Kongres HMI paling cepat itu di Solo pada tahun 1966. Yang terpilih adalah siapa yang paling paham common enemy HMI saat itu. Tentu common enemy HMI pada saat itu adalah PKI. Cak Nur terpilih, hanya karena ia mampu menjelaskan dengan baik tentang ideologi cenderung absolut dihadapan forum kongres. Tok, tok tok, Cak Nur dipilih dengan suara mayoritas.
Apa common sense HMI saat ini diKongres Surabaya, dan siapa common enemy-nya?. Kandidat siapa yang paling mampu menjelaskan dua soal ini?. Dia punya world view tentang ihwal demikian?.
Usaha untuk menangkap makna filosofis sebuah teks telah lama ditinggalkan tidak sedikit kader HMI. Yang tersisa hanyalah kuantifikasi secara politik dan berujung pada perilaku pragmatis berupa pengumpulan rekomendasi sebanyak-banyaknya, seperti partai politik ketika mau ikut pilkada itulah yang mempengaruhi saya memilih berjarak dengan kontestasi Sirkulasi elit dihampir semua level.
Menurut hemat saya, seorang kader yang tidak berani menyebut diri sebagai kader, bahwa di HMI itu tidak ada visi pribadi. Yang ada adalah visi organisasi yang rumusan dan tahapannya ada pada Perkaderan. Oleh karena itu, rumusan Perkaderan mesti mampu membaca kondisi real organisasi saat ini dan juga meneropong problematika fundamental yang mungkin bisa diselesaikan oleh HMI. Konsekuensinya, siapapun yang memimpin HMI mesti menjalankan agenda perkaderan, agar bisa berjalan secara sustainable, sistematis, dan terukur.
Lalu kalau begitu, apa fungsi kontestasi seperti dalam perhelatan konfercab dan kongres itu?. Sekali lagi, hemat saya, kontestasi tersebut bisa diisi dengan kompetisi untuk menawarkan strategi, cara, dan paket kebijakan dalam melaksanakan agenda Perkaderan tersebut. Itulah kenapa pemilihan formatur ada dibagian akhir, setelah semua rumusan konseptual telah rampung dalam sidang paripurna.
Andai ini yang terjadi, kongres dan konfercab akan ramai dengan banyak alternatif gagasan dan nalar sehat.
Persoalannya kemudian, Perkaderan ini seringkali luput dalam perbincangan dan diskusi didalam forum kongres dan Konfercab. Padahal ia adalah arah kemana organisasi akan berjalan.
Kalau ingin maju, kita mesti berani menengok kembali asumsi-asumsi kebenaran yang telah dianggap mapan sebelumnya. Sebab, barangkali saja kebenaran tersebut hanyalah "kesalahan" yang telah melembaga dan mentradisi sehingga dianggap "kebenaran" yang bisa jadi adalah kesalahan.
Belajar itu mencipta, tak cukup hanya memberi dan menerima. Belajar itu menggembirakan, menyenangkan, sekaligus mencerdaskan".
***
"CERITA CAK NUR TENTANG KONGRES HMI 1966 DI SOLO", di sadur dari buku Autobiografi Nurcholish Madjid, halama. 57-60.
Menyangkut kongres 1966 di Solo itu sebenarnya ada kasus yang lebih spesifik. Ketika kongres di Solo pada September 1966, saya pergi ke Solo sama sekali tidak ada bayangan untuk menjadi ketua, jadi hanya sebagai peserta saja dari rombongan PB HMI. Tapi, karena waktu itu situasianya gawat sekali, PB menjadi sasaran kritik yang luar biasa dari cabang-cabang seluruh Indonesia. Karena, Mar’ie juga membuat suatu blunder yang tidak karu-karuan. Mar’ie waktu itu dinilai banyak orang sebagai Machiavelis. Demi survive-nya HMI dia mengusulkan atas nama PB kepada pemerintah agar Kasman Singodimejo dihukum mati. Memang, kalau kita tahu kesulitannya waktu itu, ketika HMI dijepit tidak karu-karuan oleh PKI, itu secara retorik salah satu yang bisa menyelamatkan.
Pada waktu itu Kasman sering membuat statement yang dinilai kontra-revolusi. Kasman sebagai orang Masyumi saat itu sangat keras kepala. Meskipun nanti dialah orang yang paling fleksibel menerima partai baru, ketika pemerintah tidak merehabilitasi Masyumi. Tapi, waktu itu komentar-komentar Kasman keras sekali dan sering menjadi isu di koran-koran. Akibatnya HMI dipojokkan. HMI memang dicap sebagai anak Masyumi, tidak hanya oleh PKI, tapi juga semuanya. Yang melindungi HMI memang dicap sebagai anak Masyumi, tidak hanya oleh PKI, tapi juga semuanya. Yang melindungi HMI antara lain Mas Subchan, Idham Chalid, Jamaluddin Malik. Dari pihak tentara, Pak Yani. Beliau buat jalur ke HMI melalui Achmad Tirtosudiro. Keduanya sama-sama tentara. Dan pak Achmad sendiri bekas ketua PB HMI sekaligus salah seorang pendiri HMI. Tapi, tetap harus didukung oleh retorika-retorika. Disitulah Mar’ie membuat statement yang kontroversial itu secara resmi dikoran-koran: menuntut agar Kasman dihukum mati.
Sebenarnya pernyataan Kasman merupakan pernyataan-pernyataan politik yang sangat umum sekali. Tetapi, kemudian dinilai kontra-revolusi. Sasarannya Mar’íe juga sebenarnya bukan Kasman itu sendiri, tetapi untuk menyelamatkan HMI. Tapi, waktu itu siapa yang bisa mengerti bahwa tujuan Mar’ie untuk melindungi HMI. Karena, HMI terus diseret dan waktu itu disebut Darul Islam (DI)-kota. Apalagi anak-anak UI saat itu militannya tidak karu-karuan. Misalnya itu, Farid Laksamana, yang mati terbawa banjir. Saat mahasiswa, kesukaannya membeli minuman dalam botol, terus dipecah botolnya itu dan dipakai untuk mengecam anak-anak CGMI.
Pokoknya, anak-anak HMI keras-keras waktu itu. Soalnya, menyangkut urusan hidup atau mati. Jadi, pengurus PB HMI ketika Kongres di Solo itu diserang habis-habisan. Sampai-sampai Sulastomo, ketua umum PB waktu itu, menangis. Lalu, dia meminta saya untuk memberikan penjelasan. Kemudian saya jelaskan panjang-lebar, dengan menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Untungnya logosentrisme itu berguna.
Pada waktu itu yang bisa berbahasa Inggris di PB memang sedikit sekali. Sedangkan saya sudah membaca buku bermacam-macam, termasuk teori-teori ideologi dari Karl Manheimm. Yang tahu bahasa Inggris di PB itu hanya Mar’ie, Ekky dan saya. Malah Mar’ie kadang-kadang berbahasa Arab sama saya. Mar’ie itu pintar bahasa Arab. Dia itu sekarang saja dipanggil Pak Harto (Presiden Soeharto) ustadz. Dia itu orang al-Irsyad, dari Peneleh, Surabaya. Jadi, dia orang Ampel.
Oleh karena itu, ketika saya mengutip macam-macam, termasuk misalnya ideology tends to be obsolete, itu saya sudah hafal sebelumnya. Lalu, saya menerangkan macam-macam. Waktu itu sudah hampir masuk subuh. Peserta malah meneriakkan terus, terus!!. Akhirnya, penjelasan PB HMI diterima. Lalu mereka teriak-teriak Nurcholish, Nurcholish!!. Akhirnya saya menjadi dipilih menjadi ketua umum.
Ketika saya terpilih menjadi ketua umum PB HMI, memang banyak sekali orang yang mengklaim bahwa mereka mempunyai andil dalam melakukan rekayasa sehingga saya terpilih menjadi ketua umum PB HMI. Antara lain Mas Dawam dan E. Z. Muttaqien. Misalnya saja, kelompok Mas Dawam mengatakan bahwa mereka tadinya menjagokan Ekky. lalu, mereka mengatakan bahwa mereka melihat agaknya yang lebih pas untuk maju adalah saya. Sehingga dibuatlah semacam rekayasa agar saya menjadi ketua umum.
Saya sendiri merasa adanya rekayasa semacam itu. Menurut saya, kalau pun ada yang paling besar peranannya itu adalah Pak Mudji Rahardjo. Kalau tidak salah dia ketua I atau II dari Bandung. Dialah yang teriak pertama-tama. Begitu saya selesai membacakannya pembelaan itu. Lalu, dia berteriak Allahu Akbar. Lalu, orang lain terpengaruh.
Jadi, klaim yang mengatakan bahwa mereka punya andil dalam merekayasa saya menjadi ketua umum PB seperti sindrom telur colombus; ah, kalau begitu saya juga bisa.
Proses saya menjadi ketua umum berjalan natural saja. Saya tidak mengklaim bahwa HMI saat itu hendak dibuat semakin intelektual. Pokoknya saya melihat waktu itu terjadi kevakuman, kemudian saya coba isi. tetapi, kemudian unintended consequences-nya besar. Yaitu saya malah dipilih sebagai ketua umum.
Waktu itu saya sama sekali tidak berpikir untuk menjadi ketua umum. Bahkan yang terpikir oleh saya adalah Ekky yang pantas menjadi ketua umum. Saya mengagumi betul Ekky sejak dulu. Sebab, dialah penggerak pertama demonstrasi anti-PKI waktu itu, antara lain ke kedubes Amerika dsb. Dan kejadiannya lucu. Lucunya, karena dia memperdayakan Duta besar Amerika waktu itu, Marshal Green.
***
MILAD CAK NUR DAN ISLAM PERADABAN, Di Sadur dari Ahmad Gaus. Penulis buku “Api Islam Nurcholish Madjid”.
Selamat ulang tahun ke-82 untuk Cak Nur (Nurcholish Madjid). Pemikir sejati tidak pernah mati. !!
Cak Nur merupakan sosok yang fenomenal, sekaligus juga kontroversial, karena pikiran-pikirannya berbeda dari kebanyakan orang. Ia melawan arus, mengagetkan, dan membuat guncangan yang besar.
Hal itu menunjukkan pengaruhnya yang penting. Kata cendekiawan Muhammadiyah, Dr. Moeslim Abdurrahman (alm), pikiran-pikiran keislaman yang berkembang di Indonesia sejak tahun 1970-an hanyalah catatan kaki dari pemikiran Nucholish Madjid.
Mengapa Cak Nur menempati posisi yang begitu penting dalam diskursus keislaman di Indonesia?. Pertama, tentu saja masalah otoritas. Ia tumbuh di lingkungan pesantren, kuliah di IAIN, dan belajar kepada maha guru Islam Prof. Fazlur Rahman di Universitas Chicago. Karya-karya intelektualnya memperlihatkan otoritas tersebut.
Kedua, dia memikirkan hal-hal yang tidak dipikirkan atau tidak terpikirkan oleh orang lain. Dia pemikir sejati. Diantara tembok-tembok komunalisme yang menguat dikalangan Islam, Cak Nur mengetengahkan Islam sebagai ajaran fitrah, ajaran hanif, yang bersifat terbuka, dan lintas batas.
Itu yang sekarang hilang. Islam sekadar menjadi kategori sosiologis yang sempit, dan makin dibuat sempit oleh kecenderungan fanatik, fundamentalistik dan ototiter dalam memahami agama. Padahal kata Cak Nur, mengutip hadis Nabi, "sebaik-baik agama di sisi Allah adalah al-hanifiyyat as-samhah, yakni upaya terus menerus mencari kebenaran dengan lapang dada, toleran, tanpa kefanatikan, dan tidak membelenggu jiwa".
Manusia tidak boleh terpenjara didalam kotak-kotak yang sempit. Sebab, Islam itu rahmatan lil alamin. Kebaikan untuk semua. Maka, salah satu kritik Cak Nur yang paling keras ialah terhadap komunalisme (seperti partai Islam, negara Islam, ideologi Islam, dsb). Karena, didalam kotak komunalisme semacam itu Islam menjadi sempit. Padahal Islam adalah rahmatan lil alamin.
Gagasan sekularisasi Cak Nur terkait dengan pandangan ini. Jadi yang dimaksud sekularisasi oleh Cak Nur ialah tauhid. tapi, dalam bahasa sosiologi. Tauhid yang benar ialah menduniawikan hal-hal yang memang bersifat duniawi (seperti ideologi, negara, partai) dan tidak mensakralkannya.
Ketiga, Cak Nur berani mengangkat perkara-perkara yang tidak diangkat oleh orang lain, oleh ulama lain. Ia adalah pemikir Islam pertama di Indonesia yang berani “membunyikan” ayat-ayat toleransi. Selama ini ayat-ayat toleransi dalam al-Quran ditelantarkan, dianggap tidak ada, atau disembunyikan karena kepentingan-kepentingan tertentu. Banyak sekali ayat-ayat yang berhubungan dengan toleransi agama didalam al-Quran, tapi orang tahunya cuma satu, yaitu lakum dinukum waliyadin.
Mengapa?, Karena para mubaligh dan ustadz menyampaikannya hanya itu. Padahal lakum dinukum itu bukan ayat toleransi. Itu ayat tentang menyembah Tuhan. Kalau Cak Nur berbicara mengenai toleransi. maka, ia mengutip al-Baqarah 62, al-Maidah 65, Ass-Syura 13, dsb.
Karena, orang salah memilih dalil. maka, setiap kali bicara toleransi, justru yang terjadi ialah menutup kemungkinan lahirnya sikap-sikap toleran. Akibatnya adalah lahirnya kesadaran palsu tentang toleransi. Toleransi menjadi ajaran pinggiran yang dianggap tidak penting.
Cak Nur mengingatkan bahwa toleransi adalah ajaran pokok dalam Islam, karena semangatnya bertebaran dalam al-Quran. Bahkan juga terkandung didalam rukun iman yang ke enam. Jadi toleransi adalah bagian integral dari keimanan itu sendiri.
"Islam Peradaban"..
Dengan pandangan toleransi semacam itu, maka ditangan Cak Nur, Islam menjadi agama yang sangat humanis. Biarkan orang beriman atau tidak sesuai dengan pilihan bebas mereka (Q18:29). Sebab, iman hanya bermakna kalau lahir dari kebebasan, bukan dipaksa. Bukan wewenang manusia untuk menghukumi mereka sesat, itu urusan Tuhan. Urusan manusia adalah fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan.
Ketika Cak Nur bicara toleransi, maka yang ia bicarakan ialah kemungkinan mengembangkan doktrin toleransi itu sejauh yang dimungkinkan oleh al-Quran, sehingga menjadi upaya emansipasi. Kata-katanya yang sering dikutip adalah: “Semakin dekat orang Islam pada al-Quran, maka ia semakin toleran; semakin jauh dari al-Quran, maka ia semakin tidak toleran.”
Islam yang dikembangkan oleh Cak Nur ialah Islam Peradaban yang agung, yang terbuka; bukan Islam syariah yang parsial dan tertutup, apalagi Islam politik yang partisan. Pikiran-pikiran Cak Nur saat ini tumbuh subur dan berkembang dikalangan kaum muda lintas agama. Sedangkan di kampus-kampus Islam saya kira kurang dieksplorasi sehingga tidak ada lagi semacam revolusi teologi ala Cak Nur.
Yang terjadi justru kampus-kampus sekarang semakin gandrung kembali ke syariah semata-mata karena “pasar”, tanpa visi keislaman yang jelas dan komprehensif, karena tidak mengerti Islam ini mau dibawa ke mana, kecuali ke perkara halal dan haram. Alangkah jauhnya. Haihaata, haihaata.. !!
Salam Peradaban..!
SELAMAT BERKONGRES HMI DAN SELAMAT MILAD CAK NUR. LAUH AL-FATIHA UNTUK GURU BANGSA PROF. DR. NURCKHOLIS MAJID - CAK NUR. SAYA BERDAKSI, BELUM ADA TOKOH SEBESAR BELIAU YANG DI PUNYAI BANGSA INI.
*NALAR PINGGIRAN


Tidak ada komentar:
Posting Komentar