Mengenai Saya

Rabu, 05 April 2023

KEDALAMAN IQRO ; Bagian Pertama

Malam itu 17 Ramadhan adalah rangkaian dari malam-malam sebelumnya, Rasulullah melipir dan berkhalwat di Gua Hira. Pada ketinggian 270 meter di punggung Jabal Nur, Rasulullah membenamkan diri, mencelupkan batinnya dalam keheningan. Ia menepi dari riuh dan hiruk pikuk kehidupan glamour kota Mekkah, yang makin jauh dari ajaran otentik Ibrahim As (Agama hanif – Tauhid).

Mekkah dan berhalanya yang di kuasai kepala-kepala suku Quraisy, selain mendistorsi kemurnian ajaran Ibrahim (bapak Tauhid), juga menjadi perpanjangan tangan praktek borjuasi dalam bentuk primitif, melalui kepala-kepala suku Quraisy. Di balik simbol patung-patung itulah, keyakinan di hegemoni, akumulasi kekayaan dan pengaruh di tancapkan dengan menghalalkan berbagai cara.

Kultur Arab-Mekah dalam fase jahiliyah, sebagaimana yang di jelaskan dalam berbagai literatur Islam, adalah puncak banalisme masyarakat Arab - Mekkah. "Hannah Arendt" ; menjelaskan Banalisme sebagai anggapan yang wajar terhadap kejahatan.

Mekkah dalam fase Jahiliyah, menjadikan kekerasan individu dan struktural, persekusi, perampasan hak, pembunuhan/mengubur hidup-hidup anak perempuan, sebagai hal permisif (sebagaimana banalisme menurut Hannah Arendt). Banalisme sebagai cara untuk mempertahankan status quo.

Maka berkhalwatnya Rasulullah SAW di Gua Hira, adalah ikhtiar menjernihkan hati dan pikiran dari kabut gelap kejahiliyahan yang menggelayuti langit Arab - Mekkah.

Turunlah Surat pertama (QS : Al Alaq : 1-5), adalah titik di mulainya peradaban Atau apa yang disebut sebagai “weltanschauung Islam”.

Malam itu; kala turun wahyu pertama, langit kejahiliyahan Mekah bahkan semesta menjadi terang.  Sebagaimana yang diintrodusir dalam QS : Al Qadr : 1-5. Satu malam yang kualitas dan kemuliaannya lebih baik dari 1000 bulan.

Suatu permulaan peradaban Islam, yang di mulai dengan perintah BACALAH (iqra’)!.

Semiotika Ferdinand Saussure, menjelaskan bawah, sebuah teks, memiliki dua unsur, yakni signifiant (penanda) dan signified (petanda/pemahaman). Signifiant/signifier, merupakan hal-hal yang tertangkap oleh pikiran kita seperti citra bunyi, gambaran visual, dan lain sebagainya. Sedangkan signifie/signified, merupakan makna atau kesan yang ada dalam pikiran kita terhadap apa yang tertangkap.

Iqra’ sebagai penanda (signifiant), memberikan arti iqra’ sebagai menyampaikan, menelaah, mendalami, membaca dan meneliti. Bertolak dari semiotika Saussure, suatu tanda tidak hanya ada dalam bentuk citra bunyi dan visual, tetapi juga dalam bentuk pemahaman (Signified). Dengan demikian, Iqra’, memiliki keluasan pandangan dan pemahaman.

Syeikh ‘Abdul Halim Mahmud, mantan pimpinan Al Azhar - Kairo, menjelaskan; “Membaca disini adalah lambang dari segala apa yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan jiwanya ingin menyatakan 'bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu.”

Maka, semiotika IQRA’ sebagaimana maksud Syeikh Halim Mahmud, memiliki kedalaman makna sebagai bentuk kesadaran aktif manusia, untuk bergerak menuju fitrah Ilahi. Ikhtiar menuju nilai-nilai hanif atau apa yang disebut "Prof. Abdul Munir Mulkhan" sebagai trans human - pembaruan diri atau transformasi menuju Insan Kamil.

Maka, malam Nuzulul Quran yang acap kali diperingati pada malam ke-17 Ramadhan, tidak hanya berkutat pada rutinitasnya. Atau berbagai spekulasi metafisis tentang karomah Lailatul Qadar.

Kedalaman Iqra’ harus dipahami sebagai sebuah perintah, membaca berbagai jalan kebaikan, untuk menuju kebaikan, sebagaimana harapan menjadi Al Muttaqin, titik akhir destinasi bagi mereka yang berpuasa.

Agama selalu bermula pada yang numinous, Yang Tak Tercakapkan, " La Harfin Wa la Shouf". lalu, berakhir dengan konstruksi. Agama juga diawali dengan gigil cinta yang ganjil, ada harapan, ada ketakutan, ada amor dan horor yang bertaut. Ada momen tak lazim dan unik. Tapi, terpuncak. ketika seseorang mengalami “kehadiran” Yang Maha Lain, yang diandaikan oleh "Rudolf Otto" sebagai mysterium - tremendum - fascinosum. 

Di abad 5 M, Santo Agustinus dikerkah pengalaman yang mirip : “Dan aku gemetar dengan kasih dan ngeri”. Di lekukan sejarah yang dingin, di Abad Pertengahan, pun penyair "Dante" mengeja kembali pesan sunyi dan senyap itu dalam Divine Comedy, sebilah karya sastra mistik yang dianyamnya dalam semesta kode yang sublim, yang mengandaikan seseorang mengalami “ketercelupan ontologis” ke yang numinous melalui tiga fase perjalan ruhani : inferno - purgatorio - paradiso. 

Pengalaman sublim “kemahahadiran” dan “kemahaawasan” Tuhan yang numinous, dalam detak-detik jantung para perindu dan pecintanya, yang pada urutannya tidak hanya menyalakan spirit ketaqwaan. tapi, Juga menginternalisasikan sifat Cinta-Kasih-Nya ke dalam ego. Di titik ini pula mengapa “puasa” dan “taqwa” terpaut dalam buhul yang erat. Kualitas Ego taqwa adalah ego tuah yang tercerahkan - visun sosiokultural, moral, intelektual dan spiritualnya: lokus kesadaran ego otentik yang sejauh ini justru terbungkam oleh hiruk pikuk kehidupan post reralitas yang “menuhankan” materi.

Latihan menahan diri di alam purgatorio bersumbu pada latihan “membakar” ego nisbi agar menemukan ego otentik dan sepenuhnya merasakan “Kemahahadiran Allah” dalam segenap detak hidup : sebuah episentrum cahaya yang membawa diri menemukan kesucian asalnya dan kembali ke fitrah. 

Wallahu’alam..


Makassar, 17 Ramadhan 1443 H

#Rst
#Pejalan Sunyi
#Nalar Pinggiran


CORETAN PINGGIRAN 29 : TEGANYA ENGKAU MENINGGALKAN KAMI

Teganya Engkau, tinggalkan kami semua, wahai bulan suci Ramadhan. Engkau biarkan kami kembali terkapar dimedan perang. padahal, nafsu kami sangat besar dan kuat untuk kami lawan.

Tanpa Engkau, kami tenggelam dalam pelampiasan dan keserakahan.

Kini, tak ada lagi teriakan Indahnya imsakmu, wahai Ramadhan, kami terbebas dari kewajiban menahan dan mengendalikan.

Kami merdeka untuk melampiaskan, menghancurkan, menginjak-injak, menyebarkan kedzoliman, mengikis Nilai-nilai Tuhan, mengeksploitasi alam dan kehidupan.

Kini, kaki dan tangan kami, borgolnya telah dilepaskan. Kami-lah, Iblis yang berwujud Manusia itu.


Makassar, 29 Ramadhan 1441 H

#NalarPinggiran

CORETAN PINGGIRAN 28 ; WAJAH BERLUMURAN DUNIA

 


Duhai, semua orang rindu ramadhan dan sangat berduka bila di tinggalkan. Namun, aku Justru ketakutan?. 

Ada apa ini?.

Jika Ia datang aku minggir ke keremangan. Aku bersembunyi dikesunyian.

Sebab, jangan sampai tercium olehNya, bau busuk dari hidupku yang luar dalam.

Kalaupun tak terelakkan untuk berpapasan, dengan Bulan Ramadhan. Telah Ku siapkan wajah berlumuran dunia.  

Yang memancarkan Nafsu angkara murka. Keserakahan dipandang mata. Ambisi dan kehinaan : tanduk kembarku dikepala. 

Wahai Puasa, sembunyilah di belakang Punggungku, sesudah sebulan tak makan dan Minum dari Fajar hingga senja. Mereka membuangmu dalam kehidupan nyata.


Makassar, 28 Ramadhan 1443 H

#NalarPinggiran


CORETAN PINGGIRAN 24 ; PUASA CERMIN

Maha Bijaksana Allah, yang melatih kanak-kanak manusia, untuk membiasakan diri menjadi pemerintah atas diri kita sendiri. Diktator kepada Nafsunya, Otoriter membatasi keinginannya. Memaksa jasadnya untuk lapar dan haus dari saat lembayung Fajar menyinsing sampai Jingga senja meluruh pada malam. Membangun martabat agar tak dieksploitasi oleh makanan dan minuman. 

Allah sang Maha Guru, yang menata barisan kaum Milineal menjadi pasukan aqil balig yang mengenali syriatnya. Merambah keluasan alam semesta hingga batas cakrawala. Menguasai wilayah lingkup kekuasaan yang dibatasi oleh akalnya. Menangkap dan memasung musuh-musuh dalam dirinya. 

Allah Panglima Maha Panglima, yang menantang orang dewasa, agar sepanjang usia membuktikan martabat kemanusiaannya. Siang malam meneguhkan kesetiaan terhadap kekhilafaannya.   Merumuskan kurikulum puasa disetiap tapak dan lakunya.  Tak perduli dibulan ramadhan atau diwaktu kapanpun saja.

Jika sampai dewasa Manusia mampu bertahan pada kekanak-kanakannya, Bila sampai tua manusia berhenti pada kekerdilan keremajaannya. Kalau sampai matinya, manusia tak pernah menjadi dewasa.

Ketika Izrail datang mereka masih menjadi budak Nafsunya. Maka, bercerminlah kembali, mengapa malaikat menginterpusi proses penciptaan (Manusia).


Makassar, 24 Ramadhan 1441 H

#NalarPinggiran

CORETAN PINGGIRAN 23 - SOSOK HITAM KELAM

 

Pada I'tikaf keduaku, dalam kelam dan panjangnya malam, saat kubenamkan diri ke relung paling palung dari kesunyian yang hampir mendekati ketiadaan, yang hadir padaku justru sosok yang hitam kelam.

Barangkali, Inilah Iblis yang tenggelam dibungkus kutukan. sebab, wajah-wajah cahaya yang mendatangiku pada malam yang lalu, mengajakku berjalan meninggalkan batas-batas kemanusiaan, pastilah bukan dari golongan iblis atau setan.

Tetapi yang dikatakan oleh sosok hitam kelam ini, justru membuatku skeptis : " lailatul Qodr kah, yang saat ini engkau nanti-nanti, dengan iftirasy dan duduk bersila semalaman disini?". Bagian Mana dari seluruh ada-mu, dari kehidupan ini, yang bukan laitul Qodr, yang tidak ghaib dan bukan misteri. Bagian mana dari anugerah Allah atas setiap yang kau alami, yang bukan nikmatnya Rahasia dan dahsyatnya misteri.

Alangkah serakahnya kau dan kebanyakan manusia!. Limpahan rahmatnya yang tak sanggup kau menghitungnya, belum kau takjub dan mensyukurinya.

Kini, kau tuduh Allah tak mencukupimu dengan berkahNya. Kini, Kau tagih lagi Lailatul Qodr dengan Nafsu dan khayal Fatamorgana. Kini, Kau paksa Allah menurunkan, berupa kekayaan dunia.

Kau kutuk kemiskinan dunia sebagai bencana, sedang MuhammadMu memilih hidup jelata dan Papah". 


-Makassar, 23 Ramadhan 1442 H-

#NalarPinggiran

MAMA DI MULUTMU, TUHAN BERSINGGASANA

Mama, di mulutMu, Tuhan Bersinggasana. Di kata-katamu.  

Mama, Engkau telah menenum sepanjang hidup, untuk jalan lurusku.

Mama, apalah arti semua materi, kuasa dan jabatan serta kemolekan dunia. Jika engkau adalah Gua teduh tempatku bertapa sekian lama.

Mama, engkaulah kawah dari mana aku meluncur dengan perkasa. 

Mama, engkaulah bumi yang tergelar lembut bagiku. Melepas lelah dan nestapa. 

Mama, Engkaulah Gunung yang menjaga mimpiku siang dan malam. Dan mata air yang menjaga dahagaku. Telaga tempatku bermain, berenang dan menyelam. 

Mama, Engkaulah langit dan bumi, yang menjaga garis lurus horisonku.

Mama, engkaulah Mentari dan rembulan yang mengawal perjalananku mencari jejak surga di telapak kakimu. 

Mama, Engkaulah elan yang memberi tenaga. seperti photuris; kunang-kunang yang memberi cahaya di malam hari. Kecil, indah dan terang.

Mama, Engkaulah pelita yang menerangi di setiap lorong dan ceruk hati. Bahkan, di setiap leluknya selalu ada cinta yang tercekah.

Mama, Engkaulah sumber keramaiaan, dalam suasana hati yang hening. Senyum dan tawa mama adalah keramaiaan. Bahkan, menggaduh dalam hening. Tapi menggembirakan.

Mama, Dalam lelap malam yang panjang, wajahMu (mama) adalah kemerdekaan yang tergambar. Mama, engkaulah sumber kegembiraan. Kapan saja. 

Mama, Tiada lagi perempuan terbaik selainMu. Engkaulah mahkluk, selain Muhammad yang mampu menyentuh dan menggedor Langit. 

Mama, engkaulah perempuan seribu Tabah, setelah Yaqub AS yang di taqdirkan ke bumi. Doa dan munajatnya tersemat diantara bulu sayap Jibril. 

Semua hati berubah seiring waktu. Tetapi, hati seorang Mama adalah surga yang kekal. 

Yaaa Robbb, Saya Bersaksi bahwa mamaku telah menyampaikkan Kasih dan Sayangmu. Kasihilah Mamaku, seperti engkau mengasihi, kekasih-Kekasihmu.


- Makassar, 01 April 2022 - 

#Rst
#Pejalan Sunyi
#Nalar Pinggiran

Selasa, 04 April 2023

DOA MAMA MUDAHKAN SEGALANYA

"Matahari telah tergelincir. Air wudhunya masih basah, ketika matanya kembali sembab. Sembari menarik Mukenah yang tergantung di belakang pintu". 

"Maa", Engkaulah perempuan "seribu wajah", gemar "menipu" anakmu. Agar ranum berbuah senyum. 

"Maa", Betapa sabar adalah senjataMu. Sesungguhnya, Engkaulah rahim kehidupan. 

Bukti Doa "Mama adalah "Zam-zam". 

Zam-zam adalah Artefak, dari kekuatan doa seorang Mama. Hajar kelelahan setelah berlari, ia berdoa agar anaknya mendapatkan sesuatu dari Allah ; "Ya Allah, tidak mungkin engkau menitipkan ujian ini, tanpa memberikan jalan keluarnya"- Doa Ibunda Hajar A.s.

Tetiba, Ismail terdiam. Hentakan kakinya akibat meronta, menemukan jalan kehidupan baru.

Kawan, Kesuksesan anak, 90 % sahamnya adalah doa mama. Tangisan Ismail adalah simbol ketidakberdayaan seorang anak di hadapan Mama. 

Kesuksesan yang kita Reguk, belum tentu karena kita sibuk (Ihktiar). Bisa jadi, karena doa orang tua kita, yang matanya sembab, diatas sajadah.

Yaa Robb, Kasihi mereka, sama seperti mereka mengasihiku.

"Maa", Dari rahimMu yang cahaya. Segala tangisku lahir belia. Memecah segala sunyi. Di sepanjang sujudMu yang abadi. 

"Maa", Sungai Ini Berhulu di MataMu. Airnya bening. Memanggilku, menjelma ikan. Tetapi, aku batu, Maa.

"Maa", Selain Tuhan. Engkaulah satu-satunya Peri, yang bisa menghibur segala rupa perih. Yang tengah riuh di kepala dan sukmaku. 

Semua hati berubah seiring waktu. tetapi, hatimu "Maa" adalah surga yang kekal.

Yah, Seperti Kata "Beethoven", bahwa Irama paling lembut dan nada paling harmoni tidak bisa dimainkan kecuali oleh hati seorang ibu.


-Makassar, 06 Oktober 2021-


#Rst

#Pejalan Sunyi

#Nalar Pinggiran