran, riba bermacam-macam. Jadi, riba bukan hanya urusan bank. Jadi, sebelum ada bank, riba tidak ada. Kan ngaco.

Riba itu adalah kita kehilangan presisi. Allah menyebutnya "waa la takunu kalladzi na nasullah faa an sahum an fu sahum Ula ika hum fasikun". jadi, kita ini melakukan kefasikan secara massal, nasional dan internasional.

Sehingga kita kehilangan pengetahuan dengan Tuhan, karena kita memang tidak pernah bergaul dengan benar, bahkan kita meremehkan rukun iman. Termasuk Ummat islam sendiri, pandangan utamanya bukan Qur'an, itu juga riba. Jadi, saya bicara seperti ini, apakah saya harus menjadi ahli tafsir, harus expert begitu. Ataukah ini pembicaraan setiap orang, yang punya hak terhadap al-Qur'an dan punya kedekatan terhadap Qur'an.

Misalnya, Saya pakai termanya orang-orang suriname ; saya jangan islam, islam itu suci, saya kotor, saya pemabok, saya pezinah. Jangan sampai saya masuk islam karena saya sangat menghormati islam. Bagaimana dengan Premis itu?.

Kalau kita tidak pintar mengapresiasi, kita akan kewalahan menilai metodelogi orang suriname itu. Padahal dia sangat menjunjung Islam dan merendahkan dirinya. ketimbang kita pakai semua simbolisme islam, dan merasa suci. tetapi, melakukan kepalsuan dan kemunafikan.

Terakhir, sambil membaca. Kita juga terus menerus memperkembang biakkan cara membaca, landasan membaca, sudut membaca.

Kalau kita, orang indonesia tidak belajar membaca kembali. Maka, tidak lama lagi kita akan mengalami "alladzina na nashullaha faa an sahum anfusahum", karena mereka tidak belajar kepada Allah, maka mereka juga tidak bisa mempelajari diri mereka sendiri. "Ula ika humul fasikun", Maka, kemudian kita menjadi orang-orang yang "Khosyi un".

"Laa yas tawi ashabul nari waa ashabul jannah ti humul faa idzun", Allah kemudian membagi orang yang rugi dan orang yang beruntung. Sekarang orang mencari keuntungan habis-habisan, mereka pikir itu keuntungan. Padahal parameter untung rugi adalah keselamatan kita di hadapan Allah. Jadi, untuk apa kita untung karena berkuasa, karena kaya. Tetapi, Allah murka terhadap kita, anak kita, cucu kita, dst.


***

Kalau kita mempelajari Islam, atau Mengurai diksi Islam dalam Nahusyaroh sampai Gramernya. Maka, sudah pasti Islam itu bukan kata benda. Tetapi, dia masdar. Atau sesuatu yang berlansung dan sedang bekerja. Atau dalam istilah saya, sesuatu yang mengalir dan bergetar.

Kalau kita baca kamus, Diksi "Sin lam Mim" itu ada 16 fundamen (ada salim, Salluma, aslama, salam, sallimna, dsb). Jadi, kata Islam itu ada lingkungan makna atau semesta nilai yang melingkupinya. Sehingga, saya tidak marah jika islam menjadi Kata benda, lalu di aplikasikan menjadi Identitas, kemudian menjadi Islam KTP. Lalu, menjadi kelompok, dan kelompok tertentu bertengkar dengan kelompok lain. Tetapi, Tolong di simulasikan menjadi kata benda, seperti yang kita alami di bangsa ini.

Padahal Diksi Islam berasal dari kata aslama, yuslimu, salaman atau liberation. Cuman, jika di gunakan diksi liberations sudah menjadi kata benda lagi. Jadi, kita ini terancam oleh pelanggaran riba terhadap hakikat hidup. Hidup ini bergerak, mengalir. Jika sudah menggunakan kata benda, maka dia menjadi mandek dan material-Jazadi. Dan kita akan menjadi penganut matrealisme, dan itulah yang tengah berlansung sekarang.

Kalau Allah menciptakan Islam, itu secara otomatis berlansung dan sempurna, berdasarkan kehendak Allah. Manusia di ciptakan berjarak dengan Alam, maka muncullah Intelektualitas, ontologis dan Kreatifitas. kita ini Kata Allah, hanya di perintahkan untuk berpikir akan tanda-tanda kekuasaan Allah pada silih bergantinya malam, berputarnya bumi, dsb.

Artinya, jika kita ingin mencapai sesuatu yang sejati dan benar-benar sampai kepada Allah. Maka, kita harus meniru metabolisme dan Organisme tersebut.

Misalnya, Allah kerap menggambarkan sesuatu yang baik itu selalu simbolnya adalah pohon ; " waa ma dholu kalimatin kasyajarotin thoyyibatin". Intinya pohon itu adalah model dari semua bangunan atau aristektur. Nah, pohon itu jadi banyak sehingga menjadi kebun. Kebun itu bahasa arabnya adalah "Jannah". kita menerjemahkannya menjadi Surga. Lantas, kita lupa bahwa itu adalah Jannah.

Dari sini kita merefleksikan kembali, bahwa yang di ajarkan kepada kita dahulu ialah buku manual tentang islam yang prgamatis. Karena, manusia tidak mau berpikir, enggan menghayati alam semesta. Sehingga (kira-kira begini), agar mudah memahami Islam, Allah berikan saja buku manual ; yang rukun imannya ada 6 dan rukun islamnya ada 5. Sehingga yang sampai pada kita hanya buku resep. Itu pun kita tidak mau pikirkan?.

Misalnya begini, anda marah jika ada orang menambahkan Syahadatnya. Jika kita bersyahadat dalam sholat, tidak boleh di tambahi. Tetapi, jika kita bersyahadat di dalam kesadaran keseharian kita, harus di tambah dan di lengkapi; aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahwa tidak ada apapun selain ciptaan Allah. Aku bersaksi bahwa pohon-pohon, gunung-gunung, lautan adalah hak miliknya Allah, sehingga kita harus berhati-hati dalam bersentuhan dan mempergaulinya. Aku bersaksi bahwa aliran darah di sekujur tubuhku adalah kasih sayang Allah kepadaku ; " Asyahadu anna nafsi lil lah". Bisa seribu syahadat kita. Tetapi, akan menjadi salah jika kita ucapkan dalam sholat.

Artinya syahadat itu dinamis?. Syahadat menjadi statis, itu hanya terdapat dalam sholat, tidak boleh di tambah dan di kurangi. Sebab, ketentuan hukum secara administratifnya sudah baku. Ia akan menjadi dinamis ketika dalam kesadaran kita. masa kita mengakui Allah, tetapi mengabaikan peran Allah. Masa kita tidak mengapresiasi ciptaan Allah. Masa kita memuji betapa indahnya, yang Allah hamparkan didepan mata kita. Jadi, kita harus melengkapi syahadat kita dalam kesadaran.

Islam itu memang cukup administratif ; Baca syahadat, sholat, puasa, zakat dan naik Haji bagi yang mampu. Inilah yang sampai ke kita, sehingga kita berpikir bahwa Islam itu soal sholat 5 waktu, puasa, dsb. Pemahaman ghoyah dan wasilahnya terbalik.

Oke, memang salah satu inti ajaran Islam itu Sholat. Tetapi, sholat itu bukan hasilnya. Karena, sholat itu adalah alat untuk mencapai kebaikan. "Innasholata tatann haa iwal fahsya wal mungkar". Sholat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Jadi, sholat itu adalah alat untuk kita bisa terbebas dari fahsya dan mungkar. Sholat itu wasilah, bukan ghoyah. Sholat itu inputnya, bukan outputnya.

Hanya karena kita mengenal Islam, hanya soal sholat dalam rukun islam, sehingga kita menganggap sholat itu sebagai parameter. Jadi, seorang dikatakan muslim yang baik, jika dia rajin sholat, saya tidak mengatakan itu salah. Cuman tidak boleh berhenti di sholat saja, karena sholat itu indikator awalnya. Kita harus cek dan memverifikasinya ; apakah hasilnya setelah dia sholat, dia tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta bentuk-bentuk kemungkaran lainnya.

Termasuk dengan rukun iman, yang tidak pernah di omongkan dan menjadi kesadaran sehari-hari kita. Misal, Qodha dan Qodhar itu apa dan contohnya dalam kehidupan kita sehari-hari?. Kan hal itu tidak pernah ada dalam pendidikan agama di bangsa ini.

Qodha dan qodhar itu kapan kita ngantuk, tidur dan kapan kita bangun. Kita butuh uang, sudah usaha cari. Tiba-tiba ada teman yang bantu, itu juga qodha dan qodhar. Detak jantung kita ini juga qodha dan qodhar ; kita tetiba sakit, dokter tidak mengerti kenapa bisa kanker. Dokter memperkirakan, bahwa kanker itu karena ini dan itu. Lalu, kemudian di anulir kembali setelah ada pengetahuannya yang berubah atau ada yang baru.

Padahal, ada terminologi seperti ini ; Islam, Kristen, Yahudi, budha, hindu, konghu chu dan aliran kebatinan. Sebenarnya, jika kita hendak berpikir kualitatif, khuluqiyah, ahklaqiyah, hununiyah. Maka, terminologi diatas itu keliru, yang ada adalah ; Muslimun, Kafirun, munafikun, fasikun, musyrikun, dzolimun, dll. Karena, kekufuran adalah segala perbuatan yang mengingankari adanya kebenaran Allah. Dan itu sangat mungkin juga di lakukan oleh orang islam. Jadi, tidak ada identitas kafir. Yang kafir adalah perilakunya.

Seumpama pengandaiannya bengini : Penting mana perilaku kita atau identitas kita?. Nah, jika Islam menjadi identitas. Saya tidak menyalahkan, cuman berbahaya suatu saat. Bisa baku hantam kita. Sebab, ketika orang bicara Mahatma Gandhi, di kira Budha. Bicara Imam Ali, di tuduh Syi'ah. Bicara, Rais syukur di kira Nalar Pinggiran. Makanya, nalar pinggiran kita pertahankan sebagaimana Islam, bahwa Nalar Pinggiran tidak boleh menjadi kata benda, insitusi, dan identitas. Tidak ada Nalar Pinggiran pun, tidak apa-apa. Karena yang boleh ada itu Hanya Allah, dzat yang mencintai kita. Kita tidak ada pun tidak ada masalah juga kok.

Jadi, konstelasinya tidak seperti yang kerap di sebut orang-orang, Islam KTP. Hanya ada ; Muslim, kafirun ; orang yang melanggar ketentuan Allah, entah dia muslim atau tidak. Fasikun ; orang yang lupa diri, karena lupa Tuhan. Dzolimun adalah orang yang mentang-mentang, seenaknya sendiri. Rakyatnya di musuhi terus atau memusuhi orang yang membayarnya. Sedangkan Munafiqun itu juga sering di sebut musuh dalam selimut, sesuatu yang ada dalam diri kita atau bersama dengan kita. Itu masih lebih baik dari pada ciri orang munafiq yang seperti pisau di pinggang kita, kemanapun kita pergi dia ada terus.

Itulah sebabnya, mengurusi orang munafiq itu seribu kali lebih susah, ketimbang mengurusi orang kafir. karena, kalau orang kafir, apalagi di zaman Nabi Nuh, kita bisa cepat mengintenfikasinya yaitu orang yang tidak percaya sama Allah dan Nabi Nuh. maka, ia tidak naik kapal.

Jika kita di suruh Allah untuk buat kapal, Lalu terjadi banjir. Kira-kira yang naik kapal kita, itu siapa?. Pasti semua akan naik kapal, kalau sudah jelas bahwa banjir akan datang. kita tidak bisa mengindentifikasi siapa yang kafir. Mungkin, dia mengaku-ngaku saja beriman. Apalagi sekarang kita tau, banyak yang mendadak beriman.

Jadi Ini zaman, jika tidak di tolong oleh Allah. Maka, tidak bisa dia mengatasi dirinya sendiri. Oleh karena itu, yang kita sumbangkan ini merupakan pembelajaran dari Alif Ba ta. Agar Islam tidak menjadi alat kesombongan diri kita, di dalam pengetahuan kita. Dia boleh mencair, dia boleh berganti. Asalkan yang menggantinya adalah hidayah dari Allah SWT.

saya berdoa, siapapun yang membaca Tulisan ini. Semoga akan di daftar oleh Allah agar mendapat Hidayah dan menjadi pelaku Rahmatal lil alamin, sesudah segala macam kekacauan di negeri kita ini, yang oleh Allah di bikin berlalu dan Allah telah merintis datangnya generasi baru yang mencintai Allah dan Allah mencintanya.

Kembali ke soal Kun Fayakun tadi, sebagai awal dari Islam. Karena yang Allah gelar terlebih dahulu adalah Alam semesta. Kalau boleh kita simpulkan secara de facto, bahwa alam itu "assabikul awwalun" (termasuk yang paling awal dalam islam), dan hal itu berlansung dan tergelar sampai sekarang. Sementara manusia, baru kemudian, Itu pun di bikin oleh Allah berjarak dengan Alam. Saya membayangkan, ketika manusia berislam, mestinya dia juga punya hubungan terhadap alam ; apakah itu belajar, apakah itu memahami dan yang lebih penting lagi, bagaimana Allah mengatur alam juga menjadi pelajaran. Sebab kalau kita tidak belajar ke pada Alam, bisa salah juga kita menyikapi alam.

Sebagai contoh ; Allah menciptakan Alam, termasuk kemudian Allah menciptakan binatang. Dan Allah sendiri yang memberikan jaminan, bahwa tidak ada satupun binatang melata kecuali Allah telah tetapkan rezekinya. Sementara manusia, belum tentu memiliki tingkat keyakinan seperti binatang melata itu. Artinya, jika saja kita punya pemahaman keislaman seperti alam dan binatang. Maka, keislaman kita juga mestinya lebih baik. Dan yakin bahwa rezeki kita telah dijamin oleh Allah, sehingga kita Tidak perlu korupsi, kolusi dsb?.

2 tahun belakangan ini, kerap saya katakan bahwa Semua Ilmu pengetahuan yang di pelajari manusia itu harusnya Taat kepada kehendak Allah. Fisika tidak bisa di pakai untuk arsitektur dan bangunan, jika ia tidak taat kepada ketentuan Allah. Kita menyebutnya sunnatullah, Tinggal kita teruskan, itu yang disebut Islam.

Misal, tidak mungkin listrik ini menyala jika tidak kompatibel dengan kehendak Allah mengenai cahaya. Atau bangunan, Mesti kompatibel dengan Kehendak Allah. Hanya saja, Setelah bangunan itu selesai, di bangun dengan ketaatan kepada Allah. Isi bangunannya yang mulai tidak taat pada Allah. Itu urusan manusia.

Manusia, tidak mesti di bandingkan dengan Binatang. Sebab, binatang tidak butuh Ilmu, iman, keyakinan.

Yang kita sebut sunnah atau yang selama ini kerap kita sebut sunnatullah ; bahwa matahari di kelilingi bumi. Bumi di kelilingi rembulan, Dsb.

Saya ingin mengatakan bahwa Islam itu adalah cara Allah menyelamatkan Mahluknya. Dan jangan tidak taat pada islam. Karena Allah itu seperti, memancarkan cahaya dari tangannya. Tetapi, cahaya itu tidak garis lurus, melainkan melinkar kembali kepadanya. Seumpama Inna lillahi Waa Inna Ilaihi Rojiun, itu namanya tauhid.

Kalau kita ingat, Allah itu memancarkan cahaya yang bentuknya melingkar ; dari dia, menuju dia. Itulah yang di sebut NUR Muhammad. Allah bahagia memancarkan cahayanya, bahkan Allah mengatakan ; Allah adalah cahaya. Artinya cahaya itu bukan dari luar dzatnya. Dari dirinya sendiri, menjadi Nur yang di puji olehNya. Kemudian barulah ada transformasi (menjadi planet, tata surya, galaksi dan semua entitas alam semesta). Itu semua adalah Islam. Mengapa?. Karena, Islam itu ialah semua yang di pancarkan oleh Allah, yang hakikatnya akan kembali kepada dirinya.

Nah, jika mengacu pada konteks ini, maka kita Ingat Rosulullah. Sehingga melahirkan 3 Lokus bahasan ;

Pertama, kalau 12 Rabiul awal itu adalah Maulid Muhammad Bin Abdullah. Muhammad yang di tugasi secara biologis, dengan usia yang di berikan, hanya 63 tahun. Itu adalah maulid Muhammad, Bukan Maulid Nabi.

Kedua, Maulid Nabi, yaitu Maulid Kenabiaan, yaitu bersamaan dengan Nuzul Qur'an. Jadi, Mulai besok, jika bikin malam nuzulul qur'an. Maka, rangkaiakan dengan Maulid Nabi. Karena, itulah awal dari Kenabiaan Muhammad, meskipun bukan awal dari Islam. Karena Islam itu adalah apa saja yang di ciptakan Allah, sejak Kun adalah Islam. Masa Allah menciptakan sesuatu yang tidak Islam, masa Allah menciptakan sesuatu yang tidak selamat untuk sampai kepada Dirinya.

Maka, "Inna dina Indallahil Islam" adalah cara kita untuk tunduk agar di terima kembali oleh Allah dengan melakukan Islam. Tunduk itu artinya kita bisa menyatu dengan Allah, adalah Islam. Islam adalah suatu pekerjaan, program, sistem untuk tunduk kepada Allah.

Ketiga, Ada Juga Maulid Nur Muhammad. Dan Itu bisa kapan saja, sebab kita tidak tau kapan hal itu terjadi. Sebab, saat itu terjadi belum ada hari, bulan, tahun, ruang dan waktu. Sehingga, sejatinya kita kalau bisa, sesering mungkin merayakan Maulidun Nur. Merayakan kembali rasa syukur, bahwa Allah menciptakan Cahaya Allah ; "Allahu nurussamawati Wal Ard". Lalu, di gambarkan ; "Mastalu nurihi kaa misskatin fi haa misbah, Al Misbahu fiha dzujaja, adzu jaja tu kaa anna ha kaw kabun dhurriyu yu kaw kabun min zajaratin mubarokah Wala syarkiya wala ghorbiyah". Tidak timur, barat, utara, selatan, atas, bawah. Kalau kita benar-benar masuk kedalam cinta Allah. Maka, kita tidak akan menemukan sekat-sekat identitas. Jika kita masuk kedalam semua itu. maka, kita akan memancarkan cahaya, meskipun kita tidak pernah memancarkannya. Lampu kita akan menyala, meskipun kita tidak pernah menyulutnya dengan api.

Manusia pada dasarnya berjuang Secara Kualitatif menuju Nurun ala Nurun. Bukan kita makan cahaya, tetapi kita bagian dari cahaya Allah. Terus kalau bukan bagian dari cahaya Allah, apa?. Makanya tidak apa-apa, orang menghormati Bendera Merah putih. Karena itu bagian dari cinta kita kepada tanah yang di berikan Allah. Bukan mengganti Allah dengan bendera.

Jadi Kawan tadi bertanya, mengapa kita tidak belajar pada alam?.

Memang orang modern itu aneh. Misalnya begini, dia berhenti pada Hukum alam. Dia membunuh pikirannya bahwa yang bikin alam, harus ada subjeknya. Padahal tinggal selangkah saja, tapi dia tidak mau. Gravitasi, relativitas dan Rotasi itu hukum alam. Kalau orang Islam, mestinya selain percaya bahwa itu bukan hanya hukum alam. tetapi, itu Islam (ciptaan Allah). Begitu kun Berlansunglah Islam.

Maka, yang penting adalah pergerakan Ahkaqul karimah kita. Cinta kita kepada semua manusia dan alam itulah Islam. Perkara surga dan tidak, kan bukan kita yang memberikan raport. Pokoknya kita selalu beritikad baik terus dan menyelematkan orang. Makanya, kepada orang kafir, kita tidak boleh bersikap keras. Tetapi, bersikap tidak tega. Kenapa ada manusia kafir, kepada ada orang tersesat?. Ayo, sini saya kasih tau jalannya, bukan di marahi.

Rumusnya sederhana, kalau kita di dunia modern, ada istilah organisme dan organisasi. Kalau oraginisme itu, Allah sudah kasih contoh ; Heii, begini ni contoh Organisasi yang baik. Hanya karena dia otomatis, makanya kita taunya Matahari terbit saat fajar. Meluruh saat malam.

Senagai tambahan, ada satu hal yang saya ingat tentang metodologi, Cak Nur pernah bertutur bahwa al-qur'an itu substansi. maka, kita harus memahaminya dengan metodologi dari barat. Saya tidak mengatakan tidak sependapat, justru saya menemukannya terbalik. Saya menemukan Al-Qur' sebagai supra metodologi. Justru qur'an yang membuat saya lebih memahami manusia, binatang, dan semua galaksi tanda di semesta ini, memahami semua dialektika kehidupan ini, bahkan saya memahami kenapa laron hidupnya beberapa puluh menit saja. Saya tidak perlu menyeledikinya, saya cukup pakai qur'an, karena Qur'an punya sifat informasi yang berbeda dengan selain qur'an. Qur'an tidak hanya memberitahu, tetapi juga punya hidayah. Punya lorong yang menghubungkan cinta kita kepada Allah.

Ilmuan, penyair, seniman itu Rohaniwan. Tetapi, kerap kali di tolak. Karena, yang di sebut rohaniwan adalah pdt, pastor, Kiai, Ustad. Bagaimana bisa demikian?. Bukankah semua yang berurusan dengan Ilmu adalah ronahaniwan, Allah kan softwarenya. Apalagi Seniman, yang dia ungkapkan kan bahasa Jiwanya, Bahasa hatinya, gejolak-gejolak dari perasaanmu, itu rohaniwaan.

Kenapa seniman modern, berabad-abad, tidak pernah berdiri sebagai orang yang sadar bahwa Ia adalah Rohaniwan?. Makanya, mereka mandek, mengalami stagnasi, tidak bisa terus, tidak bisa terbang. Akibatnya, banyak yang berakhir di pasar (laku dan tidak laku).



*RST
*NALAR PINGGIRAN

CORETAN PER-EMPU-AN




--MENDARAS FEMINIS ILAHI DALAM UPAYA MERUMUSKAN TEOLOGI FEMINIS ILAHI--
 
Prinsipnya Filsafat Perempuan berusaha menjelaskan hakikat keberadaan manusia (khususnya perempuan), sebagaimana adanya (ontologi/teoritis) dan berusaha menjelaskan tindakan perempuan sebagaimana mestinya secara ikhtiari atau capaian akal atau pikiran (praktis/aksiologi).

Sebelum menjelaskan bagaimana Rumusan Teologi Feminis Islam dalam menjelaskan hakikat keberadaan perempuan sebagaimana adanya dan tindakan perempuan sebagaimana mestinya, terlebih dahulu saya membeberkan - memberikan pandangan-pandangan terkait eksistensi perempuan, fenomena, problematika dan bagaimana semestinya ia menjalani hidup. Sebab Prinsipnya, kita harus menggeser persoalan rumah tangga, dari isu romantisme baperan aku dan kamu, menjadi DIA sejati (penyempurnaan diri secara individu dan sosial).

Apakah perempuan itu lemah, karena potensi bawaan ataukah akar budaya kita yang Mensubordinsasi perempuan?.

Saya teringat dengan percakapan "Nyai Ontosoroh" pada Anak perempuannya yang akan menikah dengan Minke, Dalam Karya Bumi Manusia Pramoedya ananta Toer : " kamu harus belajar, agar pintar. Bapakmu yang lelaki itu, kerjannya cuman mabuk. Tapi, karena Ia lelaki. Maka, ia dihormati. (Patriarki). Sedangkan Mamamu ini, lebih pintar dari Bapakmu. tetapi, karena Mamamu perempuan tetap dihina orang lain. Maka, engkau harus lebih giat menempa Diri, sebab kita masih bergelut dizaman, dimana orang melihat kita (perempuan) bukan pada otak, tetapi pada Kewanitaan kita. (Budaya)".

Sebuah "jiwa zaman" awal abad ke 20, mungkin sebelum-sebelumnya juga demikian dan tak ada bedanya dengan sekarang, bahkan semakin membusuk otak mereka. Stagnasi pemikiran, Yang melihat perempuan bukan Pada Otak atau Akal, melainkan pada potensi bawaannya (kewanitaan). sudah melembaga lama, bahkan telah membentuk sebuah corak pemikiran dihampir semua lapisan masyarakat.

Hal itu diperkuat lagi dengan produksi pikiran keagamaan - Teologis, yang patah. memandang masa depan dengan pesimis. memandang sesuatu tidak dengan akal - Taqlid buta. Jika Konsepsi teologis ini digunakan dalam Melihat Lelaki dan Perempuan, itu berbeda. Maka, Tuhan telah mendistorsi proses penciptaannya. Sedangkan Tuhan menekankan, lelaki dan perempuan, tidak boleh dibedakan, karena akan merusak sistem Alam semesta.

Diskriminasi terhadap perempuan itu terjadi sejak ia baru saja dilahirkan. Air kencing bayi perempuan yang hanya minum Air Susu Ibunya langsung dikategorikan najis 'Mutawassithah' (tengah-tengah). Sedangkan air kencing laki-laki yang juga hanya meminum ASI yang sama dikategorikan najis 'Mukhoffafah' (ringan). Seandainya perempuan banyak dilibatkan dalam penentuan hukum Fiqih, rasanya keputusan Fiqihnya tidak begini sekali.

Selama ini sangat banyak beredar tafsir-tafsir misigonis menyangkut sosok perempuan. Perempuan kerap jadi objek hukum. Menjadikan agama sebagai tameng pembenaran atas perlakuan-perlakuan tak bersahabat pada perempuan. Sebagian besar perempuan pun murung dengan kenyataan ini, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Kali ini bolehlah para perempuan ge-er dan tersenyum lebar.

Pertama, Dalam analisis gender 'Mansour Faqih', definisi perempuan harus dibedakan dari segi gender seks yang berkaitan dengan anatomi tubuh seperti rahim, payudara, alat produksi sel telur, kemampuan melahirkan, menyusui, dan berbagai hal hal lainnya yang berkaitan dengan aspek biologis yang sifatnya kodrati ( tidak bisa diubah).

makna perempuan, kedudukan serta perannya dalam sektor publik dan domestik semisal perempuan adalah mahluk perasa, lemah akal, sumber dosa atau fitnah, petugas rumah tangga (dapur, kasur, sumur), tidak mampu memimpin adalah sesuatu yang sifatnya konstruktif,  bukan hal yang hakiki (inheren) pada kodrat perempuan. karena laki-laki pun ada yang perasa, lemah akal, dsb.

Sebagai sesuatu yang sifatnya konstruktif, bisa berubah (relatif), dalam arti laki-laki dan perempuan sama sama bisa mengalaminya.

Secara epistemologis, kita tentu bertanya darimanakah asal atau dasar konsepsi atau pemaknaan, dan penilaian mengenai hakikat perempuan serta perannya?.

Hal itu tidak keluar dari kosntruksi sosial-politik, budaya, teks agama, dan variabel lainnya, termasuk perempuan itu sendiri yang menimbulkannya demikian. 

Semisal 'Simone De Beavoir' (1908-1986), seorang feminis eksistensialis modern, mengatakan bahwa tersubjektifkannya perempuan menjadi objek (liyan/yang lain) oleh laki-laki bukan karena semata laki-laki itu sendiri yang melihat perempuan sebagai the second reality (realitas kedua). tetapi, karena perempuan itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh apa yang disebut sebagai penyakit " The Malafide" dengan tiga kategori penyakit ; 1. The Prostitute, Dimana perempuan menjadi objek tubuh atau seks bagi laki-laki. 2. The Narsis, Perempuan selalu menampilkan dirinya sebagai eksistensi fisik atau keindahan tubuh bagi laki-laki untuk terpuaskan. 3. The Mystic, hal ini berkaitan dengan kecendrungan perempuan untuk bersaing antar sesama perempuan.

Ada yang melihat persoalan malafide tersebut disebabkan oleh laki-laki, ada pula disebabkan oleh perempuan itu sendiri yang selalu menampilkan dirinya sebagai tubuh seksi, cantik, indah fisikli, sehingga laki-laki memandangnya demikian.

Artinya tidak ada nilai lain yang perempuan bisa tonjolkan pada dirinya, kecuali eksploitasi pada tubuhnya sendiri. Adapun perihal persaingan antara perempuan dengan sesama perempuan dikarenakan ingin menjadi yang terbaik bagi perempuan lainnya, termasuk dari segi gaya hidup.

Kedua, Ontologi Islam. Tentu ini butuh uraian pembahasan untuk membahasnya, dan disini saya hanya akan memaparkan relevansi ontologi "Teosofi transenden Mulla Shadra" dalam meletakkan kedudukan laki-laki dan perempuan, bahwa laki-laki dan perempuan adalah mahiyah yang bersandar pada hakikat wujud "Assholatul Wujud", sehingga kita bisa melihat perbedaan keduanya dari segi mahiyah (materi). namun dari segi eksistensinya, sama-sama eksis (setara kedudukannya setara ontologis), tidak ada superioritas eksistensi.

Eksistensilah yang mendasar bukan mahiyah. Adapun keduanya dari segi esensi, keduanya adalah satu spesies sebagai manusia dengan segala kompleksitas Kemanusiaannya.

Ketiga, Humanisme Perempuan dalam Filsafat Manusia. Manusia dalam filsafat islam adalah bersandar pada term "fitrah" (Q.S. Ar rum ; 30), berupa format kemanusiaan yang tidak berkaitan dengan jenis kelamin, melainkan kecenderungan jasmani atau bashar (makan, minum, seks, istrahat, dsb)  dan kecenderungan ruhani atau insan, berupa kencendrungan pada pengetahuan, pengaturan (hasrat kuasa), kecenderungan spiritual (ibadah), kecenderungan sosial-akhlak (diadaptasi dari filsafat manusia Muthahhari dan Dr. Ali Syari'ati).

Baik laki-laki ataupun perempuan adalah subjek (bukan relasi antar subjek dan objek) yang sama-sama memiliki kehendak bebas dalam mengaktualisasikan fitrahnya (basyar dan insan) menuju alam objektif (keluarga dan masyarakat).

Dalam hal sektor domestik laki-laki (suami) dan perempuan (istri) bertanggung jawab dan semaksimal mungkin bekerjasama dalam penyediaan makanan, minuman, termasuk masalah istrahat, terutama dalam hal pengurusan anak. Bagaimana tidak di bebankan pada satu pihak saja.

Keempat, Feminis dalam struktur Kosmologi " The Tao Of Islam karya Sachiko Murata. Materi ini juga kita ringkas dan yang ingin mendalaminya bisa membuka buku tersebut atau mengikuti kajian kajian kosmologi Ustadz Shafwan.

Laki-laki dan perempuan dari segi psikis adalah sama-sama feminim (Kualitas jiwa) berupa kecenderungan esensial jiwa pada kesempurnaan (kebenaran, kebaikan, keadilan), ketaatan pada nilai-nilai sempurna tersebut disebut dengan feminim positif, adapun sebaliknya disebut feminim negatif. Ada lima kategori feminitas yang di maksudkan Sachiko, salah satunya adalah kemampuan menerima taklif "memikul beban atau tanggung jawab, "baik yang bersumber dari ilahiah maupun nilai-nilai kemanusiaan yang universal.

Dalam konteks teologi islam, kita semua "Baik laki-laki maupun perempuan" adalah Feminim (hamba) dan Allah SWT adalah maskulin sejatinya (Tuan yang mengatur, memerintah, dsb) melalui jalan syariat, sehingga syariat disini adalah satu bentuk perkawinan makrokosmos antara manusia dengan Allah SWT melalui alam objektif (jalan syariat), dan setiap perkawinan Menurut Sachiko Murata, mengutip Ibnu arabi, akan melahirkan sesuatu, jika tidak, di katakan mandul. Semisal, sholat adalah satu bentuk perkawinan hamba dengan khaliq, yang akan melahirkan anak-anak akhlak (sifat mulia), berupa keterjagahan dari sifat keji dan mungkar "Innassholata Tanha Anil Fahsai wal Mungkar".

Dengannya kita mengatakan, laki-laki dan perempuan dari segi teologis, adalah sama-sama hamba (feminim) yang bergantung pada Allah SWT, sehingga antara laki-laki dan perempuan tidak ada dominasi kekuasaan, laki-laki menghamba pada perempuan, atau sebaliknya perempuan menghamba pada laki-laki (relasi eksploitasi).

Kelima, Kepemimpinan Gender. Kepemimpinan dalam konteks khalifah memang dari segi teks dan historisitasnya menjadikan adam sebagai subjek penyandang kepemimpinan. Namun kepemimpinan adam bukan karena gender jenis kelamin laki-lakinya, tentu Allah SWT tidak menjadikan jenis kelamin sebagai kriteria kepemimpinan, tetapi berkaitan dengan kualitas Feminim (kemampuan menerima taklif) dan juga kualitas intelektual. Bicara tentang intelektual, landasannya adalah basis epistemologi, berupa indra, akal dan hati sebagai instrumen pengetahuan, dan ketiga faktor utama. pengkondisian pengetahuan tersebut sama sekali tidak berjenis kelamin, sehingga konteks dewasa ini intelektual dari segi teoritisnya (pengetahuan tentang hakikat keberadaan sebagaimana adanya) dan dari segi-segi praktisnya (pengetahuan tentang tindakan manusia sebagaimana mestinya) berupa etika lingkungan, etika individu, etika rumah tangga dan etika-hukum, politik kemasyarakatan, bisa Sempurna pada laki laki dan perempuan.

Atas dasar inilah, Prof. Dr. Nasaruddin Umar (Argumentasi Kesetaraan Gender) dan Prof. Dr. Jawadi Amuli (Keindahan dan Keagungan perempuan), melihat keduanya adalah Khalifah (pemimpin) dalam bidang dan perannya masing masing sesuai kapasitas diri ( kemampuan/skill dan pengetahuan)

Adapun relasi keduanya dalam konteks rumah tangga, sebagaimana Q.S. An Nisa bahwa laki-laki adalah " Qowwam" bagi perempuan perlu di rumuskan ulang pemahaman kita terhadap teks dan azbabun nuzul teks tersebut (latar belakang Sosio-Historis).

Membaca Dr. Syariati dalam teks Fatimah is Fatimah, bahwa kepemimpinan arab jahiliah identik patriarkisme, perempuan dalam konteks rumah tangga adalah budak, sehingga Allah Swt merekonstruksi kepemimpinan perbudakan tersebut menjadi kepemimpinan yang bertanggung jawab, dalam arti Qowwam bukan berarti menguasai, mengatur semerta-merta perempuan tetapi berkaitan dengan pengaturan sesuai sistem hikmah dan akhlak, sehingga Qowwam berarti mengayomi, melindungi, menjaga. Dsb.

Konten hari ini, kepemimpinan rumah tangga yang di letakkan pada laki-laki adalah taklif teologi yang kriterianya bukan disebabkan karena kelaki-lakian ( ?faktor jenis kelaminnya) tetapi bersandar pada kebijakan kebijaksaan, keadilan, dan akhlak. Sehingga jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka kepemimpinan menjadi gugur (relatif), adapun perempuan (istri) juga bisa memimpin, jika dia sesuai dengan hikmah, prinsip kebenaran, keadilan dan akhlak, sehingga bisa dikatakan, keduanya adalah sama-sama pemimpin yang harus siap menerima masukan satu sama lain, untuk kepentingan bersama dan pemimpin sejati atau mutlak adalah Allah SWT tempat keduanya bersandar.

Mengenal perempuan-perempuan dalam sejarah peradaban kemanusiaan islam sebagai patokan ilmiah, rule model kepribadian dan gerakan perempuan yang identik dengan intelektualisme, spiritualisme atau Feminim transenden. perannya dalam pendidikan, Ekonomi dan sosial politik seperti Siti Hajar perintis ajaran monoteis lewat Nabi Ibrahim, Siti Aisiyah" perintis pembebas bani Israel dari Diktator Fir'un, Siti Maryam faktor utama eksistensi Isa As, Siti Khadijah dan Fatimah Az Zahra.

Ringkasnya, mereka adalah perempuan-perempuan yang telah keluar dari penyakit the narsistis, the prostitute dan mystic, dalam arti mereka adalah perempuan yang tidak lagi hadir ke permukaan sebagai eksistensi tubuh fisik (menampakan secara narsis wajah atau penampilannya), bersaing sesama perempuan hingga saling menjatuhkan (fitnah, gosip, dll). tetapi eksistensinya hadir sebagai makhluk intelek, akhlaki, bertaqwa, pengabdi, feminim positif, maskulin positif (kritisisme ketidakadilan), kontribusi generasi manusia, dan aktifitas ekonomi politik untuk tegaknya universalisme nilai-nilai kemanusiaan (agama) dalam konteks rumah tangga (domestik), maupun publik (sosial-politik).

Kesimpulan umumnya adalah feminis ilahi konteks kosmologi islam adalah kualitas jiwa (ada pada laki-laki, maupun perempuan), yang terdiri dari lima kategori. salah satunya kategori kemampuan menerima taklif (tanggung jawab). Dalam praktisnya feminis ilahi adalah jiwa yang mampu berjalan selaras dengan kehendak Tuhan di alam plural.

Terakhir, untuk menutup sesi bagian pertsma ini " Tidak ada cinta hakiki dalam relasi gender suami dan istri, yang ada adalah relasi sosial-politik profetik".

Artinya, kita melihat kekurangan pada sesama, fitrah kita menghendaki kesempurnaan yang hanya dapat disandarkan pada  Allah swt. sehingga aku dan dia hanyalah sarana dan media kerjasama dalam mewujudkan cinta kepada Allah Swt (cinta  hakiki). Allah Swt telah melatakkan batas hak dan tanggung jawab, yang di sempurnakan pada akhlak kenabian, sehingga aku ke kamu (suami ke istri atau sebaliknya) adalah bagian dari perjalanan teoritis menuju Allah Swt. 

Maka, sesungguhnya inilah moral yang kuat dalam relasi gender (konteks keluarga), sehingga kebaikan yang kita letakkan terhadap pasangan, bukan untuk mencari simpati dan balasan. tetapi, sebagai sarana mendekat kepada Allah Swt dalam segala gradasinya.


**


Beberapa perdebatan yang kerap Kita saksikan, tentang cantik dan tidaknya paras seorang wanita. Di akibatkan karena penyakit yang saya maksudkan diatas, The Narsis. Perempuan yang acap kali menampilkan dirinya, karena fisik atau tubuh. Nah, mata kita, selalu tertumpu pada bagian yang sangat artifisial. Padahal, hal tersebut, hanyalah bagian terkecil dari akumulasi seluruh kecantikannya.

Tentu, kita bisa bertanya lebih kritis, Sejak kapan cantik itu identik dengan kulit putih, berdagu terbelah, berbadan lansing atau bertubuh motok, rambut terurai, berlesung pipi, dsb?. Sama dengan Memakai jilbab itu tujuannya menutupi aurat ataukah menutupi rambut?. 

Bukankah Aurat itu sesuatu yang bisa membuat lawan jenis menjadi tertarik, begitu tutur "Buya Syakur". Jika memakai jilbab membuat jadi menarik itu Justru bertentangan dengan tujuan menutupi aurat. Kecuali berjilbab itu tujuannya untuk menutupi rambut, bukan aurat. Olehnya, Berhentilah Bersolek. Stop Memamerkan kensensualan lengak-lenggok, Sudahi memperlihatkan kegenitan, Janganlah menunjukkan kemolekan. Hijab- Tutuplah dengan benar. Jika tak ingin Jiwa Zaman ini melihatmu, karena Engkau Wanita, bukan karena engkau punya Otak.

Di negeri tirai bambu - Tiongkok, salah satu Standar kecantikan perempuan, terletak pada rona kulitnya. Perempuan cantik itu berkulit putih. Berkulit cerah. Seperti adagium Tiongkok Klasik " yi bai zhe san chou" (perempuan berkulit putih mampu menyembunyikan 7 kesalahannya)". 

Tujuh kesalahan itu apa saja, tidak penting. sebab, saya juga tidak tau. Tapi, substansinya adalah perempuan yang berkulit putih mendapatkan kelebihan, mampu menghilangkan kesalahan (sosialnya) secara otomatis. Tidak hanya satu, tujuh sekaligus. Hal ini menempatkan bagaimana perempuan berkulit putih begitu menentukan bagi orang asia, khususnya Tiongkok. 

Sedangkan perempuan di dunia barat?, persepsi yang terbentuk adalah kulit cokelat merupakan simbol gaya hidup sehat. Gaya hidup yang spartan. Karena itu banyak perempuan di dunia barat yang terobsesi dengan "Tanning". Mereka berjemur agar kulit mereka menjadi (agak) kecoklatan. Sedangkan, kita di indonesia, terbalik. Dipaksa putih karena standar kecantikan di buat oleh Iklan Industri kosmetik. Akibatnya menjadi Ballang (belang-belang). 

Tidak ingatkah kita, bahwa Kecantikan fisik itu malapetaka. Sebab, cikal bakal terjadi perang Troya ialah memperebutkan Helena. Perang antara kerajaan prambanan dan Majahpahit adalah merebutakan Diah Pitaloka. Romeo tak akan pernah berani meneguk racun, Jika bukan karean Juliet. Dan qois tak pernah di labeli Majnun, kalau bukan karena Laila. 

Tertawan pada kecantikan itu juga lumrah Sebagai lelaki. sebab, kita bukan malaikat yang tak memiliki hasrat. Tetapi, menjadikan kecantikan Fisik sebagai variabel utama, justru bisa mendatangkan malapetaka. Kata Nizar Qabbani, "Para lelaki itu mensifati Perempuan sebagai mahluk yang bengkok. Dengan kebengkokan pinggulnya justru para lelaki itu bertumbangan".

Cantik itu kualitas jiwa (Inmaterial), bukan pada Fisik (Material). Cantik itu kebenaran, "Innallahu jamilun Wa yuhibbul jamal. Kenapa?, Karena Perempuan adalah mahkluk yang luar biasa, ada rahim dalam tubuhnya sebagai pusat kasih. Ada cinta dihatinya sebagai jalan bakti. Ada nalar dipikirannya sebagai sarana diksi. Maka, Jagalah perempuan yang tidak dilahirkan ibumu. Agar, Allah menjaga perempuan yang dilahirkan ibumu.

Karena kecantikan itu Kualitas Jiwa, maka kerap kita dapati Sebagian perempuan itu seperti pasukan khusus yang lebih sering menggunakan sandi atau kode. Sebagian perempuan susah mengeluarkan isi hatinya dalam rupa aksara. Akhirnya banyak perempuan memilih menjadi makhluk super, sehingga kerap berkata "aku tidak apa-apa". Padahal sedang tidak baik-baik saja. Meski sesungguhnya ia tahu bahwa berbicara lebih mendewasakan dibandingkan bahasa sandi atau kode, apalagi diam. Sebab, tak banyak lelaki yang bisa menafsirkan Bahasa Diam. 

Perempuan itu sekumpulan tanda-tanda koma, juga tanda-tanda tanya. Yang Membuat lelaki menghabiskan sepanjang hidupnya, hanya untuk memecahkan misteri dari sebuah tanda-tanda, Begitu tutur Nizar Qobbani. Maka, Tak ayal Jika Prof Quraish shihab, dalam Bukunya Yang berjudul "Perempuan", berguman : Butuh 1 lelaki untuk mencintai Perempuan, tetapi 1000 lelaki tak cukup untuk memahami Perempuan.

Satu hal juga, Perempuan itu punya tabiat pencemburu. Maka, ada baiknya jangan menceritakan kelebihan perempuan lain di hadapannya, meskipun hanya sekedar gurauan. Selain itu, Jangan pernah berbohong kepada perempuan, karena mereka memiliki kemampuan luar biasa untuk menemukan kebenaran Dan kemampuan yang lebih besar itu adalah berpura-pura tidak menemukannya. Menagap?, Karena mereka (Perempuan) itu bukan copy paste dari rembulan. Tetapi, Ialah rembulan yang sesungguhnya. Seperti kata Rumi bahwa " Sinar rembulan akan tetap ada, selama kau tak hindari malam". Maka, kita tak akan pernah menjumpai pagi jika kita takut melewati malam. Sebab Ketakutan itu adalah penjara hidup.

Ada terma, yang kerap di gunakan orang, kira-kira begini, "Dibelakang lelaki yang hebat, ada seorang perempuan. Jika dibelakangnya ditambah tiga perempuan lagi, maka kehebatan lelaki akan bertambah.?.

Bagaimana caranya, SATU-kan yang EMPAT?. Haruskah itu ke EMPAT di-SATU-kan dulu?. Atau kita ke-SATU dulu?. Atau SATU rasa empat?. Atau dialah SATU satunya yang SATU. Sebagaimana tujuan ayat poligami katanya menuju monogami ; "Fa in Khiftum alla ta'dilu fawa hidatan".

Saya teringat dengan sebuah dialog, antara seorang Lelaki dengan seorang Syaikh. Lelaki bertanya pada Syaikh, "Mengapa perempuan lain tampak lebih indah dipandang mata, ketimbang istriku sendiri, Syaikh?".

Syaikh menjawab, "Masalah sesungguhnya bukan terletak pada istrimu, tapi terletak pada hati rakusmu dan mata keranjangmu. Mata manusia tidak akan pernah puas, kecuali jika sudah tertutup tanah kuburan". Itulah sebabnya Nabi Bersabda, "Andaikan anak Adam itu memiliki lembah penuh berisi emas pasti ia akan menginginkan lembah kedua, dan tidak akan ada yang bisa memenuhi mulutnya kecuali tanah".

Lalu Syekh itu bertanya: "Apa engkau ingin istrimu kembali seperti dulu, menjadi wanita terindah di dunia ini?". "Iya Syekh," jawab lelaki itu dengan perasaan tak menentu.

Syekh itu kembali menuturkan, "Pejamkanlah matamu dari hal-hal yang haram. Ketahuilah, orang yang merasa cukup dengan suatu yang halal, maka dia akan diberi kenikmatan yang sempurna di dalam barang halal tersebut". 

Berkenaan dengan itu, Setelah saya baca jurnal hebat dieranya. Yang Mengulas tentang MEMBONGKAR MITOS PEREMPUAN. Tapi, saya tidak menemukan ulasan perempuan dalam era industri dan faktor-faktor yang menghubungkannya. Apalagi era disrupsi. Penguasaan terhadap alat-produksi dan pasar, adalah bagian dari faktor hegemoni dan dikotomi. Feminisme moderen, ada dalam hubungan dialektik dimaksud. 

Lebih maju ke sini, era disrupsi, dimana Penguasaan terhadap alat produksi makin sumir, seiring cepatnya ekonomi bergerak ke arah yang lebih intangible atau artifisial. Kondisi demikian, mengkonstruksi relasi dan pranata sosial berdasarkan penguasaan alat produksi, menjadi penguasaan data yang artifisial.

Akses terhadap data dan penguasaan "big data", kini menjadi titik sentrum baru ekonomi dan konstruksi pranata masyarakat serta relasi sosial. Era disrupsi, menempatkan perempuan pada tantangan mutakhir. Tantangan baru feminisme dalam kultur global yang artifisial. Orang-orang seperti Sheryl Sandberg, Wang Laichun, Melissa Ma dll, adalah perempuan bertenaga dalam era pasar digital dengan kemampuan survived di atas rata-rata. 

Konstruksi sosial tentang gender dan feminisme berbeda sama sekali. Dari faktor-faktor yang sifatnya tangible menjadi intangible. Hegemoni dan dikotomi berbasis gender telah terdisrupsi. Menemukan pola baru yang lebih menarik untuk ditelaah.

Makanya, PER-AN kehilangan EMPU-Nya (terperangkap oleh iklan industri kosmetik. Maka sudah tidak otentik disebut PER-EMPU-AN. Padahal sepatutnya perempuan menjadi Puan atas dirinya.

Dimana perempuan yang bedaknya adalah debu jalanan, cantiknya terlontar lewat dentuman suara kebenaran yang menggema. 

Dimana..?.

Saya ingin mengunderline sebuah Konstruksi yabg belakangan kita alamai, yakni Ketika engkau mencegah anak perempuanmu keluar rumah agar tidak ada yang melecehkannya. maka, engkau telah (merasa) melindungi satu anak gadis. Akan tetapi, jika engkau mendidik seorang anak laki-laki. Maka engkau telah melindungi banyak anak gadis. Padahal, Kita (laki-laki) tak akan mungkin melebihi kehormatan seorang perempuan. Jika kita berikan padanya rasa aman padanya. maka, ia akan menjadi tanah air bagi kita.

-Perempuan adalah Ibu yang Tersenyum di hadapan maut-


***

NABI PEREMPUAN


Rupanya ada yang salah paham soal kenabian perempuan, ketika saya mengikuti kajian dalam pengajian Kitab Fathul Mu'in bulan Ramadan 2020.Pertama, mereka menyangka bahwa itu pendapat saya. Kedua, mereka menduga yang pro nabi perempuan itu tak punya argumentasi qur'an.

Saya akan coba jelaskan. sejak dulu bahkan hingga sekarang sebenarnya para ulama sudah memperselisihkan tentang ada dan tidak adanya nabi perempuan. Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan cukup singkat pro-kontra itu dalam Kitab Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari (Juz 6, hlm. 529-530).

Pertama, ulama yang menerima kenabian perempuan di antaranya adalah al-Imam Abu al Hasan al-Asy'ari, Ibnu Hazm, dan al-Qurthubi. Al-Imam Abu Hasan al-Asy'ari berpendapat; ada banyak nabi dari kalangan perempuan. Khawatir menimbulkan spekulasi liar, Ibnu Hazm segera membatasi nabi perempuan hanya pada 6 orang, yaitu; Siti Hawa, Sarah, Hajar, Ibunda Nabi Musa, Siti Asiyah dan Siti Maryam. Batasan menurut beliau, bahwa orang yang didatangi malaikat dari Allah, dengan membawa hukum: perintah, larangan, atau maklumat, maka dia nabi. Tetapi, al-Qurthubi hanya mengakui kenabian Siti Maryam. Ia menolak kenabian Sarah dan Hajar.

Diantara ayat yang menjadi landasan mereka adalah

وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ

Kami wahyukan kepada ibu Musa; “Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari Para rasul. (QS. Al-Qashsas: 7).

Allah mengutus malaikat Jibril untuk menemui Maryam,

فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا . قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا. قَالَ إِنَّمَا أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لِأَهَبَ لَكِ غُلَامًا زَكِيًّا

Lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa”. Jibril berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci”. (QS. Maryam: 17 – 19).

Kemudian, dalil dari hadis adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كمل من الرجال كثير، ولم يكمل من النساء إلا مريم ابنة عمران، وآسية امرأة فرعون

”Lelaki yang sempurna itu banyak. Namun tidak ada wanita yang sempurna, selain Maryam bintu Imran, dan Asiyah istri Firaun.” (HR. Bukhari 3411 dan Muslim 2431).

Kedua, jumhur ulama, yang menurut Qadhi Iyadh-menolak kenabian perempuan. Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar mengutip konsensus yang menyatakan bahwa Siti Maryam bukan nabi. Penolakan yang sama diajukan ulama lain. Al-Hasan misalnya berkata bahwa tak ada nabi perempuan sebagaimana tak ada nabi dari komunitas jin. Pertanyaannya, mengapa para ulama berbeda pendapat?. Tak ada jawaban lain kecuali bahwa mereka berbeda dalam menafsirkan firman Allah.

Misalnya ada ayat Qur'an yang mengisahkan wahyu-komunikasi langsung Allah dengan sejumlah perempuan seperti Siti Maryam dan Ibunda Nabi Musa Dan menurut ulama pertama, orang yang mendapat wahyu adalah nabi, tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Namun, sebagian ulama membantah narasi itu. Menurut mereka, yang menyatakan nabi itu hanya dari kalangan laki-laki adalah Qur'an sendiri. Allah berfirman, 

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى

”Tidaklah Kami mengutus sebelum kamu, kecuali dari kalangan lelaki yang Kami wahyukan kepada mereka, di kalangan penduduk negeri” (QS. Yusuf: 109).

Seperti yang kita tahu, tujuan Allah mengutus nabi dan rasul adalah sebagai juru dakwah, mengajak manusia ke jalan yang benar. Tugas ini menuntut mereka - para nabi dan rasul - untuk banyak bergaul dengan masyarakat. Jika tidak mungkin ada rasul di kalangan wanita, karena gerak pergaulan mereka terbatas, maka juga tidak mungkin ada nabi di kalangan wanita, karena tugas nabi kurang lebih sama dengan rasul.

Tetapi, Argumen itu segera disanggah yang lain. Bahwa yang diekplisitkan Al- Qur'an itu soal kerasulan yang dimonopoli laki-laki. Beda dengan kerasulan, maka tak menutup kemungkinan ada nabi perempuan. (فالرسالة للرجال أما االنبوة فلا يشملها النص القرأنى).

Itulah perbedaan pendapat para ulama tentang nabi perempuan. Perbedaan pendapat seperti itu sahih apalagi ia muncul dari genius-genius raksasa seperti al-Asy'ari, al-Hasan, al-Qurthubi, Imam Nawawi, Ibnu Hazm, dan lain-lain.

Saya hanya menyampaikan keragaman pandangan para ulama tentang kenabian perempuan. Selebihnya, tentu saya kembalikan ke posisi akademis dan pilihan ideologis masing-masing. 



* Coretan Nalar Pinggiran
* Pejalan Sunyi
* RST




Selasa, 02 Februari 2021

JIKA ALLAH TAK MENCIPTAKAN ALI MAKA TAK ADA PASANGAN YANG SEPADAN DENGAN FATIMAH



Nikahkan anakmu dengan orang yang bertakwa. Sebab, jika ia mencintainya, maka ia menyayanginya Dan jika ia tidak mencintainya, maka ia tidak akan menyakitinya. (Hadist) 

Dalam sebuah riwayat, dikisahkan dialog romantis  Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib bersama istri sang kekasih putri Baginda Nabi Muhammad SAW, Fatimah Zahra. Dialog dua manusia Agung ini sering terjadi bahkan sering bersama pergi ke kebun pada zaman itu. Penggalan dialog ini, terjadi di akhir-akhir  umur bunda Fatimah Az Zahra , beliau berkata  kepada suami sang pujaannya;  Wahai Ali, putra pamanku; Ketika hidup bersamamu, tiga (3) hal tidak ada dalam hidupku;  Berbohong, berkhianat dan berbuat senonoh (aib). 

Kenapa Fatimah?. Karena dialah ideal Role rumah tangga, suri tauladan menjadi istri, ibu, tetangga bahkan bermasyarakat. Tapi, adakah riwayat dan kisah hidupnya di utarakan orang?,  Adakah buku tentangnya, adakah para uztad dan ulama mengkisahkan riwayat hidupnya di mimbar-mimbar?. Ternyata tidak, kenapa?. Sejarah menguburkan riwayat hidupnya, yang tersisa  hanya historisnya saja, bahwa dialah putri Nabi.

Kisah cinta sayidina Ali dan Fathimah Azzahra adalah salah satu kisah cinta yang penuh romantika dan keberkahan dari Allah. Bahkan Rasulullah pernah bersabda ; " Allah menyuruhku menikahkan Fatimah dengan Ali". (Diriwayatkan oleh Thabrani).

Sosok 'Sayidina Ali adalah lelaki sebenarnya, sifat baiknya melebihi matahari waktu dhuha. Menyibak semua masalah. Istananya hanya gubuk tua. Pedang berkilau harta kekayaannya'. Begitulah seorang pujangga menggambarkan sosok Ali dalam syairnya.

Sementara Fatimah Azzahra adalah teladan bagi wanita. Ayahnya adalah manusia terbaik yang diciptakan Allah sebagai rahmat bagi alam semesta, dan Ibunya adalah sebaik-baik wanita. Setiap langkahnya selalu memancarkan cahaya.

Kisah cinta mereka adalah kisah cinta yang sudah terpendam sejak lama, kisah cintanya sangat terjaga kerahasiaannya dalam kata, sikap dan ekspresi mereka, bahkan konon setan pun tak bisa mengendusnya, mereka bisa menjaga izzah mereka, hingga Allah telah menghalalkannya.

Siapakah Gadis yang mencuri hati Sayidina Ali?. Seorang Lelaki yang pernah menggantikan Rosulullah tidur ditempat tidur Rosulullah, saat kaum Quraisy ingin membunuh Rosulullah?.

Gadis tersebut adalah Fatimah Az-zahra, anak tersayang Junjungan kita, Rosulullah Muhammad SAW

Sebuah kisah datang dari putri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra, dan Sayidina Ali Bin Abi Talib. Pintu hati Ali terketuk pertama kali saat Fatimah dengan sigap membasuh dan mengobati luka ayahnya, Nabi Muhammad SAW yang luka parah karena berperang.

Dari situ, Sayidina Ali bertekad untuk melamar putri Nabi. Lantas dengan tekun dia kumpulkan uang untuk membeli mahar dan mempersunting Fatimah. Belum genap uang Sayidina Ali untuk membeli Mahar, Tersiar kabar sahabat Nabi, Abu Bakar hendak melamar Fatimah.

" Aku tidak punya harta, bahkan jauh sekali dari kemewahan. Siapalah aku untuk Fatimah, sementara masih banyak lelaki yang lebih baik", Sayidina Ali Membatin pada dirinya sendiri.

" Allah sedang Mengujiku", Kata Sayidina Ali Pada diri sendiri. Dia merasa diuji, karena apalah dirinya, jika dibandingkan dengan Abu Bakar, yang menjadi teman Rosulullah ketika peristiwa Hijrah. Sedangkan Sayidina Ali, hanya menggantikan Rosululah Ditempat tidurnya.

Siapalah dirinya, jika di bandingkan dengan Abu Bakar, Yang karena sentuhannya banyak yang memeluk Islam. Seorang Bangsawan dan Saudagar Mekkah, seperti Ustman, Thallaha, Zubair, Sa'ad Abi Waqqos, Abdurrahman Bin Auf dan banyak kaum muslim yang dibebaskan, Oleh Abu Bakar dari budak kafir.

Abu Bakar juga seorang saudagar yang mampu memberikan kesenangan dan kemewahan kepada Fatimah kelak. Lalu, apalah saya ini (Kecamuk batin Sayidina Ali), seorang pemuda miskin dari keluarga yang miskin, jika di bandingkan dengan Ahu Bakar.

" Aku lebih mengutamakan Abu Bakar atas diriku dan aku lebih mengutamakan kebahagian Fatimah atas cintaku", Kata Sayidina Ali terhadap dirinya sendiri. Namun, rencana Allah sungguh tak di sangka, kabar berita pinangan Abu Bakar di tolak oleh Rosulullah SAW, sampai Ke telinga Sayidina Ali.

Mendung dihati Sayidina Ali, seakan sirna saat mendengar Rosulullah SAW menolak lamaran Abu Bakar. Hati yang tadinya sedikit resah, kembali menjadi tenang. Tetapi, ternyata Sayidina Ali kembali mendapat Kabar berita, Bahwa Umar Bin Khottab sedang menuju ke rumah Nabi, Untuk melamar Fatimah.

Hati Sayidina Ali kembali sayu, tetapi ridho pada ketentuan Ilahi.

Sayidina Ali, kembali membatin ; " Siapalah dirinya, jika dibandingkan dengan Umar Bin Khottab. seorang lelaki yang digelari Al-Faruq ; pemisah antara kebenaran dan kebatilan. Seorang lelaki yang memompa semangat ummat Islam, setelah ketakutan dengan Kafir Quraisy. Tetapi, kini bangkit, disebabkan masuk islamnya Umar.

"Sayidina Ali kerap mendengar, Rosulullah berkata ; Aku datang bersama Abu Bakar dan Umar, serta Aku keluarga bersama Abu Bakar dan Umar". Dan hal ini semakin menyakinkan Sayidina Ali, bahwa betapa tingginya kedudukan Abu Bakar Dan Umar disisi Rosulullah. Demi Kebahagian Fatimah, Sayidina Ali Ridho atas ketentuan tersebut.

Tetapi, sekali lagi, tersiar kabar bahwa Pinangan Umar ditolak oleh Rosulullah SAW. Sayidina Ali merasa ada ruang untuknya, tetapi Ia terlanjur resah. Bagaimana mungkin dirinya bisa menjadi menantu pilihan Rosulullah SAW. Sedangkan kedua sahabat Rosulullah SAW yang dekat saja, ditolak pinangannya.

Setelah itu menyusul Abdurahman bin Auf melamar sang putri Rosulullah SAW dengan membawa 100 unta bermata biru dari mesir dan 10.000 Dinar, kalo diuangkan dalam rupiah kira-kira 55 milyar Dan lamaran bermilyar-milyar itupun ditolak oleh Rasulullah SAW.

Tetapi kekhawatiran Ali bin Abi Thalib belum berakhir sampai disini, karena ternyata sahabat yang lainpun melamar sang Az Zahra. Usman bin Afwan pun memberanikan dirinya melamar sang putri, dengan mahar seperti yang dibawa oleh Abdurrahman bin Auf, hanya ia menegaskan kembali bahwa kedudukannya lebih mulia dibanding Abdurrahman bin Auf, karena ia telah lebih dahulu masuk islam.

Tidak disangka, tidak diduga. Ternyata Rasulullah SAW pun menolak lamaran Usman bin Affwan.

Empat sahabat sudah memberanikan diri dan mereka semua telah ditolak oleh Rasulullah SAW.

Suatu hari Abu Bakar, Umar dan Sa'ad bin Mu'adz duduk bersama dengan Rosululah SAW. Pada kesempatan tersebut, pembicaraan mereka, sampailah pada puteri Rosulullah SAW, Yakni Fatimah Az-Zahra. Lalu, Rosulullah Berkata pada Abu Bakar ; "Apakah engkau bersedia menyampaikkan persoalan Fatimah kepada Sayidina Ali?".

Abu Bakar menyatakan kesediaannya kemudian bergegas untuk menemui Sayidina Ali. saat itu Sayidina Ali belum berani mengambil sikap, dia sadar dia hanya pemuda miskin. Bahkan harta yang dia miliki hanya ada satu set baju besi ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.

Melihat Sayidina Abu Bakar datang, dalam keadaan yang tergopoh-gopoh, Sayidina Ali Berkata ; "Ada kabar penting apa yang engkau bawa, Duhai Abu Bakar". Lalu Abu Bakar Menjawab ;

" Engkau adalah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rosulnya, dan engkau diberi keutamaan ketimbang orang yang lainnya. Semua sifat utama terdapat pada dirimu, semua lamaran kepada Puterinya telah di tolak oleh Rosulullah SAW. Sesungguhnya Rosulullah SAW menyerahkan urusan puterinya kepada Allah.

"Hai, Ali mengapa engkau tidak pernah menyebut perihal Fatimah, puteri Rosulullah SAW dan mengapa engkau tidak melamarnya untuk dirimu".

Mendengar perkataan Abu Bakar, Tanggul Samudera diMatanya Sayidina Ali jebol, membanjiri pipinya, Seraya berkata ; "Wahai Abu Bakar, Engkau telah membuat Hatiku terguncang, sekaligus membuat hati ini menjadi tenang. Anda telah mengingatkan sesuatu yang sudah kulupakan".

Sayidina Ali menyatakan Hasrat hatinya memang menghendaki fatimah. Tetapi, keadaan dirinya yang tidak memiliki harta menjadi penghalang.

Mendengar hal itu, Abu Bakar bersedih seraya berkata ; "Wahai Ali, Janganlah engkau risau dan berkata demikian, karena bagi Allah dan Rosulnya, Dunia dan Seisinya hanyalah debu yang beterbangan".

Mendengar jawaban Sayidina Abu Bakar, kepercayaan diri Sayidina Ali kembali muncul untuk melamar gadis pujaannya, saat teman-temannya sudah mendorong agar Sayidina Ali berani melamar Fatimah. Dengan ragu-ragu Sayidina Ali menghadap Rasulullah SAW. 

Dari hadist riwayat Ummu Salamah diceritakan bagaimana proses lamaran tersebut. Sayidina Ali bertemu Rosulullah dan menyatakan Hasrat hatinya untuk Meminang Fatimah. Awalnya Sayidina Ali hanya duduk disamping Rasulullah SAW dan lama tertunduk diam. Hingga Rasulullah SAW pun bertanya ; " wahai putra Abu Thalib, apa yang engkau inginkan?".

Sejenak Sayidina Ali terdiam, dan dengan suara bergetar iapun menjawab, " Ya Rasulullah SAW, aku hendak meminang Fatimah". Mendengar jawaban Sayidina Ali, Rosulullah SAW tidak terkejut. Bahkan, kulihat wajah Rasulullah SAW nampak berseri-seri. Sambil tersenyum, baginda berkata. "Bagus, wahai Ibnu Abu Thalib, beberapa waktu terakhir ini banyak yang melamar putriku. tetapi, ia selalu menolaknya, oleh karena itu, tunggulah jawaban putriku".

Kemudian Rasulullah SAW meninggalkan Sayidina Ali dan bertanya kepada putrinya, ketika ditanya Fatimah hanya terdiam dan Rasulullah SAW menyimpulkan bahwa diamnya Fatimah pertanda setujuannya.

Kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib, Rasulullah Bertanya; "Wahai Ali, apakah engkau mempunyai suatu bekal mas kawin?". Jawab Sayidina Ali ; "Demi Allah, Tidak ada sesuatu pun tentang diriku yang tidak engkau ketahui, aku tidak punya apa-apa. Kecuali, sebilah pedang, Seekor unta dan sepasang baju Besi".

Rosulullah berkata ; " Pedang itu engkau perlukan untuk berperang, unta itu untuk mengambil air buat keluargamu dan perjalanan yang jauh. Sebab itulah, akan ku nikahkan engkau dengan mas kawin sepasang baju besi".

Sayidina Ali bin Abi Thalib menjual baju besi tersebut dengan harga 400 dirham dan menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah SAW, dan Nabi pun membagi uang tersebut ke dalam 3 bagian. Satu bagian untuk kebutuhan rumah tangga, satu bagian untuk wewangian dan satu bagian lagi di kembalikan kepada Sayidina Ali sebagai biaya untuk jamuan makan untuk para tamu yang menghadiri pesta.

Setelah segala-galannya siap, dengan perasaan puas dan hati gembira dan di saksikan oleh para sahabat Rasulullah SAW mengucapkan kata ijab kabul pernikahan putrinya. Kemudian Nabi SAW bersabda : "Sesunguhnya Allah SWT, memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah Putri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib. Maka, saksikanlah sesunguhnya aku telah menikahkanya dengan mas kawin empat ratus dihram (nilai sebuah baju besi)".

Setelah menikah, Kehidupan rumah tangga mereka sangat sederhana. Sebuah rumah tanpa perabotan apapun. Hanya beralas tidur kulit domba, satu bantal berisi serabut kurma. Bahkan fatimah pernah menggadaikan kerudungnya kepada seorang Yahudi Madinah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Namun Maha Suci Allah yang telah menjaga kebersihan rumah tangga Fatimah secara fisik dan ruhani.

Ali ra. berkata, " Aku menikah dengan fatimah. Kami tidak memiliki alas tidur kecuali selembar kulit domba. Malam hari kami pergunakan sebagai alas tidur dan siang harinya kami jemur. Kami tidak memiliki pembantu, pekerjaan rumah tangga ditangani oleh fatimah. ketika fatimah pindah kerumahku, Rasulullah SAW membawakan selimut, bantal kulit berisi serabut kurma, dua gilingan tepung, satu gelas, dan kantong susu. Saking seringnya menggiling tepung, sampai berbekas pada tangan Fatimah, dan saking seringnya membersihkan rumah sehingga pakaiannya penuh debu, dan saking seringnya menyalakan tungku sampai pakaiannya penuh arang ". (dikutip dari 35 Shiroh Shahabiyah, Mahmud Al-Mishri)

Rasulullah SAW memberikan perhatian yang tinggi agar setiap istri berkhidmat kepada suaminya, seperti nasihat beliau kepada Fatimah. Beliau bersabda :

" Wahai Fatimah, wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti menetapkan pada saat setiap biji tepung itu, kebaikan, menghapus kejelekannya dan meningkatkan derajatnya".

" Wahai Fatimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan yang disebutkan diatas adalah keridhaan suami atas istrinya. Andaikan suamimu tidak meridhoimu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai fatimah bahwa kemurkaan suami adalah kemurkaan Allah SWT".

"Wahai Fatimah, tidaklah wanita berkhidmat melayani suaminya sehari semalam dengan rasa suka dan penuh keikhlasan serta niat yang benar, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya dan memakaikan kepadanya pada hari kiamat dengan pakaian yang hijau gemerlap, dan menetapkan baginya setiap rambut di tubuhnya seribu kebaikan, dan Allah memberinya pahala seratus ibadah haji dan umrah".


***


Ada satu kisah yang saya kerap utarakan, saya anggap ini paling menggahar relung. diberbagai kesempatan, kerap saya sampaikkan. Percakapan Sayidina Ali dan Fatimah, sesaat setelah mereka menikah.

Setelah sayidina Ali menikah Dengan Fatimah. Sekarang, Fatimah telah menjadi istri Ali. Mereka telah halal satu sama lain. Beberapa saat setelah menikah dan siap melewati awal kehidupan bersama, barulah mereka punya kesempatan berbicara. Fatimah berkata pada Ali ; "Wahai suamiku Ali, aku telah halal bagimu. Aku pun sangat bersyukur kepada Allah karena ayahku memilihkan aku suami yang tampan, sholeh, cerdas dan baik sepertimu".

Sayidina Ali pun menjawab, "Aku pun begitu, wahai Fatimahku sayang. Aku sangat bersyukur kepada Allah, akhirnya cintaku padamu yang telah lama kupendam telah menjadi halal dengan ikatan suci pernikahanku denganmu".

Fatimah pun berkata lagi dengan lembut, "Wahai suamiku, bolehkah aku berkata jujur padamu?. Karena, aku ingin terjalin komunikasi yang baik diantara kita dan kelanjutan rumah tangga kita".

Kata Sayidina Ali, " Tentu saja istriku, silahkan. Aku akan mendengarkanmu".

Fatimah pun berkata, "Wahai Ali suamiku, maafkan aku. Tahukah engkau bahwa sesungguhnya sebelum aku menikah denganmu, aku telah lama mengagumi dan memendam rasa cinta kepada seorang pemuda. Aku merasa pemuda itu pun memendam rasa cintanya untukku. Namun akhirnya, ayahku menikahkan aku denganmu. Sekarang aku adalah istrimu. Kau adalah imamku, maka aku pun ikhlas melayani, mendampingi, mematuhi dan menaatimu. Marilah kita berdua bersama-sama membangun keluarga yang diridhai Allah".

Sungguh bahagianya Sayidina Ali mendengar pernyataan Fatimah yang siap mengarungi bahtera kehidupan bersama. Suatu pernyataan yang sangat jujur dan tulus dari hati perempuan sholehah. Tapi, Sayidina Ali juga terkejut dan sedih ketika mengetahui bahwa sebelum menikah dengannya, ternyata Fatimah telah memendam perasaan kepada seorang pemuda. Sayidina Ali merasa bersalah karena sepertinya Fatimah menikah dengannya, karena permintaan Rosulullah yang tak lain adalah ayahnya Fatimah. Sayidina Ali kagum dengan Fatimah yang mau merelakan perasaannya demi taat dan berbakti kepada orang tuanya yaitu Rosulullah dan mau menjadi istri Sayidina Ali dengan ikhlas.

Maafkan aku, karena sebelum menikah. Aku pernah merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda". Sayidina Ali Bertanya ; Lantas mengapa engkau mau menikah denganku?".

Fatimah menjawab; "Ya Pemuda itu adalah Kamu, Yang Jadi Imamku".

Berbahagialah untuk hari ini. Sebab, Hari ini adalah alasan Rosulullah Bahagia.

Selamat hari lahir wahai pemimpin Perempuan Surga, " Ummuna Sayyidah Fatimah Az-Zahra".



***


Ada sebuah Cerita dari kehidupan Sayidah Fatimah Az-Zahra, yang sangat Luar biasa. Suatu ketika, Nabiullah Muhammad SAW, menangis dan Tidak henti-hentinya beliau menangis. Sayidina Abu Bakar datang menenagkannya, Rosulullah tetap menangis. Saat Sayidina Umar Datang, Rosulullah, tetap Menangis. Begitupun saat Ustman datang menenangkannya. Rosulullah tetap dan masih menangis. Sampai Abu bakar mengatakan, tidak ada yang bisa mendiamkan dan menenangkan Tangisan Rosulullah. kecuali, Putri tercintannya yaitu Sayidah Fatimah Az-Zahra.

Maka, Diperintahkanlah Abdurahman Bin Auf kerumah Fatimah Az-Zahra. Diketok pintu rumahnya, Terdengar dari dalam Rumah, sahutan Fatimah : "siapa diluar?". Ibni Auf, Wahai Fatimah. "Untuk apa engkau Kemari?". Kami ingin meminta Bantuanmu, sebab Nabi dari Tadi Menangis dan terus menangis, kami sedih melihatnya. " baik sebentar, aku memakai pakaian dulu", kata Fatimah.

Kenapa Nabi Muhammad SAW, Menangis. karena Nabi telah mendapatkan wahyu Yang berbunyi : " waa in minkum illa wariduha (tidak seorang pun dari kalian, kecuali pasti melewati diatas Neraka)". Itu yang membuat Rosulullah menangis. Tidak ada satupun diantara kita yang tidak akan melintas diatas Jahannam. Bagaimana tempat lintasan kita?. Tergantung pada amal kita. Tipis atau tebal lintasan itu sangat bergantung pada amal kita, yang kerap kita tidak memperdulikannya, tidak memikirkannya. Nanti semua akan terpampang didepan mata kita.

Semoga, kita termasuk yang mendapatkan amal yang banyak, dan menyenangkan Hati Rosulullah SAW.

Berangkatlah Sayidah Fatimah, bersama Ibni Auf. begitu Fatimah masuk ke dalam mihrab, semua Sahabat berteriak : "Allahu Akbar".

Mengapa semua Sahabat berteriak. karena, mereka tidak pernah melihat Sayidah Fatimah Az-Zahra.

Seorang Syarifah, anaknya Nabi. Yang pada suatu waktu, Nabi membuat pertanyaan, bunyi pertanyaan begini: Tahukah kalian, siapakah sebaik-sebaik wanita?. Tidak ada seorang pun sahabat yang menjawab, sampai Kemudian Sayidina Ali pulang kerumahnya, dan Ia menyampaikkan pertanyaan Nabi tersebut kepada Fatimah.

Kata Fatimah : "Aku tau jawabannya". Apakah itu Wahai Fatimah Binti Rosulullah?, tanya Sayidina Ali. Jawabannya, ialah " sebaik-baik perempuan adalah yang tidak pernah dilihat oleh lelaki dan tidak pernah melihat lelaki".

Lantas, Kenapa Para sahabat berteriak : Allah Akbar, saat Sayidatuna Fatimah memasuki mihrab?. karena, baju yang dikenakan oleh Fatimah banyak tambalannya, bahkan sampai 20 tambalan pada bajunya. Sehingga sahabat semua sedih dan ibah, Melihat puteri tercinta Rosulullah SAW, orang Yang senantiasa dipuji Oleh Nabi. Orang Yang paling mirip dengan Nabi. Orang yang paling sering dijadikan rujukan Oleh Nabi, bagi kaum perempuan untuk Diikuti dan Diteladani. Ternyata pakaiannya, sesederhana itu. Allahu Akbar..!

Saat itulah, para sahabat merasa tidak tega dan ibah pada kehidupan Puteri tercinta Rosulullah SAW. Maka, Rosulullah mengatakan pada Umar Bin Khottab : "Biarkan saja, Wahai Umar. Demi Allah, Puteriku Fatimah adalah pemimpin dari seluruh perempuan yang masuk surga".

Andaikkan Para perempuan-perempuan mengetahui, bagaimana Pakaian Sayidah Fatimah, melihat bagaimana perempuan yang dibanggakan Oleh Rosulullah SAW. Yang sejatinya kita, sebagai Ummat menjadikannya sebagai Teladan dan contoh. bukan, seperti sekarang, Yang katanya pengikut Rosulullah, merindukan dirinya seumpama Khodijah dan Az-Zahra. Tetapi, justru di sisi yang lain membangga-banggakan pakaiannya, merek harus ternama. kemewahan merupakan hal mendasar, asal mendapat decak kagum dari semua yang memandangnya, sekalipun ada banyak orang, yang bahkan memiliki pakaian saja susah untuk di beli, deritanya berlipat-lipat, duhaii.

Sayidah Fatimah adalah orang yang sempurna : tangannya sempurna, matanya sempurna, Hidungnya sempurna. sebab, dialah yang Paling mirip dengan Rosulullah SAW.

Suatu waktu, Nabi Kita Muhammad SAW, datang ke rumah Fatimah. Berdasarkan nukilan-nukilan sejarah, memang Nabi paling sering mengunjungi rumah Fatimah, paling sedikit 2 kali sehari : saat pagi hari dan saat malam hari. setiap kali Rosulullah hendak bepergian, pertama kali yang dikunjungi setelah pulang dari bepergian adalah Rumah Fatimah dan terakhir kali yang di datangi sebelum Rosul Berangkat adalah Rumah Sayidah Fatimah Az-Zahra.

Saat Nabi Memasuki Rumah Fatimah, Dimana didalam rumah itu terdapat 2 putera Sayidah Fatimah Az-Zahra, yaitu : Sayidina Hasan dan Sayidina Husein. Saat itu Fatimah sedang menghaluskan Gandum, Husein menangis. maka, digendong dengan tangan kirinya. lalu, Hasan juga menangis digendong lagi dengan tangan kanannya.

Bilal yang melihat hal itu, merasa Iba dan menawarkan kepada Fatimah untuk mengambil salah satu pekerjaannya : Wahai Binti Rosulullah, jika engkau mau. biarkan aku yang menggiling gandung itu dan bila engkau pun mau, biarkan aku juga yang menggendong kedua puteramu.

Begitu Nabi Melihat Putrinya, dipeluk dan Diciumnya. Setiap kali Nabi bertemu Fatimah, selalu dipeluk dan dikecup keningnya, sebagai Tanda Bahwa Nabi ridho kepada Fatimah. Bahkan Tempat duduk Rosulullah yang tidak diberikan kepada siapapun, jika Fatimah datang. maka, diberikan tempat Duduk tersebut untuk diduduki oleh Fatimah.

Itulah qudwah bagi Para perempuan. sayyidah Fatimah Az-Zahra adalah Teladan yang paling utama bagi para perempuan-perempuan.

Sayidah Fatimahlah yang pernah diceritakan Oleh Rosulullah SAW dalam salah satu Hadistnya, bahwa Pernah suatu waktu, Fatimah melukai Hati dan perasaan Suaminya, Sayidina Ali. Dia berbicara dengan suatu ucapan, yang tidak disadari atau disengaja, ternyata membuat marah suaminnya. Bukan tidak paham, tetapi tidak disengaja dan tidak disadari. Melihat muka Suaminya yang memerah, menandakan suaminya dalam keadaan marah. Akhirnya, timbul rasa takut Fatimah kepada Allah dan meminta maaf kepada suaminya : "maafkan aku, wahai suamiku". Tetapi, wajah Sayidina Ali, masih tetap merah. Fatimah bertambah ketakutannya kepada Allah, sampai Rasa takutnya yang luar biasa itu, membuat Fatimah menangis, histeris sampai berjingkrak-jingkrak sambil memutari suaminya, layaknya seorang yang sedang bertawaf : Wahai suamiku, maafkan aku. Maafkan aku.

Melihat tindakan Fatimah tersebut, Sayidina Ali merasa ngeri dan memeluk istrinya dan berkata : Wahai Fatimah Binti Rosulullah, aku sudah memaafkanmu.

Sore harinya, Fatimah bertemu dengan ayahandanya, Rosulullah Muhammad SAW. Ketika bersua dengan Ayahnya itu, Nabi bertutur telah sampai kepadaku apa yang telah engkau lakukan tadi, Wahai Fatimah : "Seandainnya engkau (Fatimah) meninggal dunia, sebelum engkau mendapatkan Maaf dari suamimu. maka, Niscaya aku tidak akan melaksanakan Sholat Jenazah kepadamu".

Pada Konteks itulah, Ijitihad para ulama mengatakan, Jika istri yang tidak sholihah, tidak akan mendapatkan Syafaat Dari Rosulullah Muhammad SAW.

**

Salah satu Tokoh perempuan terbesar dalam peradaban Islam adalah Putri Rosulullah SAW, yaitu Fatimah Az Zahra.

Di dalam Buku Klasik, yang di tulis oleh seorang yang berasal dari Prancis, bernama Emile Dermenghem - tentang Kehidupan Nabi Muhammad. Buku tersebut di tulis dengan Cara memikat sehingga cerita sejarah Nabi tampak begitu menarik. Dia menceritakan, Betapa Elegannya Penampilan Nabi, betapa Mempesonanya Wajah Nabi. Sehingga orang terpukau karena Keindahan dan ketampanan Wajah Nabi.

Tetapi, dalam waktu bersamaan dalam buku tersebut, ia menggambarkan Fatimah Az Zahra dengan sangat buruk. Fatimah Az Zahra itu jelak dan tidak ada seorang pun yang tertarik padanya.

Seorang penulis lain, masih juga seorang Orientalisme mengatakan, bahwa Emile Dermenghem menulis hal tersebut karena kecemburuannya sebagai seorang Romo - Keluarga Suci di dalam Gereja. Ternyata ada kalangan suci di kangan Ummat Islam, yaitu Fatimah. 

Sebenarnya, jika kita menggunakan data sejarah. Sangat sulit untuk menolak bahwa Fatimah adalah seorang yang sangat Buruk rupa dan tidak di sukai orang. Karena, Kata Aisyah, tidak ada orang yang berjalannya dan bicaranya begitu mirip dengan Nabi, kecuali Fatimah.

Makanya sangat mengherankan, jika Emile Dermenghem, menggambarkan Nabi begitu luar Biasa. Tetapi, dalam Waktu yang bersamaan Mendiskreditkan Fatimah.

Tetapi, bagi kami hal itu tidak penting. Karena Sayidah Fatimah Penting untuk kita bicarakan sebagai seorang Tokoh penegak keadilan.

Ketika Nabi Wafat, Fatimah datang menuntut Tanah Fadaq yang di hadiahkan Nabi kepadanya, kisah tanah fadaq di jelaskan dalam H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa'i, Turmudzi. Tetapi, abu bakar menyatakan, Bahwa Rosulullah tidak meninggalkan apa-apa, karena semua warisan Rosulullah di peruntukkan kepada Ummat Islam. Sehingga Fatimah menyatakan, bukankah para Nabi sebelumnya juga mewariskan Kekayaan pada keturunannya - " Wa warisa Sulaiman Daud"  (Bukankah sulaiman mewarisi Daud). Bukankah Nabi Zakariyah berkata,  yarisutni wa yaritsu ni min ali Ya'qub ( berilah aku anak dan mewarisi keluarga Yakub)".

Para Nabi mewariskan diantara sesamanya dan fatimah menyampaikkan tuntutannya dalam sebuah Pidato, yang di catat di Balaghah tun Nisa. Banyak orang menuduh Fatimah adalah Matre dan mencintai dunia. Padahal sesungguhnya Fatimah tidak mencintai tanah Fadaq tersebut. Yang Fatimah cintai adalah keadilan. Jika penguasa sudah berani merampas harta keluarga Nabi, apalagi yang menghalangi mereka untuk merampas Hak-hak rakyat kecil - Fatimah berdiri bersama Suaminya sebagai suara Keadilan Insani.

Sekarang, ketika kaum perempuan mencari idola untuk kehidupan mereka. Bukankah sebaiknya mereka kembali menengok kepada Sayidatuna Fatimah - perempuan yang ahli Ibadah, yang setia kepada Suaminya dan pada saat Yang sama ia berjuang bersama Suaminya untuk menegakkan keadilan. 

*Pustaka Hayat
*Rst
*NalarPinggiran