Kecerdasan, kepintaran, ketenaran, kekayaan dan kekuasaan kita tidak akan Menguntungkan Allah. Karena Allah hanya butuh mental ubudiyah kita. Makanya Allah mensifati Nabinya sebagai, "subhanalladzi asro bi adhi". Bahwa status tertinggi seorang manusia adalah menjadi hamba.
Mengapa orang islam di perintahkan untuk "Udzkurullahu dzikron katsiron - mengingat Allah sebanyak-banyaknya". Karena nikmatnya Allah memang jauh lebih banyak. Misalnya, kita dapat BLT itu harus melalui mekanisme dan prosedur. Setidaknya kita di miskinkan dulu. Tetapi, kita dapat oksigen dari Allah, tidak perlu pakai prosedur, tidak perlu miskin dulu. Lansung di kasih oleh Allah secara gratis.
Jika kita berpikir seperti itu, maka utang jasa kita kepada Allah jauh lebih banyak. Sehingga, kita bisa fasih mengucapkan Alhamdulillah.
Artinya, untuk menumbuhkan mental ubudiyah dan rasa syukur pada Allah, tidak harus punya kendaraan, jabatan, kekayaan dan tanah ribuan hektar. Kalau untuk bersyukur saja, kita membutuhkan semua syarat tersebut. Maka, Kita ini memang bodoh.
Dalam Peradaban Modern sampai Post modern, Yang hilang adalah Allah Tidak begitu Hadir dalam kehidupan kita. Padahal, Pelajaran pertama yang harus kita pelajari adalah Tauhid, bahwa sifat pertama Allah adalah Wajibul Wujud - Wajib ada.
Di tafsir Munir oleh Syekh Nawawi Al Jawi di jelaskan, mengapa Al Qur'an di mulai dari diksi Ba' dan huruf Ba' di mulai dengan satu titik. Hal itu mengandaikan bahwa Allah hendak menjelaskan, bahwa "Awwalu hadzihil maujudan adalah nuhktoh wahid - Allah adalah Wujud pertama".
Misalnya, Kita menggambar apa saja, pasti di mulai dari titik. Angka apapun, baik 1 Milyar atau 1 juta Triliyun, tetap di mulai dari angka satu.
Sebab itulah, Huruf Ba Kata Syekh Nawawi Al Jawi adalah "Bi kana ma kana wa bi yakunu ma yakunu - Karena saya, yang ada menjadi ada dan yang mau ada, Saya yang mengadakan". Artinya, Unsur utama semua yang Ada adalah Allah sebagai Nuhktil wujud.
Dalam kitab fathul bari, syarahnya Shahih bukhari di jelaskan, kemenangan ummat islam itu "iltidzan aqliyan - kita punya akidah yang secara akal itu logis". Makanya, Pelajaran awal kita tentang agama ini harus berangkat dari tauhid, sehingga akidah kita kuat dan tidak terombang ambing.
Misalnya, kita di tawari teori oleh seorang Profesor atau Kyai seperti ini, "hadzihil maujudan kholaqohul adamu - alam nyata ini penciptanya adalah ketiadaan". Pasti kita akan bingung Menjawabnya.
Makanya dulu, ada sahabat Nabi, bernama Jubair bin Muthim, dia adalah seorang tokoh quraisy. Dia di utus untuk membebesakan Asrobadrin - tawanan perang badar. Dia menginap di masjid sambil menunggu Nabi. Saat itu nabi sedang sholat magrib dengan membaca ayat "Wattur wa kitabi mastur fi robbi mansur".
Jubair bin muthim ini mendengarkan bacaan sholat Nabi tersebut, sampai pada ayat "amkhuliqu min ghoiri syai in amhumul kholiqun - bagaimana Mungkin alam raya yang luas ini di ciptakan tanpa sebab yang ada" atau kamu-kamu yang tidak mengakui Tuhan adalah pencipta langit dan bumi yang ada - am kholaqolas samawati wal ardho.
Saat Jubair bin Muthim mendengarkan hal itu, ia menangis dan masuk islam, bahkan ia memengatakan, " faka'annama sudi akolbi, sebahagian riwayat menyatakan, "kada qolbi ayyatit - dengan logika yang di bangun Al Qur'an, saya tidak berdaya. Mengapa?. Karena qur'an itu sangat demokratis - "Qul aro aitu matad una mindunillahi, aruni madha kholaqu minal ardhi am lahum syittum fis sama' - kalau kamu merasa menjadi Tuhan. Tidak apa-apa. Tetapi, setidaknya tunjukkan reputasimu bahwa kamulah yang menciptakan langit dan bumi. Apakah ketika Allah menciptakan langit dan bumi, kamu ikut membantu. Bahkan kata Allah, mereka-mereka yang kamu jadikan Tuhan, ketika saya bikin langit dan bumi, mereka dimana?.
Cara kita Mengingat dan berterima kasih kepada Allah atas nikmatnya yang di berikan kepada kita Ialah dengan Sholat - Menanamkan mental Ubudiyah kepada Allah. Hanya saja, Keaanehan kita di akhir zaman ini - Terbiasa Sholat. Tetapi, mengeluh (capek). Sebab, Rezekynya masih sulit. Justru, yang tidak pernah Sholat, Rezekynya lebih Bagus.
Tipologi manusia seperti ini, masih melihat dunia dan seisinya lebih nikmat ketimbang sujud - Sholat. Hal itu persis dengan seseorang yang menekuni ilmu ekonomi, tapi hidupnya melarat. Sedangkan, Ada orang yang bodoh, tapi hidupnya kaya. Ada Kiyai dan Ustadz yang punya banyak kumpulan doa, tapi hidupnya biasa saja. Sedangkan, Ada orang yang berdoa biasa-biasa saja, tetapi hidupnya luar biasa.
Kalau kita meminta kepada Allah dan Allah mengabulkannya. Sebenarnya Allah hendak menunjukkan kepada kita bahwa Dia adalah Dzat yang Maha Baik. Tetapi, ketika kita meminta dan Allah tidak mengabulkannya. Sebenarnya Allah hendak menunjukkan bahwa Dia adalah dzat yang Maha digdaya, yang tidak bisa kita atur - atur.
Mengapa kita sering membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain. Tentang, pekerjaan. Tentang, Pernikahan, tentang anak, dsb. Tanpa kita sadari, kita telah menghina Allah. Seolah-olah, Allah tidak pernah berlaku adil pada hidup kita.
Saya teringat pernah membaca sebuah Hadist Qudsi yang menyebutkan, "ketika Nabi Musa Di tanya Oleh Allah, "Wahai Musa mengapa saya memberikan Rezeky kepada Orang yang Bodoh, sedangkan orang yang pintar (memiliki Ilmu) melarat?".
Mengapa Ya Allah?, Tanya Nabi Musa. Allah menjawab, "supaya mereka tahu, bahwa yang memberi Rezeky itu Saya Bukan Karena Ilmunya - Kepintarannya".
Di titik itulah, Mengapa Sholat itu harus di lihat sebagai satu aktivitas yang sangat spesial. Seperti apa asyieknya kita mengobrol dan bercengkrama ketika bertemu atasan, misalnya atasan kita adalah Presiden, menteri, gubernur, bupati atau camat, dsb. Nah, Sholat itu adalah media bagi kita untuk asyiek bercengkrama dan ngobrol dengan Allah.
Kalau dengan bos atau atasan kita yang manusia, kita asyiek dan senang saat bercengkrama. Bagaimana mungkin, bercengkrama dan ngobrol dengan Allah tidak asyiek?.
Imam Al Ghazali mendaku, "kalau kamu bangga, karena pasanganmu banyak. Ayam itu lebih kuat, ketimbang kita. Satu jam saja, bisa berapa kali dia berhubungan. Kalau kita bangga bisa makan banyak, Kerbau itu makannya lebih banyak. Kalau kita bangga atas pengaruh kita, Ratu Tawon hanya berdiam diri di rumah. Tetapi, anak buahnya sangat loyal.
Artinya, jika manusia ingin membanggakan dirinya. Yah, dengan sholat. Sebab, Hanya aktivitas sholat yang tidak tertandingi dengan Mahluk lainnya. Apalagi di dalam sholat, ada gerakan yang mewakili seluruh gerakan ibadah pada malaikat - ada malaikat yang ibadah, hanya berdiri saja, Ruku' saja, sujud saja. Selain itu, Di dalam sholat ada rukun yang mewakili Hubungan sosial kita pada sesama, yaitu Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh ke kanan dan ke kiri - Semoga keselamatan untuk yang berada di kanan dan kiri kita.
Makanya, Di beri rasa gelisah jika belum sholat adalah nikmat yang Niscaya kita syukuri.
Andaikkan, kita dapat kabar dari malaikat, "Rais sholat kamu tidak di terima, ataukah kita dapat kabar, bahwa kita akan masuk neraka selamanya. Apakah kita akan berhenti untuk menyembah Tuhan?. Saya tidak akan sedih dan susah hati. Bukan karena sombong. Sebab, pernah di takdirkan sujud saja oleh Allah itu keren. Bayangkan betapa malunya kita kelak jika berjumpa dengan Allah, padahal di bumi kita tidak pernah sujud. Makanya cara pandang Syech Hasan Adz Dzazili, "Sholat itu tidak usah berpikir di terima atau tidak. Sebab, kamu di takdirkan pernah sujud saja itu Sudah Hebat". Cukup kita mendapat balasan dari Allah, bahwa kita pernah di takdirkan Bersujud.
jika ada orang yang sholat, tetapi masih melakukan kesalahan?. Tidak apa-apa, sebab Saya yakin, setiap kita akan demikian, apalagi kita bukan Nabi dan Wali. ketika kita di panggil, kita istijabah - mengiyakan dengan menghadap. Setelah menghadap , ternyata kita masih tidak menuruti perintah. Hal itu tidak termasuk suatu kesalahan yang menganggu poin pertama tadi, yaitu kita mengiyakan perintah.
Ihwal itulah, banyak cerita di hadist, sahabat yang tidak sholeh-sholeh sekali. Kata sahabat itu, saya ini mau sholat Ya Rosulullah, tapi jangan di minta saya meninggalkan Ini dan itu?". Sahabat ini menyebutkan sekian kemungkaran. Jawaban Nabi itu, "sayanha huma Yakul - kelak jika sering sholat, kamu tidak akan demikian".
Kelirunya kita ini adalah pengandaian Lama - lama juga baik, kita anggap harus sekarang. Padahal, Ibadah zaman akhir itu mudah. Sebab, beragama harus membuat kita nyaman. Sama seperti kita melihat orang yang begitu senang, hanya dengan Ngopi dan Ngerokok di warung kopi. Mestinya secara natural kita pun harus ikut senang. Sebab, untuk senang, ia tidak harus bermaksiat - tidak selingkuh, tidak mencuri, tidak dugem, tidak zina, tidak menghalalkan segala cara, tidak menggibah, dsb.
Dasarnya apa?. "Tidak ada "Kemubahan", kecuali kita meninggalkan "keharaman". Artinya, Semuanya Boleh kita lakukan, kecuali yang Haram. Makanya, Kata Ulama Kita dahulu, "Menikmati sesuatu yang di bolehkan Allah itu Pokok dari agama".
Mengapa orang bisa selingkuh dan melakukan berbagai macam KeMaksiatan?. Karena mereka tidak mau menikmati hal-hal yang di bolehkan Allah. Padahal, diantara hal Yang di apresiasi oleh Allah adalah Potensi keJahatan atau keburukan kita, tidak menjadi, Tidak di aktualkan atau tidak di wujudkan.
Logikanya begini, Kalau seperempat rakyat indonesia adalah semuanya pencuri. Maka, negara ini akan miskin, karena membiayai semua orang yang masuk penjara. Kalau misalnya, Separoh rakyat indonesia mentalnya adalah Pembunuh, maka habislah indonesia ini. Artinya, Ketika masyarakat kita tidak melakukan kejahatan. Maka di situlah ketertiban yang sejati. Makanya kata Nabi, "Takuffu sarroka aninnas fa innaha shodaqotan minka ala nafsika - Potensi kejahatan, kamu jangan kamu lakukan dan itu sudah menolong peradaban".
Kalau kita mengaji kitab Ushul Fiqih, ada Kitab berjudul "lubbul Ushul", terkenal sekali di pesantren. Di dalam kitab tersebut di jelaskan, "idza ma min mubahin illa wayataqqu hu bihi tarko haroma mimma - keseharian kita yang mubah, saat kita lakukan ada kehebatan yang luar biasa yaitu meninggalkan keharaman".
Makanya, dulu ada orang alim, jika bertemu temannya mereka bercanda semalaman. Lalu, ada ustadz yang sangat bersemangat, berkata "kok itu orang alim tidak tahajjud dan tidak witir?". Mestinya kita bersyukur, sebab misalnya orang yang sudah mapan, uangnya sudah banyak. Malam itu dia tidak kelayapan, tidak bermaksiat, itu sudah luar biasa. Artinya, orang yang melawan nafsu untuk tidak bermaksiat adalah satu aktivitas yang sangat luar biasa. Kita jangan melihatnya, karena dia meninggalkan tahajjud. Tetapi, kita harus melihatnya, karena dia meninggalkan keharaman.
Ihwal Itulah Al Ghazali mengatakan, Ibadah terbaik ummat akhir zaman adalah Tidur. Kenapa?. Karena potensi kemaksiatan terkaktual saat kita keluar rumah itu sangat besar. Jika pilihannya demikian, maka Lebih baik tidur. Tetapi, jangan tidur terus, saat kita harus menegakkan Fardhu.
Di kitab Hikam terkenal Terminologi Manusia itu siapa?. "Manusia adalah orang yang ketika baik saja, bisa salah. Apalagi kalau dia salah. Padahal, orang yang salah, Allah yang Tuhan saja masih mengumumkan siap mengampuninya. Sedangkan kita, sesama manusia, mengapa berani Main Vonis.
Orang yang salah, jelas kita akan menghukuminya salah. Tetapi, kita jangan mengatakan hal itu akhir dari segalanya. Sebab, dia masih punya potensi untuk Taubat setiap saat.
Misalnya, Bagaimana bencinya Rosulullah kepada Wahsi, karena membunuh pamannya - Hamzah. Tetapi, Allah menurunkan Ayat, " Laisa laka Minal amri Syai'un auyatuba alaihim au yuatsibahu Fa Innahum Dzolimun - Tidak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dzolim". Maksudnya, Meskipun Engkau Muhammad adalah kekasih saya, perkara nasib hamba-hambaku adalah Urusanku. Memaafkan atau tidak. Terserah saya kata Allah.
Akhirnya, Wahsi di berikan taubat dan beberapa diantaranya masuk islam.
Dalam islam itu, apapun bencinya kita kepada musuh kita. ALLAH bisa saja memperlakukan Musuh kita secara Baik. Karena Allah itu "Yagfirulimayyasa wa Yuatsibahu mayyasa". Jangan karena kita membenci sama seseorang, kita menganggap seakan-akan Allah sama orang tersebut pasti menyiksa.
kita membenci seseorang, Karena perilaku orang tersebut Thogut, Misalnya. Jangan-jangan Allah punya rencana memberi hidayah pada orang tersebut atau jangan-jangan Allah punya rencana dari orang tersebut, keluar orang islam yang sholeh. Makanya, saat malaikat menawarkan jasa menghancurkan orang-orang yang mendustakan Rosulullah. Rosulullah menolaknya dan berkata, jangan. Sebab, bisa saja hari ini mereka kafir. Tetapi, anak keturunannya menjadi islam.
Hal itu benar, jika kita cek sejarahnya ; Abu Jahal punya Anak Ikrimah. Abu lahab punya anak Darroh. Walid itu musuhnya Nabi, tetapi punya anak bernama Khalid bin walid.
Artinya apa, agama ini adalah harapan bagi orang yang selalu berharap - Limang kana Yarjullahu. Kita berharap semakin hari semakin baik, semakin damai dan kondusif.
Menginginkan kebaikan itu Hakikat kita sebagai manusia. Kata Sayyid Zabidi, keinginan baik itu identitas manusia. Sebagaimana Saat Allah menciptakan manusia itu Khunafa - Orang yang berkeinginan baik.
Kita punya teman yang menjengkeli kita, namanya misalnya Fulan. Fulan ini manusia - Mahkluk. Kalau kita terprovokasi dengan Fulan, berarti kita terdikte oleh orang yang bernama Fulan, yang statusnya adalah Mahkluk. Sementara Allah mengajari kita, " waa ahsin man ahsa' a ilaika - berbuat baiklah terhadap orang yang berbuat buruk padamu".
ketika kita berbuat baik, maka hubungan kita terhadap Allah. Kalau kita berbuat buruk, maka kita terdikte oleh Mahkluk. Bayangkan kalau Fulan itu ternyata seseorang yang tidak tamat SD dan kita adalah seseorang yang tamat SMA. Berarti anak SD memprovokasi Anak SMA. Jadi mana yang bodoh?.
Di titik itulah, Ajaran Nabi itu memang berat, apalagi bagi kita yang tidak mempunyai bakat menjadi Wali, pasti berat. Diantara ajarannya adalah "silman qot'oa aka waa ahsin man ahsa'a ilaika - Sambunglah hubungan dengan orang yang memutus hubungan dengan kamu dan berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk kepadamu".
Setiap manusia normal, Tentu memiliki sisi baik dan buruk. Memang Terdengar klise. tetapi, kita kerap abai pada hal ini, sehingga kita fanatik cinta dan fanatik benci. Lihatlah, para pelaku sejarah, kehebatan ataupun kejelekannya, sangat bergantung pada siapa yang menuliskannya. Yang mengaguminya, Tentu memujanya dan yang membencinya akan mencari-cari kesalahannya.
Amru bin 'ash, misalnya merupakan salah seorang sahabat Nabi yang memeluk islam di tahun ke 8 H. Di perang shiffin - perang antara Sayyidina Ali dan Gubernur Muawiyah. Amru Melakukan siasat dalam peristiwa tahkim yang menyudahi perang shiffin. Hal itu dianggap, Amru adalah seorang Politisi yang mengingkari Konsensus.
Namun, Sumbangsih Amru Bin Ash sangat luar biasa pada Islam. Rasulullah mengirimnya ke Oman dan berhasil mengislamankan pemimpinnya di sana. Khalifah Abu bakar mengirimnya ke Palestina dan merebut kota Suci dari Byzantium. setelah itu, ia menjadi Emir di sana. khalifah Umar mengirimnya dan membebaskan Mesir dan menjadikannya Gubernur. Lantas, Bagaimana kemudian kita harus menilai Amru bin ' Ash sebagai seorang politisi busuk atau seorang Pahlawan Islam?.
Saya memohon, siapapun yang mencintai agama ini. Mestinya banyaklah membaca dan mengaji. Jangam cuman menuruti emosi dan emosi tersebut diatas namakan agama.
Di Shahih Muslim, ada cerita seseorang yang sementara Sujud. Kita sudah tahu bahwa sujud itu perbuatan yang sangat baik kepada Allah. Sebagaimana yang sampaikkan diatas.
Tetiba seseorang yang sementara sujud tersebut di injak oleh seorang pemuda yang nakal. Ketika di injak, orang yang sujud tersebut spontan mengatakan, "fa wallahi la Yagfiru laka - Demi Allah. Allah tidak akan memaafkan kamu".
Jika kita tidak membaca dan mengaji sanad Keilmuaan, maka omongan orang yang di injak adalah hal yang normal dan wajar. Tetapi, di luar dugaan, Allah Justru mewahyukan kepada Nabi untuk mengatakan kepada Orang yang sujud tersebut, "siapa yang mencatut nama saya bahwa saya tidak akan memaafkan orang yang menginjak".
Allah tersinggung, karena Namanya di catut. Padahal Allah itu bisa menyiksa dan mengampuni - Yagfiru mayyasa wa Yuadzibu mayyasa". Mengapa justru orang yang sujud hanya mensifat Allah sebagai Maha penyiksa saja. Seolah - olah Allah tidak memiliki Sifat ampunan?.
Akhirnya orang yang sujud di salahkan, kata Allah kepada Nabi. Bilang pada orang yang sujud bahwa Orang sujud saya hapus pahalanya dan yang menginjak saya hapus dosanya. Tetapi, bukan berarti kita membolehkan menginjak orang yang sedang sujud. Tidak seperti itu memahami hadistnya.
Artinya, berpikir agama itu berdasarkan sanad. Bukan berdasarkan emosi kita. Sebab, kalau berpikir berdasarkan emosi kita, maka tentu kita akan berpikir bahwa Allah tidak akan mengampuni orang yang menginjak orang yang sujud. Kalau kita berpikir berdasarkan sanad keilmuan, Maka kita akan tahu bahwa berapa banyak orang yang dulu berniat melukai nabi, bahkan berniat membunuh Nabi?. Justru di terima taubatnya Oleh Allah.
Makanya ketika Nabi sangat marah pada mereka yang kafir, turun ayat yang menyebutkan, "laisalaka minal amri syaiun au yatuba alaihim au yadzibahu - bahwa wilayah mengampuni dan memaafkan itu otoritas Allah. Sekalipun, Secara Syariat tentu kita akan mengatakan, bahwa orang yang menginjak Orang yang sedang sujud itu salah. Tetapi, jangan katakan bahwa Allah tidak bisa menerima taubat mereka.
Terakhir, Dimana-mana saya ceramah, saya selalu berpesan bahwa ummat islam itu ahli surga. Logikanya sederhana ; Kalau Pdt Nasrani saja mengkampanyekan pada Ummatnya, "setiap orang yang mati sudah tenang bersama bapa di surga". Mengapa kita yang sudah Sholat, Puasa, Zakat, masih di khawatirkan "Suul Khotimah". Kalau kampenyenya tidak seimbang, bisa kalah kita sebagai Ummat islam.
Makanya, saya kerap mengatakan, bahwa semua orang Mukmin itu ahli surga. Karena memang hadistnya menyebutkan, "Mang Qola Lailaha illallahu Dhalolal jannah".
Lalu, kemudian ada beberapa Ustad, Kiai dan Ulama yang mungkin wataknya pesimis, membuat sekian aturan - aturan, yang sebenarnya adalah Cerminan dari sifat pesimisme dirinya yang seakan-akan masuk surga itu susahnya bukan main. Tentu Hal itu saya tidak setuju, karena kita akan kalah dengan Kampanye Kaum Nasrani, yang setiap orang mati sudah tenang bersama bapa di surga".
Agama ini sudah begitu baik, karena kunci surga sudah di bocorkan ; "Miftahul jannah lailaha Illallahu". Masa sudah pegang Kunci surga. Tetapi tidak jadi masuk surga. Kan aneh.
Ada beberapa Guru SD tanya ke saya ; Ust, bolehkah membuka soal Ujian nasional yang masih di segel?. Semua teman gurunya yang mendengarkan pertanyaan tersebut menjawab tidak boleh. Karena hal itu kriminal, katanya. Tetapi, Guru yang bertanya tersebut membuat analogi yang agak kacau, ia menyatakan, boleh saja membuka segel Soal ujian nasional. Toh, ujian di kuburan saja di bocorkan para Kiai, ustad dan Ulama tidak apa-apa 😆😅.
Guru SD Ini berpikir, kalau Ujian akhirat yang sekrusial itu saja bisa di bocorkan, mengapa Ujian sekolah tidak bisa. Tentu, hal ini kias yang salah. Tidak ada Ulama yang mengajari seperti itu. Justru, beberapa Ulama yang saya rujuki mengajari, betapa mudahnya masuk surga. Sebab, kunci jawaban sudah di berikan, kunci surga sudah di berikan. Masa sampai tidak masuk.
Di Kitab Hikam, Syech Abul Hasan Adz zazili pernah dapat Semacam Ilham, "apa makna Ming syarril waswasil khonnas". Yang di katakan Was -Was adalah Kita di giring untuk mengingat sisi-sisi negatif yang kita miliki dan Di bikin lupa, bahwa kita punya sisi-sisi positif.
Orang islam itu ketika berdosa, pasti ingat salahnya lalu beristighfar. Ketika satu kebaikan di bandingkan satu keburukan, kata semua ulama ; satu keburukan bernilai satu dan satu Kebaikan bernilai sepuluh, sehingga masih surplus sembilan kebaikan. Begitulah cara berpikir Syech Abul Hasan Adz zazili. Mengapa kita harus berpikir positif, tentang Tuhan. Sebab, sekali kita berpikir negatif Tentang Tuhan, akan sangat berbahaya.
Misalnya begini, kita sudah sujud, ruku'. Ternyata, tetap masuk neraka. Lantas, Apa gunanya kita sujud dan Ruku'?. Hal ini menurut saya tidak masuk akal. Sebab, sujud itu suatu kelaziman hamba kepada Allah. Normalnya seorang Hamba ialah sujud. Karena kita ingin masuk surga, lalu logika kita di balik, apa gunanya saya sujud. Toh, Ternyata saya masuk neraka juga. Ini pernyataan paling bodoh dan membuat Allah benci.
Ada yang tanya, Saya belum paham dengan maksud hadis yang seakan-akan mentoleransi Zina dan Mencuri, "mang Qola laila illallahu dholal Jannah Lailaha illallahu wan intsana wa intsaroka - Siapa yang pernah mengatakan Tiada Tuhan selain Allah, maka Pasti masuk surga. Meski Pernah berzina dan mencuri".
Sependek pengetahuanku, makna Hadist itu seperti ini. Kebenaran absolut atau kebenaran yang Mutlak. Tidak akan terganggu oleh status dan Perilaku seseorang. Contoh, semua orang waras jika di tanya 1 + 1 sama dengan berapa?. Mereka akan menjawab Dua (2). Mau dia pencuri, mau dia KPK, mau dia Polisi, mau dia Ulama, mau dia Lonte. Artinya, kebenaran yang absolut adalah kebenaran yang setiap orang akan menyakininya, seperti 1+1 sama dengan dua.
Uniknya lagi, kalau kita menjawab 1 + 1 sama dengan dua, kita butuh hadiah atau tidak?. Hampir semua kita tidak butuh hadiah untuk menjawab dua. Karena memang jawabannya adalah dua. Lantas, mengapa untuk mengatakan Allah itu Tuhan, kita butuh surga?. Memangnya kalau tidak ada Surga, Allah tidak menjadi Tuhan?.
Hal ini problem orang sholeh - Sholeh yang terlalu pesimis. Makanya, orang sholeh - sholeh kelak masuk surganya berat. Lain dengan orang alim, lebih gampang. Dalam hadist qudsi, "Lau lam ahluq jannatan wala naron alam akun ahlan uthoa - andaikan saya tidak menciptakan Surga dan neraka, apakah saya tidak menjadi Tuhan yang perlu di taati".
*Rst
*Pena
*Pejalan sunyi