Mengenai Saya

Kamis, 07 Januari 2021

AKAL UJUNG JARI TUHAN



Saya merasa heran, terkadang kagum, dan bahkan acap kali takjub juga melihat berbagai kecenderungan manusia sekarang, terutama dalam hubungannya dengan apa yang mereka sebut dengan 'akal sehat'. Misalnya, kalau memang tidak benar-benar mau bekerjasama dengan Tuhan, kenapa tidak kita resmikan saja penghapusan sila pertama Pancasila. Saya tidak keberatan negara ini tak berTuhan, sebab memang tidak ada kewajiban bagi negara untuk berTuhan. Yang ditagih oleh Tuhan kelak bukan negara, tapi manusia.

Silahkan, Anda tidak berTuhan. Asalkan menjalani hidup dengan kesungguhan. Kalau demokrasi Bicaranya, ya demokrasi juga kelakuannya. Kalau teriak perikemanusiaan, ya jijik kepada perikehewanan lah. Kalau pamer hati nurani, ya jangan pakai cinta palsu dong. Kalau pidato membela rakyat, ya membela rakyat. Tuhan juga tidak usah diperdebatkan: silahkan menyebutnya Pangeran, Sang yang Widi, Karaeng, Lahtal, Allah, atau apa saja. Juga silakan, tidak usah ada istilah-istilah itu, biar menjadi bahasa pribadi kita masing-masing. Yang kita perlukan hanya sederhana: kita manusia, bersungguh-sungguh menjalani kebersamaan hidup. Serius terhadap keadilan, kebenaran, kasih sayang, toleransi.

Yang kita alami sekarang ini adalah: Tuhan diakui, tapi tidak sungguh-sungguh. Allah disebut. tapi, proforma dan sekedarnya saja. Nama agama dijunjung, tapi ajarannya hanya dilaksanakan sebatas kondusif terhadap keperluan kita. Nabi kita rekrut untuk ikut dan membenarkan langkah-langkah kita. Tuhan kita angkat sebagai 'karyawan' yang bekerja untuk karier pribadi dan suksesi politik dan ekonomi kita.

Saya tidak keberatan seluruh dunia ini tidak pecaya Tuhan dan membuang agama. Silakan saja. tapi, saya dan keluarga, serta kerabat dekat saya tidak ikut, Coi. Hanya, kalau memang Tuhan dinafikan, kenapa setengah-setengah?. Kenapa tidak menggunakan kebebasan mutlak dalam melampiaskan nafsu semerajalela mungkin. Kenapa tidak mencuri sebanyak-banyaknya, kenapa tidak curang dan licik sejadi-jadinya, menumpuk harta semewah-mewahnya dan kuasa sepanjang-panjangnya?. Kalau tidak ada Tuhan, untuk apa memperhatikan kebenaran, kebaikan, dan keadilan. Kalau nilai-nilai itu hanya bikinan manusia, untuk apa kita terikat padanya. Apa hebatnya manusia sehingga patuh kepadanya?.

Yang saya kagum adalah banyak teman-teman yang sudah telanjur meremehkan Tuhan, sinis kepada akhlak, skeptis terhadap agama. tapi, hidupnya sengsara. Sudah telanjur melakukan berbagai kebohongan, kecurangan, disinformasi, fitnah, sangka buruk, melakukan berbagai pelanggaran yang menyakiti kemanusiaan, yang menabrak hukum, yang merusak tatanan nilai sosial. tapi, hidupnya tidak sejahtera, tidak kaya, tidak berfoya-foya juga. Jika memang tidak ada Tuhan, kenapa tidak hidup berfoya-foya saja, kenapa tidak kawin sebanyak-banyaknya dan menggundik ganti seminggu sekali, kenapa tidak membunuh sana, membunuh sini, kenapa tidak bikin keonaran. Apa susahnya, toh tidak ada Tuhan. Nanti begitu maut datang, usailah segalanya.

Jika memang tidak ada Tuhan, kenapa tidak hidup ngawur. Kalau memang mengakui Tuhan, kenapa hidup ngawur. Kita ini seperti binatang saja, makhluk yang tidak berakal.

Jangan sebut: akal kita tidak sehat. Sebab, akal pasti sehat. Yang tidak sehat, bukan akal. Tidak ada akal sehat, yang ada adalah akal, dan akal pasti sehat. Hati bisa sehat, bisa tidak sehat. tapi, akal pasti sehat. Hati bisa tertutup, tapi akal selalu terbuka. Hati bisa berpenyakit, dan biasanya manusia mempunyai kecenderungan untuk memperparah penyakit hati . Tapi, akal kebal dengan segala macam penyakit. Bagi Anda yang sudah pernah mendapatkan ilmu dan ketenteraman dari Qur' an, silakan perhatikan : Kitab itu menyebut hati dalam berbagai kemungkinan diantara sehat dan sakit. Tapi, akal disebut hanya dalam konteks kesesatan hidup.

Akal tidak sama dengan otak. Karena, Ayam dan kambing juga punya otak. tapi, jangan bilang kambing berakal. Otak itu hanya hardware-mesin dari suatu fungsi berpikir. Adapun akal itu suatu potensialitas rohaniah. Kita harus menggalinya sepanjang zaman. karena, yang kita dapatkan darinya hanya gejala-gejala. Kita kenal inspirasi, kreativitas, ilham, ide, gagasan?. Serpihan-serpihannya melompat dalam kandungan rahasia akal ke mesin memori dan kesadaran kita. Akal itu bagaikan ujung jari Tuhan yang menyentuhkan cintanya kepada kita untuk mentransfer cinta, silaturahmi, janji kasih, dan berbagai anugerah. Kalau dikatakan ada orang kehilangan akal, artinya ia mengalami keterputusan kontak dengan hidayah Tuhan. Pikirannya buntu dan otaknya terbengkalai. Jadi, otak bisa tidak sehat, cara berpikir bisa khilaf dan terpeleset, tapi akal selalu benar dan sehat. Yang tidak sehat itu biasanya adalah metode dan mekanisme berpikir (Fallacy).

Sudah jelas-jelas bikin sakit perut, tetap terus dimakan: itulah politik Indonesia. Sudah ratusan kali bikin bingung dan susah, tetap terus dijunjung tinggi: itulah bangsa Indonesia. Sudah dirasakan pahit dan pahit dan pahit, tetap saja ditaburi gula: itulah kepribadian Indonesia. Sudah terang-terangan menyusahkan rakyat, tetap saja diidolakan: itulah otak Indonesia. Layang-layang diperebutkan dan kertas cek diinjak-injak: itulah mata pandang Indonesia. Emas disepelekan, tinja dihirup-hirup: itulah hidung Indonesia. Terus-menerus salah pilih, tidak mau mengakui bahwa ia salah pilih, tidak mau belajar agar tidak lagi salah pilih: itulah ilmu pengetahuan Indonesia.


*Nalar Pinggiran
*Pejalan Sunyi
*Rst

Tidak ada komentar:

Posting Komentar