Mengenai Saya

Selasa, 30 April 2024

UZBEKISTAN : BUNG KARNO, KRUSHCHEV, IMAM BUKHARI, TIMUR LENK DAN PEREMPUAN (CANTIK)

 

"Ceritakan sedikit tentang Uzbekistan, Kak !", pinta Adik-Adik.

Uzbekistan merupakan negara yang berdiri sendiri selepas USSR (Uni Sovyet Sosialis of Rusia) runtuh. Imbas, kebijakan politik "Glasnost dan Perestroika"nya, Michael Gorbachev. Tidak hanya Uzbekistan, tapi juga negara-negara (Asia Tengah) mayoritas beragama Islam yang selama ini berada di bawah "genggaman" Uni Sovyet seperti Azerbaijan, Turkmenistan, Kyrgistan. 

Sementara dua daerah lagi yang juga dihuni mayoritas Islam, Dagestan dan Chechnya, tetap berada di bawah Rusia. Selain negara-negara Islam di atas, beberapa daerah juga mendirikan negara masing-masing, diantaranya Lithuania, Georgia, Ukraina dan lainnya.

"Lalu ?".

Salah seorang perawi hadits terbesar dalam sejarah Islam, bernama Imam Bukhari. Kuburannya berada di daerah Uzbekistan ini. Kuburan Imam Bukhari dianggap sebagai salah satu kunci diplomasi antara Bung Karno dengan sahabatnya, Nikita Kruschev -  Presiden Uni Sovyet. Kruschev mengundang sahabatnya, Bung Karno, untuk berkunjung ke Uni Sovyet. 

Si Bung mengabulkan dengan satu syarat, yaitu "temukan kuburan Imam Bukhari terlebih dahulu". Konon, kuburan Imam Bukhari ditemukan di ladang kapas. Oleh Kruschev, kuburan ini direnovasi. Bung Karno, kemudian berkunjung menemui sahabatnya, Kruschev, Presiden Uni Sovyet kharismatik asal Ukraina ini.

"Lalu?".

Di Uzbekistan, terdapat satu kota. Namanya Samarkand. Kota besar, selain Tashkent yang belakangan menjadi ibu kota negara Uzbekistan. Kota Samarkand adalah kota "kesayangan" Timur Lenk. Biasa juga dipanggil dengan Amir Timur. Pendiri dinasti Timurid. Lahir dari peradaban gurun nan tandus. Kakinya pincang, karena itu, lawan-lawannya memanggil Timur Lenk dengan panggilan Si Timur Pincang. Ia anak Taragai, Kepala Suku di wilayah Uzbekistan. 

Dalam sejarah peradaban Islam, banyak sejarawan bersepakat mengatakan bahwa Amir Timur adalah Pribadi yang Kontradiktif Sebagai raja ataupun sultan yang kejam, di satu sisi dan Sholeh disisi yang lain. Ia menggetarkan. Lebih tepatnya, menakutkan.

Tahun 1370 M, Timur Lenk mengangkat dirinya sebagai penguasa tunggal. Ia memegang prinsip, 'Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada satu raja", maka ia membunuh saudara iparnya beserta saudara laki-laki sekerabatnya. Selanjutnya, Amir Timur menaklukkan Khurazan, Afghanistan, Persia, dan Kurdistan. Penaklukan yang menakutkan. Ia seperti meniru Hulagu Khan, membunuh orang-orang taklukan.

Konon, ketika menaklukan Sabwazar, Afghanistan, ia membangun menara terbuat dari 2000 mayat dibalut dengan lumpur. Ia pernah menyerbu Moskow. Sayang tak berhasil. Negeri nenek moyang Putin ini, begitu tangguh, rupanya. 

Sejarawan klasik Harold Lamb pernah mengisahkan, bahwa Timur Lenk yang memiliki anak laki-laki bernama Jahanggir dan Syakh Rukh ini, begitu khusuk diatas sajadah. Menganggap dirinya sedang memperjuangkan kejayaan Islam. Tapi ia gandrung menghancurkan pusat-pusat peradaban Islam. Kecuali Samarkand. Di tempat ini, ia malah membangun kota dengan mendatangkan batu dari Delhi, India. 

Dalam kehidupan sehari-hari, ia seperti menghormati para ulama. Dikabarkan ia dengan sangat hormat menerima sejarawan besar Ibnu Khaldun yang ditugasi salah seorang Sultan (lawan Timur Lenk) untuk berunding.

"Lalu?".

Kenapa, lalu terus dek?.

Oh ya, ada satu lagi. bersama-sama dengan perempuan Phustun, Persia, dan Chechnya, perempuan Uzbekistan dikenal sebagai perempuan tercantik di dunia. Molek, manis, ayu, aduhai.!.


"Sudah ...... !", kata si Adiks - Adiks.


Dari "Lalu ... !", berujung pada "Sudah !"  😅🤣


NB : Foto -  perempuan Uzbekistan ©pinterest



*Pustaka Hayat

*Rst

*Nalar Pinggiran

Kamis, 11 April 2024

TAATI, NIKMATI, SYUKURI DAN BERTERIMA KASIHLAH DENGAN SHOLAT

Kecerdasan, kepintaran, ketenaran, kekayaan dan kekuasaan kita tidak akan Menguntungkan Allah. Karena Allah hanya butuh mental ubudiyah kita. Makanya Allah mensifati Nabinya sebagai, "subhanalladzi asro bi adhi". Bahwa status tertinggi seorang manusia adalah menjadi hamba.

Mengapa orang islam di perintahkan untuk "Udzkurullahu dzikron katsiron - mengingat Allah sebanyak-banyaknya". Karena nikmatnya Allah memang jauh lebih banyak. Misalnya, kita dapat BLT itu harus melalui mekanisme dan prosedur. Setidaknya kita di miskinkan dulu. Tetapi, kita dapat oksigen dari Allah, tidak perlu pakai prosedur, tidak perlu miskin dulu. Lansung di kasih oleh Allah secara gratis. 

Jika kita berpikir seperti itu, maka utang jasa kita kepada Allah jauh lebih banyak. Sehingga, kita bisa fasih mengucapkan Alhamdulillah.

Artinya, untuk menumbuhkan mental ubudiyah dan rasa syukur pada Allah, tidak harus punya kendaraan, jabatan, kekayaan dan tanah ribuan hektar. Kalau untuk bersyukur saja, kita membutuhkan semua syarat tersebut. Maka, Kita ini memang bodoh. 

Dalam Peradaban Modern sampai Post modern, Yang hilang adalah Allah Tidak begitu Hadir dalam kehidupan kita. Padahal, Pelajaran pertama yang harus kita pelajari adalah Tauhid, bahwa sifat pertama Allah adalah Wajibul Wujud - Wajib ada. 

Di tafsir Munir oleh Syekh Nawawi Al Jawi di jelaskan, mengapa Al Qur'an di mulai dari diksi Ba' dan huruf Ba' di mulai dengan satu titik. Hal itu mengandaikan bahwa Allah hendak menjelaskan, bahwa "Awwalu hadzihil maujudan adalah nuhktoh wahid - Allah adalah Wujud pertama". 

Misalnya, Kita menggambar apa saja, pasti di mulai dari titik. Angka apapun, baik 1 Milyar atau 1 juta Triliyun, tetap di mulai dari angka satu. 

Sebab itulah, Huruf Ba Kata Syekh Nawawi Al Jawi adalah "Bi kana ma kana wa bi yakunu ma yakunu - Karena saya, yang ada menjadi ada dan yang mau ada, Saya yang mengadakan". Artinya, Unsur utama semua yang Ada adalah Allah sebagai Nuhktil wujud. 

Dalam kitab fathul bari, syarahnya Shahih bukhari di jelaskan, kemenangan ummat islam itu "iltidzan aqliyan - kita punya akidah yang secara akal itu logis". Makanya, Pelajaran awal kita tentang agama ini harus berangkat dari tauhid, sehingga akidah kita kuat dan tidak terombang ambing. 

Misalnya, kita di tawari teori oleh seorang Profesor atau Kyai seperti ini, "hadzihil maujudan kholaqohul adamu - alam nyata ini penciptanya adalah ketiadaan". Pasti kita akan bingung Menjawabnya.

Makanya dulu, ada sahabat Nabi, bernama Jubair bin Muthim, dia adalah seorang tokoh quraisy. Dia di utus untuk membebesakan Asrobadrin - tawanan perang badar. Dia menginap di masjid sambil menunggu Nabi. Saat itu nabi sedang sholat magrib dengan membaca ayat "Wattur wa kitabi mastur fi robbi mansur". 

Jubair bin muthim ini mendengarkan bacaan sholat Nabi tersebut, sampai pada ayat "amkhuliqu min ghoiri syai in amhumul kholiqun - bagaimana Mungkin alam raya yang luas ini di ciptakan tanpa sebab yang ada" atau kamu-kamu yang tidak mengakui Tuhan adalah pencipta langit dan bumi yang ada - am kholaqolas samawati wal ardho. 

Saat Jubair bin Muthim mendengarkan hal itu, ia menangis dan masuk islam, bahkan ia memengatakan, " faka'annama sudi akolbi, sebahagian riwayat menyatakan, "kada qolbi ayyatit - dengan logika yang di bangun Al Qur'an, saya tidak berdaya. Mengapa?. Karena qur'an itu sangat demokratis - "Qul aro aitu matad una mindunillahi, aruni madha kholaqu minal ardhi am lahum syittum fis sama' - kalau kamu merasa menjadi Tuhan. Tidak apa-apa. Tetapi, setidaknya tunjukkan reputasimu bahwa kamulah yang menciptakan langit dan bumi. Apakah ketika Allah menciptakan langit dan bumi, kamu ikut membantu. Bahkan kata Allah, mereka-mereka yang kamu jadikan Tuhan, ketika saya bikin  langit dan bumi, mereka dimana?. 

Cara kita Mengingat dan berterima kasih kepada Allah atas nikmatnya yang di berikan kepada kita Ialah dengan Sholat - Menanamkan mental Ubudiyah kepada Allah. Hanya saja, Keaanehan kita di akhir zaman ini - Terbiasa Sholat. Tetapi, mengeluh (capek). Sebab, Rezekynya masih sulit. Justru, yang tidak pernah Sholat, Rezekynya lebih Bagus.

Tipologi manusia seperti ini, masih melihat dunia dan seisinya lebih nikmat ketimbang sujud - Sholat. Hal itu persis dengan seseorang yang menekuni ilmu ekonomi, tapi hidupnya melarat. Sedangkan, Ada orang yang bodoh, tapi hidupnya kaya. Ada Kiyai dan Ustadz yang punya banyak kumpulan doa, tapi hidupnya biasa saja. Sedangkan, Ada orang yang berdoa biasa-biasa saja, tetapi hidupnya luar biasa.

Kalau kita meminta kepada Allah dan Allah mengabulkannya. Sebenarnya Allah hendak menunjukkan kepada kita bahwa Dia adalah Dzat yang Maha Baik. Tetapi, ketika kita meminta dan Allah tidak mengabulkannya. Sebenarnya Allah hendak menunjukkan bahwa Dia adalah dzat yang Maha digdaya, yang tidak bisa kita atur - atur.

Mengapa kita sering membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain. Tentang, pekerjaan. Tentang, Pernikahan, tentang anak, dsb. Tanpa kita sadari, kita telah menghina Allah. Seolah-olah, Allah tidak pernah berlaku adil pada hidup kita.

Saya teringat pernah membaca sebuah Hadist Qudsi yang menyebutkan, "ketika Nabi Musa Di tanya Oleh Allah, "Wahai Musa mengapa saya memberikan Rezeky kepada Orang yang Bodoh, sedangkan orang yang pintar (memiliki Ilmu) melarat?".

Mengapa Ya Allah?, Tanya Nabi Musa. Allah menjawab, "supaya mereka tahu, bahwa yang memberi Rezeky itu Saya Bukan Karena Ilmunya - Kepintarannya".

Di titik itulah, Mengapa Sholat itu harus di lihat sebagai satu aktivitas yang sangat spesial. Seperti apa asyieknya kita mengobrol dan bercengkrama ketika bertemu atasan, misalnya atasan kita adalah Presiden, menteri, gubernur, bupati atau camat, dsb. Nah, Sholat itu adalah media bagi kita untuk asyiek bercengkrama dan ngobrol dengan Allah.

Kalau dengan bos atau atasan kita yang manusia, kita asyiek dan senang saat bercengkrama. Bagaimana mungkin, bercengkrama dan ngobrol dengan Allah tidak asyiek?. 

Imam Al Ghazali mendaku, "kalau kamu bangga, karena pasanganmu banyak. Ayam itu lebih kuat, ketimbang kita. Satu jam saja, bisa berapa kali dia berhubungan. Kalau kita bangga bisa makan banyak, Kerbau itu makannya lebih banyak. Kalau kita bangga atas pengaruh kita, Ratu Tawon hanya berdiam diri di rumah. Tetapi, anak buahnya sangat loyal.

Artinya, jika manusia ingin membanggakan dirinya. Yah, dengan sholat. Sebab, Hanya aktivitas sholat yang tidak tertandingi dengan Mahluk lainnya. Apalagi di dalam sholat, ada gerakan yang mewakili seluruh gerakan ibadah pada malaikat - ada malaikat yang ibadah, hanya berdiri saja, Ruku' saja, sujud saja. Selain itu, Di dalam sholat ada rukun yang mewakili Hubungan sosial kita pada sesama, yaitu Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh ke kanan dan ke kiri - Semoga keselamatan untuk yang berada di kanan dan kiri kita.

Makanya, Di beri rasa gelisah jika belum sholat adalah nikmat yang Niscaya kita syukuri.

Andaikkan, kita dapat kabar dari malaikat, "Rais sholat kamu tidak di terima, ataukah kita dapat kabar, bahwa kita akan masuk neraka selamanya. Apakah kita akan berhenti untuk menyembah Tuhan?. Saya tidak akan sedih dan susah hati. Bukan karena sombong. Sebab, pernah di takdirkan sujud saja oleh Allah itu keren. Bayangkan betapa malunya kita kelak jika berjumpa dengan Allah, padahal di bumi kita tidak pernah sujud. Makanya cara pandang Syech Hasan Adz Dzazili, "Sholat itu tidak usah berpikir di terima atau tidak. Sebab, kamu di takdirkan pernah sujud saja itu Sudah Hebat". Cukup kita mendapat balasan dari Allah, bahwa kita pernah di takdirkan Bersujud. 

jika ada orang yang sholat, tetapi masih melakukan kesalahan?. Tidak apa-apa, sebab Saya yakin, setiap kita akan demikian, apalagi kita bukan Nabi dan Wali. ketika kita di panggil, kita istijabah - mengiyakan dengan menghadap. Setelah menghadap , ternyata kita masih tidak menuruti perintah. Hal itu tidak termasuk suatu kesalahan yang menganggu poin pertama tadi, yaitu kita mengiyakan perintah.

Ihwal itulah, banyak cerita di hadist, sahabat yang tidak sholeh-sholeh sekali. Kata sahabat itu, saya ini mau sholat Ya Rosulullah, tapi jangan di minta saya meninggalkan Ini dan itu?". Sahabat ini menyebutkan sekian kemungkaran. Jawaban Nabi itu, "sayanha huma Yakul - kelak jika sering sholat, kamu tidak akan demikian".

Kelirunya kita ini adalah pengandaian Lama - lama juga baik, kita anggap harus sekarang. Padahal, Ibadah zaman akhir itu mudah. Sebab, beragama harus membuat kita nyaman. Sama seperti kita melihat orang yang begitu senang, hanya dengan Ngopi dan Ngerokok di warung kopi. Mestinya secara natural kita pun harus ikut senang. Sebab, untuk senang, ia tidak harus bermaksiat - tidak selingkuh, tidak mencuri, tidak dugem, tidak zina, tidak menghalalkan segala cara, tidak menggibah, dsb.

Dasarnya apa?. "Tidak ada "Kemubahan", kecuali kita meninggalkan "keharaman". Artinya, Semuanya Boleh kita lakukan, kecuali yang Haram. Makanya, Kata Ulama Kita dahulu, "Menikmati sesuatu yang di bolehkan Allah itu Pokok dari agama".

Mengapa orang bisa selingkuh dan melakukan berbagai macam KeMaksiatan?. Karena mereka tidak mau menikmati hal-hal yang di bolehkan Allah. Padahal, diantara hal Yang di apresiasi oleh Allah adalah Potensi keJahatan atau keburukan kita, tidak menjadi, Tidak di aktualkan atau tidak di wujudkan.

Logikanya begini, Kalau seperempat rakyat indonesia adalah semuanya pencuri. Maka, negara ini akan miskin, karena membiayai semua orang yang masuk penjara. Kalau misalnya, Separoh rakyat indonesia mentalnya adalah Pembunuh, maka habislah indonesia ini. Artinya, Ketika masyarakat kita tidak melakukan kejahatan. Maka di situlah ketertiban yang sejati. Makanya kata Nabi, "Takuffu sarroka aninnas fa innaha shodaqotan minka ala nafsika - Potensi kejahatan, kamu jangan kamu lakukan dan itu sudah menolong peradaban".

Kalau kita mengaji kitab Ushul Fiqih, ada Kitab berjudul "lubbul Ushul", terkenal sekali di pesantren. Di dalam kitab tersebut di jelaskan, "idza ma min mubahin illa wayataqqu hu bihi tarko haroma mimma - keseharian kita yang mubah, saat kita lakukan ada kehebatan yang luar biasa yaitu meninggalkan keharaman".

Makanya, dulu ada orang alim, jika bertemu temannya mereka bercanda semalaman. Lalu, ada ustadz yang sangat bersemangat, berkata "kok itu orang alim tidak tahajjud dan tidak witir?". Mestinya kita bersyukur, sebab misalnya orang yang sudah mapan, uangnya sudah banyak. Malam itu dia tidak kelayapan, tidak bermaksiat, itu sudah luar biasa. Artinya, orang yang melawan nafsu untuk tidak bermaksiat adalah satu aktivitas yang sangat luar biasa. Kita jangan melihatnya, karena dia meninggalkan tahajjud. Tetapi, kita harus melihatnya, karena dia meninggalkan keharaman.

Ihwal Itulah Al Ghazali mengatakan, Ibadah terbaik ummat akhir zaman adalah Tidur. Kenapa?. Karena potensi kemaksiatan terkaktual saat kita keluar rumah itu sangat besar. Jika pilihannya demikian, maka Lebih baik tidur. Tetapi, jangan tidur terus, saat kita harus menegakkan Fardhu.

Di kitab Hikam terkenal Terminologi Manusia itu siapa?. "Manusia adalah orang yang ketika baik saja, bisa salah. Apalagi kalau dia salah. Padahal, orang yang salah, Allah yang Tuhan saja masih mengumumkan siap mengampuninya. Sedangkan kita, sesama manusia, mengapa berani Main Vonis.

Orang yang salah, jelas kita akan menghukuminya salah. Tetapi, kita jangan mengatakan hal itu akhir dari segalanya. Sebab, dia masih punya potensi untuk Taubat setiap saat.

Misalnya, Bagaimana bencinya Rosulullah kepada Wahsi, karena membunuh pamannya -  Hamzah. Tetapi, Allah menurunkan Ayat, " Laisa laka Minal amri Syai'un auyatuba alaihim au yuatsibahu Fa Innahum Dzolimun - Tidak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dzolim". Maksudnya, Meskipun Engkau Muhammad adalah kekasih saya, perkara nasib hamba-hambaku adalah Urusanku. Memaafkan atau tidak. Terserah saya kata Allah.

Akhirnya, Wahsi di berikan taubat dan beberapa diantaranya masuk islam.

Dalam islam itu, apapun bencinya kita kepada musuh kita. ALLAH bisa saja memperlakukan Musuh kita secara Baik. Karena Allah itu "Yagfirulimayyasa wa Yuatsibahu mayyasa". Jangan karena kita membenci sama seseorang, kita menganggap seakan-akan Allah sama orang tersebut pasti menyiksa.

kita membenci seseorang, Karena perilaku orang tersebut Thogut, Misalnya. Jangan-jangan Allah punya rencana memberi hidayah pada orang tersebut atau jangan-jangan Allah punya rencana dari orang tersebut, keluar orang islam yang sholeh. Makanya, saat malaikat menawarkan jasa menghancurkan orang-orang yang mendustakan Rosulullah. Rosulullah menolaknya dan berkata, jangan. Sebab, bisa saja hari ini mereka kafir. Tetapi, anak keturunannya menjadi islam.

Hal itu benar, jika kita cek sejarahnya ; Abu Jahal punya Anak Ikrimah. Abu lahab punya anak Darroh. Walid itu musuhnya Nabi, tetapi punya anak bernama Khalid bin walid. 

Artinya apa, agama ini adalah harapan bagi orang yang selalu berharap - Limang kana Yarjullahu. Kita berharap semakin hari semakin baik, semakin damai dan kondusif. 

Menginginkan kebaikan itu Hakikat kita sebagai manusia. Kata Sayyid Zabidi, keinginan baik itu identitas manusia. Sebagaimana Saat Allah menciptakan manusia itu Khunafa - Orang yang berkeinginan baik. 

Kita punya teman yang menjengkeli kita, namanya misalnya Fulan. Fulan ini manusia - Mahkluk. Kalau kita terprovokasi dengan Fulan, berarti kita terdikte oleh orang yang bernama Fulan, yang statusnya adalah Mahkluk. Sementara Allah mengajari kita, " waa ahsin man ahsa' a ilaika - berbuat baiklah terhadap orang yang berbuat buruk padamu". 

ketika kita berbuat baik, maka hubungan kita terhadap Allah. Kalau kita berbuat buruk, maka kita terdikte oleh Mahkluk. Bayangkan kalau Fulan itu ternyata seseorang yang tidak tamat SD dan kita adalah seseorang yang tamat SMA. Berarti anak SD memprovokasi Anak SMA. Jadi mana yang bodoh?. 

Di titik itulah, Ajaran Nabi itu memang berat, apalagi bagi kita yang tidak mempunyai bakat menjadi Wali, pasti berat. Diantara ajarannya adalah "silman qot'oa aka waa ahsin man ahsa'a ilaika - Sambunglah hubungan dengan orang yang memutus hubungan dengan kamu dan berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk kepadamu". 

Setiap manusia normal, Tentu memiliki sisi baik dan buruk. Memang Terdengar klise. tetapi, kita kerap abai pada hal ini, sehingga kita fanatik cinta dan fanatik benci. Lihatlah, para pelaku sejarah, kehebatan ataupun kejelekannya, sangat bergantung pada siapa yang menuliskannya. Yang mengaguminya, Tentu memujanya dan yang membencinya akan mencari-cari kesalahannya.

Amru bin 'ash, misalnya merupakan salah seorang sahabat Nabi yang memeluk islam di tahun ke 8 H. Di perang shiffin - perang antara Sayyidina Ali dan Gubernur Muawiyah. Amru Melakukan siasat dalam peristiwa tahkim yang menyudahi perang shiffin. Hal itu dianggap, Amru adalah seorang Politisi yang mengingkari Konsensus.

Namun, Sumbangsih Amru Bin Ash sangat luar biasa pada Islam. Rasulullah mengirimnya ke Oman dan berhasil mengislamankan pemimpinnya di sana. Khalifah Abu bakar mengirimnya ke Palestina dan merebut kota Suci dari Byzantium. setelah itu, ia menjadi Emir di sana. khalifah Umar mengirimnya dan membebaskan Mesir dan menjadikannya Gubernur. Lantas, Bagaimana kemudian kita harus menilai Amru bin ' Ash sebagai seorang politisi busuk atau seorang Pahlawan Islam?.

Saya memohon, siapapun yang mencintai agama ini. Mestinya banyaklah membaca dan mengaji. Jangam cuman menuruti emosi dan emosi tersebut diatas namakan agama. 

Di Shahih Muslim, ada cerita seseorang yang sementara Sujud. Kita sudah tahu bahwa sujud itu perbuatan yang sangat baik kepada Allah. Sebagaimana yang sampaikkan diatas. 

Tetiba seseorang yang sementara sujud tersebut di injak oleh seorang pemuda yang nakal. Ketika di injak, orang yang sujud tersebut spontan mengatakan, "fa wallahi la Yagfiru laka - Demi Allah. Allah tidak akan memaafkan kamu". 

Jika kita tidak membaca dan mengaji sanad Keilmuaan, maka omongan orang yang di injak adalah hal yang normal dan wajar. Tetapi, di luar dugaan, Allah Justru mewahyukan kepada Nabi untuk mengatakan kepada Orang yang sujud tersebut, "siapa yang mencatut nama saya bahwa saya tidak akan memaafkan orang yang menginjak". 

Allah tersinggung, karena Namanya di catut. Padahal Allah itu bisa menyiksa dan mengampuni - Yagfiru mayyasa wa Yuadzibu mayyasa". Mengapa justru orang yang sujud hanya mensifat Allah sebagai Maha penyiksa saja. Seolah - olah Allah tidak memiliki Sifat ampunan?.

Akhirnya orang yang sujud di salahkan, kata Allah kepada Nabi. Bilang pada orang yang sujud bahwa Orang sujud saya hapus pahalanya dan yang menginjak saya hapus dosanya. Tetapi, bukan berarti kita membolehkan menginjak orang yang sedang sujud. Tidak seperti itu memahami hadistnya. 

Artinya, berpikir agama itu berdasarkan sanad. Bukan berdasarkan emosi kita. Sebab, kalau berpikir berdasarkan emosi kita, maka tentu kita akan berpikir bahwa Allah tidak akan mengampuni orang yang menginjak orang yang sujud. Kalau kita berpikir berdasarkan sanad keilmuan, Maka kita akan tahu bahwa berapa banyak orang yang dulu berniat melukai nabi, bahkan berniat membunuh Nabi?. Justru di terima taubatnya Oleh Allah. 

Makanya ketika Nabi sangat marah pada mereka yang kafir, turun ayat yang menyebutkan, "laisalaka minal amri syaiun au yatuba alaihim au yadzibahu - bahwa wilayah mengampuni dan memaafkan itu otoritas Allah. Sekalipun, Secara Syariat tentu kita akan mengatakan, bahwa orang yang menginjak Orang yang sedang sujud itu salah. Tetapi, jangan katakan bahwa Allah tidak bisa menerima taubat mereka. 

Terakhir, Dimana-mana saya ceramah, saya selalu berpesan bahwa ummat islam itu ahli surga. Logikanya sederhana ; Kalau Pdt Nasrani saja mengkampanyekan pada Ummatnya, "setiap orang yang mati sudah tenang bersama bapa di surga". Mengapa kita yang sudah Sholat, Puasa, Zakat, masih di khawatirkan "Suul Khotimah". Kalau kampenyenya tidak seimbang, bisa kalah kita sebagai Ummat islam. 

Makanya, saya kerap mengatakan, bahwa semua orang Mukmin itu ahli surga. Karena memang hadistnya menyebutkan, "Mang Qola Lailaha illallahu Dhalolal jannah". 

Lalu, kemudian ada beberapa Ustad, Kiai dan Ulama yang mungkin wataknya pesimis, membuat sekian aturan - aturan, yang sebenarnya adalah Cerminan dari sifat pesimisme dirinya yang seakan-akan masuk surga itu susahnya bukan main. Tentu Hal itu saya tidak setuju, karena kita akan kalah dengan Kampanye Kaum Nasrani, yang setiap orang mati sudah tenang bersama bapa di surga". 

Agama ini sudah begitu baik, karena kunci surga sudah di bocorkan ; "Miftahul jannah lailaha Illallahu". Masa sudah pegang Kunci surga. Tetapi tidak jadi masuk surga. Kan aneh.  

Ada beberapa Guru SD tanya ke saya ; Ust, bolehkah membuka soal Ujian nasional yang masih di segel?. Semua teman gurunya yang mendengarkan pertanyaan tersebut menjawab tidak boleh. Karena hal itu kriminal, katanya. Tetapi, Guru yang bertanya tersebut membuat analogi yang agak kacau, ia menyatakan, boleh saja membuka segel Soal ujian nasional. Toh, ujian di kuburan saja di bocorkan para Kiai, ustad dan Ulama tidak apa-apa 😆😅.

Guru SD Ini berpikir, kalau Ujian akhirat yang sekrusial itu saja bisa di bocorkan, mengapa Ujian sekolah tidak bisa. Tentu, hal ini kias yang salah. Tidak ada Ulama yang mengajari seperti itu. Justru, beberapa Ulama yang saya rujuki mengajari, betapa mudahnya masuk surga. Sebab, kunci jawaban sudah di berikan, kunci surga sudah di berikan. Masa sampai tidak masuk. 

Di Kitab Hikam, Syech Abul Hasan Adz zazili pernah dapat Semacam Ilham, "apa makna Ming syarril waswasil khonnas". Yang di katakan Was -Was adalah Kita di giring untuk mengingat sisi-sisi negatif yang kita miliki dan Di bikin lupa, bahwa kita punya sisi-sisi positif. 

Orang islam itu ketika berdosa, pasti ingat salahnya lalu beristighfar. Ketika satu kebaikan di bandingkan satu keburukan, kata semua ulama ; satu keburukan bernilai satu dan satu Kebaikan bernilai sepuluh, sehingga masih surplus sembilan kebaikan. Begitulah cara berpikir Syech Abul Hasan Adz zazili. Mengapa kita harus berpikir positif, tentang Tuhan. Sebab, sekali kita berpikir negatif Tentang Tuhan, akan sangat berbahaya. 

Misalnya begini, kita sudah sujud, ruku'. Ternyata, tetap masuk neraka. Lantas, Apa gunanya kita sujud dan Ruku'?. Hal ini menurut saya tidak masuk akal. Sebab, sujud itu suatu kelaziman hamba kepada Allah. Normalnya seorang Hamba ialah sujud. Karena kita ingin masuk surga, lalu logika kita di balik, apa gunanya saya sujud. Toh, Ternyata saya masuk neraka juga. Ini pernyataan paling bodoh dan membuat Allah benci.

Ada yang tanya, Saya belum paham dengan maksud hadis yang seakan-akan mentoleransi Zina dan Mencuri, "mang Qola laila illallahu dholal Jannah Lailaha illallahu wan intsana wa intsaroka - Siapa yang pernah mengatakan Tiada Tuhan selain Allah, maka Pasti masuk surga. Meski Pernah berzina dan mencuri". 

Sependek pengetahuanku, makna Hadist itu seperti ini. Kebenaran absolut atau kebenaran yang Mutlak. Tidak akan terganggu oleh status dan Perilaku seseorang. Contoh, semua orang waras jika di tanya 1 + 1 sama dengan berapa?. Mereka akan menjawab Dua (2). Mau dia pencuri, mau dia KPK, mau dia Polisi, mau dia Ulama, mau dia Lonte. Artinya, kebenaran yang absolut adalah kebenaran yang setiap orang akan menyakininya, seperti 1+1 sama dengan dua. 

Uniknya lagi, kalau kita menjawab 1 + 1 sama dengan dua, kita butuh hadiah atau tidak?. Hampir semua kita tidak butuh hadiah untuk menjawab dua. Karena memang jawabannya adalah dua. Lantas, mengapa untuk mengatakan Allah itu Tuhan, kita butuh surga?. Memangnya kalau tidak ada Surga, Allah tidak menjadi Tuhan?. 

Hal ini problem orang sholeh - Sholeh yang terlalu pesimis. Makanya, orang sholeh - sholeh kelak masuk surganya berat. Lain dengan orang alim, lebih gampang. Dalam hadist qudsi, "Lau lam ahluq jannatan wala naron alam akun ahlan uthoa - andaikan saya tidak menciptakan Surga dan neraka, apakah saya tidak menjadi Tuhan yang perlu di taati". 



*Rst
*Pena
*Pejalan sunyi
*Nalar Pinggiran




Rabu, 03 April 2024

AGAMA DAN NEGARA DALAM POLA KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW


Setiap kali kita melaksanakan puasa, saya selalu berpikir begini : mengapa ada milyaran manusia yang berpuasa, padahal tidak ada undang-undang yang memaksa mereka untuk berpuasa. Tidak ada negara yang mewajibkan mereka berpuasa. Tidak ada juga polisi yang secara khusus di tugaskan untuk mengontrol orang yang tidak berpuasa, bahkan dulu ada menteri agama yang menegaskan agar kita yang berpuasa menghormati orang yang tidak berpuasa. 

Apa yang membuat suatu aturan tersebut di taati oleh manusia dan apa yang membuat aturan negara tidak di taati oleh manusia. Di situlah bedanya agama dan negara. 

Agama ini memiliki wibawa spiritual yang terdapat dalam diri setiap manusia, yang tidak di miliki oleh negara. Makanya, mau ada negara atau tidak ada negara, ajaran-ajaran agama akan terus di laksanakan oleh manusia. Nabi mengatakan, "la yabluganna hadzal dinu ma balagal laylu wa nahar - agama ini akan sampai kepada seluruh manusia tanpa terkecuali sepanjang siang dan malam menjangkau mereka". 

Di situlah juga kita bisa melihat perbedaan agama dan negara - rezim, imperium, kerajaan. Bahwa jumlah pemeluk agama ini akan terus bertambah dan tidak akan pernah berkurang. Sementara negara, ia datang dan pergi. Dulu ada imperium romawi, sekarang tidak ada. Dulu ada Yunani yang sangat luar biasa, hari ini biar bayar utang saja susah. Tetapi, agama ini terus bertumbuh dan akan terus bertumbuh. Persis seperti janji Rosulullah SAW. 

Beberapa waktu lalu saya membaca Tulisan Bang Anis Matta di salah satu bukunya, tentang Agama dan demografi, beliau menukil satu penelitian di Amerika Serikat bahwa pada tahun 2050, agama islam akan menjadi agama terbesar di dunia atau paling tidak akan sama dengan agama Kristen.

Dulu, ketika Rosulullah SAW di angkat menjadi seorang Nabi, Beliau hanya seorang diri. 13 tahun kemudian untuk fase Mekkah menghasilkan 200 orang yang Hijrah ke madinah, 85 orang yang hijrah ke Habasyah dan 70 orang Ansor yang masuk islam yang berada di madinah. 10 tahun kemudian pada fase Madinah, ketika beliau melaksanakan Haji Wada', dalam salah satu riwayat di sebutkan, ada 100 ribu orang yang ikut dan riwayat yang lain sebanyak 125 ribu orang, yang ikut Haji Wada'.

Jika jumlah ini kita bandingkan dengan jumlah manusia waktu itu berdasarkan catatan sejarah yaitu sekitar 100 juta orang. Artinya perbandingan Jumlah orang Muslim dan Non Muslim, kurang lebih 1 / 1000. 1500 tahun kemudian atau sekarang ini, jumlah Ummat muslim saat ini kurang lebih 2,5 milyar. Jika di bandingkan dengan junlah penduduk dunia, Sekitar 7,5 Milyar manusia. Di prediksi pada tahun 2050 Rasio ummat Muslim akan bertambah menjadi 1/3 dengan non muslim. Kalau hal ini kita bandingkan dengan masa Rosulullah SAW dari 1/1000 menjadi 1/3 dalam kurun waktu 1500 tahun.

Artinya janji Rosulullah SAW terbukti dan terus terpenuhi dari waktu ke waktu. Tetapi hal ini juga menjelaskan kepada kita, mengapa agama itu lebih abadi ketimbang negara, dan Nabi-Nabi juga jauh lebih abadi ketimbang raja-raja. Jumlah Nabi - Nabi yang di utus sepanjang sejarah menurut riwayat, ada dua : Pertama berjumlah 125 Ribu dan riwayat lainnya sekitar 300 ribu Nabi. Sedangkan yang di kisahkan dalam Al Qur'an cuman 25 Nabi dan Rosul.

Perbedaan yang fundamental dan membuat agama terus melesat dan tidak pernah selesai bertumbuh. Karena, agama memposisikan manusia sebagai Individu - Person dan negara memposisikan manusia sebagai kelompok. Lucunya, negara akan memposisikan manusia sebagai individu, ketika seseorang masuk ke dalam daftar Pembayar pajak yang besar. Tapi, pada umumnya negara memandang manusia sebagai kelompok.

Di titik itulah, ketika agama masuk kepada manusia. Maka yang pertama kali di lihat oleh Agama adalah apa yang membuat manusia enggan beragama. Kira - kira ada 4 hal yang membuat orang enggan atau takut beragama ; pertama,  takut - seseorang takut beragama karena jangan sampai Nyawanya terancam. Kedua, kemiskinan - makanya Rosulullah SAW mengatakan, "kadal faqru ayyakuna kufron - Kemiskinan dan kekufuran hampir bersaudara". Orang miskin paling gampang menggugat Tuhan, paling gampang menganggap Tuhan itu tidak ada  tak adil, dst. 

Dua faktor yang menghalangi orang dari agama, umumnya berada pada masyarakat kelas menengah ke bawah. Makanya Allah SWT mengatakan, "Fal ya'budu Robba hadzal bait alladzi athoamahum min juif wa amanahum min khauf - hendaklah engkau menyembah Tuhan pemilik rumah ini (Ka'bah), yang sudah terlebih dahulu memberi mereka makan dari lapar dan memberi rasa aman kepada mereka".

Hal ini menujukkan bahwa syarat pertama yang di butuhkan orang Beragama adalah kebebasan. Sebab, agama ini pilihan dan tidak ada pilihan bagi orang yang tidak bebas. Ihwal itulah, islam memerangi dua hal ; Pertama, perbudakan yang terjadi di masa lampau. Kedua, kediktatoran - orang dalam kondisi tertekan akan sulit membuat pilihan atau mencabut kebebasan manusia. Padahal Allah mengatakan, " la ikhroha Fid din fa man sya hal mu'min wa man sya Yukfir  - tidak ada paksaan dalam beragama. Siapa yang mau dia beriman dan siapa yang mau dia kafir". Islam ini agama pilihan, seseorang tidak bisa di paksa masuk islam, orang harus masuk ke dalam islam, karena hal itu adalah pilihannya.

Kita menjadi orang indonesia itu adalah Takdir. Tetapi, kita menjadi seorang muslim itu Pilihan. Oleh karena itu, kebebasan adalah syarat untuk membuat orang Mau beragama.

Faktor ketiga yang menghalangi orang dari agama adalah Al Maslaha - kepentingan dan ke empat adalah kesombongan. Kedua Faktor ini biasanya berada pada kelompok menengah ke atas dan elit. Orang-orang ini menganggap bahwa ketaatan pada agama membuat kepentingan duniawi mereka terancam.

Kalau kita melihat Dalam sejarah islam, Rosulullah mengembangkan agama ini dengan empat hal : pertama, menjamin kebebasan bagi orang untuk memilih. Orang tidak di paksa memilih, tetapi di beri kebebasan. Misalnya seperti Bilal yang tidak memiliki pilihan, karena ia adalah seorang budak. Maka yang pertama di lakukan Rosulullah SAW adalah membebasakannya. sekarang tidak ada sistem Perbudakan. Tetapi, ada sistem yang membuat orang takut beragama, yaitu KEDIKTATORAN. 

Makanya, di dalam Islam TIRANI atau KEZALIMAN di tempatkan sebagai dosa yang paling besar. Mengapa?. Karena tiranilah yang menghambat orang untuk beragama.

Fakto kedua yang di lakukan Rosulullah adalah Akal sehat : "al aqlu syaqtut taqlif - agama ini beban dan beban itu di berikan kepada orang yang ada akal sehatnya". Orang gila dan anak yang belum akil balig bebas dari beban agama. Oleh karena itu, islam meniscayakan akal sehat, rasionalitas terus di kembangkan. Sebab, akal sehat dan rasionalitas tidak akan menjauhkan orang kepada agama, justru mendekatkan orang kepada agama.

Dalam sejarah, hanya terdapat dalam sejarah eropa, dimana kaum syastis menjadi musuh utama agama dan menjadikan agama sebagai musuh. Mengapa?. Karena mereka punya latar belakang historis. Dalam sejarah Islam, tidak Pernah terjadi. Artinya kebebasan berpikir, adalah syarat kedua untuk mendekatkan orang kepada agama. Makanya kita mengenal kaidah, " la dina liman la aqla lau - tidak ada agama bagi mereka yang tidak punya akal".

Faktor ketiga yang di lakukan Rosulullah SAW adalah Kesejahteraan. Orang kalau lapar mustahil memikirkan sesuatu yang bersifat Spiritual - agama. Dia tidak Punya waktu memikirkan hal itu.  Hanya saja, Cara mendelivery Kebutuhan dasar manusia terbagi dua ; Pertama, melalui kewajiban individu dalam bentuk bantuan personal dan kedua, kewajiban negara. Makanya dalam Konsep Islam, Tugas negara untuk mensejahterakan manusia merupakan instrumen yang membuat orang dekat dengan agama. Itulah sebabnya, Tujuan zakat kepada delapan kelompok, dalam Al Qur'an. Satu diantaranya yang di sebut al muallafati qulubuhum. Artinya uang itu memiliki fungsi melembutkan hati. Orang kalau di kasih uang, sifat kritisnya Hilang. Politisi-politisi kita itu tahu kaidah ini. Dalam islam juga seperti itu, Orang bisa keluar islam dan masuk islam bisa terjadi karena uang.

Tetapi, lebih dari itu, kita juga harus melihat ketika terjadi pertentangan antara kebutuhan materil - Fisik dan Kebutuhan spiritual - agama, kata Rosulullah, " Idza ja li sya u wa huddi mal asya faqoddimul asya - kalau waktu Isya sudah datang dan makan malam sudah tersedia. Maka, makan dulu baru sholat Isya".

Faktor ke empat yang di lakukan Rosulullah SAW adalah Menciptakan nuansa Spiritual. Karena kesejahteraan tidak serta merta membuat orang dekat dengan agama atau beragama. Cuman membuat mereka melampui kebutuhan dasarnya dan karena itu di butuhkan nuansa spiritual, yang dari waktu ke waktu membuat orang tahu bahwa diatas kebutuhan dasarnya, ada kebutuhan yang jauh lebih mulia, jauh lebih agung yaitu Kebutuhan spiritual.

Itulah sebabnya, mengapa Puasa di wajibkan oleh Allah SWT. Agar, yang kaya, yang miskin sama - sama merasakan lapar dan sama - sama melakukan pendakian spiritual atau dengan kata lain sama - sama melampaui kebutuhan fisik.

Di setiap Khilafah zaman Umawiyah, cerita orang berbeda - beda. Entah itu di masjid, di pasar atau di rumah. Tetapi, saat Umar Bin Abdul azis menjadi Khalifah, semua orang menjadi kaya, semua orang menjadi sejahtera dan cerita orang-orang ketika bertemu, "Kamu sudah hafal qur'an, kamu semalam sempat tahajjud atau tidak, kamu sudah dapat ilmu baru atau tidak, dsb".

Salah satu problem negara barat hari ini, karena kesejahteraan menjadi boomerang - di gugat, apalagi ketika orang tidak bisa lagi mendelivey kesejahteraannya. Sementara kita di dunia islam, yang di gugat adalah kemiskinan. Jika kita tidak bisa mendelivery kesejahteraan, maka akan menjauhkan orang dari agama, sekalipun dengan sendirinya akan mendekatkan orang pada agama.

Jadi, kalau kita kembali kepada pertanyaan awal, apa rahasia yang membuat agama lebih abadi dan terus bertumbuh dan Nabi - Nabi lebih abadi ketimbang raja - raja ?. Salah satu Penjelasannya, karena agama ini masuk ke dalam kehidupan Individu manusia dan mengeintegrasikan tujuan hidup individu dengan tujuan hidup kelompoknya. Sementara negara, hanya memposisikan manusia sebagai kelompok dan tidak Pernah meyentuh manusia sebagai individu dan tidak mampu menjelaskan tujuan hidup manusia.  


***


Nabi Muhammad SAW lahir, di sambut oleh krisis. Krisis pertama adalah krisis agama dan Keimanan, mengapa?. karena jarak antara Nabi Ibrahim dan Jazirah sudah terlalu Jauh - Fatrah nubuwah sudah sangat jauh, sehingga orang mengalami kebingungan. Makanya, muncul gerakan pencaharian kebenaran, yang di pelopori oleh Waroqah bin Naufal dan juga sahabatnya bernama Zaid Bin amr.

Kedua, Krisis sosial politik. Karena tatanan di jazirah hanya bisa di jelaskan dengan satu kata, yaitu Kedzoliman. Baik strata sosial, maupun strata politik.

Ketiga, krisis geopolitik dalam hubungan internasional yang bersifat bipolar antara persia dan romawi, yang tidak pernah berhenti berperang. Orang-orang berpikir saat itu bahwa sistem global tersebut, hanya mengorbankan manusia yang tiada ujungnya. Karena itulah masing-masing kekuatan tersebut, saling menyedot sumber dayanya untuk di buang secara sia-sia dalam pertempuran gengsi atau supremasi.

Di tengah krisis itulah Rosulullah SAW hadir dan  kelahirannya di sambut dengan serangan gajah - abraha dari yaman. Pada waktu itu, Tidak ada yang tahu, apa hubungan antara kelahiran Nabi dan Serangan pasukan gajah ke Mekkah. 40 tahun kemudian, setelah Rosulullah SAW diangkat menjadi Nabi, baru orang sadar bahwa hal itu merupakan pertanda alam dan sejarah. 

Artinya, nubuwah yang terakhir, Lahir di tengah krisis. Makanya, jika terjadi krisis, tidak selamanya adalah pertanda buruk. Bisa jadi adalah pertanda penghujung malam dan kelahiran Nabi Muhammad adalah Fajar dari sebuah hari yang baru.

Perhatikan problemnya, ada krisis agama - kepercayaan atau keimanan. Ada krisis sosial, ekonomi, politik dan Krisis geopolitik. semua masalah ini hadir dalam satu waktu. Bayangkanlah, bahwa agama terakhir dan Nabi Terakhir ini di utus untuk menyelesaikkan krisis yang di hadapi ummat manusia tersebut.

Di titik itulah, Dalam membongkar pribadi Nabi Muhammad SAW, tentu kita harus mencari ilham dari sejarah hidupnya, tentang bagaimana Ia berhasil menyelesaikan krisis tersebut : bagaimana agama dan kepemimpinan Nubuwah tersebut hadir sebagai solusi atas masalah ummat manusia. Mengapa ilham dari mempelajari sejarah hidup Rosulullah SAW, teramat penting untuk di insyafi, karena kita hari ini pun sedang menghadapi problem yang hampir sama, bahkan jauh lebih sistemik. Makanya manusia di planet ini membutuhkan suatu pegangan baru.

Problem hari yang kita hadapi hari ini. Memang tidak memiliki hirarki seperti dulu. Tetapi, pola hubungannya tetap ditata dengan satu makna yang sama, yaitu Kedzoliman.  Begitu juga, kalau kita hendak melihat dalam skala yang luas, ada masalah geopolitik, perang supremasi antara Amerika dan china.

Kalau kita hendak mencari ilham dari keselurahan sejarah hidup Nabi Muhammad saw. Saya ingin menyimpulkannya dalam tiga kata ; Pertama, manusia. Kedua, negara. Ketiga adalah peradaban. 

Sepanjang 23 tahun dalam menunaikkam tugas kenabiannya, tiga pekerjaan besar yang beliau lakukan ; pertama, yaitu manusia. Kira-kira dalam 13 tahun periode mekkah habis untuk tujuan Manusia. Kedua, Negara. Hal itu yang beliau lakukan selama berada di madinah dan kira-kira tugas ini secara relatif, tuntas pasca Fathu Mekkah (pembebasan mekkah). Dari situlah, jazirah dan kawasan tersebut menjadi satu kesatuan Geopolitik baru. Dan ketiga, Ia bergerak dalam lingkar peradaban, yang bisa kita lihat dalam Khutbah Hajjatul wada'.

Perubahan yang di lakukan oleh Rosulullah SAW terus meluas. Titik pertamanya adalah manusia, titik keduanya adalah negara dan negara merupakan instrumen. titik ketiganya adalah peradaban, di titik peradaban inilah di tutup dengan satu janji Rosulullah, "la yablughanna hadza din ma balaghal laylu wan nahar - agama ini akan sampai ke seluruh pelosok dunia sepanjang siang dan malam menjangkaunya".

Perubahan yang di canangkan Rosulullah SAW Adalah Manusia. Membangun ulang manusianya atau melakukan reformasi Mentalitas dan paradigma manusia secara besar-besaran. Sebab, segmen negara dan peradaban adalah output dari Manusianya. Mengapa harus di mulai dari manusianya?. Karena segmen manusia ini, di mulai dengan satu perintah, yaitu "Iqro Bissmirobbikalladzi Kholaq - MEMBACA".

Perintah membaca ini di berikan kepasa Nabi dan Ummat yang buta Huruf?. Membaca apa?. Membaca ulang kehidupan ini secara keseluruhan. Manusia itu sangat tergantung secara fundamental pada sisi kognitifnya, seperti apa dia mempersepsi fenomena yang ada di sekelilingnya, seperti itulah dia bereaksi terhadap fenomen tersebut.

Sekarang, kalau kita mencoba mencari jawaban, mengapa manusia buta huruf dan pengembala kambing dalam tempo yang sangat singkat bisa menjadi kekuatan baru yang besar dan memimpin ummat manusia, lebih dari 1000 tahun?. Karena mereka menghadapi rovolusi pemikiran dengan perintah membaca. Semua perubahan yang terjadi pada alam pikiran kita, akan mempengaruhi perubahan di alam realitas.

Dalam peta jazirah arab, dulu tidak ada apa-apanya. Begitu perintah membaca ini turun dan dalam waktu yang bersamaan mereformasi pikiran masyarakatnya. Hanya butuh beberapa tahun saja untuk menaklukkan persia, sekaligus menghilangkan persia dari peta dunia. Pertempuran besarnya hanya terjadi dalam kurun waktu 4 tahun, sisanya 16 tahun untuk fase pembersihan saja.

Tidak pernah orang jazirah bisa membanyangkan bisa mengalahkan sebuah kekuatan yang sudah mapan seperti persia. Sebelum Rosulullah dengan Nubuwah membaca itu hadir. Mengapa?. Karena apa yang kita anggap besar dan kecil, pada mulanya di konstruksi oleh paradigma kita. Makanya, ketika Nabi kita mengajarkan satu pilar dasar yang benama sholat, yang substansinya adalah Allahu Akbar. Kalimat Allahu Akbar ini adalah pembeda dengan realitas. Sebab, tetiba saja kita memandang selain Allah itu rata, kecil dan biasa saja, sekaligus meningkatkan rasa percaya diri kita.

Kerajaan terbesar yang pernah di warisi dalam sejarah, salah satunya adalah kerajaan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Apa kata Allah ketika hendak melukiskan cerita Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, "Waqod ataina daud wa sulaiman na Ilma - kami telah memberikan kepada daud dan Sulaiman ilmu". Lalu, relevansikan dengan perintah pertama yang turun untuk Nabi Muhammad SAW Yaitu Iqro Bissmirobbikal ladzi kholaq".

Begitu manusia mengalami perubahan yang revolusioner di alam pikirannya. Maka dia akan mengalami perubahan secara otomatis di semua segmen kehidupannya yang lain, termasuk pada aspek sosial, politik, ekonomi. Sebab, kendala terbesar yang di hadapi ummat manusia adalah TIRANI ; Ekonomi, sosial dan Politik. Tetapi, Tirani ini akan hilang, ketika kita keluar terlebih dahulu dari pembebasan spiritual.

Apa maknanya orang-orang di jazirah itu menyembah patung?. Bukankah hal itu suatu plkebodohan. Makanya Waraqah bin Naufal menyatakan, kita ini sedang tidak punya agama, lantas bagaimana mungkin kita menyembah sesuatu yang tidak bisa memberikan kita manfaat dan tidak memberi kita kerugian. Maksudnya, begitu kita menganggap alam, dsb besar, maka kita secara otomatis mengkerdilkan diri kita sendiri. Tetapi, begitu kita MengAgungkan Allah, maka secara otomatis kita masuk kedalam pusaran kebesarannya dan menganggap semuanya rata dan sama. Paradigma tersebut akan membuat kita menata ulang hubungan manusia, mengapa ada manusia bisa berlaku tiran kepada yang lainnya. 

Pembebasan Spiritual yang di canangkan Rosulullah SAW, kelak akan memicu pembebasan ekonomi, pembebasan politik, sosial, kebudayaan, lingkungan, dsb.

Jika tidak percaya, perhatikan  saja ayat-ayat yang Turun sesuadah itu, misalnya Al Ma'un ; "aro aytal ladzi Yukadzibu biddin, fa dzalikal ladzi yadu'ul yatim, wa la yahuddul ala thoa mil miskin". Ayat itu menggambarkan bagaimana tirani ekonomi dan tirani sosial. Agama di hubungankan dengan proses tirani tersebut, bahwa salah satu fungsi agama yang paling fundamental adalah membebaskan seluruh tirani sosial dan ekonomi. Artinya kalau kita membaca secara seksama, Fungsi Kepemimpinan Rosulullah SAW ini adalah Tokoh pembebasan, yang bukan hanya membebaskan kita secara spiritual. Tetapi, Juga membebaskan kita dari tirani politik, ekonomi dan sosial. 

Rosulullah SAW meletakkan Fungsi pembebasannya dengan Menjangkarkan Perubahan secara pikiran mereka terlebih dahulu.


Saya ingin menjelaskan salah satu kendala kita dalam meneladani Nabi, dari buku-buku sejarah yang kita pelajari. Buku - buku sejarah ini menjelaskan satu fakta tentang Rosulullah, yang sifatnya deskriptif, umumnya bertujuan untuk menimbulkan kekaguman kepada Nabi kita. Pada waktu yang bersamaan, karena kita menempatkan Nabi terlalu Jauh, sehingga kita menjadi sulit meneladaninya. 

Saya kerap memberikan gambaran, tentang bagaimana cara kita membaca kehidupan Nabi kita. 10 tahun terakhir beliau di madinah, total pertempuran yang terjadi sekitar 68 kali dalam skala besar dan kecil. 28 diantaranya di pimpin lansung oleh Rosulullah SAW. Kalau kita mengambil 28 saja yang di bagi ke dalam 10 tahun, barangkali hanya 2 - 3 kali dalam setahun peperangan terjadi. Artinya setiap 4 -5 bulan terjadi peperangan. 

Kalau setiap 4 - 5 bulan beliau bertempur, sekarang kita zoom lebih jauh ralitasnya. Saat itu orang pergi berperang Jalan kaki, coba bayangkan saat beliau melakukan pertempuran tersebut, umur beliau berapa?. 53  - 63 tahun, Tidak terlalu muda. 


Rosulullah dari usia 53 - 63 Tahun. Coba bayangkan, semua orang pergi berperang dengan berjalan kaki, waktu latihannya kapan, waktu menyiapkan logistiknya kapan, dst. Coba anda bayangkan suatu hidup yang penuh tekanan dalam waktunya yang lama seperti itu, ini baru sisi mentalitasnya. Bagaimana caranya kita bekerja ; mempertahankan ketenangan, Fokus dengna Kemantapan hati. 

Di titik itulah, kita bisa mengambil satu pelajaran paling berharga dari mentalitas Nabi Kita adalah Endurance - Daya tahan. Bisakah kita memikul beban berat dalam waktu yang lama. Tetapi, tetap stabil secara emosional, secara pikiran, tidak terguncang, tidak labil, tidak mundur, tidak juga tergesa-gesa.

Jika kita menghadirkan pelajaran siroh nabawiyah ini dalam perspektif seperti ini, maka kita akan belajar lebih banyak, bagaimana menghadirkan ilham dari kehidupan Rosulullah untuk kehidupan sehari-hari kita. Misalnya, ketika beliau sedang berada dalam tekanan yang sangat kuat, beliau mengatakan, " Ya Bilal Arihna bi sholat - wahai bilal, Tenangkan jiwa kita ini dengam sholat". Artinya, ada masanya orang itu merasa lemah dan orang perlu semacan tempat perlindungan spiritual, kita menyebutnya sholat. Makanya, diantara semua rukun Islam, Kecuali Syahadat yah. Sholat adalah satu-satunya ibadah yang tidak ada pengecualiannya. Puasa, masih bisa beralasan untuk tidak melaksanakannya, seperti musafir. Tetapi, sholat tidak. Mau musafir, Mau sakit, bahkan perang pun ada tuntunan sholatnya. Artinya tidak ada alasan untuk tidak sholat.

Di titik itulah, ketika kita mencari tahu, dari mana sumber ketenangan dan kestabilan jiwa Rosulullah di bawah tekanan yang sangat luar biasa itu, yaitu SHOLAT. Sholat adalah cara kita menggantungkan hidup kepada Dzat yang Maha besar. Begitu kita merasakan ketergantungan tersebut, kita akan mendapatkan energi, karena yang paling berbahaya dalam kehidupan kita sebagai muslim dan juga kehidupan para pemimpin kita adalah Allah menyerahkan segala urusan kita dan Allah tidak membantunya. Makanya, saat kita berdoa Kita selalu mengucapkan, Ya Allah jangan engkau serahkan urusanku kepada diriku sendiri, walaupun hanya sekejap mata. Ihwal itulah, ulama-ulama kita mensyaratkan dalam berdoa kepada Allah itu harus ada Ilha - sifat Merengek.

Makanya, saat perang badar dengan kapasitas dan jumlah pasukan yang tidak seimbang. Doanya Rosulullah, tidak tanpak seperti doa. Tetapi, seperti Tuntutan dan rengekan, " Allahumma in tahliq hadzhil isoma fa lan tu'bat fil ardhi abada - kalau sampai pasukan ini kalah, maka engkau tidak akan di sembah lagi selamanya". Memangnya kalau Kalah, ALLAH tidak mampu menciptakan generasi baru yang akan menyebahnya?. Sangat bisa bagi Allah. Tetapi, tuntutan seperti itu menunjukkan ketergantungan dan ketergantungan itulah yang sangat di sukai Allah swt. Demikianlah cara kita mendapatkan sumber energi.

Rosulullah ini adalah Nabi terakhir, Sekaligus Pemimpin negara, Panglima Militer dan aspek-aspek kepribadiannya terlalu sempurna. Kalau kita hanya mengulas ceritanya, Maka kita hanya menganguminya dan susah untuk kita teladani. Karena itu kita perlu membaca ulang sejarah Nabi sekaligus mengkonstuksi dalam kerangka yang lebih realistis bagi kita. Kalau kita merujuk pada semua Penulisan sejarah Nabi, ada kendala besar yang kita hadapi di situ, karena mereka menulis tetang Nabi berdasarkan aspek pengetahuan yang dia miliki. Makanya, tidak ada penulis sejarah yang secara Komperhensif menuliskan sejarah hidup Nabi, mereka hanya mengambil satu aspek atau beberapa aspek saja.

Sebenarnya tidak ada yang salah dari semua Itu. Tetapi, bagi kita sebaiknya membuat hubungan kita secara personal dengan Nabi.

Misalnya, Kalau usia Nabi dari 53 - 63 bisa memimpin 28 kali pertempuran, bagaimana daya tahan Fisiknya beliau?. Hal itu bisa kita lihat dari pola tidurnya, cara makannya ; Beliau makan yang di butuhkan Tubuh. Bukan yang di inginkan Tubuh. Makanya ciri-ciri perutnya Nabi itu Rata. Kalau kita ini kan, mau meratakan perut saja, seperti perjuangan mau mengalahkan Kota Jakarta. Hal ini baru satu aspek saja.

bagaimana Penataan emosi rosulullah sebagai seorang pemimpin negara dengan berbagai macam problemnya?. Bagaimana penataan Konflik yang terjadi diantara sahabatnya, pasca perang. Bagaimana Rosulullah menata dendam, pasca Fatkhu Makkah. Sebagaimana dulu orang-orang Quraisy mengusirnya. Perhatikan kalimat Rosulullah, " Ya Ma'syiral qurais, ma Tazonnuna fa ilun bikum - wahai orang-orang Quraisy, Apa yang kalian duga akan saya lakukan kepada kalian?". Mestinya orang berpikir Pasca penaklukkan kota mekkah adalah hari pembalasan. Orang quraisy yang telah takluk itu punya satu kata yang merayu, " akhun karim wabna akhin karim - engkau adalah saudara yang mulai putra dari saudara yang mulia". Tetapi, Rosulullah adalah pembawa Risalah, bukan pembalas dendam. Pembawa api pembebasan, bukan seorang pendendam. Beliau mengatakan, "idz habu fa antum tulaqo - sekarang kalian pergi, kalian semuanya bebas".

Di paksa masuk islam?. Tidak. Agama adalah pilihan dan tidak ada pilihan bagi orang yang tidak bebas.

Hari ini kita ini menghilangkan dendam adalah suatu penaklukkan yang sangat luar biasa, apalagi dalam hubungan politik, yang di sertai dengan peristiwa menang dan kalah.

Di era medsos, segala sesuatu serba instan dan dangkal. Akal seseorang di ujung lidah, tak ada sensor. Setiap orang mengatakan, apa yang muncul di ujung lidahnya.

Era kedalaman (permenungan) dan ketinggian menjadi hilang. Karena semua yang kita katakan dan lakukan dalam rangka mencari perhatian orang, makanya ketika perhatian orang tidak ada, kita menjadi sengsara dan menderita. Ketika orang tidak memberi like atau mem - Follow kita, seperti kita ini bersalah.

Lalu, dimana makna Allahu Akbar?.

Artinya kita rapuh secara spiritual, rapuh kepribadian, rapuh secara emosional. Gampang di dislike dan gampang kehilangan makna. Bagaimana kita mau menciptakan arus baru, ketika sumber kepercayaan kita tergantung dari like orang.

Selain itu, untuk apa juga kita menyatakan semua yang kita pikirkan dan semua yang kita lakukan kepada orang lain?. Untuk apa?. Lalu, apa yang bisa di lakukan orang itu kalau dia like kepada kita?.

Saya tidak sedang menafikan semua teori dalam ilmu komunikasi. Tetapi, saya hendak mendudukan satu makna spiritual, yang menjadi jangkar kepribadian kita.

Makanya ketika nabi mendapatkan penolakan di awal-awal dakwahnya, apakah dia mundur?. Tidak. Sama seperti kita, apakah saya akan mundur ketika beberapa Video dan tulisan saya di take down?. Tidak bos. Di titik itulah pentingnya kedalam dan ketinggian. 



Makassar, 03 - 04 - 2024


*Rst

*Pustaka hayat

*Pejalan Sunyi

*Nalar Pinggiran

Selasa, 02 April 2024

MENYINGKAP JEJAK MISTERIUM AL QUR'AN YANG DI NISBATKAN UNTUK ROSULULLAH SAW




شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang haq dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kita hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.

" Syahru romadhona laladzi unzila fi hil qur'an Hudal linnasi wa bainatil minal huda Furqon" (Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda antara yang hak dan yang batil). 

Pada ayat ini sangat menarik di telaah lebih dalam untuk menunjukkan keistimewaan Ramadhan sebagai bulan dimana Al-qur'an, Al bayyinat dan Al-furqon di turunkan pertama kali. 

Dalam pemahaman, ada yang di sebut Al kitab, ada yang di sebut Al-qur'an. Ada yang di sebut al bayyinat dan ada yang di sebut Al-furqon. Nah, Al-qur'an dan Al Kitab itu berbeda. Perihal inilah juga yang akan menyingkap, apa yang di baca Nabi Muhammad SAW pertama kali Gua Hira?. 

Jika Al-Qur'an yang di baca pertama kali Nabi Muhammad SAW Di Gua Hira?. 

Pertama, mengapa Malaikat Jibril menggunakan Kata Perintah : "Iqro Kitabaka", bukan "Iqro Qur'an"?.

Kedua, sangat tidak relevan bagi Malaikat Jibril memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca Al Qur'an ( Iqro Qur'an), sedangkan Al Qur' an secara Teks belum ada?. Bahkan, al Qur'an di turunkan secara berangsur-angsur dan Di mushafkan di Masa Ustman?.

Ketiga, Perintah Membaca, tentu ada objek bacaannya, entah itu teks ataukah Konteks. Jika teks, sudah mustahil karena belum ada satupun teks tertulis sebagai Bahan Bacaan, sebagaimana maksud Point Kedua. Jika yang di perintahkan membaca adalah konteks, ada benarnya juga secara sosio-kultur, sebagaimana Gambaran Ali Syari'ati. Tetapi, frame pembahasannya belum sampai ke konteks sosio kultural?.

Keempat, Mengapa Allah menggunakan kalimat yang menimbulkan interpretasi bersayap?. Bahwa Al-qur'an di turunkan sebagai pentunjuk kepada Manusia (Hudal linnas). Sebagaimana kita ketahui diksi "Nass" tentu menunjukkan Manusia secara Umum. Padahal, perintah membaca pertama kali di berikan kepada Nabi Muhammad SAW secara Personal?. Apa susahnya bagi Allah, jika yang di maksudkan pada konteks ayat tersebut adalah Al-qur'an, sebagai teks pertama yang di perintahkan kepada Nabi Muhammad SAW Untuk membacanya?. Maksudnya Mengapa Allah tidak menggunakan saja kalimat "Hudal lil Muhammad", mengapa harus " Hudal limnas"?. toh, faktanya memang Nabi Muhammad-lah yang di maksudkan sebagai Orang pertama yang di perintahkan membaca Al-Qur'an di goa hira?

Kelima, jika diksinya adalah "nass", sebagaimana kita ketahui dalam hirarki manusia. Nabi Adam adalah Datuk moyang Manusia pertama. Bukan Nabi Muhammad SAW. Artinya pada konteks ayat tersebut, belum jelas di maksudkan kepada Siapa ataukah memang di tunjukkan kepada manusia secara Umum?. Tetapi, Riwayat menunjukkan bahwa Perintah membaca pertama kali di Goa Hira adalah Nabi Muhammad SAW?. 

Keenam. Jika, Nabi Muhammad SAW adalah Maksud Diksi "Nass" pada Q. S. Al- baqorah :185. Lantas, apa yang dia baca Nabi Muhammad SAW saat di Goa Hira?. tidak mungkin Al-Qur'an, sebab belum ada teksnya?. 

Dalam proses analisis panjang dari beberbagi sumber bacaan yang saya punyai. Saya Hampir memastikan bahwa Yang di Baca Nabi Muhammad SAW di Goa Hira, bukanlah "Al-Qur'an". Melainkan "Al-Kitab". 

Pertama, saat Rosulullah SAW, di perintahkan Membaca Oleh Malaikat Jibril : "iqro kitabaka Ya Muhammad? ". Jawaban Rosulullah bukan "saya tidak tau Membaca". Tetapi, "Ma ana Bi qori" (saya bukan pembaca). Tentu kita telah Mahfum bahwa pertanyaan tersebut di ulang sebanyak 3 kali oleh malaikat Jibril.

Lantas, Mengapa Malaikat jibril mengulang pertanyaan tersebut Sebanyak 3 kali. Rasanya, tidak mungkin malaikat Jibril Mubazzir kata-kata. Padahal, satu titik saja dalam Al-qur'an sangat penting artinya. Apalagi dengan tiga kata perintah (Fi'il amr). 

Kalangan Ulama Tafsir Isyari (Tafsir sufi) menjelaskan bahwa pengulangan Kata dari Malaikat Jibril memiliki makna bertingkat, sesuai dengan tingkatan kesadaran manusia, yaitu kesadaran sensorial, kesadaran Imaginal, kesadaran Intelektual dan kesadaran Spiritual. 

Makna iqra' pertama bisa dihubungkan dengan kesadaran pertama yang levelnya bagaimana memahami bacaan (how to read). Iqra' kedua dihubungkan dengan kesadaran kedua, yaitu kesadaran imaginal (how to learn atau think) terhadap kata demi kata dan ayat demi ayat. Iqra' ketiga dihubungkan dengan kesadaran intelektual (how to understand) terhadap ayat-ayat. Iqra' keempat dihubungkan dengan kesadaran keempat dihubungkan dengan kesadaran spiritual (how to meditate) terhadap kandungan ayat. 

Sekalipun masih ada satu Iqra' dalam ayat Al qur'an, yaitu "Iqra' wa Rabbukkal Akram" (bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah), terdapat dalam QS al-'Alaq [96]: 3), yang dapat dihubungkan dengan how to disclosure. Kesadaran terakhir ini mungkin bisa disematkan kepada para auliya' dengan mukasyafah atau penyingkapan. 

Mengenai jawaban Nabi Muhammad SAW, "Ma ana bi qari", menarik juga untuk dianalisis lebih jauh. Sebab, Sebagian ulama mempertahankan asumsi bahwa arti "ma ana bi qari" dari Nabi sebagai ungkapan jujur dari Nabi Muhammad SAW sebagai seorang yang buta huruf Alqur'an, bukan buta Huruf Al Kitab.

Secara semantik, kata qara'a yang kemudian membentuk qari dan al-quran, saat turunnya Alquran diartikan sebagai "membaca kitab suci". Nabi mengatakan "ma ana bi qari" bukan berarti Nabi tidak bisa membaca alias buta huruf, akan tetapi dimaksudkan sebagai "ma ana bi qari", yakni "aku bukan bangsa pembaca kitab suci".

Sebagaimana kita ketahui Sejak awal, Jazirah Arab tidak pernah mendapatkan kitab suci dari Allah SWT. Masyarakat pembaca kitab ada di sekitar Palestina, tempat kitab Taurat dan kitab Injil diturunkan. Membaca sesuatu selain kitab suci dalam tradisi masyarakat Arab dikenal dengan beberapa istilah, antara lain kata "tala-yatlu", digunakan pada saat membaca manuskrip (makhthuthat), membaca syair, dll.

Ide untuk mempertahankan Nabi Muhammad buta huruf terutama dimaksudkan untuk menghindarkan kesan bahwa Alquran tidak lain adalah buatan manusia. Jika Nabinya tidak bisa membaca dan menulis, maka sudah barang tentu Alqur'an dapat diterima di dalam masyarakat setempat. Jika Nabi Muhammad ternyata bisa membaca dan bisa menulis dikhawatirkan muncul tuduhan Alqur'an adalah karangan Nabi Muhammad SAW. Persis Sama dengan asumsi dalam agama Nasrani, yang mempertahankan asumsi keperawanan Maryam. karena, kapan ketahuan Maryam tidak perawan maka bisa menggugurkan ketuhanan Yesus Kristus.

Banyak bukti sejarah yang mengisyaratkan bahwa Nabi Muhammad SAW bisa membaca dan menulis, antara lain dalam kitab "Ibn Hajar al-'Asqallani - Fath al-Bari, ketika menjelaskan hadis penulisan naskah Perjanjian Hudaibiyyah, Nabi terlibat langsung dalam pencoretan sejumlah kata dalam perjanjian itu.

Lagi pula, rasanya sulit diterima akal sehat jika seorang manusia super cerdas seperti Nabi Muhammad SAW tidak bisa membaca dan menulis. Bukankah sebelum menjadi nabi beliau seorang pedagang yang sering ke luar negeri, khususnya Syam dan Yaman? Bagaimana mungkin sosok figur yang bercokol di urutan pertama di antara 99 tokoh terbaik yang pernah lahir di bumi ini, sebagaimana yang ditulis Michel Hart, atau the Top 11th manusia terbaik sebagai pencipta sejarah monumental menurut Thoman Carlile yang juga menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan teratas. Mungkin pada masa awal Nabi kurang mampu menulis dan membaca tetapi menjadi buta huruf seumur hidup, bisa menjadi sebuah penghinaan terhadap Nabi. 

Kedua, setelah di ulang sebanyak 3 kali oleh Malaikat Jibril, Jawaban Rosulullah tetap sama : " Ma Ana Bi qori (saya bukan pembaca). sampailah Malaikat Jibril Ke pertanyaan Pamungkas, yang menjadi Klu untuk Rosulullah Menjawab perintah membaca tersebut : "Iqro Bismi robbikalladzi khalaq (Bacalah dengan menyebut Nama TuhanMu yang menciptakanmu). 

Jawaban Rosulullah ini juga sekaligus menjadi jawaban, bahwa bukan Iqro yang menjadi ayat pertama Turun. Tetapi : Nama Tuhan. Silahkan cari sendiri ayat Yang menjelaskan Nama Tuhan. Itulah ayat yang pertama Turun. Sedangkan Surat yang pertama Turun adalah Al-alaq. 

Ketiga, perihal apa yang di baca Rosulullah Di Gua Hira. diatas saya menuturkan Bahwa Bukan Al-Qur'an. Karena dalam Q. S. al-Baqorah ayat 2, Allah menyatakan : "Dzalikal kitabu la royba fi hi hudal lil muttaqin". 

Pada ayat ini, Jelas interpretasinya tidak tunggal. Sebab, siapa yang bisa memastikan bahwa Kitab Yang di maksudkan adalah Al-Qur'an. Pun jika Ia adalah Al-Qur'an, mengapa Allah tidak menyatakannya dengan tegas, sebagaimana yang terdapat dalam Q. S. al-baqorah : 185, sebagai penjelasan bahwa memang yang pertama di kali di perintahkan untuk di baca adalah Al-qur'an, Atau " dzalikal kitabu" dalam Q. S. al-baqorah :2 adalah sebagaimana yang di sampaikkan Dalam Q. S Al-isro :14, yaitu " Iqro kitabak kafa binafsikal yauma alaika hasiba" (Baca kitabmu. Cukup dirimu sebagai penghitung atas amal dirimu).  

Nah, diksi Nafs selalu menujukkan kepada diri. Jika bentuknya Jamak, maka diksinya menjadi anfuss. 

Jadi, sebenarnya yang di perintahkan Malaikat Jibril adalah kitab yang terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW. Karena kitab yang terdapat pada dirinya tersebut, tidak ada lagi keraguan di dalamnya dan merupakan pentunjuk bagi orang bertaqwa. Artinya Kitab orang yang bertaqwa adalah Dirinya : Hadap diri, tau diri dan sadar diri). 

**

Perjalanan Wahyu adalah sebilah pergerakan dari Yang Maha Suci dan Yang Paling Senyap ke Wilayah Profan. Yang Maha suci dan Transendental atau Yang Paling Misterium adalah jejak awal dari semua tradisi pewahyuaan.

Hal ini mengandaikkan bahwa wahyu, termasuk Al qur'an ber - asal usul dari yang Maha Transendental - Yang Maha Misterium, Yaitu Allah. Kemudian, terhujam ke Bumi.

Perjumpaan antara langit dan Bumi merupakan jejak - jejak wahyu. Mungkin itulah juga sebabnya mengapa wahyu, meskipun ia bersifat Transendental dan sakral merupakan logos ilahi. Tetapi, ketika wahyu tersebut di wadahi oleh bahasa yang tumbuh di bumi dan bersifat profan. Maka, terjadilah dialektika.

Dalam studi agama-agama, bahkan studi al qur'an, ketika kita mencoba menyingkap makna pewahyuan, kita kenal tiga bentuk pendekatan pengungkapan makna wahyu : pertama, Terjemah. Kedua, Tafsir. Ketiga, Ta'wil. Ketiga Pendekatan ini, berikhtiar untuk menyingkap dan bagaiamana memfungsikan wahyu tidak hanya sekedar teks - teks suci. Tetapi, mencoba mengungkap yang ada di balik teks.

Pendekatan Terjemah, sesungguhnya bersifat letter late - ad hoc atau Harfiah. Metode pendekatan Terjemah, lebih kepada relasi teks to teks.

Pendekatan tafsir merupakan pendekatan yang membangun relasi antara teks dan konteks. Teks - teks wahyu yang telah mengepung hal -hal yang sakral dalam tubuh wahyu di dialogkan dengan hal-hal yang bersifat profan, sosiologis, Kultur, historis, dsb. Dialog anatara Teks dan konteks inilah yang melahirkan penafsiran.

Pendeketan Ta'wil - Ta'wil sendiri berakar kata dari awwala, yu awwilu, ta'wilan. Ta'wil merupakan suatu pendekatan yang mengungkap makna al qur'an dengan metode Inner meaning of the text - menyingkap makna terdalam sebuah teks.

Secara ilustratif bisa di andaikkan bahwa ketika seseorang ingin menggambarkan laut, tradisi terjemah adalah seseorang yang berjarak dengan laut atau dia hanya melihat laut dari pinggir, bahwa laut adalah sebuah ekosistem yang mempunyai hukum pasang surut, punya hutan bakao, punya pesisir, punya gelombang, dst.

Sementara Tafsir adalah seseorang yang mencoba menggambarkan laut, ia tidak berjarak dengan laut. Tetapi, ia berenang, bersentuhan dengan terumbu karang, menikmati gelombang,  bertautan dengan padang lamun, dst.

Sedangkan tradisi Ta'wil adalah seseorang yang menggambarkan laut dengan cara memenuhi semua langkah tafsir dan sekaligus Menyelam ke dasar laut, serta menyaksikan sesuatu yang sangat indah.

Di titik inilah sebenarnya ketika sebuah teks di dalam Al Qur'an di dekati dengan tiga pendekatan ini. maka akan melahirkan pemaknaan yang berbeda. Sebuah teks yang di dekati dengan metode terjemah, akan berbeda Pemaknaannya dengan pendekatan tafsir dan selanjutnya juga dengan pendekatan Ta'wil.

Menurut hemat saya, ketika sebuah teks hadir di muka bumi ini, proses transmisi dari yang abadi - langit menuju bumi niscaya di perjumpakan dalam pemahaman yang utuh.

Misalnya, Satu ayat yang menyebutkan "inna awwala baiti wudhia linnasi lalladzi bi baktan mubaroka". Ketika ayat ini di terjemahkan ke dalam bahasa teks, maka bisa di maknai bahwa inilah awal muasal baitullah di seluruh muka bumi ini, yang menjadi kiblat seluruh manusia, yaitu mekkah. Secara harfiah, tidak ada masalah. Tetapi, ketika ayat ini di letakkan dalam pendekatan tafsir, maka tentu kita akan bertanya, yang manakah yang di sebut baitullah : apakah baitullah identik dengan Ka'bah atau tidak?. 

Hal ini menjadi bahan perdebatan historis. Sebab, ternyata ayat ini di turunkan pertama kali oleh Allah kepada Nabi Adam. Sementara secara Historis, ka'bah belum ada, yang kita ketahui bersama Ka'bah di bangun oleh Nabi Ibrahim.

Lantas apa perbedaan antara Ka'bah dan baitullah?. Di titik inilah para mufassir mempunyai perbedaan pendapat tentang apakah Ka'bah dan Baitullah memiliki persamaan ataukah dalam Pendekatan semiotika : ka'bah adalah petanda dan baitullah adalah penanda.

Pendekatan ta'wil menggambarkan bahwa Baitullah adalah sesuatu yang bersifat spiritual dan Ka'bah adalah sesuatu yang bersifat materil. Baitullah adalah medan cahaya yang tak terpermaknai yang berhubungan dengan Baitul Atik atau baitul makmur yang berada pada langit ke tujuh. Sementara Ka'bah adalah Proyeksi materilnya yang berada di mekkah.

Dalam sejarah Al qur'an, di temukan satu kenyataan bahwa baitullah merupakan jejak ilahi dari langit sebagai Petanda yang bersifat spiritual dan Nabi Adam memberi tanda dalam bentuk tongkat sebagai proyeksi materilnya. Dalam sejarahnya, semua Nabi di berikan perintah untuk memberi penanda tentang jejak spiritualnya.

Tibalah saatnya ketika Nabi ibrahim di berikan perintah untuk membangun jejak spiritualnya - Baitullah. Sementara Nabi Ibrahim adalah seseorang yang berasal dari bangsa semitik, salah satu suku dari bangsa babilonia, yang memiliki kemampuan aristektur dalam membangun sesuatu yang di sebut - Ka'bun - suatu bangunan yang berbentuk kubus, yang hari ini kita kenal dengan Kubus.

Di titik inilah, mengapa ta'wil di mungkinkan untuk hadir sehingga kita punya Pemahaman yang lebih komperhensif. Memang di dalam Al qur'an Allah menegaskan, "wa ma ya'lamu ta'wila hu illallahu war razihu na fil ilmi". Sebahagian mufassir mengatakan, bahwa yang dapat menyingkap makna ta'wil - makna terdalam dari Al Qur'an hanya Allah. Tetapi, kaum ta'wil mengatakan tidak. Sebab, ada kata di dalam Al qur'an yang di tekankan oleh Allah sebagai kaum-kaum yang di beri anugerah oleh Allah, yaitu Kaum Ar razihuna fil ilmi atau dalam Filsafat mistisisme di sebut orang-orang yang menempuh jalan sunyi - ilmu Khuduri.

Ibnu arabi seorang teosof ketika ia mencoba mengenalkan dan mengapresiasi ta'wil, ia mengatakan, ta'wil hanya bisa terbangun melalui teks. Tidak ada ta'wil di luar teks". Bagi ibnu arabi, teks - teks suci Al qur'an merupakan wahyu aktual atau Kitabullah, sementara Ta'wil adalah pengungkapan Wahyu transemdental atau Qolamullah.

Artinya, Mempertemukan wahyu aktual - Kitabullah dan Wahyu transendental - qolamullah adalah satu khazanah pemikiran islam masa lampau yang menjulang tinggi. Ihwal itulah, untuk mengembalikan kejayaan islam di masa depan maka kita harus mengembalikan Tradisi Pemikiran islam yang mempertautkan kedua metode tersebut. 


***


Apakah Nabi Muhammad SAW, menangkap Pesan atau Risalah pertama kitab suci (Al-Qur'an) itu dalam bentuk Teks-Teks Ilahia?. Ataukah Nabi Muhammad SAW, menangkap pesan pertama Teks-teks ilahia tersebut dalam bentuk huruf-huruf dan suara, Sebagaimana yang kita Mafhum. bahkan di nukil dalam riwayat-riwayat, bahwa Nabi Muhammad SAW, pertama kali di minta untuk membaca Teks-Teks Ilahi di goa Hira, melalui perantara Malaikat Jibril?.

Sebagai Catatan, bahwa Teks-Teks Ilahi (Tekseridei), yang dalam Tradisi Studi Al-Qur'an, disebut sebagai Lauwhful Mahfudz (Elemen-elemen Cahaya).

Jika pesan atau Risalah pertama tersebut, ditangkap (dibaca) oleh Nabi Muhammad SAW, dalam bentuk Teks-Teks Ilahi yang masuk kedalam jantung inti kesadaran Nabi Muhammad SAW. Maka, menjadi logis, jika Al-Qur'an menubuh dalam ruang sejarah. Mengapa?, karena Saat Malaikat Jibril memerintahkan Nabi Muhammad SAW Membaca Pesan Pertama tersebut, Al-Qur'an dalam bentuk Huruf dan Kitab, belum ada. Barulah, Al-Qur'an menjadi huruf-huruf, bahkan menjadi Mushaf (di bukukan), jauh hari setelah Rosulullah SAW, di perintahkan Malaikat Jibril untuk membaca (Iqro). 

Maka, relevanlah. Jika Rosulullah SAW, saat di perintahkan membaca Oleh Malaikat Jibril. Beliau Menjawab ; Maa Ana Bi Qori (saya bukan bangsa pembaca). Iya, sebab Al-Qur'an belum ada dalam bentuk Huruf, kalimat dan Kitab. 

Lantas, Yang Rosulullah SAW, Baca saat Di perintahkan Oleh Malaikat Jibril, itu apa, jika Al-Qur'an dalam bentuk huruf-huruf, nanti di masa Para Sahabat baru di Mushafkan?. 

Nah, di titik itulah Proses Ontologis Al-Qur'an atau Rosulullah SAW, dalam menangkap Pesan (Risalah) pertama tersebut, yang dalam Istilah Filasafat Mistik Islam, disebut sebagai Logos Ilahi. Logos Ilahi ini bermuasal atau bersumber dari "kesunyian yang paling Mutlak atau Sunyi, senyap yang Mutlak".

Dalam Tradisi Spiritualisme Islam,  "sunyi, senyap yang paling mutlak", disebut sebagai,  "Laa harfin waa laa shouf (Sesuatu yang tidak berbentuk huruf-huruf dan sesuatu yang tidak berbentuk suara)".

Artinya, Nabi Muhammad SAW menangkap Pesan Teks-Teks Ilahia (logos ilahi) pertama, tidak dalam bentuk Huruf-Huruf dan Suara. melainkan, Nabi Muhamad SAW, Menangkap Pesan pertama, dalam bentuk Bunyi.

Bunyi ini merupakan sebuah proses ontologis dari manisfestasi kedua setelah sunyi senyap yang paling mutlak. Maksudnya, Rosulullah Menangkap Logos Ilahia dalam bentuk bunyi.

Proses transmisi logos ilahi dari kesunyian yang paling Mutlak menjadi Bunyi adalah sebuah transmisi fase paling awal. dimana Rosulullah SAW menangkap bunyi-bunyi yang transendental, bunyi yang bersifat ilahia, bunyi yang bersifat Infinitum. 

Proses-Proses ini, memang hanya bisa ditangkap oleh orang-orang Terpilih. Dalam tradisi islam, orang-orang terpilih itu disebut sebagai Rosul atau penyampai risalah (Pesan). 

Setelah Logos Ilahi DiTransmisi dari Sunyi, senyap yang paling Mutlak. kemudian, bertransmisi menjadi bunyi yang tidak berbentuk huruf-huruf dan tidak Berbentuk suara. Lalu, berTransmisi menjadi teks-Teks Ilahi (Tekseredei) atau elemen-elemen Cahaya). 

Elemen-elemen Cahaya ini atau Lauhwuful Mahfudz (Tekseridei) ini, Masuk kedalam jantung kesadaran (Diri) Nabi Muhammad SAW. Lalu, Elemen-Elemen Cahaya (Lawuhful Mahfudz atau Tekseridei) tersebut, dilisankan Oleh Rosulullah SAW menjadi ayat-ayat, Surah-Surah dan menjadi Kitab Al-Qur'an, sampai pada Proses pembukuan Al-Qur'an. 

Inilah asumsi dasarnya, Mengapa setiap perkataan, perbuatan dan Sikap Rosulullah SAW adalah " Illa wahyu yu ha" (Wahyu yang di wahyukan). Karena, Nilai-Nilai Logos Ilahi senantiasa bertransmisi Sampai Pada bentuk Huruf-huruf, suara dan Mushaf. 

Karena itulah, sependek pengetahuan saya dalam diskursus ini, Saat Jibril Meyuruh Rosulullah SAW, membaca Pesan pertama dari Maha Kesunyiaan, di goa hira. Bukanlah perintah membaca Teks Book. Melainkan perintah menangkap atau memahami Teks Ilahia (logos Ilahi) dalam bentuk bunyi. Bahkan, kemungkinan Logisnya, jibril sekalipun, tidak Tahu menahu soal Bunyi yang bersifat Transendental tersebut. sebab, Malaikat Jibril tidak sanggup menangkap, Pesan atau Risalah dalam bentuk Teks Ilahia (pesan Bunyi yang transendental, bunyi yang sembunyi). Inilah Juga asumsi yang menegaskan bahwa, berbeda antara Allah Berfirman dan Firman Allah?. 

Maha Kesunyiaan dan Maha Kesenyapan Yang paling Mutlak. memilih Manusia-Manusia Pilihan untuk menangkap pesan Infinitum, pesan yang transendental tersebut.

Nabi Muhammad SAW adalah salah satu Manusia yang di Pilih untuk menagkap Bunyi transendental tersebut, yang sumbernya dari Logos Ilahi. Sedangkan, Logos ilahi sendiri bersumber dari Maha Sunyi, senyap yang Paling Mutlak (Allah). 

Mengapa Malaikat Jibril tidak Sanggup?. Akan terjawab Di peristiwa Mi'raj Nabi Muhammad SAW?. (Insya Allah, Nanti Saya Tulis).

Semoga di Pahami, memang agak berat. 

"Pasang" sendiri, memiliki padanan arti dengan Risalah. Hal Ini mengandaikkan suatu Pesan. biasanya pesan yang dimaksud adalah sesuatu yang berbasis transendental, yang Mysterium, yang Ilahi, yang nominous.

Pasang dalam Tradisi Mangkasara, adalah sebuah karya seni yang menurutku bukan karya seni biasa. sebab, pasang ini mencoba manautkan antara pesan-pesan yang bersifat transendental dengan peristiwa bumi, melalui media alat-alat musik tradisional, seperti gendang, Kecapi, gong, dsb.

karena itu, kita mesti menelusuri Pasang secara Ontologis atau makna hakikinya .

Berbeda dengan pasang yang di tangkap oleh To acca atau kaum arifin atau To panrita, ketika mereka menangkap Pasang dalam bentuk logos ilahi yang bersumber dari Sunyi, senyap yang mutlak. Lalu, bertransmisi ke bunyi dan bunyi ke Teks-teks Ilahia. Kemudian, ditangkap oleh To Acca atau To panrita (Kaum arifin), setaraf Wali. 

Ketika mereka hendak menuangkan Teks-teks Ilahi kedalam ruang-ruang sejarah, ia tidak menuangkan dalam bentuk Tekstum Ilahi seperti kitab-Kitab suci. Karena Tekstum Ilahi, telah berakhir, setelah Al-Qur'an di lisankan oleh Rosulullah SAW. 

Akan tetapi, Bunyi Transendental masih terus bertransmisi sampai detik ini. Maka, para Kaum arifin menuangkannya dalam bentuk Melodis-melodis bunyi dalam karya-karya seni bugis makassar seperti gendang, gong, kecapi, dsb.

Tidak hanya, Di Bugis dan Makassar. Secara Umum, bisa kita temukan dalam banyak pengalaman Spiritual para Waliyullah, yang menagkap Logos Ilahi yang bertransmisi menjadi Bunyi. Bunyi yang bertranmisi menjadi Elemen-elemen Cahaya. Dan, elemen-elemen cahaya yang meruang dalam Laku, sikap dan tindakan. 
 
Secara Khusus, Bunyi-bunyi yang terlahir dari gendang, Gong, atau alat-alat gesek, yang di tangkap oleh To Acca atau To Panrita, bukanlah bunyi-bunyi alat biasa yang profan. Tetapi, merupakan aktualisasi logos ilahi dimuka bumi. Secara Ontologis, bunyi-bunyi itu adalah wahyu Non Teks.


* Coretan Pena Pinggiran
* Jalan sunyi
* Rst
* Nalar Pinggiran