Mengenai Saya

Rabu, 20 Januari 2021

CORETAN PENA KOESAM TENTANG RINDU

AKAL SELALU WASPADA KECUALI PADA RINDU


Rindu itu api, menyala tanpa dipantik. tak akan padam, jika cuman dihujani ribuan rintik.

Rindu dan waktu adalah dua sisi yang berlainan. Rindu tak mengenal waktu. sementara waktu sering meniadakan rindu.

Disini, Ri butta Celebessi. ada kenangan setinggi jerami. Jangan memantiknya. Nanti ia terbakar sendiri dan melahirkan ribuan rindu.

Ini hal penting, yang tidak pernah engkau tau dan memang Tidak pernah ku kukabarkan pada siapapun : Bahwa Semenjak perpisahan itu ; SAYA KALAH. Sebab, gagal mengusir rindu. Kalau, engkau?. Entahlah..?.

Saya memilih, membenamkan Kerinduan ini, dikedalaman realitas.

Tetapi, ku ingatkan padamu, tentang Untaian kalimat Farouk juwaidah ; " Janganlah engkau mengira diamku, adalah lupa. Sebab, bumi pun diam. Tetapi, didalam perutnya terdapat ribuan titik kawah gunung merapi.

Barangkali, engkau yang tidak mengenaliku atau engkau berpura-pura mengenaliku. Padahal cinta itu, tentang bagaimana cara kita memakrifatinya.

Pada cinta itu. Ada kebingungan yang diam. Pada rindu itu, ada kemarahan yang melelahkan. Mestinya, engkau mengatakannya terlebih dahulu. Duhai Jiwa. Sebelum menghukumku?.

Tentang tabah itu pula, kita telah terbiasa kalah. Padanya, air mata tidak seasin biasanya. Hanya sebentar saja, sementara adanya. Seperti embun dipagi buta.

Pada kuncup muda, dedaunan. Sebab, waktu telah melatih kita untuk berdamai dengan segala.

Yah, Aku sudah banyak melihat derita. tetapi, tidak ada sepilu rindu.

Andaikkan, kerinduan ini dapat dinomilkan. maka, banyak recehan yang niscaya ku dermakan demi merajut cinta yang kini sepi didaur waktu.

Andaikkan, kerinduan ini dapat dinarasikan. maka, jiwaku tak akan lara.

Karena kerinduan adalah bahasa jiwa yang sulit ku tafsirkan. maka Biarlah ku rawat sehangat mungkin, agar ia tak akan nanar dalam sembilu.

Ya Qodi Robbul Jalil, Lindungalah Ia dengan Kekuatan Cinta-Mu, agar kedamaiaan selalu Hadir dalam kehangatan yang tak terkira, walau Ia di pelupuk Mata.

Biar kulangitkan saja doa atas rasaku. Engkau tak perlu tahu berapa bilangan rindu yang sedang menderaku.

Rinduku; Ku titip pada lidah gelombang agar mengantarnya tepat dihadapamu.

Terimalah dengan segenap rela. Jangan biarkan Ia membuih.


- Makassar, 21/01/2021 -



***

- MENGINGATMU -


Pada sebuah ingatan, Rindu adalah tahanan waktu.

Mendulang angan berulang-ulang, Menggali kenangan berkali-kali.

Ada kisah terlalu dalam, Biarkan saja berserakan.

Agar di terjemahkan sendiri oleh waktu.


- Makassar, 28/072021 -



***

- MENGINGATMU 1 -

Dini hari yang dingin, ketika Engkau Nona menyentuhkan dahi yang basah diatas sajadah.

Hingga ke lereng malam, Nona menghamparkan kain khas tenunan Ibu-Ibu yang tekun mengejar asa ke atas jasad, yang cepat sekali berharap dalam kecemasan.

Pola pikirmu, jangan seperti kamboja yang gagal berbunga, meluruhkan hampir semua daunnya ke area pemakaman.

Jangan cemas Nona, musim semi akan datang.

Percayalah aku selalu memprioritaskan mimpi kita. Cobalah berenang di pupil mataku, Nona akan melihat denyut keseriusan di situ; Sekencang hujan pertama, saat musim kemarau panjang hampir berkarat.

Nona, Mengingatmu selalu berulang seperti frekuensi nadi, tenanglah Nona.

Tidak ada penyakit yang bisa membunuhmu, selain kecemasan dan berpikir yang berlebihan.

- Alor, 03 Maret 2019 -


***
- Telah ku titip pada hujan -



Bagaimana kita bisa saling mengerti. Jika yang Jatuh dan kian deras adalah kebekuan. Bukankah, hal itu telah lama kita cairkan. 

Kita kehilangan percakapan, Dan tak punya waktu senggang. Walau hanya untuk sekedar memilih. Pada mazhab apa kerinduan mesti bertasbih. 

Sabarlah..!. 

Semua akan tiba pada waktunya ; Dimana jalan pulang kita searah dan membuka pintu rumah yang sama, Dan saat itu, mencium keningmu adalah ibadah. 

- Makassar, 31/12/2020 -


***
--Api Dihati Orang Yang Terdzolimi--


Alkisah, seorang guru memukul muridnya. Adalah Al-Ma'mum yang dipukuli oleh gurunya tanpa sebab. Maka, Al-Ma'mum bertanya : " kenapa engkau memukulku?".

setiap al-Ma'mum menanyakannya, gurunya selalu menjawab, "diam".

Setelah 20 tahun berlalu, Al-Ma'mum menjadi seorang Khalifah, kemudian dia memanggil gurunya dan berkata : " kenapa engkau memukulku saat masih kanak-kanak, padahal aku tidak melakukan kesalahan?".  

Sang Guru pun tersenyum dan bertanya : " Belum lupakah engkau, Wahai Al-Ma'mum?".

Al-Ma'mum menjawab : "Demi Allah, aku belum lupa".

Kemudian sang Guru menjawab : " perlu engkau tau bahwa Orang-orang Yang Terdzolimi tidak akan pernah lupa. Olehnya, jangan berbuat dzolim kepada siapapun. Sebab, Kedzoliman itu seperti api yang tak akan pernah padam diHati setiap orang".

Maka, jangan mendzolimi siapapun. Agar Doanya tidak membahayakanmu. Sebab, Seseorang berubah dalam dua keadaan : ketika bertambah pengetahuannya atau Hancur hatinya.

Perkataan atau Perbuatan Yang menyakitkan itu seperti engkau menancapkan paku pada kayu. Sedang permintaan maaf ibarat engkau mencabut paku itu. Tapi, apakah bekas yang ditinggalkan paku itu bisa hilang?.

Itulah sebabnya, Kata Cak Nun ; " Sehebat apapun pengetahuanmu. Di hadapan Patah Hati, engkau bukan apa-apa". 

Makanya Ibnu Taimiyah bertutur " Jangan terlalu bergantung pada siapapun didunia ini. Karena, bahkan bayanganmu sendiri meninggalkanmu dalam kegelapan".

Mengapa demikian?.

Karena Kata Sayiina Ali Bin Abi Thalib "Aku sudah merasakan seluruh kepahitan dalam hidup. Dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia". 

Untuk itulah, kita inap-inapkan saja dalam diri kita, apa yang disampaikan Rumi Yang Maulana itu bahwa ; "Ketika dunia mendorongmu untuk berlutut. Saat, itulah waktu yang tepat untukmu berdoa".

Yahh, Aku bukan penggiat yang baik. Tetapi, Tuhan terlalu banyak menyimpan kamu dikepala.

Bahkan sejauh ini aku memunggungimu, sedekat itu Tuhan mempertemukan kita dalam ingatan.

--Sabtu, 4 September 2018--


***
-Coretan Rindu 7-


Menjamu masa lalu, mendidihkan lagi kemauan. Rotasi waktu belum berhenti,  masih ada matahari yang menjamu pagi esok. 

Engkau Benar-benar riuh dikepalaku, bahkan acap terdengar sayup dijantungku. 

Dalam sunyi, engkau melintas. tak menetap, supaya bisa kembali. 

Apakah itu Rindu?. 

Ahhhh... hanya rindu-lah yang mampu mengabaikan waktu. Sebab, ia adalah kesan membekas. Penghuni senyap, pikiran dan hati. 

Kepada sunyi, rindu tak perlu pamit. Begitu yang lalu, begitu yang nanti 

Tetapi, Aku membutuhkanmu untuk merapikan kata, mencipta puisi.

Tak kuat seperti gelombang, hanya buih. ku harap hinggap diingatanmu seteguh prasasti.

Sungguh, seluruh daya ciptaku, bahkan setiap nafasku, kuwakafkan sebagai puja puji.

Masikah itu belum cukup.?.

Perihal Rasaku, Biarlah kulangitkan saja doaku. Engkau tak perlu tahu berapa bilangan rindu yang sedang menderaku.

Rinduku; Ku titip pada lidah gelombang, agar mengantarnya tepat dihadapamu!. 

Terimalah dengan segenap rela. Jangan biarkan dia membuih

Sebab, Rindu ini dendam ; adinda, sisi lain dari cinta yang kerap dimunculkan jarak dan penantian. Sekali waktu meletup ; saling berbalas.

Entah, Pada malam mana aku harus menyerah?. Sebab, debar ini adalah detak ribuan jantung kerinduan. 

Jika Realitas semakin getas menyuburkan rindu dalam haru?. Yang ku yakin satu, Tuhan Maha Tau. 

Yaaah...Aku perindu yang bersembunyi disunyi. Kutulis di udara, tanpa pena. Semoga sampai pada nafasmu. 

Di pojok ruang pikir yang keruh. Rindu adalah duta bahagia. 


-- Makassar, 05/09/2021 (Pukul 02.49) --


***
- CORETAN RINDU 8 -


Purnama tiba dengan pesan, bahwa langit mengetahui semua rahasia malam, Dan menyimpannya rapat-rapat.

Pada malam ia tiba. Seribu tahun sudah berlalu. Tetapi, Rindu tak menghitung waktu.

Sungguh Naiflah, Jika seseorang yang pernah menjadi bahagian dari kehidupan kita.

Hanya karena Ia melakukan kesalahan. lalu, Ia tak di akui pernah ada dan menjadi bahagian dari perjalanan Kita.

Ibnu Arabi berpesan, "bayanganmu di Mataku. Namamu dalam mulutku. Tempatmu dalam hatiku. Bagaimana mungkin, engkau Lenyap".

Silahkan merindu. Sebab, Tak ada Pidana bagi Rindu.

Dalam Sunyi Ia akan melintas. Tak menetap. Supaya bisa kembali. Rindu adalah kesan membekas, penghuni senyap pikiran dan hati 😉.



***
- CORETAN RINDU 9 (Jauh Bukanlah Jarak) -

Sungai kecil meliuk dipinggang bukit. Di tuntun bulan setengah, perlahan menuju lembah. Bertahun-tahun telah berlalu dan rindu masih disitu.

Entahlah, jarak kita sejauh langit Atau sedekat langit-langit. Yang pastinya Rinduku tetap sama.

Jarak bukanlah penjara, pertautan Rindu akan selalu merdeka bagi siapa saja yang merasakan jauh di pelupuk Mata.

Bagaimana Jarak Tidak menjadi Jauh?. Bila Hati kita tak sabar. Sabarlah!. Sebab Yang Tiba Dibatas hari. Tiba, karena Rindu.

Biarkanlah sejenak Lelehan rinduku menetesi hatimu Dan melahirkan anak-anak sungai yang bermuara di palung do'a. Sembari ku kidungkan nada-nada manja yang mengusap sisi hidup dan menghembus riap-riap ceriamu.

Tidak perlu cemas. anggap saja jauh Itu hanyalah satuan jarak yang di besar-besarkan oleh rindu.

Jika tak juga tahu apa sesungguhnya rindu?. Maka, Pejamkan matamu sepuluh detik. lalu ingat namaku.

Katakan jika suatu hari, angin mulai berbisik di dadamu. Maka, segeralah melantunkan doa-doa, Agar dinding langit tersingkap Bagi pertemuan jiwa, yang tak memerlukan jarak, atau Tetaplah purnama. Sebab, Di sanalah pandangan kita akan bertemu.

Namun, Ingat. agar rindu ini tetap terawat. Sekali Ternoda, Kita butuh jutaan detik untuk mengembalikanMu.

Percayalah, Rindu ini selalu datang dengan bahasa kecenderungan yang jarang di pahami, sepertiMu Yang penuh misteri.

Demikianlah, Merindu memang selalu di awali air mata Hangat...!!


***
- BERJARAK, BUKAN MENJAUH - RUMUS RINDU -

Jauh dan Jarak adalah dua hal yang berbeda. Jauh adalah bentangan Ribuan kilo meter di pelupuk mata. Sedangkan,  Jarak adalah Kita dekat, hanya satu ketukan spasi. Namun, engkau abai pada bahasa kesunyian.


Saya terpaksa mau berlabuh. Menurunkan sauh. Menyiapkan Ransum alakadarnya ; Nasi jagung, Sayur labu dan ikan kering sebagai bekal mengarungi perjalanan Panjang. Sembari menambal tiris bahtera Yang terhempas Gelombang ombak, Topan dan badai angin. 

Bekal secukupnya dan bahtera kayu, cukup untuk perjalanan panjang. Tetapi, tidak untuk perjalanan Jauh. Perjalanan Jauh hanya berlayar mengarungi selat, samudera dan benua. Tetapi, perjalanan Panjang, insya Allah akan melintasi Ruang dan waktu. Sesuai perintah waktu.

Di titik itulah, Syarat dan ketentuan Mendasar penumpang Bahtera, sebelum membeli tiket adalah Puasa dan Sholat Berjama'ah. Sebab, Dinamika dan dialektika pelayaran akan menggahar dan Menyasar palung terdalam relung.

Di tengah Lautan, Kita akan menyaksikan berbagai Jenis Bahtera dan Jenis Penumpang, Jika Puasa (menahan) Dianggap sepele. Sebagaimana Tabiat Manusia, akan Membandingkan dan menginginkan hal serupa.

Di tengah lautan juga, kadang Bekal Habis, Minyak penggerak kapal pun habis. Jika sholat Berjama'ah (bersama) dianggap remeh. Maka, Penumpang (jama'ah) akan mengambil inisiatif sendiri ; terjun bebas ke laut.

Semua itu Terjadi, karena Engkau dan Kebanyakan kaummu melihat (bukan memandang) dengan Kaca material, bahwa Nahkoda terpercaya selalu terlahir dari lautan yang bersahabat dan Jenis Bahtera apa yang di tumpangi.

Padahal, Gelombang, Topan, badai, bekal yang habis dan sesekali mengembangkan Layar, kala Mesin Bahtera kehabisan Minyak adalah peluang dalam mengasah panca indra dan cara kita menguatkan kuda-kuda, serta Romatika Yang begitu Syahdu.

Hal Ini bukan dogeng. Sudah banyak jejak sejarah yang Hampir Fosil mengabarkan itu. Tidakkah Engkau dan kebanyakan kaumMu membacanya. Bahwa Nahkoda Seumpama Saweragading, Ibnu Batutah, Laksamana Cheng Ho, Nuh dan Muhammad, hanya menggunakan Bahtera Kayu, kompas dan navigasinya adalah bintang, angin sebagai alat pacu kecepatan, serta Keyakinan yang Kokoh bahwa Pelayaran ini akan sampai ketujuan yang sejati.

Tetapi, sebaik-baik Guru adalah alam yang terkembang dan Alam telah memberi tanda ;  mana bayang-bayang (Fatamorgana) dan mana cahaya nyata.

Memang berat, karena Tidak ada pilihan yang mudah. Sebab jika mudah, maka hidup tak lebih dari sekedar memisahkan beras dari sisa gabah. 


***
- MENCARI SENYUMMU -

Sebenarnya, ku ingin damai dalam dekap malam. Tetapi, mataku belum jua mengijinkan untuk rebah.

Tetiba, secangkir kopi pahit berkata : "Masih ada kertas separuh kosong yang mesti kau isi dengan titik dan koma"

Baiklah, kali ini Engkau dengarkanlah, Kataku.

Nona...

Malam ini, aku seperti pemulung rindu, yang berjalan terseok-seok di gang sempit.

Mencari senyumMu, yang disembunyikan puing Bulan.

lihatlah, cahaya rembulan diatas sana. ia bukanlah, cahaya yang haqiqi. Melainkan, cahaya yang majazi.

"Katamu, Engkau tak memahaminya. sebab, Batas Rasionalitas adalah saat ia berupaya memahami hakikat".

Setiap orang tergoda pada kefasihan ucapan. Tetapi, aku adalah sahaya dari guru kesunyian.

Sebab, hanya dalam kesunyian, ungkapan rindu baru dapat aku bicarakan dengan jelas padaMu, Nona.

Kabarnya, engkau bukan copy paste dari rembulan. Tetapi, rembulan yang sesungguhnya.

Seperti Isyarat Rumi yang Maulana itu bahwa " Sinar rembulan akan tetap ada, selama kau tak hindari malam".

Bukankah, telah lama ku membersamai Malam. Tidakkah itu cukup?.

Nona...

Aku gemuruh yang maha sederhana, Sedang engkau (Nona) adalah sayup teduh yang ingin di sapa.

Aku dengung kebisuan yang menggema di dadamu. Namun, engkau Alpa Mengenaliku. Jika saja engkau mendengar Suaraku. Sesungguhnya itu Suaramu.

Pada akhirnya, engkau akan tau bahwa Senyum yang di sembunyikan Puing bulan, bukanlah utopis.

Gelesong Utara, 25/09/2020) -


***
- CORETAN RINDU 6 - 

Waktu adalah bilangan yang mengasyikkan, membentuk siang dan malam.

hadir lalu pulang.

Para pencari kehidupan berlalu lalang di senja kehidupan, menuju jalan pulang.

Sebentar lagi.

Biarkan rindu ini tergelincir bersama senja.

Jangan di embun pagi atau di hangatkan malam.
















#Rst
#NalarPinggiran

Sabtu, 16 Januari 2021

ANTARA DENTING PERINGATAN TUHAN ATAU KEALPAAN MANUSIA




Margareth Marcus atau "Mariam Jameelah" (Murid Kesayangan Abu A'la Al-Maududi); suatu ketika pernah mengatakan bahwa memisahkan faktor transendental dari fenomena alam merupakan bentuk sekularisme paling mengkhawatirkan. namun, menganggap fenomena alam adalah tanda dari Tuhan justru jauh lebih mengkhawatirkan.

Sederhanannya begini; terjadi kecelakan, kita beranggapan itu kesalahan manusia tanpa ada Takdir Tuhan di situ, maka itu bentuk sekularisme yang mengkhawatirkan. Namun justru lebih menghkawatirkan, jika kita menganggap bahwa kecelakaan itu adalah Takdir Tuhan. tanpa melihat kesalahan yang di lakukan oleh seseorang sehingga ia celaka. Asumsinya, bisa beragam. Tergantung dari jenis musibah apa yang dialami manusia

Lantas, apakah bencana yang menimpa kita, sealur dosa ataukah peristiwa alam yang niscaya di tangkap dengan kemampuan supra-Rasional?.

Misalnya, Karam atau tenggelamnya kapal tidak melulu soal bencana alam yang misterius. Sebab, Selain Tuhan tidak ada yang bisa, bahkan layak di pandang misterius, bencana alam sekalipun. ia merupakan otoritas manusia, bukan Tuhan. kecelakaan laut, kebakaran hutan, gempa bumi, meletusnya gunung, banjir dan tanah longsor. murni kelalaian, keabaian, kealpaan dan keteledoran manusia.

Seperti, musibah Kecelakaan di laut. Kita mesti mengurainya lebih jauh ; Yang buat kapal adalah Manusia, yang menahkodai kapal adalah manusia, sedangkan laut adalah hamparan samudera semesta yang di titipkan Tuhan untuk "di mengerti" dan "di manfaatkan" oleh manusia.

Banjir dan tanah longsor, misalnya ; bagaimana Siklus sampai terjadinnya Hujan, hingga mengakibatkan longsor. Jika intensitas Hujannya tinggi, yang perlu di jawab adalah mengapa hal itu bisa terjadi?. Adakah hal itu berkaitan dengan keabaian kita pada pembangunan Infrastruktur, yang tidak mempertimbangkan analisis dampak lingkungan. Apakah salah hujan ataukah daerah serapan air yang di konversi menjadi bangunan-bangunan pencoret langit, penyanggah tanah (Hutan) dan gunung telah di babat dan di bom. Muara dari perjalanan Hujan, di hadang dengan Proyek reklamasi.

Akal harus mampu menguraikannya. sebab, semua yang terjadi di semesta ini, Niscaya mengikuti hukum Sunnatullah. Qur'an sudah tegas menyebutkan, bahwa alam ini di tundukkan Tuhan agar menjadi rahmat, sumber kebahagian kepada ummat manusia. Begitu saintifiknya Ilustrasi Qur'an kepada kita. Jika alam bergeser dari titik keseimbangannya, maka itu salah manusia, jangan menyeret Tuhan untuk bertanggung jawab atas semua ini. karena, kita tidak bisa berharap semua ini akan selesai, jika semua di kembalikan kepada Tuhan, itu bukan solusi pada manusia yang di beri amanah untuk bertanggung jawab atas sesamanya di semesta ini.

Dalam diskursus tentang biosphere and environmental ethics. alas pijak kebijakan Neo develomentalis ialah justice the merginals.

Jika tafsirannya yang di perluas. Maka, kelompok yang terpinggirkan dan terbuang, teralienasi dalam bahasa Marx atau Mustad’fin dalam Terma Murtadha Muthahari. Kelompok pinggiran itu Tidak hanya Manusia. tetapi juga, tatanan ekologi dan lingkungan. Sudahkah kita memikirkan dan mempertimbangkan hal itu?.

Secara filosofis, argumentasi kita mesti dimulai dari situ. bukan melompat menjadi perdebatan like or dislike. person to person. Sebab, Kadang yang di samarkan dari potret pembangunan ialah relasi eksploitasi yang massif atau sebentuk PELACURAN antara penentu kebijakan dan pelaku bisnis.

Di dalam Q.S Al-Jatsiyah; 13, sebagaimana yang saya sampaikkan diatas, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَسَخَّرَ لَـكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَ رْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰ يٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
wa sakhkhoro lakum maa fis-samaawaati wa maa fil-ardhi jamii'am min-h, inna fii zaalika la-aayaatil liqoumiy yatafakkaruun

"Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir."

Allah menciptakan seluruh alam raya untuk kepentingan manusia, kesejahteraan hidup dan kebahagiannya, sebagai rahmat darinya. Akan tetapi, hanya golongan Manusia yang berpikir yang mengerti dan kemudian memanfaatkan karunia itu. Allah telah memerintahkan kepada kita untuk mempergunakan akal - pikiran dan melarang segala sesuatu yang menghambat perkembangan pemikiran yaitu berupa pewarisan yang membabi buta atau Tradisi-tradisi lama (Mitos) yang merupakan cara berpikir dan tata kerja generasi sebelumnya, terdapat Dalam Q.S. Al-Baqorah ; 170, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَاِ ذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ قَا لُوْا بَلْ نَـتَّبِعُ مَاۤ اَلْفَيْنَا عَلَيْهِ اٰبَآءَنَا ۗ اَوَلَوْ كَا نَ اٰبَآ ؤُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ شَيْئًـا وَّلَا يَهْتَدُوْنَ
wa izaa qiila lahumuttabi'uu maaa angzalallohu qooluu bal nattabi'u maaa alfainaa 'alaihi aabaaa-anaa, a walau kaana aabaaa-uhum laa ya'qiluuna syai-aw wa laa yahtaduun

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab, "(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya)." Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk."

 dan Q.S. Az-Zukhruf : 22 - 25. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

بَلْ قَا لُـوْۤا اِنَّا وَجَدْنَاۤ اٰبَآءَنَا عَلٰۤى اُمَّةٍ وَّاِنَّا عَلٰۤى اٰثٰرِهِمْ مُّهْتَدُوْنَ
bal qooluuu innaa wajadnaaa aabaaa-anaa 'alaaa ummatiw wa innaa 'alaaa aasaarihim muhtaduun

"Bahkan mereka berkata, "Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak mereka.""

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَكَذٰلِكَ مَاۤ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِيْ قَرْيَةٍ مِّنْ نَّذِيْرٍ اِلَّا قَا لَ مُتْرَفُوْهَاۤ اِنَّا وَجَدْنَاۤ اٰبَآءَنَا عَلٰۤى اُمَّةٍ وَّاِنَّا عَلٰۤى اٰثٰرِهِمْ مُّقْتَدُوْنَ
wa kazaalika maaa arsalnaa ming qoblika fii qoryatim min naziirin illaa qoola mutrofuuhaaa innaa wajadnaaa aabaaa-anaa 'alaaa ummatiw wa innaa 'alaaa aasaarihim muqtaduun

"Dan demikian juga ketika Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, "Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekadar pengikut jejak-jejak mereka.""

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

قٰلَ اَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِاَ هْدٰى مِمَّا وَجَدْتُّمْ عَلَيْهِ اٰبَآءَكُمْ ۗ قَا لُوْۤا اِنَّا بِمَاۤ اُرْسِلْـتُمْ بِهٖ كٰفِرُوْنَ
qoola a walau ji-tukum bi-ahdaa mimmaa wajattum 'alaihi aabaaa-akum, qooluuu innaa bimaaa ursiltum bihii kaafiruun

"(Rasul itu) berkata, "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih baik daripada apa yang kamu peroleh dari (agama) yang dianut nenek moyangmu?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mengingkari (agama) yang kamu diperintahkan untuk menyampaikannya.""

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

قٰلَ اَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِاَ هْدٰى مِمَّا وَجَدْتُّمْ عَلَيْهِ اٰبَآءَكُمْ ۗ قَا لُوْۤا اِنَّا بِمَاۤ اُرْسِلْـتُمْ بِهٖ كٰفِرُوْنَ
qoola a walau ji-tukum bi-ahdaa mimmaa wajattum 'alaihi aabaaa-akum, qooluuu innaa bimaaa ursiltum bihii kaafiruun

"(Rasul itu) berkata, "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih baik daripada apa yang kamu peroleh dari (agama) yang dianut nenek moyangmu?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mengingkari (agama) yang kamu diperintahkan untuk menyampaikannya.""

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَاِ ذْ قَا لَ اِبْرٰهِيْمُ لِاَ بِيْهِ وَقَوْمِهٖۤ اِنَّنِيْ بَرَآءٌ مِّمَّا تَعْبُدُوْنَ 
wa iz qoola ibroohiimu li-abiihi wa qoumihiii innanii barooo-um mimmaa ta'buduun

"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah,"

artinya berpikir dan bekerja menurut Fitrah atau Sunnatullah (Hukum Ilahi) yang Haq adalah Moderenitas. moderinitas tidak selalu di tandai dengan Bangunan Infrastruktur statis yang megah. lalu dalam waktu bersamaan, kita mengeksploitasi alam. Sebab, alam adalah haq (benar). Sebagaimana yang di sampaikkan Allah, Dalam Qur'an, bahwa Allah menciptakan alam dengan Haq (benar), bukan dengan Bathil (Palsu), terdapat dalam Q.S.An-Nahl ; 3, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضَ بِا لْحَـقِّ ۗ تَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
kholaqos-samaawaati wal-ardho bil-haqq, ta'aalaa 'ammaa yusyrikuun

"Dia menciptakan langit dan bumi dengan kebenaran. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan."

Dan Q.S. Shad ; 27. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَآءَ وَا لْاَ رْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَا طِلًا ۗ ذٰلِكَ ظَنُّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ۚ فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنَ النَّا رِ 
wa maa kholaqnas-samaaa-a wal-ardho wa maa bainahumaa baathilaa, zaalika zhonnullaziina kafaruu fa wailul lillaziina kafaruu minan-naar

"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang yang kafir itu karena mereka akan masuk neraka."

Bahkan Qur'an menegaskan, bahwa " Allah Mengatur alam semesta ini dengan peraturan Ilahi (Sunnatullah)", terdapat dalam Q.S. Al-Ambiya ; 7, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَمَاۤ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ اِلَّا رِجَا لًا نُّوْحِيْۤ اِلَيْهِمْ فَسْــئَلُوْۤا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
wa maaa arsalnaa qoblaka illaa rijaalan nuuhiii ilaihim fas-aluuu ahlaz-zikri ing kungtum laa ta'lamuun

"Dan Kami tidak mengutus (rasul-rasul) sebelum engkau (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui."

Dan Q.S. Al-Mulk ; 3. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ طِبَا قًا ۗ مَا تَرٰى فِيْ خَلْقِ الرَّحْمٰنِ مِنْ تَفٰوُتٍ ۗ فَا رْجِعِ الْبَصَرَ ۙ هَلْ تَرٰى مِنْ فُطُوْرٍ
allazii kholaqo sab'a samaawaating thibaaqoo, maa taroo fii kholqir-rohmaani ming tafaawut, farji'il-bashoro hal taroo ming futhuur

"yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?"

Namun sebagai Manusia yang temporal, syarat dengan kenisbian bahwa Ada kebenaran diatas laut. Di tengah hutan, diatas gunung, di dalam perut bumi, diatas laut, diantara banjir dan longsor, di tengah reruntuhan puing-puing gempa. Tapi, kita malas mecegatnya.

Setiap peristiwa adalah tanda dan pesan. Tapi, kita seakan tak ingin mencernanya. bencana sealur dosa, secepat itu Tuhan mengirim pesan. tapi, kita enggan memproyeksi hikmah di baliknya. Tenggelemanya kapal, terbakarnya hutan, meletusnya gunung, bergesernya lempeng bumi, banjir, longsor, dsb. bukan bencana alam biasa. peristiwa alam yang di maksud ialah suatu pesan dari langit yang perlu di baca dengan daya supra-Rasional yang kuat.

Sebab, Jauh sebelum hipotesa atom bumi purba, Al-Qur'an sudah menjelaskan dengan gamblang.  Sebagaimana yang tertuang di Q.S. al ambiya : 30. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضَ كَا نَـتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَا ۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَآءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۗ اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ
a wa lam yarollaziina kafaruuu annas-samaawaati wal-ardho kaanataa rotqong fa fataqnaahumaa, wa ja'alnaa minal-maaa-i kulla syai-in hayy, a fa laa yu-minuun

"Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?"

Pernahkah kita bertanya sebelum Hipotesa Atom bumi purba dan Big Bang, hukum-hukum apakah yang berlaku?.

seturut dengan pertanyaan demikian, kita berhenti dan menjawab pasrah. bahwa hukum-hukum metafisikalah yang berlaku. hukum yang bisa di tangkap dengan kecerdasan supra-rasional. Bahwa kejadian demi kejadian, harus di tangkap dengan kecerdasan supra Rasional. kejadian empirik hanyalah tanda kecil untuk memahami kehendak dan hukum yang lebih tinggi di baliknya.

Tuhan dengan segala keinginan dan hukumnya adalah realitas tertinggi yang apodiktif. maka, kejadian demi kejadian harus di baca sebagai tanda, agar manusia dapat menangkapnya sebagai isyarat akan kehendak Tuhan dengan segala kebaikan yang melingkupinya. bukankah selalu terjadi dua dinamika gerak dalam hidup ini. dari yang universal ke partikulir atau partikulir ke universal.

Bertali-tali, bersambung-sambung bencana berpulang pada rumah tabah. silih berganti, setelah luka akibat Jatuhnya Sriwijaya Air, yang menewaskan 50-an lebih, belumlah kering. Ia kembali menghempaskan Pilu di Bumi Antasari Kalimantan, Banjir di Aceh, Longsor di Sumedang dan Jabar. Gempa berkekuatan 6,2 SR menghempas Bumi Manakarra. Belum selesai dengan itu. Semeru mengeluarkan larva dan kawah. banjir dan longsor kembali terjadi di Bumi Sam Ratulangi.

Acap gerutu pada lisan dan keluh pada Qolbu. namun bencana tidak melulu soal kejadian alam biasa menuju keseimbangannya yang paripurna. mungkin saja ini tanda yang niscaya di baca dengan kemampuan surprasional Atau Mungkin juga adalah keabaian kita pada diri yang acap mengeksploitasi nestapa alam dan menanam duka pada sesama.

manusia adalah orbit keseimbangan. Maulana Jalaluddin Rumi pernah menyinggungnya dengan sangat gambalang; bahwa secara mikrocosmos, manusia adalah pusat orbit kehidupan. maka kelakuan manusia yang melanggar kodratnya; termasuk melanggar kodrat identitas seksual adalah satu bagian dari rusaknya tata kosmos dalam pengertian manusia sebagai pusat orbit kehidupan. itulah sebabnya, bahwa Manusia adalah pusat orbit kehidupan. Saat manusia chaos terhadap norma atau keseimbangan bersama alam. maka, alam pun mencari keseimbangan baru. akibatnya terjadilah pergeseran kerah bumi, yang menimbulkan gempa bumi, banjir, longsor, Tsunami, badai angin, dsb.

Bukankah Tuhan telah mengirimkan pesan yang begitu kuat pada negeri kaum sodom (Negeri Nabi Luth)?. Lalu, mengapa kita enggan menagkap ibrah dibalik itu dan menjadikan spirit keimanan yang mumpuni?.

Olehnya, Berhentilah sedetik saja, dari tidak memproduksi ketakutan pada orang-orang. Sebab, merawat kehidupan adalah kewajiban insan.

Gegabah kita yang tak pandai menahan jemari dan tutur, acap membuat kegetiran semakin perih. Janji Tuhan itu Niscaya mewujud, "Wama Kanallahu muadzibahum yastagfirun (Allah tidak akan menurunkan bencana di tengah-tengah mereka yang banyak beristigfar)".

Doa adalah senjata orang-orang yang percaya. karena, Ikhtiar manusia punya batas. Maka, sangat manusiawi jika pekerjaanNya yang Maha sempurna tak mampu di defenisikan dengan pemahaman kita yang cacat.

Pada munajat panjang; ada pengakuan kedhoifan dan ketidakberdayaan kita pada kesempurnaanNya. maka, memulangkan segala pinta pada palung harapan adalah bentuk kepasrahan Iman.

Harapan itu selalu ada dan senantiasa bermukim pada Rahim ketabahan, dengan Janji Tuhan dalam Hadis Qudsinya ; "inni laa ahammu biadzabi bi ibadi" (kadang-kadang aku ingin menurunkan bencana kepada manusia. tapi, ketika aku melihat 3 perkara, murkaku surut, bencana aku tarik kembali. Apa itu? ; "Suyukhon rudhto', "Sidyanan Rudhto", "Wa bahaiman rudhto".

Bagaimana bencana tidak bertambah, kita mengamalkan hadist ini terbalik. yang di minta adalah orang Tua tengah malam nangis, anak bayi menyusu. bukan anak bayi di buang ke tempat sampah karena orang tua tengah malam menyusu.

Ada Humor tapi agak tasawuf, orang yang paling tenang hidupnya adalah Tukang parkir, silahkan lihat tukang parkir. walaupun mobilnya banyak, mereknya bagus-bagus, tidak pernah dia sombong. Nanti mobil dan motor pergi satu persatu, dia tidak pernah bersedih. Tasawufnya ialah tukang parkir tidak merasa memiliki. tapi, merasa di titipi. Siapa saja yang merasa memiliki, maka bersiaplah merasa kehilangan dan kehilangan itu menyakitkan. Tapi, jika merasa di titipi jabatan, di titipi anak, istri bahkan di titipi harta dan kekayaan hiduplah seperti tukang parkir.

Pertama, titipan tidak boleh membuat kita sombong. di titipi tapi sombong : misal ; Ais, titip motor yah, setelah yang punya pergi, saya mondar mandir. Ada orang di titipi jabatan oleh Allah, sombongnya bukan main. Lihat Fir'aun sombongnya bukan main. jadi, jika ada pejabat yang sombong, itu anak buah Fir'aun. Di titipi harta oleh Allah, sombongnya bukan main. sama tetangga tidak mau kenal, semua orang kecil semua, jalan tidak injak Tanah. Jalangkung.

Kedua, titipan harus di jaga baik-baik, jika tidak yang menitip akan marah. Misal : Ais, titip motor yah. waktu orangnya mau ambil motornya. kaca spion pecah, knalpot hilang, bamper hancur. Yang menitip pasti marah, saya kan menitip, kenapa tidak di jaga baik-baik. Di titipi jabatan oleh Allah, isinya korupsi, despotik, dzolim dan berlaku sewenang-wenang. Yang menitip pasti marah?.

Allah menitip Indonesia : hai rakyat, ini indonesia, aku titip Kata Allah. ini negara besar dan kaya, bahkan di tebus dengan darah, air mata, keringat dan nyawa. malaysia memang merdeka, tapi di berikan Inggris. Memang singapura merdeka tapi di berikan inggrish. Indonesia merdeka di tebus dengan darah, air mata, keringat dan nyawa. Tanahnya subur, diatas perut buminya tumbuh beraneka ragam tanaman, di dalam perut buminya terdapat gas, batu bara, minyak, emas. Hutannya kaya, lautnya kaya. Kekayaan ini harus di gunakan bagi sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, begitu amanat Konsitusi. Di salah gunakan, di korupsi, di eksploitasi, di lacuri. Maka, yang menitip marah dan jika yang menitip marah. maka dia suruh mahkluknya yang lain untuk menegur ; Gunung-Gunung, Tanah, angin, air dan api.

Kita semua ini adalah Hamba Allah, itu kata Allah atau kata "kita"?. Kalau kata kita itu namanya "mengaku dan klaim". mengaku itu murah dan boleh. apa kita di akui, itu belum tentu?. Berapa banyak diantara kita yang mengaku hamba Allah. tetapi, perbuatannya justru hamba setan, budak jabatan, berbicara tidak sesuai dengan perbuatan.

Menjadi hamba Allah itu, tidak mudah. harus di tempa, di uji dan di didik. Sejauh yang ku tau, cuman satu manusia yang di akui sebagai Hamba dan itu Allah menukilkannya dalam Qur'an yaitu hanya Nabi Muhammad S.A.W.

Kapan?. saat perintah Isra Mi'raj ; "subhanalladzi asra bii abb di (Maha suci Allah yang telah memperjalankan HambaNya)". Nabi Muhammad, di akui sebagai hamba setelah melewati tempaan dan ujian. sahabatnya di bunuh, di caci, di hujat, di lempari kotoran unta bahkan di fitnah, sahabat-sahabatnya di bantai.

Orang yang paling bersih hatinya adalah Rasulullah. Orang yang paling baik ahklaknya adalah Rasulullah. Orang yang dosanya, oleh Allah sudah mendapat jaminan ampun adalah Rasulullah. Namun Rasulullah, bengkak Kakinya, karena rajin sujud. pada tingkat seperti itu, Rosulullah butuh Allah.

Yang 100 Tahun kita bangun, hancur oleh gempa 3 menit dan gempa kalau datang pada orang baik, itu namanya ujian. Jika menimpa orang setengah baik dan setengah tidak baik (seperti: sholat rajin, maksiat tekun. baca Qur'an mau, fitnah orang hobi. puasa iyah, mencuri jalan terus), ini yang acap membuat malaikat pusing dan hal ini adalah teguran. kenapa di tegur, karena lalai. kalau orang jahat kena teguran, itu namanya tanda jadi, kontan di akhirat.

Kalau di uji bukan hanya lulus tapi harus sabar. Jika di tegur, introspeksi diri, perbaiki yang kurang. kurangi yang memang berlebihan. 

Bertali-bertali, bersambung-sambung musibah datang. jika musibah datang. dia tidak memilih mana orang baik dan mana orang tidak baik.

Itulah sebabnya, Nasehat menasehati dalam kebenaran adalah inti ajaran Islam : "Ta' muruna bil ma'ruf" (ajak orang berbuat kebaikan), "waa laa tan hauna anil mungkar (larang mereka dalam berbuat kejahatan)". Sekalipun tuntunan etiknya para ulama berselisih pandangan tentang metode Nasehat menasehati. Tetapi, kita tidak usah masuk kedalam perselisihan padangan para Ulama. Sebab, kita bukan ulama. Qur'an memerintahkan kita untuk mentadabburinya, sehingga Saya lebih memilih mengeluarkan sendiri ayat Qur'an tentang metode menyampaikkan nasehat, sebagaimana yang tertuang dalam Q.S. An-Nahl :125. Di situ jelas dan tegas, bagaimana tuntunan etiknya.

Jika itu tidak kita lakukan, aku khawatir Kata Nabi, "La Yusikanna ayyaba afallahu alaikum i'toban" (akan datang Hukuman kepada kalian, buah dari perbuatan kalian yang tidak mau tau terhadap perbuatan dosa), "Tsumma tad una hu" (Kalian datang beramai-ramai ke tanah lapang, kalian angkat tangan dengan tetes air mata), "Faa laa Yustajabu lakum (Doa kalian tidak di kabulkan)".

Mengapa tidak dikabulkan, karena Tidak saling nasehat menasehati. Itulah sebabnya, Beriman kepada Allah tidak cukup hanya dengan Sholat, puasa Zakat, Haji. Lebih dari pada itu ialah " Waa tawa saubil Haq watawa saubisshobri" (saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan saling nasehat menasehati dalam kesabaran).

Maka, jika ada orang yang memberi nasehat, dengarkan saja. Boleh jadi dia memberi nasehat bukan karena dia lebih tau dari kita. Barangkali, dia menjalankan satu dari sekian ajaran dan sangat mencintai kita..

Terakhir ; kelak, alam akan hancur sehancur-hancurnya. Gunung-gunung meletes, gempa bumi dimana-mana, air tumpah ke darat, halilintar menyambar, planet-planet bertabrakan dan semua yang hidup akan mati bersamaan tanpa persiapan termasuk para malaikat. Saat itulah Allah berseru-seru "Limanil mulkul yaum (siapa penguasa hari Ini)"; mana itu Fir'aun yang mengaku Tuhan, Mana Abraha, mana Namrud, Mana Mussolini, mana Hitler, mana itu Husni mubarok. Tidak ada yang muncul sebab sudah mati semua.

Allah lalu berkata " Laailaha illa Ana (tiada Tuhan selain Aku). Waktu itu Allah Sombong, jika Allah sombong itu pantas. sebab, "Al qibriayu li ba shi (sombong itu jubahku)".

jangan Sombong..!


*Rst
*NalarPinggiran



Kamis, 07 Januari 2021

AKAL UJUNG JARI TUHAN



Saya merasa heran, terkadang kagum, dan bahkan acap kali takjub juga melihat berbagai kecenderungan manusia sekarang, terutama dalam hubungannya dengan apa yang mereka sebut dengan 'akal sehat'. Misalnya, kalau memang tidak benar-benar mau bekerjasama dengan Tuhan, kenapa tidak kita resmikan saja penghapusan sila pertama Pancasila. Saya tidak keberatan negara ini tak berTuhan, sebab memang tidak ada kewajiban bagi negara untuk berTuhan. Yang ditagih oleh Tuhan kelak bukan negara, tapi manusia.

Silahkan, Anda tidak berTuhan. Asalkan menjalani hidup dengan kesungguhan. Kalau demokrasi Bicaranya, ya demokrasi juga kelakuannya. Kalau teriak perikemanusiaan, ya jijik kepada perikehewanan lah. Kalau pamer hati nurani, ya jangan pakai cinta palsu dong. Kalau pidato membela rakyat, ya membela rakyat. Tuhan juga tidak usah diperdebatkan: silahkan menyebutnya Pangeran, Sang yang Widi, Karaeng, Lahtal, Allah, atau apa saja. Juga silakan, tidak usah ada istilah-istilah itu, biar menjadi bahasa pribadi kita masing-masing. Yang kita perlukan hanya sederhana: kita manusia, bersungguh-sungguh menjalani kebersamaan hidup. Serius terhadap keadilan, kebenaran, kasih sayang, toleransi.

Yang kita alami sekarang ini adalah: Tuhan diakui, tapi tidak sungguh-sungguh. Allah disebut. tapi, proforma dan sekedarnya saja. Nama agama dijunjung, tapi ajarannya hanya dilaksanakan sebatas kondusif terhadap keperluan kita. Nabi kita rekrut untuk ikut dan membenarkan langkah-langkah kita. Tuhan kita angkat sebagai 'karyawan' yang bekerja untuk karier pribadi dan suksesi politik dan ekonomi kita.

Saya tidak keberatan seluruh dunia ini tidak pecaya Tuhan dan membuang agama. Silakan saja. tapi, saya dan keluarga, serta kerabat dekat saya tidak ikut, Coi. Hanya, kalau memang Tuhan dinafikan, kenapa setengah-setengah?. Kenapa tidak menggunakan kebebasan mutlak dalam melampiaskan nafsu semerajalela mungkin. Kenapa tidak mencuri sebanyak-banyaknya, kenapa tidak curang dan licik sejadi-jadinya, menumpuk harta semewah-mewahnya dan kuasa sepanjang-panjangnya?. Kalau tidak ada Tuhan, untuk apa memperhatikan kebenaran, kebaikan, dan keadilan. Kalau nilai-nilai itu hanya bikinan manusia, untuk apa kita terikat padanya. Apa hebatnya manusia sehingga patuh kepadanya?.

Yang saya kagum adalah banyak teman-teman yang sudah telanjur meremehkan Tuhan, sinis kepada akhlak, skeptis terhadap agama. tapi, hidupnya sengsara. Sudah telanjur melakukan berbagai kebohongan, kecurangan, disinformasi, fitnah, sangka buruk, melakukan berbagai pelanggaran yang menyakiti kemanusiaan, yang menabrak hukum, yang merusak tatanan nilai sosial. tapi, hidupnya tidak sejahtera, tidak kaya, tidak berfoya-foya juga. Jika memang tidak ada Tuhan, kenapa tidak hidup berfoya-foya saja, kenapa tidak kawin sebanyak-banyaknya dan menggundik ganti seminggu sekali, kenapa tidak membunuh sana, membunuh sini, kenapa tidak bikin keonaran. Apa susahnya, toh tidak ada Tuhan. Nanti begitu maut datang, usailah segalanya.

Jika memang tidak ada Tuhan, kenapa tidak hidup ngawur. Kalau memang mengakui Tuhan, kenapa hidup ngawur. Kita ini seperti binatang saja, makhluk yang tidak berakal.

Jangan sebut: akal kita tidak sehat. Sebab, akal pasti sehat. Yang tidak sehat, bukan akal. Tidak ada akal sehat, yang ada adalah akal, dan akal pasti sehat. Hati bisa sehat, bisa tidak sehat. tapi, akal pasti sehat. Hati bisa tertutup, tapi akal selalu terbuka. Hati bisa berpenyakit, dan biasanya manusia mempunyai kecenderungan untuk memperparah penyakit hati . Tapi, akal kebal dengan segala macam penyakit. Bagi Anda yang sudah pernah mendapatkan ilmu dan ketenteraman dari Qur' an, silakan perhatikan : Kitab itu menyebut hati dalam berbagai kemungkinan diantara sehat dan sakit. Tapi, akal disebut hanya dalam konteks kesesatan hidup.

Akal tidak sama dengan otak. Karena, Ayam dan kambing juga punya otak. tapi, jangan bilang kambing berakal. Otak itu hanya hardware-mesin dari suatu fungsi berpikir. Adapun akal itu suatu potensialitas rohaniah. Kita harus menggalinya sepanjang zaman. karena, yang kita dapatkan darinya hanya gejala-gejala. Kita kenal inspirasi, kreativitas, ilham, ide, gagasan?. Serpihan-serpihannya melompat dalam kandungan rahasia akal ke mesin memori dan kesadaran kita. Akal itu bagaikan ujung jari Tuhan yang menyentuhkan cintanya kepada kita untuk mentransfer cinta, silaturahmi, janji kasih, dan berbagai anugerah. Kalau dikatakan ada orang kehilangan akal, artinya ia mengalami keterputusan kontak dengan hidayah Tuhan. Pikirannya buntu dan otaknya terbengkalai. Jadi, otak bisa tidak sehat, cara berpikir bisa khilaf dan terpeleset, tapi akal selalu benar dan sehat. Yang tidak sehat itu biasanya adalah metode dan mekanisme berpikir (Fallacy).

Sudah jelas-jelas bikin sakit perut, tetap terus dimakan: itulah politik Indonesia. Sudah ratusan kali bikin bingung dan susah, tetap terus dijunjung tinggi: itulah bangsa Indonesia. Sudah dirasakan pahit dan pahit dan pahit, tetap saja ditaburi gula: itulah kepribadian Indonesia. Sudah terang-terangan menyusahkan rakyat, tetap saja diidolakan: itulah otak Indonesia. Layang-layang diperebutkan dan kertas cek diinjak-injak: itulah mata pandang Indonesia. Emas disepelekan, tinja dihirup-hirup: itulah hidung Indonesia. Terus-menerus salah pilih, tidak mau mengakui bahwa ia salah pilih, tidak mau belajar agar tidak lagi salah pilih: itulah ilmu pengetahuan Indonesia.


*Nalar Pinggiran
*Pejalan Sunyi
*Rst

JALAN SUNYI DAN PERADABAN ISLAM (SERPIH)




Jika ilmu pengetahuan konsisten dan istiqomah dalam perkembangannya. maka, dipastikan akan tiba suatu masa dimana ummat manusia mencapai taraf kedewasaan berpikir untuk betul-betul berperan sebagai khalifah, (asisten Allah) dibumi. Fakta ilmiah menunjukkan bahwa sepanjang otak manusia berpikir keras dan kencang. maka, sel-selnya akan bertambah banyak dan jaringan-jaringan sarafnya menjadi bertambah luas pula, yang pada gilirannya meningkatkan kecerdasan.

Semakin tinggi kecerdasan makin mendewasakan berpikir dan bertindak. Rosulullah Nabi Muhammad Saw sudah memberikan Uswah bersama para sahabatnya di Madinah bagaimana kedewasaan berpikir tersebut menjadikan manusia paripurna merealisasikan kebersatuan dua dimensi dalam diri manusia yakni dimensi ilahiah dan dimensi manusiawi. Penyatuan dua dimensi itulah sesungguhnya yang merupakan makna tauhid yang sering kita dengungkan sebagai intisari ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Tauhid sama sekali bukan konsepsi teologi tentang keesaan Allah. sebab, Allah tidak bisa dikonsepsikan apalagi dipersepsikan. Nabi sangat jelas dalam hal ini. "Apapun yang terbetik dalam benakmu bukan Tuhan, justru Tuhan menciptakannya," sabdanya.

Ketika Rosulullah SAW menegaskan bahwa agama adalah akhlak bukanlah sekedar pernyataan moralitas belaka melainkan penegasan atas gagasan Tuhan adalah sang Mutlak yang tak dapat dipersepsikan maupun dikonsepsikan. Tuhan hanya bisa direfleksikan dalam laku kebaikan dan cinta kasih. Menyatu dengan Tuhan adalah menyatu dengan kebaikan dan cinta kasih. Artinya seseorang yang merealisasikan tauhid akan menjadi personifikasi kebaikan dan cinta kasih; apapun yang dilakukan dan diperbuatnya semata-mata hanya kebaikan, semata-mata hanya cinta kasih. Manusia paripurna. Maka, agama bukanlah sistem aturan keimanan dan peribadatan melainkan situasi keilahian yang menuntun kepada kebaikan. Agama menuntun kepada Allah, Tuhan yang bertajalli dalam kebaikan dan cinta kasih.8

Sejarah otentik Nabi Muhammad Saw memberikan gambaran umum atau pelajaran dasar mengenai Jalan Kenabian untuk Peradaban Tauhid atau Peradaban Manusia Paripurna dengan merumuskan lima prinsip.

Pertama, independensi: kedaulatan diri melalui pengembangan potensi-potensi intelektual, psikis (kejiwaan), dan spiritual. Dalam Al-Qur`an Allah tidak henti-hentinya mengajak ummat manusia menggunakan seluruh potensi yang dianugerahkan kepadanya agar mampu berpikir bebas dan merdeka demi mewujudkan tanggung jawab personalnya. Ini mengantarkan kepada peningkatan keyakinan dari taraf informatif- ilmal yaqin menjadi keyakinan faktual-haqqul yaqin.

Kedua, penyucian jiwa: setiap orang yang hendak mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw harus membebaskan dirinya dari setidaknya ; hasad, dengki, iri, benci dan curang. Allah mengajarkan jalan itu melalui operasi bedah dada Nabi Muhammad SAW saat berusia belasan tahun. Mengapa penyucian jiwa penting, karena agama adalah ketulusan sedangkan seseorang tidak akan mungkin tulus sepanjang sifat-sifat tersebut bercokol dan bersarang dalam dirinya.

Ketiga, kearifan dan kebijaksanaan: seseorang yang telah mencapai taraf keyakinan faktual dan telah melakukan penyucian jiwa akan memiliki sikap arif dan bijaksana dalam segala hal. Seseorang yang arif dan bijaksana memiliki kekayaan dalam memaknai kehidupan. Sebaliknya seseorang yang keyakinannya baru pada taraf informatif akan selalu bertindak secara reakisonal dan emosional.

Keempat, amanah, kejujuran dan tanggung jawab: Nabi Muhammad Saw sudah dikenal sebagai manusia yang paling dipercaya, al-amin bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi. Seseorang akan menjadi al-amin jika memiliki kemampuan bersikap dan bertindak arif dan bijaksana.

Kelima, cinta kasih: Dalam Al-Qur`an Allah menggambarkan dua golongan yang sama sekali berbeda, yang satu "tahsabuhum jami’an wa qulubuhum syatta" terlihat bersatu, tapi hatinya tercerai berai oleh kepentingan masing-masing. Yang satunya lagi adalah "wa rabathna ala qulubihim", Kami (Allah) yang mengikat hati mereka. Kepada para sahabat Nabi Allah mengingatkan kalian hampir saja terjebak kedalam jurang siksaan tatkala ada kecenderungan saling membenci diantara kalian, namun Allah menjadikan hatimu bersahabat lantas kalian merasa bersaudara (QS.3:103).

Baca kembali Sejarah Otentik Nabi Muhammad Saw dan Piagam Madinah. maka, kelima prinsip ini muncul sebagai sunnah Nabi yang paling murni. Dinamika sosial politik umat Islam telah menjadikannya terabaikan, lantaran perlombaan dalam memburu kekuasaan dan harta semenjak dinasti Ummayah (661-750 M) hingga kini.

Selanjutnya baca segenap gagasan, pemikran, sikap dan prilaku Tokoh-Tokoh besar yang sederhana. maka, kelima prinsip tersebut menjadi klop sebagai real sunnah Nabi, sunnah Nabi yang sesungguhnya. Menyadari dan belajar dari pengalaman sejarah bahwa faktor utama penyebab terabaikannya sunnah Nabi yang sesungguhnya adalah hasrat-hasrat yang tidak terbendung untuk mengejar kekuasaan dan harta kekayaan, sehingga sunnah Nabi yang sesungguhnya digantikan dengan sunnah-sunnah yang memenuhi hasrat-hasrat kekuasaan dan harta tersebut. maka, fokus kita kepada menanamkan, menyemai, dan menyuburkan prinsip-prinsip jalan kenabian sebagai jalan peradaban. Terserah kepada Indonesia apakah benar-benar ikhlas hendak menjadikan bangsa Indonesia sebagai manusia yang paripurna. maka, bisa bergabung melingkar bersama dengan kita. Adapun kita harus ditarik-tarik masuk ke kancah perebutan dan perburuan kekuasaan dan harta. maka, kita akan berusaha selalu menghindar agar kesalahan fatal yang selalu terjadi dalam sejarah tak perlu terulang lagi.

Sejarah Otentik Nabi Muhammad Saw mencatat bahwa perang Badr merupakan tonggak sejarah terpenting dalam perkembangan Islam, dimana Allah memperkenankan kemenangan atas hegemoni dan dominasi kebatilan yang diperankan dengan penuh kesombongan dan takabbur oleh kaum Quraisy di Mekkah dan sekitarnya. Pasukan Islam yang dipimpin langsung oleh baginda Nabi mampu dengan segala kesederhanaannya mengalahkan pasukan Quraisy yang memiliki kekuatan berlipat-lipat ganda. Begitu spektakulernya kemenangan tersebut sehingga pasca perang Badr orang-orang berbondong-bondong bergabung ke Madinah memeluk Islam. Sebuah prestasi gemilang yang dicapai Nabi Muhammad Saw, semenjak memulai perjuangannya di Mekkah hingga hijrah ke Madinah. Namun prestasi tersebut, secara ideologis membawa problematika tersendiri bagi keberlangsungan ajaran-ajaran murni Islam. Faktanya bahwa berbondong-bondongnya orang-orang bergabung memeluk Islam pasca perang Badr. karena, menyaksikan sendiri kekuatan dan keperkasaan Islam mengakibatkan panggilan hati dan motivasi mereka memeluk Islam, berbeda dengan para sahabat Nabi yang bergabung semenjak di Mekkah, karena semata-mata percaya kepada Rasulullah SAW dan mencintainya. Seolah-olah perang Badar menciptakan dua orientasi yang berbeda dalam pemahaman para sahabat Nabi terhadap agama. Mereka yang memeluk Islam semenjak awal perjuangan menganut kepercayaan bahwa Islam bermakna mencintai Allah dan rasul-Nya, dan cukup mencintai Allah dan Rasul-Nya. maka, secara otomatis mencintai umat manusia; sementara mereka yang memeluk Islam pasca perang Badar, terutama tokoh-tokoh besar yang akan tampil atau menampilkan diri di atas pangung sejarah dikemudian hari menganut kepercayaan, bahwa Islam adalah kekuasaan.

Kedua orientasi yang berbeda dalam memandang Islam tergambar dalam dialog al-Abbas dengan Ali bin Abi Thalib saat Rasulullah Saw sedang sakit menjelang wafatnya. Husain Mu'nis menulis: "Perhatikan informasi berikut, yang diriwayatkan dari banyak sumber siroh: Ketika Ali bin Abi Thalib keluar dari menjenguk Rasulullah Saw, orang-orang pada bertanya kepadanya, bagaimana keadaan beliau. Ali menjawab (dengan penuh optimisme), "Alhamdulillah membaik". Abbas langsung menarik lengan Ali, dan berkata kepadanya, "Wahai Ali, engkau menganggap biasa. Demi Allah, aku melihat tanda-tanda kematian pada wajah Rasulullah Saw, sebagaimana aku melihatnya pada wajah-wajah keturunan Abdul Muththalib. Mari kita menghadap beliau, menanyakan apakah soal (pengganti beliau) berada ditangan kita, atau jika harus dengan orang lain, kita meminta supaya beliau mewasiatkan kepada kita". Ali berkata, "Tidak. Demi Allah, jika kita memintanya sekarang, orang tidak akan memberikannya kepada kita sesudah beliau pergi". (Al-Baladzari, 1/565).

Sikap Ali bin Abi Thalib merepresentasikan pandangan para sahabat yang memahami agama sebagai cinta, sedangkan sikap al-Abbas merepresentasikan pandangan mereka yang memahami agama sebagai kekuasaan. Kedua orientasi ini semakin tajam kelak pasca khulafa al-rasyidin dan mulainya era baru ditangan Mu’awiyah bin Abi Sufyan serta dinasti-dinasti yang lahir sesudahnya, yang seluruhnya adalah khulafa non rasyidin, dimana ajaran-ajaran agama dilembagakan menjadi 'alat' atau ideologi kekuasaan. Dalam kancah perebutan kekuasaan itu lahir berbagai mazhab dan aliran penafsiran agama, yang meski 'agak mengacaukan’, namun ikut memperkaya khazanah kebudayaan dan pemikiran Islam. Tetapi, semakin menjauhkan Islam dari kemurniannya. Sementara itu orientasi yang memahami agama sebagai cinta memarjinalkan diri atau termarjinalkan oleh perebutan kekuasaan tersebut, dari semenjak generasi sahabat sampai pada tabi’i tabi’in, sehingga pada akhirnya yang dominan dan menjadi mainstream hingga kini adalah rumusan Islam yang berbasis ideologi kekuasaan.

Sungguh terlihat sangat jelas dan terang, betapa kita memainkan peran amat signifikan dan strategis dalam mengembalikan Islam kepada kesejatiannya, sebagai cinta segitiga Allah-Rasul-Manusia menuju kepada pembangunan kembali (revitalisasi) peradaban madaniyah yang berasaskan: Kemandirin (Independensi), Penyucian Jiwa, Kearifan dan Kebijaksanaan, Kejujuran, dan Cinta kasih. Sepanjang ummat Islam belum sepenuhnya kembali kepada kemurnian agama. maka, janji-janji Allah untuk mendapatkan khasanah dunia dan akhirat tak akan pernah teracapai.

Atau Dalam Tajuknya Maulana Muhammad Ainun Nadjib atau yang dikenal dengan Cak Nun, menawarkan tiga pilihan, bahwa faktor kuncinya adalah ;

1. Thariqat: Pendewasaan dan perluasan diskusi yang berkelanjutan.

2. Makrifat: Pembaharuan mental dan kejiwaan masyarakat dan bangsa. Ketangguhan didalam sistem Negara apapun.

3. Bisyaroh: Waktu.

Dan ketiga hal diatas sedang dan sementara digagas dan digaungkan Nalar Pinggiran, sekalipun penulis secara pribadi sesungguhnya telah lama berdialektika dan cukup progresif, kita hanya perlu menjaga konsistensi dan istiqomahnya.


Catatan kaki ; 1. Lihat, Sejarah Otentik Nabi Muhammad Saw, Husain Mu’nis, terj. M. Nursamad Kamba, hal. 309.

2. Ketika Mu’awiyah telah memantapkan kekuasaannya, setelah adanya kesepakatan dengan al Hasan ibn Ali ra, dia hendak menanamkan dalam pikiran umat Islam bahwa pemerintahannya merupakan ketentuan dan takdir Tuhan. Dia kemudian dengan segala cara dan melalui berbagai media menyebarkan gagasan jabariyah atau determinisme yang sudah pasti memancing reaksi pandangan sebaliknya. Perdebatan pun meluas tentang ketentuan dan kehendak manusia. Lihat untuk keterangan lebih lanjut. Al tafkir al falsafi fi al islam, Abd el Halim Mahmud, hal 145;).


*Nalar Pinggiran
*Pustaka Hayat
*Rst
*Pejalan sunyi







Rabu, 06 Januari 2021

KEPEMIMPINAN NABI

KEPEMIMPINAN NABI


Ruang belajar hanya untuk belajar sedikit demi sedikit, tentang makna dan kata-kata. Kefahaman mutlak hanya milik sang penguasa alam semesta.

Suatu ketika, saya sedang duduk di warung Kopi sambil menghisap kretek dan menulis beberapa hal digejet. Tetiba, Di samping. tidak terlalu jauh dari tempat saya duduk. seorang kawan sedang meyetel musik dengan Handphonenya. volumenya keras sekali. 

saya cukup tersentak dan bingung pada cara berpikir kawan saya tersebut. Ini diwarkop, saya lihat kanan, kiri, muka dan belakang. banyak orang memakai Headphone. Sedangkan, dia dengan senang Dan tanpa dosa, dengar musik dengan volume keras. Musik dangdut lagi.

Sejenak, saya terdiam : "Jangan-jangan Kawan saya ini mau tes-tes saja handphone barunya". Ternyata duganku salah. Seketika itu juga, saya Mengambil Headphone di dalam tas dan memberikan pada kawan tersebut. Agar, ia saja yang mendengarkan musiknya dan tidak menganggu orang lain disekitar. Kawan saya mendaku, "Tidak ji bro, Terima kasih". Seketika, ia dengan sigap mematikan audio musiknya. Saya kembali berpikir, ini apa sebenarnya?. 

Yah, barangkali ini salah satu dari sekian berkah belajar Filsafat, dulu. Sehingga apa-apa dipikir. Sampai, saya lupa mau menulis apa. Jadi, sepanjang saya diwarkop, saya gagal menulis, gegera berpikir kejadian tersebut, apa sebenarnya dan salah kawan saya dimana?.

saya sedikit punya pandangan tentang ihwal tersebut, tentang bagaimana kita tidak memiliki sensitivitas tentang ruang?. Maksudnya, Kita susah membedakan, mana ruang personal dan mana ruang publik?. 

Misalnya, tentang puasa. Puasa itu salah satu jenis ibadah yang paling sederhana?. Puasa itu, tidak butuh syarat apa-apa. Sebagaimana halnya Sholat. Yang butuh air untuk wudhu atau Debu untuk Tayammum. Sedangkan puasa, hanya butuh tidak makan, tidak minum, dsb. Tidak butuh apa-apa. Hanya butuh dirinya sendiri. Ibadah puasa merupakan ruang yang sangat privat. Ruang yang sangat personal. Namun, di indonesia, ramadhan kerap dibikin se-ruang publik, (buka puasa bersama, padahal puasanya sendiri).

Bagaimana sebenarnya pemetaannya, Kita seolah tidak memiliki sensitivitas, antara pemetaan ruang personal dan ruang publik?.

Misalnya, kita melihat keributan-keributan yang terjadi di indonesia. Yang juga kerangka dasarnya. karena, kita abai membedakan mana ruang personal dan mana ruang publik.

Kita percaya pada Khilafah sebagai Daulah. Lalu, saya coba membaca beberapa literatur tentang Ihwal tersebut dan menanyakan pada beberapa senior dan kawan yang konsentrasi Epistemiknya pada soal-soal demikian. Mereka menjelaskan panjang kali lebar. Tetapi, saya menemukan bahwa Hal itu, sebentuk Hipotesis saja (baca hipotesis ; anggapan dasar atau jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga. karena, masih harus dibuktikan kebenarannya).

Sebab, Ini masalah kepercayaan personal yang dipaksakan kepada publik. Sama seperti demokrasi. Juga dengan Komunisme. Tidak ada bedanya, sama. Konsep-konsep tersebut merupakan kepercayaan personal yang mesti dibuktikan secara komunal terlebih dahulu. Begitu hipotesisnya. Artinya, orang setuju atau mengikuti konsep yang kita tawarkan, tidak dengan inisiatif personal, apalagi paksaan. Tetapi, dengan membuktikan konsep-konsep tersebut secara komunal.  

Kalau kita cerita konsep demokrasi, misalnya. Socrates saja tidak setuju dengan gagasan tersebut (demokrasi). Socrates yang di daulat sebagai bapak Filosof di Yunani, tidak setuju terhadap demokrasi. Bahkan argumentasinya sangat luar biasa. Ia memberikan analogi tentang Demokrasi, "Kalau kamu setuju dengan demokrasi. bayangkan, jika kita naik kapal dan nahkodanya Tetiba mati. Karena, kita berdemokrasi. maka, kita bebas memilih siapa saja menjadi Nahkoda. Setuju kah kita, tukang sapu di kapal, menjadi Nahkoda?". Bisa Mati konyol kita. Sebab, Tukang sapu tidak punya kemampuan menjadi Nahkoda. Hanya karena kita berdemokrasi, siapa saja boleh menjadi Nahkoda". Begitu logikanya.

Ada Benarnya juga, dari sudut pandang Socrates itu. Tetapi, Saya juga tidak mengatakan komunisme itu benar, Demokrasi itu benar. Terserah yang mana, yang benar. Sebab, ihwal tersebut adalah hipotesis manusia yang ingin menata dirinya dan terserah dia bagaimana cara membuktikannya.

Sependek pengetahuanku, Baginda Nabi Muhammad SAW, begitu di Madinah. Untuk membuktikan Society dan ekosistem yang sudah berjalan, dengan satu Movement. Maksudnya, setelah Madinah menjadi peradaban. Ia menyerang Roma. Sebenarnya, ini menyeramkan. seumpama tikus menyerang Gajah. Karena, yang dicari bukan kemenangan. Tetapi, Steatment, bahwa berani menyerang Gajah (Roma). Akhirnya, yang terjadi bukanlah kekalahan, bukan juga kemenangan. Tetapi, ada sebuah society baru yang lahir, bahwa berani menyerang Society yang sudah Estabilished. Rosul membuktikan Hipotesisnya. Dia membuktikan dirinya. Setelah itu banyak tribe-tribe disekitarnya yang ikut ke madinah. Ikut islam. Walaupun tidak semua, karena urusan islam, ada yang karena urusan ekonomi, keamanan, dsb. Namun, mereka datang karena bukti, bukan karena paksaan atau Inisiatif personal.

jika ada yang percaya Demokrasi. Percaya Khilafah, percaya Sosialisme. Silahkan!. Hanya saja buktikanlah terlebih dahulu diruang privat kita. Apakah kita menjadi manusia diruang kepercayaan kita?. Kita berguna untuk tetangga kita?. Apakah perkumpulan dan komunitas kita bermanfaat untuk sesuatu yang lebih besar?. Jika hipotesis itu terbukti, tidak perlu menyuruh orang masuk. Dengan sendirinya orang akan setuju. 

Saya sangat senang dengan beberapa perkawanan saya belakangan ini. Kita tidak pernah menunjuk, siapa-siapa yang salah. Yang ada adalah kita melihat diri kita masing-masing dan mencoba membuktikan hipotesis-hipotesis kita masing-masing. Kita mencari ilmu, mencoba membuat ekosistem, mencoba membuat masyarakat yang membuktikan dirinya, "apakah ini patut diteruskan". alhamdulillah, tambah banyak yang ikut dan sepertinya banyak yang setuju.

Saya tidak bermaksud mengusulkan Nalar Pinggiran mengganti Negara kesatuan republik indonesia atau Sulawesi selatan. Karena, ini bukan urusan negara. Nalar pinggiran itu urusan mengolah Manusia. Sebab, tidak ada negara tanpa manusianya. Kalau manusia benar, insya Allah negaranya juga benar.

Sekarang kita kembali, pada urusan Nyanyi. Kalau yang nyanyi itu sendirian, itu Ruang personal. Mau Fals, mau kaleng-kaleng bekas bunyinya, atau bagaimana pun. seperti yang sering terjadi dikamar mandi, terserah kamu. Karena, tidak ada yang perduli. jika ditambah dengan satu instrumen. Misalnya, dengan gitar. Itu sudah tidak ruang personal lagi. Sudah menjadi ruang publik. karena, dua orang harus kerja sama ; Jangan Fals, chordnya harus sesuai. Jika tambah Instrumen lagi, Bass, misalnya. Terus terjadi pembagian dan konfigurasi. Ini ruang publik lagi. Bass kamu frekuensi rendah, gitarnya frekuensi tinggi, vokalnya nyanyi-menyanyikan lirik. 

Ketika masuk ke ruang publik, terjadi pemakluman dan pembagian. Jika masih personal dalam bermusik. maka, tidak akan terjadi, harmoni. Gitarnya main kunci C, bassnya main kunci D, vokalnya nyanyi sendiri. Jadinya tidak enak, tidak harmoni. Makanya kita mestinya tidak hanya sekedar bernyanyi. Tetapi, kita ingin membuktikan proses ruang publik didalam Nalar Pinggiran. 



***

NABI TAK MENGAKUMULASI KEKAYAAN

Pada tahun 622-632 Masehi, kepemimpinan prophetic Rasulullah Muhammad SAW di Madinah, memberikan ruang sosial, ekonomi dan politik pada kaum Yahudi, Nasrani dan Islam. Dan 3 kelompok agama ini hidup dalam porsi eko-sosial yang sama; tanpa dikotomi keimanan.

Piagam Madinah, adalah bentuk inklusi sosial dalam kepemimpinan prophetic Rasulullah SAW. Sebagai kesadaran kolektif berbasis keimanan (tauhid) dalam struktur masyarakat Madinah yang plural. Meratakan sekat-sekat theology dalam perlakuan sosial yang equally.

Baitul mal sebagai APBN-nya Madinah kala itu di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW dan khalifah, terdistribusi merata. Sama rasa; tanpa melihat dikotomi identitas keimanan sebagaimana dalam buku The Great of Two Umars yang ditulis Fuad Abdurrahman.

Karakteristik kepemimpinan prophetic Rasulullah SAW tsb, menjadi legacy pada kepemimpinan para khalifah, dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dst. Mereka memberi kebebasan bagi 3 kelompok agama tersebut hidup dalam porsi hak dan kewajiban yang sama selama masa kekhalifahan. Misalnya, pada masa penaklukan Yerusalem oleh Umar Bin Khattab pada tahun 638 Masehi, kaum Yahudi dan Nasrani dibiarkan bebas memperoleh hak sipillnya bagaimana umat Islam. Hidup dalam kerukunan.

Pada tahun 1187, ketika Salahuddin Al Ayyubi merebut Yerusalem, 3 kelompok agama ini kembali diberikan ruang yang sama secara citizenship. Termasuk kebebasan menjalankan agamanya.

Kepemimpinan prophetic Rasulullah SAW adalah legacy. Sebagai suatu bentuk kepemimpinan modern yang mengusung semangat egalitarian dalam corak pemikiran masyarakat Arab yang masih tradisional dan primordial. Bahkan dalam hematnya, kepemimpinan prophetic Rasulullah SAW di Madinah itu, melampaui keprimitifan sosial masyarakat Arab kala itu. Jauh lebih modern dan egaliter. Belum accepted dengan fragmen-fragmen sosial Arab yang amat keras kala itu.

Nah, hari ini, kita letakkan Yerusalem dalam corak kepemimpinan modern dalam teori demokrasi dan HAM yang sophisticated. Apa yang kita saksikan?

Israel sebagai pintu masuk demokrasi Barat di Timur Tengah, memperlihatkan wajah demokrasi yang "anarchism." Memperlihatkan wajah demokrasi yang genocide. Mempertontonkan praktek criminal state.

Di Bulan suci Ramadhan kemarin, militer Israel menyerang umat Islam Palestina yang tengah beribadah. Melepaskan tembakan dan gas air mata. Menghantam umat Islam yang tengah shalat. Memantik kemarahan umat Islam dan milisi Hamas.

Meskipun negara yang dibangun zionis Israel kental dengan corak dan impresi theology, namun pada prakteknya, tangan Tuhan menjadi berdarah dan anarchist sebagaimana terorisme yang acap kali dialamatkan secara serampangan pada Islam dan Timur Tengah.

Dengan menguasai infrastruktur militer, global funding network dengan sumber dana tak terbatas (jaringan Yahudi global), arogansi dan kebengisan diperlihatkan secara telanjang.

Alhasil, zionis Israel tengah membangun suatu negara dengan corak teologis--Yudaisme. Menggeser Al Quds dengan menelusuri jejak artefak raja Solomon. Sosok nabi yang begitu dikagumi umat Islam. Bahkan diceritakan begitu heroik dalam Al quran.

Namun Jejak Haikal Solomon (bait Sulaiman) itu, dicapai dengan darah bocah-bocah tak berdosa di Palestina. Merampok pemukiman penduduk muslim. Merusak lahan pertanian, menenggelamkan perahu nelayan di tepi Gaza. Apa yang sedang kita saksikan?.

Apa aset Rasulullah SAW setelah wafat?. Hanya pedangnya, baju perang, bekas terompah kaki, dan baju sehari-hari yang penuh tambalan. Pun satu bilik kamar di sudut sempit masjid Nabawi.

Rasulullah tidak memiliki aset tanah berhektar-hektar, ratusan ekor unta atau emas berbongkah-bongkah. Clearly, yang ia wariskan pada umatnya adalah Al quran dan sunah.

Tentu Rasulullah SAW bisa saja mengakumulasi kekayaannya. Dia Pimpinan tertinggi di Madinah, dan panglima perang.

Hal yang memungkinkan melakukan "selling influence" atau mengkapitalisasikan menjadi akumulasi aset pribadi (materi). Tapi clearly tidak dilakukannya.

Malah Rasulullah SAW meletakkan dasar-dasar social entrepreneurship, bahwa fungsi harta atau aset adalah pada social philanthropism. Bukan alat untuk menghela prestise atau entertaining.

Baitul Mal adalah prototype social philanthropism dimasa Rasulullah SAW. Sebagai wadah untuk meratakan segregasi sosial. Sebagai wadah agama dan pemerintahan dalam melakukan share of prosperity. Mendistribusikan kemakmuran.

Baitul Mal tidak seperti institusi keuangan sekuler, dimana kelebihan likuidutas diputar secara riba, lalu marginnya dimanfaatkan atau dikorupsi. Atau diputar lagi dengan interest margin yang lebih besar--dalam rangka melipat gandakan keuntungan.

Baitul Mal hanyalah lembaga yang meredestribusi zakat, infak, sedekah dan wakaf pada yang berhak. Tidak ada orientasi margin; keuntungan. Baitul Mal clearly adalah APBN dimasa Rasulullah SAW yang berfungsi sebagai share of prosperity. Titik !

Tentu Rasulullah SAW membutuhkan sosok seperti Ustman Bin Affan dan Abu Bakar Ashidiq. Dua sahabat ini adalah cukongnya (funder) Rasulullah dalam berdakwah. Hartanya adalah sebagai alat pembebas para budak dan kaum marginal kala itu.

Ustman Bin Affan misalnya, setiap berperang, ia menyumbang pada perang Tabuk, ia memberikan 950 ekor unta dan 50 ekor kuda serta 1000 Dinar. Setara dengan Rp.75,6 miliar (Albidayah - Ibnu Katsir. Terj)

Hingga kini hasil dari pengelolaan aset Ustman dalam bentuk cash di akun bank atas namanya adalah sebesar Rp.2,5 triliun. Ini diluar dari total valuasi aset tangible. Hasil dari semua pengelolaan aset, clearly, diperuntukkan bagi fakir miskin di tanah Saudi.

Hartanya bukan sebagai fasilitas untuk menghela prestise dan status quo. Sebaliknya, dengan kekayaan tersebut, menghela mereka secara sosial, untuk ikut berperan dalam memberikan kemakmuran bagi kaum mustad'afin kala itu bahkan hingga kini.

Beberapa waktu lalu, Sri Paus bertemu elit Spiritual Irak, Ayatollah Ali Al Sistani. Alangkah kaget Sri Paus, tokoh spiritual kaliber Syi'ah itu, tinggal di lorong gang sempit di sebuah kampung, kota Najaf.

Ali Al Sistani sebagaimana ditulis Dahlan Iskan, tinggal di rumah kontrakan berkukuran 70 m² dengan biaya perbulan 600.000/dinar (Iran). Setara Rp.200.000/perbulan. Bertemu Al Sistani, Sri Paus datang dan menunggunya di lorong sempit di sebuah perkampungan di kota Najaf Selatan, Irak.

Tentu, ayatollah Al Sistani bisa saja kaya raya seperti kiai SAS yang kini menjadi Komisaris Utama PT KAI (Persero). Tapi ketinggian agamanya tak membuatnya demikian. Namun membuatnya lebih bersahaja.

Dasar-dasar akidah meniscayakan seorang muslim hidup dalam kesahajaan seperti Ayatollah Ali Al Sistani. Atau menjadi socialist philanthropism seperti Ustman Bin Affan, bahkan puncaknya seperti keteladanan profetik Rasulullah Muhammad SAW yang tidur di atas sehelai tikar dari anyaman daun kurma.


* Pustaka Hayat
* Pejalan Sunyi
* Rst
* Nalar Pinggiran