Mengenai Saya

Kamis, 11 Maret 2021

SERPIH ISRO DAN MI'RAJ PADA KISAH SAHAJA UMAR BIN KHOTTAB




Mari kita mulai dengan Puisi, " sejarah di penuhi cerita membangun dan menghancurkan. tetapi, siapakah yang membersihkannya". Kata Rabindranath Tagore.

Seumpama penggalan Puisi Kuntowijoyo dalam buku 'Ma'rifat Daun', "Aku ingin meletakkan sekuntum sajak, Di makam Nabi, supaya sejarah jinak, Dan mengirim sepasang merpati, Tanpa kepongahan dan jumawa diri.

Tentang kezuhudan dan kesederhanaan, bacalah Sayidina Umar Bin Khottab. Tentang Kenisbian sebuah jabatan, selamilah Sayidina Umar Bin Khottab. Kita juga akan menemukan sebuah perspektif - beratnya amanah. Khalifah ke 2 Khulafaur rasyidin ini ibarat sebuah contoh, tentang bagaimana seharusnya menjadi pemimpin. Tak ada yang tidak kenal putera Khottab ini. Tegasnya orang ini, pintar otaknya.

Di kenalnya fiqih umar dalam tradisi fiqih islam karena kejeniusannya. Ketegasannya, tidak usah di perkatakan lagi. Sebelum masuk islam, ia adalah penentang terkeras Nabi Muhammad SAW, melebihi Abu lahab dan Abu Jahal. Putera Abdullah ini terkesan belum berani secara terang-terang menyiarkan islam. Seketika karena tersentuh hatinya setelah mendengar lantunan ayat Al-Qur'an, dari adiknya. Umar Masuk Islam. Disamping tentunya begitu mengangumi moralitas Nabi Muhammad.

Masuknya Umar dalam barisan awal pemeluk islam, Nabi Muhammad SAW menjadi lebih berani. Perkembangan islam pada Periode Mekkah pasca masuk islamnya Umar ini, walau tidak se-Sensasional periode Madinah, setidaknya Nabi Muhammad SAW lebih bebas bergerak. Sayidina Umar meberikan Raga dan bathinya, untuk membela misi suci Nabi Muhammad SAW. Ia ibarat merah silu yang berganti nama dengan Malikul Shaleh, ketika Masuk Islam. Samudera Pasai ter-islamkan. Si merah silu pembela islam periode awal, mungkin indonesia.

Diantara Sahabat Yang Mulia Nabi, mungkin Umar-lah yang di kenal Garang. Beda dengan Abu bakar yang bijak, Utsman Yang Pragmatis dan Arif serta Ali Bin Abu Thalib yang Zuhud dan Cerdas. Walau demikian, kegarangan Umar pada tempatnya. Umar akan menangis tersedu sedan jika mendengar ada regekan anak-anak yang kelaparan tengah malam, sehingga Ia membongkar Baitul mal untuk mengambil gandum dan mengantarnya sendiri. Ia tersenyum kala wanita Yahudi buta, menyumpahinya sambil si wanita Yahudi ini di tuntun berjalan. Ialah yang di Hardik seorang pengelana ketika bertanya tentang dimana tempat tinggal sang presiden Umar. Kebetulan, umar sedang tidur-tidur di bawah pohon kurma dengan baju yang pantas untuk di rendahkan. Ialah yang pada suatu ketika dengan berjalan kaki, setelah turun dari ontanya, memasuki gerbang Yerusalem.

Yah, Ia datang dengan jalan kaki untuk menghilangkan kesan sebagai seorang penakluk. Umar berhasil menaklukkan kota Yerusalem sekitar abad ke 7 pada masa kekhalifaannya. Ia masuk gerbang Yerusalem bukan seperti Raja-raja kala itu, penuh dengan kejumawaan, simbol kemegahan, dan tentunya dengan tampilan pemenang. Umar tidak.

Memasuki Yerusalem tanpa pembantaiaan dan penghancuran, sebagaimana halnya Khulagu Khan - si cicit Jenghis Khan - kala menaklukkan Baghdad. Sebagaimana juga jauh sebelumnya, kala seorang Fir'aun pernah menyerbunya, kekuasaan Babilonia melindasnya, Roma membumi hanguskan dan persia memporak poranda kota ini. Tapi, Umar yang Amirul Mukmin dari sebuah peradaban baru yang menggetarkan, melebihi getaran Julius Caesar dan Alexander Agung, memasuki Yerusalem dengan pakaian lusuh dan memandangi dengan Hormat kota yang baru yang di taklukannya.

Penguasa Yerusalem saat itu, Patriarkh Sophronius dengan takut menemui Umar di bukit zaitun. Ketakutan Sophronius ini beralasan, sebab nama Umar yang didengar selama ini, memang pantas untuk di takuti. Umar menyambutnya sebagai sahabat. Mereka membicarakan tentang perdamaian, terutama keamanan kaum nasrani dan keselamatan gereja mereka.

Umar yang di kenal sebagai pemimpin lurus ini, mengiyakan dan mengatakan, "pegang janji saya". Kala Gerbang Yerusalem terbuka peristiwa bersejarah pun terjadi, inilah kali pertama seorang muslim menjejakan kakinya di kota yang sebelumnya hanya di kenal dalam peristiwa Isro dan Mi'raj.

Dengan penuh kesabaran Umar mengikuti Sophorinus membawanya ke tempat-tempat suci kristen. Umar juga melihat kenisah Sulaiman. Kala ia memasuki kenisah ini, Umar juga memasukinya dengan menunduk bahkan merangkak. Lorong-lorong itu penuh tahi manusia dan hewan yang telah mengering. Buah dari "kebencian" Antar Yahudi dan Nasrani. Sang amirul Mukminin menyingkirkan kotoran-kotoran tersebut. Membersihkannya, semampu yang ia lakukan sehingga membuat Sophorinus terpana. Letak Kenisah Sulaiman ini berada di sebuah tempat yang luas. Tempat yang di kenal suci, sehingga kemudian dalam tradisi islam di kenal sebagai nama Haram As-Syarif.

Umar kemudian mendirikan satu bangunan yang sangat bersahaja, Sebuah masjid dari kayu, yang kemudian di kenal dengan Nama "Masjid Umar". Walau Umar tak pernah berwasiat untuk memberikan label masjid itu sebagai namanya. Menurut Marshal G Hodhgson dalam bukunya The Venture of Islam (yang di terjemahkan oleh Mizan), Masjid Umar ini kemudian di bangun ulang dengan kemegahan oleh seorang Khalifah dinasti Umayyah, Abdul Malik Bin Marwan, pada akhir abad Ke 7. Sesuatu yang pada prinsipnya di tentang oleh umar sendiri, karena awal saat ia mendirikan Masjid Kayu ini, sama sekali bukan untuk menandingi Masjidil Aqsa.

Dalam sebuah Catatan pinggir Goenawan Mohammad pernah mengatakan, bahwa "bagunan-bangunan yang besar sering hanya bisa di topang oleh kekuasan yang Mutlak dan akumulasi dana yang mencekik". Masjid dan sejenisnya memang bisa jadi sesuatu yang berlebihan, sebagai Isyarat tentang Iman, sekaligus juga tentang kepongahan. Keganjilan manusia adalah ketika ia juga bersikap demikian pada hubungannya dengan Tuhan, padahal sebenarnya tidak seharusnya pongah. 

Umar bin Khottab, menaklukkan dan membangun sesuatu bukan dengan kepongahan. Sejarah panjang ummat manusia mencatat , "orang membangun tempat ibadah dan ada yang menghancurkannya, tapi siapa yang membersihkannya?".

Diantara berbagai kota historis di bawah kolong langit ini. Mungkin kota Yerusalem-lah yang selalu tak luput dari cerita manis - pahit-getir sejarah manusia. Yerusalem yang merupakan kota tua syarat sejarah ini, di bentuk oleh pertarungan kekuatan-kekuatan besar sejarah untuk zamannya.

Peradaban Mesopotania, Assyiria, Roma (kristen), Arab, Turki (Daulah Ustmaniyah) dan inggris telah hadir meninggalkan bekas-bekas Tersendiri yang cukup dalam. Kota Yerusalem ini juga tidak bisa di lepaskan dari 3 agama Monotheistik paling berpengaruh hingga saat ini. setiap hari Yerusalem selalu di kunjungi dengan ghiroh teologis, para peziarah dari seluruh dunia untuk datang lebih dekat. Meminjam Istilah Edward Said "menghadap Tuhannya. Menghambakan diri dan bahkan terkadang datang dengan hal-hal yang di yakini irasional, namun dianggap sebagai sebuah cara untuk menyatukan emosi teologis".

Di yerusalem juga di temukan komunitas kristen yang tumpah ruah untuk melihat gereja Sepulchre, yang di dalamnya terdapat karang Golgota, tempat Yesus di salib, maqam suci dan tempat Yesus di bangkitkan. Sebagaimana halnya yang di lakukan oleh orang Yahudi, dengan dinding ratapan yang berlumut, maka orang-orang kristen yang taat ini memeluk "penuh rindu bercampur duka", karang berbentuk dipan tempat Yesus di semayamkan untuk sementara waktu setelah ia di turunkan dari kayu salib. Dengan air mata bercucuran, mereka meletakkan pipinya di dada Yesus yang tak berdaya dan seakan-akan merasakan lansung penderitaan Putra Siti Maryam ini. Bak kata Sosiolog agama Karen Amstrong, " Trans - Teologis - agama" Justru terlihat dalam peristiwa-peristiwa seperti ini.

Sementara itu, ribuan kaum muslimin melafalkan Takbir, Tahmid dan Tasbih sebanyak lima kali sehari semalam di masjid al-aqsa, yang di yakini telah menjadi tempat persinggahn Nabi Muhammad SAW, ketika melakukan Isra' dan melakukan Sholat dengan Para Nabi yang lain sebelum Mi'raj.

Dinding ratapan, gereja Sepulchre dan masjid Al-aqsa yang di sebut dalam bahasa sosiolog agama sebagai "monumen suci", Hubungan Yerusalem dengan Agama-agama besar itu, tapi sekaligus simbol perbedaan agama-agama besar itu.

"Sejarah selalu di penuhi cerita membangun dan menghacurkan. Tapi siapakah yang membersihkannya", Kata Tagore. Dan umar Bin Khottab bukan menghacurkannya tapi membersihkannya. Kehadirannya ketika menaklukkan yerusalem adalah kehadiran "Rahmat" bukan kehadiran "Perusak".

*Rst
*nalarPinggiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar