AKAL SELALU WASPADA KECUALI PADA RINDU
Rindu itu api, menyala tanpa dipantik. tak akan padam, jika cuman dihujani ribuan rintik.
Rindu dan waktu adalah dua sisi yang berlainan. Rindu tak mengenal waktu. sementara waktu sering meniadakan rindu.
Disini, Ri butta Celebessi. ada kenangan setinggi jerami. Jangan memantiknya. Nanti ia terbakar sendiri dan melahirkan ribuan rindu.
Ini hal penting, yang tidak pernah engkau tau dan memang Tidak pernah ku kukabarkan pada siapapun : Bahwa Semenjak perpisahan itu ; SAYA KALAH. Sebab, gagal mengusir rindu. Kalau, engkau?. Entahlah..?.
Saya memilih, membenamkan Kerinduan ini, dikedalaman realitas.
Tetapi, ku ingatkan padamu, tentang Untaian kalimat Farouk juwaidah ; " Janganlah engkau mengira diamku, adalah lupa. Sebab, bumi pun diam. Tetapi, didalam perutnya terdapat ribuan titik kawah gunung merapi.
Barangkali, engkau yang tidak mengenaliku atau engkau berpura-pura mengenaliku. Padahal cinta itu, tentang bagaimana cara kita memakrifatinya.
Pada cinta itu. Ada kebingungan yang diam. Pada rindu itu, ada kemarahan yang melelahkan. Mestinya, engkau mengatakannya terlebih dahulu. Duhai Jiwa. Sebelum menghukumku?.
Tentang tabah itu pula, kita telah terbiasa kalah. Padanya, air mata tidak seasin biasanya. Hanya sebentar saja, sementara adanya. Seperti embun dipagi buta.
Pada kuncup muda, dedaunan. Sebab, waktu telah melatih kita untuk berdamai dengan segala.
Yah, Aku sudah banyak melihat derita. tetapi, tidak ada sepilu rindu.
Andaikkan, kerinduan ini dapat dinomilkan. maka, banyak recehan yang niscaya ku dermakan demi merajut cinta yang kini sepi didaur waktu.
Andaikkan, kerinduan ini dapat dinarasikan. maka, jiwaku tak akan lara.
Karena kerinduan adalah bahasa jiwa yang sulit ku tafsirkan. maka Biarlah ku rawat sehangat mungkin, agar ia tak akan nanar dalam sembilu.
Ya Qodi Robbul Jalil, Lindungalah Ia dengan Kekuatan Cinta-Mu, agar kedamaiaan selalu Hadir dalam kehangatan yang tak terkira, walau Ia di pelupuk Mata.
Biar kulangitkan saja doa atas rasaku. Engkau tak perlu tahu berapa bilangan rindu yang sedang menderaku.
Rinduku; Ku titip pada lidah gelombang agar mengantarnya tepat dihadapamu.
Terimalah dengan segenap rela. Jangan biarkan Ia membuih.
- Makassar, 21/01/2021 -
***
- MENGINGATMU -
Pada sebuah ingatan, Rindu adalah tahanan waktu.
Mendulang angan berulang-ulang, Menggali kenangan berkali-kali.
Ada kisah terlalu dalam, Biarkan saja berserakan.
Agar di terjemahkan sendiri oleh waktu.
- Makassar, 28/072021 -
***
- MENGINGATMU 1 -
Dini hari yang dingin, ketika Engkau Nona menyentuhkan dahi yang basah diatas sajadah.
Hingga ke lereng malam, Nona menghamparkan kain khas tenunan Ibu-Ibu yang tekun mengejar asa ke atas jasad, yang cepat sekali berharap dalam kecemasan.
Pola pikirmu, jangan seperti kamboja yang gagal berbunga, meluruhkan hampir semua daunnya ke area pemakaman.
Jangan cemas Nona, musim semi akan datang.
Percayalah aku selalu memprioritaskan mimpi kita. Cobalah berenang di pupil mataku, Nona akan melihat denyut keseriusan di situ; Sekencang hujan pertama, saat musim kemarau panjang hampir berkarat.
Nona, Mengingatmu selalu berulang seperti frekuensi nadi, tenanglah Nona.
Tidak ada penyakit yang bisa membunuhmu, selain kecemasan dan berpikir yang berlebihan.
- Alor, 03 Maret 2019 -
***
- Telah ku titip pada hujan -
Bagaimana kita bisa saling mengerti. Jika yang Jatuh dan kian deras adalah kebekuan. Bukankah, hal itu telah lama kita cairkan.
Kita kehilangan percakapan, Dan tak punya waktu senggang. Walau hanya untuk sekedar memilih. Pada mazhab apa kerinduan mesti bertasbih.
Sabarlah..!.
Semua akan tiba pada waktunya ; Dimana jalan pulang kita searah dan membuka pintu rumah yang sama, Dan saat itu, mencium keningmu adalah ibadah.
- Makassar, 31/12/2020 -
***
--Api Dihati Orang Yang Terdzolimi--
Alkisah, seorang guru memukul muridnya. Adalah Al-Ma'mum yang dipukuli oleh gurunya tanpa sebab. Maka, Al-Ma'mum bertanya : " kenapa engkau memukulku?".
setiap al-Ma'mum menanyakannya, gurunya selalu menjawab, "diam".
Setelah 20 tahun berlalu, Al-Ma'mum menjadi seorang Khalifah, kemudian dia memanggil gurunya dan berkata : " kenapa engkau memukulku saat masih kanak-kanak, padahal aku tidak melakukan kesalahan?".
Sang Guru pun tersenyum dan bertanya : " Belum lupakah engkau, Wahai Al-Ma'mum?".
Al-Ma'mum menjawab : "Demi Allah, aku belum lupa".
Kemudian sang Guru menjawab : " perlu engkau tau bahwa Orang-orang Yang Terdzolimi tidak akan pernah lupa. Olehnya, jangan berbuat dzolim kepada siapapun. Sebab, Kedzoliman itu seperti api yang tak akan pernah padam diHati setiap orang".
Maka, jangan mendzolimi siapapun. Agar Doanya tidak membahayakanmu. Sebab, Seseorang berubah dalam dua keadaan : ketika bertambah pengetahuannya atau Hancur hatinya.
Perkataan atau Perbuatan Yang menyakitkan itu seperti engkau menancapkan paku pada kayu. Sedang permintaan maaf ibarat engkau mencabut paku itu. Tapi, apakah bekas yang ditinggalkan paku itu bisa hilang?.
Itulah sebabnya, Kata Cak Nun ; " Sehebat apapun pengetahuanmu. Di hadapan Patah Hati, engkau bukan apa-apa".
Makanya Ibnu Taimiyah bertutur " Jangan terlalu bergantung pada siapapun didunia ini. Karena, bahkan bayanganmu sendiri meninggalkanmu dalam kegelapan".
Mengapa demikian?.
Karena Kata Sayiina Ali Bin Abi Thalib "Aku sudah merasakan seluruh kepahitan dalam hidup. Dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia".
Untuk itulah, kita inap-inapkan saja dalam diri kita, apa yang disampaikan Rumi Yang Maulana itu bahwa ; "Ketika dunia mendorongmu untuk berlutut. Saat, itulah waktu yang tepat untukmu berdoa".
Yahh, Aku bukan penggiat yang baik. Tetapi, Tuhan terlalu banyak menyimpan kamu dikepala.
Bahkan sejauh ini aku memunggungimu, sedekat itu Tuhan mempertemukan kita dalam ingatan.
--Sabtu, 4 September 2018--
***
-Coretan Rindu 7-
Menjamu masa lalu, mendidihkan lagi kemauan. Rotasi waktu belum berhenti, masih ada matahari yang menjamu pagi esok.
Engkau Benar-benar riuh dikepalaku, bahkan acap terdengar sayup dijantungku.
Dalam sunyi, engkau melintas. tak menetap, supaya bisa kembali.
Apakah itu Rindu?.
Ahhhh... hanya rindu-lah yang mampu mengabaikan waktu. Sebab, ia adalah kesan membekas. Penghuni senyap, pikiran dan hati.
Kepada sunyi, rindu tak perlu pamit. Begitu yang lalu, begitu yang nanti
Tetapi, Aku membutuhkanmu untuk merapikan kata, mencipta puisi.
Tak kuat seperti gelombang, hanya buih. ku harap hinggap diingatanmu seteguh prasasti.
Sungguh, seluruh daya ciptaku, bahkan setiap nafasku, kuwakafkan sebagai puja puji.
Masikah itu belum cukup.?.
Perihal Rasaku, Biarlah kulangitkan saja doaku. Engkau tak perlu tahu berapa bilangan rindu yang sedang menderaku.
Rinduku; Ku titip pada lidah gelombang, agar mengantarnya tepat dihadapamu!.
Terimalah dengan segenap rela. Jangan biarkan dia membuih
Sebab, Rindu ini dendam ; adinda, sisi lain dari cinta yang kerap dimunculkan jarak dan penantian. Sekali waktu meletup ; saling berbalas.
Entah, Pada malam mana aku harus menyerah?. Sebab, debar ini adalah detak ribuan jantung kerinduan.
Jika Realitas semakin getas menyuburkan rindu dalam haru?. Yang ku yakin satu, Tuhan Maha Tau.
Yaaah...Aku perindu yang bersembunyi disunyi. Kutulis di udara, tanpa pena. Semoga sampai pada nafasmu.
Di pojok ruang pikir yang keruh. Rindu adalah duta bahagia.
-- Makassar, 05/09/2021 (Pukul 02.49) --
***
- CORETAN RINDU 8 -
Purnama tiba dengan pesan, bahwa langit mengetahui semua rahasia malam, Dan menyimpannya rapat-rapat.
Pada malam ia tiba. Seribu tahun sudah berlalu. Tetapi, Rindu tak menghitung waktu.
Sungguh Naiflah, Jika seseorang yang pernah menjadi bahagian dari kehidupan kita.
Hanya karena Ia melakukan kesalahan. lalu, Ia tak di akui pernah ada dan menjadi bahagian dari perjalanan Kita.
Ibnu Arabi berpesan, "bayanganmu di Mataku. Namamu dalam mulutku. Tempatmu dalam hatiku. Bagaimana mungkin, engkau Lenyap".
Silahkan merindu. Sebab, Tak ada Pidana bagi Rindu.
Dalam Sunyi Ia akan melintas. Tak menetap. Supaya bisa kembali. Rindu adalah kesan membekas, penghuni senyap pikiran dan hati 😉.
Pada malam ia tiba. Seribu tahun sudah berlalu. Tetapi, Rindu tak menghitung waktu.
Sungguh Naiflah, Jika seseorang yang pernah menjadi bahagian dari kehidupan kita.
Hanya karena Ia melakukan kesalahan. lalu, Ia tak di akui pernah ada dan menjadi bahagian dari perjalanan Kita.
Ibnu Arabi berpesan, "bayanganmu di Mataku. Namamu dalam mulutku. Tempatmu dalam hatiku. Bagaimana mungkin, engkau Lenyap".
Silahkan merindu. Sebab, Tak ada Pidana bagi Rindu.
Dalam Sunyi Ia akan melintas. Tak menetap. Supaya bisa kembali. Rindu adalah kesan membekas, penghuni senyap pikiran dan hati 😉.
***
- CORETAN RINDU 9 (Jauh Bukanlah Jarak) -
Sungai kecil meliuk dipinggang bukit. Di tuntun bulan setengah, perlahan menuju lembah. Bertahun-tahun telah berlalu dan rindu masih disitu.
Entahlah, jarak kita sejauh langit Atau sedekat langit-langit. Yang pastinya Rinduku tetap sama.
Jarak bukanlah penjara, pertautan Rindu akan selalu merdeka bagi siapa saja yang merasakan jauh di pelupuk Mata.
Bagaimana Jarak Tidak menjadi Jauh?. Bila Hati kita tak sabar. Sabarlah!. Sebab Yang Tiba Dibatas hari. Tiba, karena Rindu.
Biarkanlah sejenak Lelehan rinduku menetesi hatimu Dan melahirkan anak-anak sungai yang bermuara di palung do'a. Sembari ku kidungkan nada-nada manja yang mengusap sisi hidup dan menghembus riap-riap ceriamu.
Tidak perlu cemas. anggap saja jauh Itu hanyalah satuan jarak yang di besar-besarkan oleh rindu.
Jika tak juga tahu apa sesungguhnya rindu?. Maka, Pejamkan matamu sepuluh detik. lalu ingat namaku.
Katakan jika suatu hari, angin mulai berbisik di dadamu. Maka, segeralah melantunkan doa-doa, Agar dinding langit tersingkap Bagi pertemuan jiwa, yang tak memerlukan jarak, atau Tetaplah purnama. Sebab, Di sanalah pandangan kita akan bertemu.
Namun, Ingat. agar rindu ini tetap terawat. Sekali Ternoda, Kita butuh jutaan detik untuk mengembalikanMu.
Percayalah, Rindu ini selalu datang dengan bahasa kecenderungan yang jarang di pahami, sepertiMu Yang penuh misteri.
Demikianlah, Merindu memang selalu di awali air mata Hangat...!!
***
- BERJARAK, BUKAN MENJAUH - RUMUS RINDU -
Saya terpaksa mau berlabuh. Menurunkan sauh. Menyiapkan Ransum alakadarnya ; Nasi jagung, Sayur labu dan ikan kering sebagai bekal mengarungi perjalanan Panjang. Sembari menambal tiris bahtera Yang terhempas Gelombang ombak, Topan dan badai angin.
Bekal secukupnya dan bahtera kayu, cukup untuk perjalanan panjang. Tetapi, tidak untuk perjalanan Jauh. Perjalanan Jauh hanya berlayar mengarungi selat, samudera dan benua. Tetapi, perjalanan Panjang, insya Allah akan melintasi Ruang dan waktu. Sesuai perintah waktu.
Di titik itulah, Syarat dan ketentuan Mendasar penumpang Bahtera, sebelum membeli tiket adalah Puasa dan Sholat Berjama'ah. Sebab, Dinamika dan dialektika pelayaran akan menggahar dan Menyasar palung terdalam relung.
Di tengah Lautan, Kita akan menyaksikan berbagai Jenis Bahtera dan Jenis Penumpang, Jika Puasa (menahan) Dianggap sepele. Sebagaimana Tabiat Manusia, akan Membandingkan dan menginginkan hal serupa.
Di tengah lautan juga, kadang Bekal Habis, Minyak penggerak kapal pun habis. Jika sholat Berjama'ah (bersama) dianggap remeh. Maka, Penumpang (jama'ah) akan mengambil inisiatif sendiri ; terjun bebas ke laut.
Semua itu Terjadi, karena Engkau dan Kebanyakan kaummu melihat (bukan memandang) dengan Kaca material, bahwa Nahkoda terpercaya selalu terlahir dari lautan yang bersahabat dan Jenis Bahtera apa yang di tumpangi.
Padahal, Gelombang, Topan, badai, bekal yang habis dan sesekali mengembangkan Layar, kala Mesin Bahtera kehabisan Minyak adalah peluang dalam mengasah panca indra dan cara kita menguatkan kuda-kuda, serta Romatika Yang begitu Syahdu.
Hal Ini bukan dogeng. Sudah banyak jejak sejarah yang Hampir Fosil mengabarkan itu. Tidakkah Engkau dan kebanyakan kaumMu membacanya. Bahwa Nahkoda Seumpama Saweragading, Ibnu Batutah, Laksamana Cheng Ho, Nuh dan Muhammad, hanya menggunakan Bahtera Kayu, kompas dan navigasinya adalah bintang, angin sebagai alat pacu kecepatan, serta Keyakinan yang Kokoh bahwa Pelayaran ini akan sampai ketujuan yang sejati.
Tetapi, sebaik-baik Guru adalah alam yang terkembang dan Alam telah memberi tanda ; mana bayang-bayang (Fatamorgana) dan mana cahaya nyata.
Memang berat, karena Tidak ada pilihan yang mudah. Sebab jika mudah, maka hidup tak lebih dari sekedar memisahkan beras dari sisa gabah.
Semua itu Terjadi, karena Engkau dan Kebanyakan kaummu melihat (bukan memandang) dengan Kaca material, bahwa Nahkoda terpercaya selalu terlahir dari lautan yang bersahabat dan Jenis Bahtera apa yang di tumpangi.
Padahal, Gelombang, Topan, badai, bekal yang habis dan sesekali mengembangkan Layar, kala Mesin Bahtera kehabisan Minyak adalah peluang dalam mengasah panca indra dan cara kita menguatkan kuda-kuda, serta Romatika Yang begitu Syahdu.
Hal Ini bukan dogeng. Sudah banyak jejak sejarah yang Hampir Fosil mengabarkan itu. Tidakkah Engkau dan kebanyakan kaumMu membacanya. Bahwa Nahkoda Seumpama Saweragading, Ibnu Batutah, Laksamana Cheng Ho, Nuh dan Muhammad, hanya menggunakan Bahtera Kayu, kompas dan navigasinya adalah bintang, angin sebagai alat pacu kecepatan, serta Keyakinan yang Kokoh bahwa Pelayaran ini akan sampai ketujuan yang sejati.
Tetapi, sebaik-baik Guru adalah alam yang terkembang dan Alam telah memberi tanda ; mana bayang-bayang (Fatamorgana) dan mana cahaya nyata.
Memang berat, karena Tidak ada pilihan yang mudah. Sebab jika mudah, maka hidup tak lebih dari sekedar memisahkan beras dari sisa gabah.
***
- MENCARI SENYUMMU -
Sebenarnya, ku ingin damai dalam dekap malam. Tetapi, mataku belum jua mengijinkan untuk rebah.
Tetiba, secangkir kopi pahit berkata : "Masih ada kertas separuh kosong yang mesti kau isi dengan titik dan koma"
Baiklah, kali ini Engkau dengarkanlah, Kataku.
Nona...
Malam ini, aku seperti pemulung rindu, yang berjalan terseok-seok di gang sempit.
Mencari senyumMu, yang disembunyikan puing Bulan.
lihatlah, cahaya rembulan diatas sana. ia bukanlah, cahaya yang haqiqi. Melainkan, cahaya yang majazi.
"Katamu, Engkau tak memahaminya. sebab, Batas Rasionalitas adalah saat ia berupaya memahami hakikat".
Setiap orang tergoda pada kefasihan ucapan. Tetapi, aku adalah sahaya dari guru kesunyian.
Sebab, hanya dalam kesunyian, ungkapan rindu baru dapat aku bicarakan dengan jelas padaMu, Nona.
Kabarnya, engkau bukan copy paste dari rembulan. Tetapi, rembulan yang sesungguhnya.
Seperti Isyarat Rumi yang Maulana itu bahwa " Sinar rembulan akan tetap ada, selama kau tak hindari malam".
Bukankah, telah lama ku membersamai Malam. Tidakkah itu cukup?.
Nona...
Tetiba, secangkir kopi pahit berkata : "Masih ada kertas separuh kosong yang mesti kau isi dengan titik dan koma"
Baiklah, kali ini Engkau dengarkanlah, Kataku.
Nona...
Malam ini, aku seperti pemulung rindu, yang berjalan terseok-seok di gang sempit.
Mencari senyumMu, yang disembunyikan puing Bulan.
lihatlah, cahaya rembulan diatas sana. ia bukanlah, cahaya yang haqiqi. Melainkan, cahaya yang majazi.
"Katamu, Engkau tak memahaminya. sebab, Batas Rasionalitas adalah saat ia berupaya memahami hakikat".
Setiap orang tergoda pada kefasihan ucapan. Tetapi, aku adalah sahaya dari guru kesunyian.
Sebab, hanya dalam kesunyian, ungkapan rindu baru dapat aku bicarakan dengan jelas padaMu, Nona.
Kabarnya, engkau bukan copy paste dari rembulan. Tetapi, rembulan yang sesungguhnya.
Seperti Isyarat Rumi yang Maulana itu bahwa " Sinar rembulan akan tetap ada, selama kau tak hindari malam".
Bukankah, telah lama ku membersamai Malam. Tidakkah itu cukup?.
Nona...
Aku gemuruh yang maha sederhana, Sedang engkau (Nona) adalah sayup teduh yang ingin di sapa.
Aku dengung kebisuan yang menggema di dadamu. Namun, engkau Alpa Mengenaliku. Jika saja engkau mendengar Suaraku. Sesungguhnya itu Suaramu.
Pada akhirnya, engkau akan tau bahwa Senyum yang di sembunyikan Puing bulan, bukanlah utopis.
- Gelesong Utara, 25/09/2020) -
Aku dengung kebisuan yang menggema di dadamu. Namun, engkau Alpa Mengenaliku. Jika saja engkau mendengar Suaraku. Sesungguhnya itu Suaramu.
Pada akhirnya, engkau akan tau bahwa Senyum yang di sembunyikan Puing bulan, bukanlah utopis.
- Gelesong Utara, 25/09/2020) -
***
- CORETAN RINDU 6 -
Waktu adalah bilangan yang mengasyikkan, membentuk siang dan malam.
hadir lalu pulang.
Para pencari kehidupan berlalu lalang di senja kehidupan, menuju jalan pulang.
Sebentar lagi.
Biarkan rindu ini tergelincir bersama senja.
Jangan di embun pagi atau di hangatkan malam.
hadir lalu pulang.
Para pencari kehidupan berlalu lalang di senja kehidupan, menuju jalan pulang.
Sebentar lagi.
Biarkan rindu ini tergelincir bersama senja.
Jangan di embun pagi atau di hangatkan malam.
#Rst
#NalarPinggiran










