Mengenai Saya

Jumat, 27 Desember 2024

PILKADA KEMBALI KE DPRD

Pilkada akan dikembalikan ke DPRD. Sinyalemen itu sangat kuat. Pernyataan Presiden Prabowo di ulang tahun Partai Golkar itu semacam “cek ombak.”

Dalam ulang tahun Golkar 2024, Presiden katakan “sebaiknya Pilkada kembali ke DPRD.” Kata Prabowo, kita jangan serta-merta menduplikasi demokrasi Barat.

SDM (Sumber Daya Manusia) kita belum siap untuk Pilkada langsung. Kembali ke semangat UUD 1945 dengan “demokrasi perwakilan.”

Gestur para elit parpol yang hadir tampak “mengiyakan” pernyataan Prabowo. High cost democracy (Ongkos Demokrasi terlalu Mahal). Itu yang dirasakan : Menang tekor, kalah apalagi.

Akhirnya APBD menjadi bancakan. Pembangunan terhenti. Resultante negatif pun menimbulkan konflik horizontal pasca Pilkada.

Menurut saya juga begitu. Pilkada langsung telah menimbulkan inflasi demokrasi. Sistem demokrasi menjadi tak efektif karena surplus regulasi dan prosedural dalam penyelenggaraan Pemilu/Pilkada. Biayanya sangat mahal. Baik dari sisi penyelenggara maupun kontestan.

Selain itu, mohon maaf, kualitas pemilih kita masih rendah. Dari data BPS, persentase penduduk yang belum tamat SD, tamat SD, atau tamat SMP di Indonesia masih tinggi, yakni 37,62% dari populasi.

Tentu saja, dengan postur demografi seperti ini, sebagai pemilih, tentu insight untuk memilih pemimpin berkualitas belum menjadi preferensi.

Dengan SDM yang masih rendah, kualitas pemilih pun cenderung rendah. Output demokrasi menjadi buruk. Demokrasi melalui Pilkada langsung, belum mampu menghasilkan talenta yang mumpuni untuk menciptakan kebijakan untuk pembangunan.

Menghadirkan demokrasi partisipatoris menjadi musykil. Sebaliknya, demokrasi yang digerakkan dengan mobilisasi kekuatan kapital menjadi lebih unggul.

Di era Prabowo, output dari disiplin fiskal diarahkan pada investasi SDM. Anggaran birokrasi akan diefisienkan. Estimasinya, bila belanja pegawai diperketat, bisa hemat sampai Rp 15 triliun.

Seturut itu, mungkin institusi penyelenggara Pilkada pun akan dibuat menjadi ad hoc. Bertugas saat Pemilu (Pilpres & Pileg). Jadi begitu habis Pemilu, KPU/Bawaslu pun bubar. Lebih efisien dari sisi anggaran dan pemerintahan.

Sejak tahun 2005 sampai 2024, anggaran Pilkada meningkat 3053,8%. Pada tahun 2024, anggaran Pilkada sekitar Rp 41 triliun. Sekitar 11,7% dari APBN 2024.

Bila menggunakan perspektif Prabowo, daripada Rp 41 triliun habis untuk Pilkada, lebih baik dipakai untuk membangun infrastruktur dasar di daerah - daerah. Tiap provinsi bisa dapat Rp 1,08 triliun.

Memang ada yang bilang, kalau Pilkada kembali ke DPRD, serangan fajarnya balik ke DPRD. KKN akan terpusat ke DPRD dan partai. Justru dengan demikian, lebih mudah dikontrol.

Tinggal penegakan hukum diperkuat. Pengawasan ketat pada semua elemen yang terlibat dalam seluruh proses pemilihan kepala daerah. Tapi namanya juga korupsi. Begitu ada kesempatan sekecil lubang jarum, pasti terjadi.

Pasca Reformasi 1998, eksperimen demokrasi kita belum settle. Masih cari bentuk idealnya. Tapi demokrasi perwakilan yang dibahas para founding fathers kala itu di forum BPUPKI dan Konstituante, berisi orang-orang hebat.

Ada Soekarno, Hatta, Achmad Subardjo, Sultan Hamid II, Mohammad Roem, Sjahrir, Agus Salim, Natsir, Ki Bagus Hadikusumo, Kiyai Wahid Hasyim, dan lainnya. Top semua. Bukan tokoh ecek-ecek.

Mereka sadar betul demokrasi perwakilanlah yang cocok buat Indonesia. Kalau sekarang? Ya mungkin seperti yang dikatakan Prabowo. 


Menurut Anda?


(MS)


*Pustaka hayat

*Rst

Jumat, 06 Desember 2024

TETAPLAH BAIK DAN MEMBERILAH



Berbuat baik adalah perintah Purba kemanusiaan, jauh sebelum Qalam-Qalam Suci di Perdengarkan kepada kita. Artinya, tetaplah berbuat baik. Jika pun kita beruntung, kita akan menemukan orang baik. Jika tidak, kita akan di temukan orang baik. Mengapa?. Sebab, ada satu kaidah dalam Islam yang harus kita yakini, Tidak ada kebaikan yang tak berbalas. 

Di titik itulah berbeda Kebaikan dalam Agama dan kebaikan dalam Politik. Kebaikan dalam agama, bila perlu di semai diam-diam. Tak perlu mata lensa dan sudut pandang kamera, seperti kebaikan dalam politik yang di proklamasikan kemana-mana atau kebaikan yang di Kumandangkan untuk memburu Followers. 

Kerjakan saja semua karena Allah, demikianlah kebaikan dalam agama. bukan karena ingin mendapatkan tepuk tangan penonton - manusia. Betapa tidak sedikit orang yang menderita hari ini, bukan karena tidak punya Harta dan tahta. Tapi, ia sudi memenuhi ekspektasi Manusia 😅.

Duhai kawan, Berbuat baik kepada orang lain itu sederhana - Raut Muka Sumringah dan Tutur kata yang Ramah. 

Olehnya, Tetaplah berbuat baik. Berbalas atau tidak, bukan lagi otoritas kita. Sebab, kita tak pernah tahu, apa yang menghinggapi hati orang. 

Hal ini penting untuk di utarakan, agar kewarasan kita terjaga. Misalnya, kita di tanya 2+2, sama dengan berapa?. Lalu, kita menjawab, Kalau kamu memberi saya hadiah, saya akan menjawab 4. Kalau tidak di beri hadiah, saya akan jawab 5.  Apakah orang seperti ini waras atau tidak?. Kan tidak waras.  

Sebagai orang yang waras, Mau di beri hadiah atau tidak, jika pertanyaannya 2+2 sama dengan berapa. Maka, jawabannya adalah 4. 

Misalnya, kita di tanya Tuhan, kamu sujud kepadaku, apakah penting atau tidak?. Kita menjawab, Tunggu dulu Tuhan, kalau setelah saya sujud saya di beri surga, saya akan jawab penting. Tetapi, kalau setelah saya sujud saya tidak dapat hadiah - bennefit, maka sujud itu tidak penting. 

Artinya, orang - orang seperti ini sedang membangun hubungan dengan kita dan Tuhan, seperti membangun hubungan dengan partai politik - ukurannya selalu untung dan tidak untung. 

Ihwal itulah, saya teringat dengan defenisi orang baik. Menurut Al Qur'an, pertama "alladzina Yunfiquna Fis sarro'i wa thorro - Dia memberi saat dia sedang senang dan susah". 

Bisakah seseorang di katakan baik, kalau dia kikir. Misalnya, Ada orang miskin, jika kita tak memberi dia uang atau Makanan. Maka, dia akan mati. Sekalipun kita ahli tahajjud, ahli Qobliyah dan ba'diyah. Tapi kalau kita kikir. tentu orang akan keberatan menganggap kita adalah orang baik. 

Kedua,  "wal kadzibina minal Ghoidho - orang-orang yang menahan amarah". Sekalipun kita dermawan. Tapi, sering marah-marah. Maka, orang tidak akan menganggap kita adalah orang baik. 

Ketiga, "Wal afina aninnas - memaafkan orang lain". Saat kita melarat, di hina orang. Saat kita kaya, menjadi pendendam. Apakah orang akan menganggap kita, orang baik?. 

Berkenaan dengan itu, Ada Kisah seorang Sufi, Di turki pada Sultan Murrad ke 4, ia di kenal sebagai Raja Yang adil.

Suatu malam, ia gundah dan Gulana. Akibat kegundahan hatinya, ia memanggil ajudannya dan menceritakan, bahwa Hatinya sedang gundah, Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di negeri ini. 

Lantas, Yang Mulia, Saya harus bagaiaman untuk mengobati kegundahan Hati yang Mulia?, tanya ajudan.

Sultan melanjutkan, ayo temani saya ke tempat keramaian Kota. Tetapi, kita menyamar, agar tidak di ketahuan oleh rakyat.

Sultan Murrad dan ajudannya berjalan menyusuri keramaiaan kota. Tetiba, ia melihat kerumunan orang yang sedang berkumpul mengelilingi  seorang lelaki yang telah wafat - setiap orang yang lewat meludahi, mengumpat dan melempari batu jenezah tersebut.

Setiap orang yang menganggap orang tersebut - Jenazah adalah orang yang jahat.

Akhirnya sang Khalifah menanyakannya ke salah satu orang yang di lokasi, "ada apa dengan orang ini. Mengapa ia bisa di hina seperti ini dalam kematiannya. Bahkan tak ada yang mau mengantar ke rumahnya?". Kamu siapa, Kata orang tersebut. 

Sultan Murrad 4 menjawab, Saya musafir. "Oo, pantas sajak kamu tidak tahu pada orang ini. orang adalah orang yang setiap malamnya membeli minuman dan menyewa perempuan Tuna susila. Sehingga ia di benci oleh masyarakat setempat. Karena merusak akhlak dan moral masyarakat.

Lalu, Khalifah Murrad 4 yang menawarkan diri untuk mengantarkan ke rumah lelaki tersebut. 

Setiba di halaman rumahnya, terdengar suara tangisan istrinya sambil bergumam, "dulu sudah saya ingatkan kamu, bahwa kamu akan mati di pinggir jalan, di cemohkan orang karena kelakuanmu seperti itu".

Sultan Murraad bertanya, Mengapa engkau mengatakan seperti itu?. "Karena, suami saya ini setiap malam membeli khamar dan menyewa perempuan tuna susila. Tetapi, minuma kerasnya di buang dan perempuan-perempuan tuna susila tersebut di pulangkan ke rumahnya. Tapi, orang menyangka suami saya memakai pelacur dan meminum khamar. Sudah ku ingatkan suamiku, tapi, ia tetap melakukannya dan menjawab tidak apa-apa saya mati di pinggir jalan, karena saya ingin beramal tanpa sombong kepada orang lain. Tapi, suatu saat ketika saya mati, ada seorang Raja yang akan menyolatkan saya".

Seketika sultan Murrad 4 Menangis dan berkata pada istri lelaki tersebut, "akulah Raja tersebut yang akan menyolatkan suami Ibu dan Suamimu adalah seorang pahlawan bagi kebaikan ". 

Dulu, Guru Saya kerap berpesan, "Is, Kalau Mau memahami NikmatNya MENERIMA. Maka, MEMBERILAH".

Saya coba menghubungkan pesan tersebut dengan ayat yang berbunyi, "Walladzina liz zakati fa ilun - selama hidup, mereka berusaha berzakat". 

Dari situ, kita menemukan satu paradigma bahwa zakat itu Visi, bukan hanya sebagai kewajiban Formal belaka. Cara memahaminya tidak seperti ini : Bagi yang mampu berzakat, berzakatlah. Bagi yang tidak mampu, tidak perlu berzakat. Kalau seperti itu cara kita memahaminya, Maka itu namanya Bank fiqih. Kalau kita mau bicara bab ibadahnya yang di terjemahkan dalam Muamalah, maka cara memahaminya adalah "kita berusaha semampu kita untuk berzakat selama kita hidup".

Silahkan bekerja dan beraktivitas untuk memenuhi katogeri tersebut. Tetapi, yang paling menarik adalah semua aktivitas atau pekerjaan kita harus berorientasi Ibadah. 

Zakat itu kalau benar kita bisa kerjakan, maka pada saat yang bersamaan Allah akan limpahkan dua karunia sekaligus : bertambah Bekal kemuliaan akhirat dan melimpahkan seluruh bekal keperluan dunia. 

Abdur rahman Bin Auf adalah orang paling kaya di madinah. Dia pernah kaya raya di mekkah. Tetapi, ketika Masuk Islam, hartanya di rampas oleh Kafir Quraisy. Sengaja tidak di bunuh oleh orang Kafir Quraisy untuk mewarning kepada yang lainnya, kalau ada yang berani seperti Abdur rahman bin Auf, maka nasibmu akan sama. 

Di rampas hartanya dan di berikan pilihan : Kalau engkau tetap tinggal di Mekkah tidak hijrah ke madinah, maka kami akan angkat engkau menjadi hartawan yang paling tinggi statusnya. Tetapi, kalau kamu memilih Hijrah ke madinah, maka kami akan rampas semua hartamu, jangan bawa apapun kecuali pakaian yang menempel di tubuhmu. 

Beliau memilih berangkat ke Yastrib. Tetapi, yang menjadi masalah adalah istri dan anak-anaknya ; Mau ikut Suami dengan jarak tempuh 400 KM, Bawa pakaian dan belum tentu selamat. Tetapi, kalau tetap tinggal di mekkah, di berikan harta suaminya dan silahkan pilih pemuda paling tampan yang mau di nikahi, akan di fasilitasi.

Kalau ibu-ibu atau perempuan sekarang berada dalam posisi Istri abdur Rahman bin auf, akan memilih yang mana?. Dan istri abdur rahman bin auf lebih memilih tinggal di mekkah. 

Hijrahlah beliau ke Yastrib, yang kemudian kelak di sebut Madinah Al Munawaarah. Kemuliaan masyarakat madinah, yang sampai saat ini di abadikan dalam Q.S. 59 ; 9 - 10, " wa yungfiruna ala anfungsihim wa lau kana bihim khosasa - karena itulah di sebut anshor ; Menolong tanpa pamrih dan menolong sesuai dengan kebutuhan yang di tolong. 

Abdur Rahman Bin Auf pernah kaya, kemudian jatuh faqir dan yang menyambutnya adalah orang yang paling kaya di madinah. Piihannya dua ; "akhi karim, sami'tu annaka kunta ghoniyan - saudaraku yang Mulia, saya dengar anda pernah kaya sebelum ke sini, kalau ingin kaya lagi. Ambil setengah harta saya dan saya dengar, anda di tinggalkan oleh istri anda di mekkah. Maka, pilihlah perempuan paling cantik di sini dan kami akan fasilitasi Pernikahanmu".

Kalau bapak - bapak atau Lelaki saat ini di perhadapkan pada situasi seperti itu, anda terima atau tidak di tolak sama sekali? 😅🤣. 

Saudara ansornya ini melihat, Abdur Rahman ketika kaya dan ambruk. Pasti dalam tekanan. Dia lupa bahwa Abdur rahman bin auf telah di ajarkan hikmah sholat oleh Nabi. Apa jawaban Abdur Rahmab bin auf, " jazakallahu khoiron arini ainal aswaq - semoga Allah memuliakan dan memberikan pahala, cukup tunjukkan kepadaku dimana pusat bisnisnya". 

Ihwal itulah, Berdiri dalam sholat adalah Hikmah - jika kita masih mampu berdiri, jangan gantungkan harapan pada orang lain. 

Kita Kembali ke Pembahasan, Ada Suatu Paradigma yang mestinya kita pegangi. Orang itu menjadi kikir, karena menganggap hidup itu lama dan uang itu penting. 

defenisi kikir itu apa?. Tidak pernah memberi. Misalnya, Artis-artis dan tokoh-tokoh nasional pernah kah memberi sesuatu terhadap kita?. Tidak pernah. Tetapi, kita tidak pernah memvonis mereka adalah orang yang kikir. Mengapa?. Karena kita tidak pernah Tomak - Berharap kepada mereka. 

Coba kalau pacar kita tidak pernah mentraktir kita atau kita tidak di beri warisan dari orang tua kita. Kita akan mengatakan mereka kikir. Hal itu di sebabkan karena mereka kikir atau karena kita yang berharap?. 

Contoh lain, misalnya kita kenal seseorang. Kita, Tidak pernah mengatakan orang tersebut kikir. Tetapi, sekali kita mengajukan permintaan (minta Uang atau minta apalah) dan orang tersebut Tidak merealisasikan atau meng-iyakan permintaan kita. Maka, persepsi umum kita akan mengatakan orang tersebut kikir, hanya karena permintaan kita tidak di realisasikan. 

Makanya dalam ilmu Tasawuf tidak ada bab Kikir, yang ada adalah bab Tomak - Berharap. Sebab, asal usul kita bisa memvonis orang itu kikir, karena kita BERHARAP. 

Artinya, kita memvonis seseorang kikir, apakah karena status dia kikir atau karena kita yang terlalu berharap pada orang tersebut?.

Di titik itulah, Saya enggan mengenal lebih banyak orang. Agar kita terbebas dari Hukuman orang. Karena, Salah satu ciri umum dari tamak adalah Ia mudah sekali menghakimi orang lain. 

Di dalam kitab Hikam di terangkan, penyakit terberat manusia adalah Tamak. Sedangkan, Diksi kikir di dalam Hikam, tidak ada.

Sama dengan Sombong, tidak ada babnya di dalam Ilmu Tasawuf. Misalnya, ada orang tidak kenal dengan kita, hanya lewat saja di depan kita. Kita tidak pernah mengatakan bahwa dia sombong. Tetapi, coba kita mengenal orang tersebut dan dia hanya lewat begitu saja di depan kita, tanpa menyapa. Pasti kita akan mengatakan orang tersebut sombong. 

Contoh lainnya, misalnya kita mengenal seorang perempuan. Tidak pernah kita mengatakan perempuan tersebut sombong. Tetapi, setelah kita mengatakan ingin mengenalnya lebih dekat. Perempuan tersebut tidak mau atau menolak. Lalu, kita mengatakan perempuan tersebut sombong. karena, keinginan kita tidak dia realisasikan. 

Bayangkan kalau kita bermental Tamak seperti itu. apa jadinya hidup ini. Kita begitu mudah menvonis seseorang, hanya karena keinginan kita tidak di indahkan olehnya. Di situlah keunikan Ilmu tasawuf sebagai salah satu bahagian dari khazanah islam. Makanya, Rosulullah SAW mengatakan, "Ya Allah saya tidak berkeinginan yang tidak layak". 

Perkara dunia ini tidak perlu di pikir, sampai membuat kita stres. Sebab, Uang dan segala yang kita punyai, tidak akan mencukupi. Yang dapat mencukupi itu adalah Rahmat Allah SWT. 

Malaikat itu heran, ketika mendengar doa manusia yang meminta uang. sebab, Bagaimana mungkin uang bisa begitu penting?. Padahal Tanpa uang, para malaikat tetap bisa hidup, bahkan selalu taat pada Allah. 

Apakah Semua itu karena Uang?. tentu bukan. Tetapi, karena Rahmatnya Allah yang menjadikan kita hidup. 

Artinya, kalau berdoa yang sopan. Jangan minta uang. mintalah rahmat Allah. lalu, Biarkan Allah yang mengkonversikan Rahmatnya menjadi Uang atau apalah. Karena Allah tahu apa yang menjadi kebutuhan kita. 

Makanya yang nomor satu itu adalah Iman- makrifatullah. 

Berkaitan dengan itu, saya ingat, Saat orang kafir meminta kepada Nabi, "hai Muhammad, jika engkau betul adalah seorang Nabi, maka jadikanlah mekkah menjadi Makmur, menjadi megah dan metropolis - Fa sayyir jibaka mekkah" dan orang-orang yang mati bangkitkanlah, supaya kita bisa menanyakan ke mereka, apakah agamamu benar atau tidak - addinuka haqqun amla". 

Sebagaimana kita ketahui, Minta itu bahasa arabnya adalah doa. Andaikkan Nabi meminta hal itu kepada Allah, pasti di turuti. Sebab, Doa Nabi sangat Mustajab. Tetapi, Nabi menolak permintaan tersebut.  

Mengapa?. Sebab, Jika Nabi menuruti permintaan orang-orang kafir tersebut. Maka, ukuran iman adalah doa. Selain itu, masa Allah menjadi Tuhan harus menunggu pembuktian-pembuktian tersebut. Sebab, Allah akan tetap menjadi Tuhan, baik orang percaya atau tidak. 

Di titik itulah kecerdasan Nabi, bahwa yang pertama dan utama dalam beragama adalah "Fa' lam annahu lailaha illahu". 

Orang kalau bermental memberi. Tentu, Ia telah selesai dengan dirinya. Tetap, kalau tidak bermental memberi. Maka, ia pasti menjadi "Tamak". 


*Rst
*Nalar Pinggiran

ARUS BALIK NEPOTISME DAN UPAYA KITA MENGGERUSNYA

Kawan, dalam temaram pagi, saya sarapan soto dalam perjalanan untuk menjadi salah satu pembicara dalam seminar tentang Perlawanan terhadap Nepotisme dalam Perspektif Sejarah.

Perlu diingatkan bahwa nepotisme, perlakuan istimewa tanpa rasionalitas terhadap suatu keluarga, menistakan jatidiri bangsa dan nilai-nilai demokrasi.

Karakter keindonesiaan dibentuk oleh  semangat anti-feodalisme dan anti-kolonialisme dengan memperjuangkan egalitarinisme dan meritokrasi dalam kehidupan publik-politik.

Arus balik nepotisme di Indonesia saat ini, baik di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah, sebagian merupakan cerminan dari lemahnya penerapan prinsip demokrasi. Sebahagian lain menggambarkan fenomena “puncak gunung es” dari meluasnya kesenjangan sosial dalam masyarakat.

Adam Bellow, dalam In Praise of Nepotism (2003), menengarai bahwa gejala nepotisme menurun ketika terjadi perluasan kelas menengah yang menciutkan kesenjangan sosial, sebagai ikutan dari kebijakan rezim negara kesejahteraan. Sebaliknya, nepotisme cenderung menguat ketika lapis kelas menengah menipis yang meluaskan kesenjangan sosial, sebagai ikutan dari kebijakan rezim neoliberalisme.

Temuan Bellow tersebut mendapatkan peneguhan dari Paul Krugman dalam The Conscience of A Liberal (2007). Bahwa kesenjangan sosial yang lebar, menyusul dominasi pemerintahan konservatif yang mengusung neoliberalisme, merupakan katalis bagi gelombang pasang politik partisan dan politik pengkultusan.

Alhasil, gelombang pasang nepotisme harus dibaca dalam bentuk symptomatic reading. Secara kultural, nepotisme merupakan gambaran bahwa perubahan pada perangkat keras (prosedur) demokrasi, belum diikuti oleh perubahan pada perangkat lunak (budaya) politik. Secara struktural, nepotisme merupakan pertanda bahwa demokrasi yang kita kembangkan hanyalah sebatas fashion pencitraan, ketimbang membawa perubahan fundamental secara substantif.  Nepotisme merupakan penampakan secara telanjang dari kegagalan kita mengembangkan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.

Kawanku, tentang perjuangan menegakkan meritokrasi, Inggris contoh terbaik. Hingga abad 18, Inggris terkenal sebagai rumah nepotisme. Karena tidak pernah dijajah, tidak pernah sepenuhnya kalah dalam perang, dan tidak pernah diguncang revolusi politik, Inggris tidak pernah berjeda membuat awalan segar. Ketiadaan “disrupsi” ini membuat masyarakat Inggris tetap bermental pedesaan setelah 80 persen penduduknya tinggal di kota. 

Dalam mental perdesaan inilah feodalisme bertahan, bersekutu dengan nepotisme.

Beruntung, Inggris mendapat tekanan dari luar dan dalam. Dari luar berupa peperangan antarbangsa, sebagai perwujudan sempurna kompetisi internasional, yang mendesak keharusan menghargai merit. Perang bukan saja memacu penemuan teknologi, tetapi juga mendorong penggunaan SDM lebih baik. Sejak PD I, tes IQ diberlakukan guna merekrut personel ketentaraan, yang mendesak reformasi di bidang pendidikan.

Dari dalam, tekanan muncul dari aspirasi sosialis yang melancarkan serangan terhadap segala jenis pengaruh keluarga dalam dunia kerja. Hal itu mempercepat tumbuhnya organisasi berskala besar yang mendorong promosi atas dasar merit. Mereka juga menuntut kesetaraan lebih besar dalam akses ke dunia pendidikan dan meritokrasi dalam jabatan.

Pengalaman Inggris memberi pelajaran penting bagi kita. Nepotisme bisa tergerus jika bangsa memiliki competitive spirit. Semangat berkompetisi bisa tumbuh jika kecenderungan inward looking berubah menjadi outward looking. Tidak adanya competitive spirit melemahkan dorongan untuk mengerahkan talenta terbaik bangsa, dan para pemimpin medioker yang tampil tidak memiliki sense of crisis.

Pergeseran dari nepotisme ke meritokrasi juga memerlukan perjuangan kuasa. Ide-ide sosialistik dibutuhkan sebagai pendobrak ketimpangan masyarakat karena perbedaan keturunan maupun kepemilikan. Perjuangan ini hrs dimulai sejak dini, dalam akses terhad dunia pendidikan. Seperti kata Pierre Bourdieu, pendidikan memberikan bukan sekadar perbedaan kelas dan prinsip fundamental bagi pemapanan tertib sosial, tetapi juga menjadi katalis bagi perjuangan kuasa yang kompetitif.

Demokrasi telah susah-payah diperjuangkan. Sia-sia jika yang tampil memimpin hanya onggokan sampah.


*Nalar Pinggiran


SAYAP - SAYAP KEBAHAGIAAN

Semua orang mendamba kebahagian, seperti burung bisa terbang tinggi. Namun, gerak mimpi kebahagian selalu tak melesat sesuai harapan. Karena patahan salah satu sayapnya.

Kita menjalani kehidupan yang sangat paradoks. Pada puncak capaian materil, banyak orang Justru mengalami ketidakpuasaan Emosional ; Kecemasan, depresi, Terasing, obsesif belanja, Eksesif Alkohol, obesitas dan Hampa Makna.

Berdasarkan studi lintas negara, signifikansi materi bagi kebahagiaan itu seperti pentingnya makanan bagi orang lapar. Awalnya sangat di dambakan. Namun, ketika sudah kenyang berapa banyak dan enak bagaimanapun makanan yang tersaji, bagi orang kenyang tak terpengaruh lagi.

Bagi Masyarakat Pinggiran dan Miskin, pertumbuhan ekonomi sangat penting bagi kebahagian. Tetapi, bagi negara berpenghasilan menengah, signifikansinya mulai berkurang. Hingga di titik tertentu, pertumbuhan ekonomi, nyaris tak punya pengaruh bagi kebahagiaan. Yakni, ketika suatu negara sudah mencapai Income per-capita $25.000.

Setelah mencapai batas tersebut, kebahagian tergantung pada kesejahteraan Sosial - Emosional - Rohaniah.

Celakanya, manusia seperti kehilangan daya refleksi diri. Pusat kekuatirannya pada kegagalan ekonomi, bukan pada kegagalan emosional. Tak kenal jatah cukup mengakumulasi, sehingga melebarkan kesenjangan sosial.

Padahal kesenjangan lebar, tidak hanya buruk bagi si Miskin. Tetapi, berbahaya bagi si Kaya. Kesenjangan yang lebar, bisa memicu polarisasi sosial,  kecemburuan, prasangka dan memudarkan rasa saling percaya. Ujungnya, membawa resiko kemunduran kesehatan fisik dan mental, bahkan bisa merambat pada peluluhan capaian pembangunan secara keseluruhan.

Alhasil, jika Ingin terus terbang bahagia. Maka sayap materi dan sayap rohani, niscaya terbang serentak. Setiap Pribadi, harus keluar dari Isolasi pemujaan diri, terkoneksi dengan yang lain, membuka diri Penuh cinta bagi sesama : rasa tersambung Rezeki terbagi.

Hidup kita di dunia ini, tak ubahnya bagaikan Uap ; sekelebat terlihat, lantas lenyap.

Jangankan lama hidup seperti manusia, lama kehidupan spesies Homo sapiens saja (sekitar 300 Tahun yang lalu), hanyalah sekelebat singkat dari rantai Panjang kontinuitas dan diskontinuitas selama 4,6 Milyar tahun sejarah bumi.

Kalau kita membentangkan sejarah Panjang eksistensi bumi menjadi kalender tahunan. Maka, kehidupan homo sapiens baru muncul sekitar tgl  25 juli dan hidup kita baru hadir sepersekian detik jelang tengah malam tanggal 1 agustus.

Lantas, bagaimana cara kita memaknai kehidupan kita ini?.

Di satu sisi, kita harus tetap tabah. Karena kekacauan dan kepunahan adalah bahagian dari kehidupan. Dunia telah mengalami 5 kali kiamat kecil yang memusanahkan segala hayat secara massal (mas extention) : akhir era Permian, cretacous, ordovician, triassic dan Devonian.

Saat ini, kita sedang menunggu di ruang tunggu kepunahan yang Ke Enam.

Di sisi lain, kita juga hatus tetap semangat, karena setelah kekacauan dan kepunahan, bisa tumbuh kehidupan baru. Selain ada benih hayat (cyanobacteria) yang dapat bangkit kembali merintis dunia baru.

Hal yang bisa di lakukan manusia sebagai mahkluk yang sadar diri dan tempatnya di semesta raya ini adalah turut merawat bumi, agar tak cepat mengalami kerusakan.

Selain itu, hidup singkat di bumi ini. Jangan sampai menjadi ruang tunggu kesia-siaan dan penderitaan. Kita harus menjalaninya dengan penuh kebahagiaan. Semua manusia sama - sama sedang berada di kapal Petualangan yang singkat menuji kepunahan.

Oleh karena itu, semua harus mengembangkan. Rasa senasib sepenaggungan : saling mencinta, saling berbagi dan saling bekerjasama mewujudkan nirwana kebahagiaan di dunia. Seraya berharap, semoga masih ada Nirwana di akhirat kelak. 


*Rst

*Nalar Pinggiran

AHLI KITAB (YAHUDI DAN NASRANI) YANG PERTAMA MENGIMANI ROSULULLAH SAW

Awwalal Islam yang menjadi perangkat Nubuwah adalah Yahudi dan Nasrani. Karena, yang lain tidak tahu Nabi itu apa?.

Suatu saat Nabi berusia 12 Tahun. Ia datang Ke Syam (Syiria, lebanon, Palestina) bersama Abu Thalib. Begitu sampai ke Syam, Ia di ketahui oleh Rohib dan Bukhaira. Di tanyalah Abu Thalib oleh kedua Pendeta Tersebut, "Siapakah Gerangan anak yang bersamaMu?". Abu Thalib menjawab, "Anak Saya".

kedua Pendeta tersebut tidak percaya, sehingga di tanyalah Abu Thalib sampai tiga kali. Hal itulah yang membuat Abu Thalib sedikit emosi dan menjawab, "memangnya Kenapa jika ini anak saya". Lantas, Bukhaira menjawab, "semua ciri - ciri Nabi terdapat pada anak ini, kecuali satu, yaitu anak kamu". Sebab, Dalam Injil dan Taurat di sebutkan Nabi Yang terakhir itu Yatim.

Akhirnya Abu Thalib mengakui bahwa Anak tersebut bukanlah anaknya, tetapi kemanakannya.

Artinya yang pertama kali mengetahui ciri-ciri Kenabian Muhammad adalah Para Pendeta. Mengapa?. Karena yang mempunyai Khazanah Kitab Samawi adalah Orang Nasrani dan Yahudi. Meskipun pada akhirnya Al Qur'an mengkritik Kaum Yahudi dan Nasrani. Tetapi, tidak bisa kita tidak membicarakan Kaum Yahudi dan Nasrani.

Selain itu Yang menunjukkan ciri-ciri kenabian terdapat pada Muhammad adalah perlakuan pohon yang usianya ribuan tahun. Ketika Nabi duduk di bawahnya, dahan pohon tersebut bergerak untuk menutupi wajah Nabi dari Sinar Matahari. Nabi itu memang orangnya Lugu, duduk di bawah pohon saja, ia enggan berpikir. Yah, memang syarat menjadi Nabi itu lugu. Lugu itu ummi. Tidak boleh Nabi berpikir besok makan apa, menjabat apa. Seorang Nabi tidak demikian. Kalau ada yang demikian, tentunya bukan Nabi. Tapi, makelar.

Ihwal itulah Al Qur'an mensifati Nabi dengan, "ma kunta Tadri mal kitabu walal Iman - Kamu itu tidak tahu kitab itu apa, iman itu apa".

Maka, Nabi Muhammad Saat ketemu Malaikat Jibril. Dia mengira malakul maut, sehingga ia ketakutan dan Lari menuju rumahnya. Jadi Nabi itu tidak tahu bahwa yang dia temui adalah Malaikat jibril. Sementara Jibril tidak bisa seperti acara Seminar yang memperkenalkan diri, saya Jibril, kuliah di sini, tinggal di sini. Tidak bisa seperti itu.

Artinya Nabi Muhammad tidak mengetahui bahwa dirinya adalah seorang Nabi. Karena memang syarat menjadi Nabi adalah Ummi. Justru karena ciri Ummi itulah sehingga Semua perkataan Nabi pasti orisinil dari Wahyu. Kalau yang jadi Nabi adalah kita, Pasti kita akan berpikir, besok yang saya bicarakan apa, agar orang tertarik. Makanya kita - kita ini tidak akan bisa menjadi Nabi. Selain karena sudah di tutup, juga berbahaya.

Ihwal itulah, saat saya di minta ceramah atau ngisi Kajian, Saya tidak pernah punya konsep. Saya ceramah dan Ngisi kajian sekenanya saja. Karena Ceramah itu menarik atau tidak, terserah Nasib. Kalau Nasib sedang baik, orang tidak paham akan mengatakan ceramah saya sangat tinggi. Kalau nasib sedang tidak baik, kita sudah enak bicara dan menarik, orang akan mengatakan Ahh, ceramahnya biasa saja. Jadi, hal ini hanya persoalan Qolbu - Allah yang maha membolak balikkan Hati.

Tidak Tahu itu bagus, kalau untuk seorang Nabi. Makanya, saat Nabi berlari Ketakutan ketika Bertemu Malaikat Jibril yang dianggapnya Malakul Maut. Sampai di rumah bertemu Khodijah, Nabi mengatakan Dzammiluni - Selimuti aku. Khodijah ini Lucu, saat Nabi dalam keadaan ketakutan, ia mengatakan, "kalau Mahluk yang membuatMu ketakutan itu datang lagi, Bilang ke saya kalau dia datang". Kata Nabi, "iya". Lucunya, karena Nabi ini tidak tahu, kalau Khodijah sedang menguji.

Suatu saat Jibril datang lagi, Nabi dengan Lugu mengatakan, Khodijah Mahluk itu datang lagi. Khodijah "Fa khosarot an fakhidiyah - pahanya agak di buka". Riwayat ini sangat Mahsyur. Khodijah lalu bertanya lagi, "Suamiku, Mahluk itu masih di situ". Kata Nabi, "Dia telah hilang". Setelah Mahluk itu pergi, paha Khodijah di tutup lagi. Sekarang Mahluk itu datang lagi, kata Khodijah. Iya dia datang lagi, jawab Nabi. Absir ya Muhammad, kamu harus senang. Sebab, kamu benar-benar seorang Nabi.

Artinya, Khodijah punya sekian defenisi, jika Yang datang itu adalah Malaikat betulan maka ketika ia melihat aurat pasti ia lari. Karena kalau itu setan, pasti dia senang melihat aurat. Jadi, pahanya Khodijah di buka. Ternyata Jibril lari. Khodijah ini tidak tahu bahwa mahluk itu adalah Jibril dan Nabi Muhammad Tidak tahu kalau ia sedang di uji. Sebab, kalau Nabi Tahu, akan berbeda ceritanya.

Uniknya, Nabi Menjadi Nabi, yang lebih tahu dahulu adalah Khodijah ketimbang Nabi Muhammad mengetahui dirinya adalah Nabi.

Suatu kesempatan lain, Ketika Nabi Berusia 25 Tahun, saat itu ia adalah seorang Pedagang. Khodijah mengutus seorang yang memata-matai bernama Maisyaroh (Laki-laki). Bagaimana Muhammad di perjalanan?. "tu dzilluhul ghomama tu ti'uhus saha'i - kemana- kemana di payungi oleh awan".

Sekian informasi tentang Rosulullah di Tampung semuanya oleh Khodijah. Tetapi, kekecewaan khodijah, ketika Nabi menikah di usia 25 tahun dan Khodijah umur 40 tahun. Ia ragu karena 15 tahun menunggu suaminya menjadi Nabi?. Ihwal itulah, ketika Nabi Berusia 40 tahun dan khodijah mendengar bahwa ia bertemu Dengan Malaikat Jibril, senangnya bukan main. Karena apa yang di bayangkan Khodijah terjadi.

Pasca kejadian Nabi Bertemu dengan Malaikat Jibril. Paginya, diajaklah Nabi bertemu Waroqah bin Naufal - Pamannya Khodijah. Waroqah ini Nasrani, Di Kitab Bukhari di sebutkan, "wa kana imro an tanassoro fil jahiliyah wa yak tubu injil bi ibroniyah masyallah ayya yaq tub - Waroqah itu seorang Penginjil".

Akhirnya Nabi menceritakan pertemuannya dengan Jibril, sekalipun pada dasarnya Nabi tidak tahu bahwa yang berjumpa dengannya adalah Jibril. Lalu, kata Waroqah - "Hadza namus alladzi ja bi musa - Masih menggunakan Diksi Namus" - Semacam Malaikat yang mendatangi Nabi Musa.

Uniknya Waroqah mengatakan begini, "wa iy yudrib ni yaumuka an sulka nasron muadzaroh - andaikkan saya menemukan hari ketika kamu menjadi Nabi, akan saya belah kamu mati-mati". Kapankah itu Paman?. " hina yuhriju kaumu - ketika kamu di usir oleh kaummu".

Nabi sebagai orang baik bertanya, " awa muhrijiahum - masa saya nanti di usir oleh kaumku. Sebab, saya ini termasuk keluarga terhormat dan tingkah laku saya baik. Lalu, waroqah melanjutkan, "Tidak ada seorang pun menjadi Nabi, kecuali kelak dia akan di usir"

Artinya, yang mengetahui bahwa kelak Nabi akan di usir adalah Waroqah. Bahkan, Nabi bertanya masa saya nanti di usir. Itulah sebabnya di atas saya sebutkan bahwa syarat menjadi Nabi itu Ummi - Tidak tahu. Tetapi, ingat Tidak Tahunya Nabi itu adalah Sifatun madhin - sifat pujian, bukan sifatun Naksin - sifat kekurangan.

Makanya Kitab Fathul bari - Syarahnya Kitab Bukhari di jelaskan, "Kamu jangan terlalu Fiqih. Karena orang yang berpikir terlalu fiqih, dia tidak boleh percaya apa yang di ucapkan orang Kafir atau ahli Kitab. Sementara, "awa'ilun nubuwah" - nubuwah pertama, yang berkomentar adalah ahli kitab. Yang mengetahui bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi, justru orang yang datang dari ahli kitab.

Akhirnya Nabi mulai Yakin ketemu Malaikat Jibril lagi, lalu Turunlah Q.S. Al Mudassir. Setelah sering bertemu Malaikat Jibril, Nabi (dalam Tanda Kutip) tidak tahu aturan main menjadi Nabi. Saking yakinnya bahwa setiap problem yang dia hadapi, ada malaikat jibril yang datang memberitahu solusinya.

Suatu ketika ada Orang Yahudi Bertanya kepada Nabi, "Wahai, Muhammad jika engkau adalah Nabi. Beritahukan kami tentang Zulkarnain, Lukman Al Hakim dan Ruh?". Karena reputasi Hariannya Nabi selalu di pandu Jibril, ia menjawab ; Oke, Besok kamu datang lagi dan saya akan menjawabnya. 

Besoknya Jibril tidak datang memberitahu perkara tersebut, sampai berbulan-bulan. Bahkan Nabi sampai jenuh. Karena terlalu lama menunggu, akhirnya Nabi Protes, "bagaimana engkau wahai Jibril, saya dalam keadaan tertekan. Tapi, engkau tidak pernah datang.

Akhirnya Jibril datang dan mentarbiyah Nabi, Turunlah ayat dalam Q.S. kahfi ; 23-24, "wala taqullana li syai'in inni fa' ilun dzalika ghodan, illa ay yasya' Allah - jangan katakan besok bisa melakukan sesuatu tanpa menyandarkan semua itu kepada Allah SWT". 

Semenjak itu Nabi Mensyari'atkan jika kamu berjanji. Maka harus mengatakan, Insya Allah.

Andaikkan Nabi Tahu semua, pasti Nabi mengatakan Insya Allah. Tetapi, memang Nabi sebaiknya Tidak Tahu. Karena itulah Al Qur'an menyebutkan, " Wa ma Yantiqu anil hawa in huwa illa wahyu Yuha".

Kita tidak punya data tentang Legitimasi Nabi Muhammad sebagai Nabi, kecuali dari Ahli kitab.

Kaum Yahudi lebih spesifik lagi melegitimasi kerosulan Muhammad. Mereka mematok kriteria bahwa syarat menjadi Nabi Harus dari Jalur Ibrahim. Mereka mempertanyakan Muhammad itu siapa?. Mengapa tetiba menjadi Nabi?. Muhammad itu orang Arab. Orang Arab itu Jahiliyah?. Jadilah polemik Ilmiah.

Akhirnya Nabi Melegitimasi dirinya adalah Keturunan Ibrahim yang di buktikan bahwa Nabi Ibrahim pernah singgah di mekkah, " fi hi ayatum bainatum maqomu ibrahim - Ibrahim pernah hidup di mekkah karena ada bekas kakinya di dekat Ka'bah". Setelah itu Nabi Ibrahim meninggalkan ismail. Ismail kecil kekurangan air, Ibunya Siti Hajar lari - lari mencari air bolak balik 7 kali. Makanya menjadi Rukum Haji (Syai baina shofa wal marwah).

Ada sekian bukti bahwa Nabi Ismail hidup di mekkah dan menikah dengan Suku Jurhum. Makanya orang Yahudi mulai menerima bahwa Muhammad adalah Nabi, karena Nazabnya terhubung kepada Nabi Ibrahim.

Andaikkan Orang Yahudi tidak komentar dan tidak meragukan Kerosulan Nabi Muhammad, tentu Nazabnya pun tidak akan di lacak.

Makanya kitab Barzanji itu bagus karena Berisi tentang Sejarah perjalanan sejarah Nazab Nabi Muhammad. Mengapa Barzanji itu menarik?. Karena, Penulisnya Tahu betul betul bahwa Problem utama Penolakan Orang Yahudi terhadap Kerosulan Muhammad adalah Nazabnya - Bahwa Nabi adalah Orang Quraisy, yang dianggap tidak memiliki Darah dengan Nabi Ibrahim.

"Wa ba'du fa aqul huwa Muhammad bin abdillah Bin abdil Muthalib, wasmuhu syaibatul hamdi humithot hisolu saniah - saya pastikan bahwa Muhammad adalah Cucunya abdul Muthalib. Dialah yang punya pintu bagi orang yang ingin memasuki Ka'bah - Babu Bani syaibah (Nama Lain dari Abdul Muthalib)".

Barzanji ingin melegitimasi bahwa Muhammad adalah keturunan Ibrahim. Kalian kira dia orang mana?. Hanya saja Nasib Kitab Barzanji kurang baik, Yang Baca tidak paham, yang mendengarkan lebih tidak paham lagi, akibtanya sebahagian kelompok Islam yang suka sekali membi'dakan, menganggap kita sedang membaca mantra.

Ada seorang Yahudi bernama kabil Akbar, Dia mengaji kepada bapaknya tentang Kitab Taurat sampai Khatam. Tetapi dia janggal, sebab ada satu lampiran yang tidak di ajarkan. Justru mereka menyimpannya. Orang yahudi itu unik, mereka membenci, tetapi tidak membakar semua informasi (naskah) yang menjelaskan tentang Kerosulan Muhammad.

Ketika Bapaknya Kabilah Akbar wafat, dia membuka kotak yang menyimpan lampiran sebuah naskah Taurat yang tidak di ajarkan kepadanya. Di dalam Kotak tersebut, tersimpan satu lampiran yang menjelaskan bahwa "Fa idzan fi hi nabiyan yahruju akhiru zaman, mauliduhu bi makkah wa yajhiru bi madinah wa sultonuhu bi syam - akan ada Nabi yang keluar di akhir zaman, dia lahir di mekkah, wafatnya di madinah dan kerajaannya terdapat di syam".

Kabul akbar ini sebenarnya Tahu Rosulullah SAW. Tetapi ia enggan beriman kepadanya. Karena Nabi Muhammad tidak lengkap menurutnya : Nabi Muhammad sudah benar lahir di Mekkah, wafatnya di madinah. Tetapi, masih kurang satu yaitu kerajaannya di Syam. Saat itu syiria, lebanon dan Palestina masih di bawah kendali pasukan Salib. Karena itulah sehingga Kabul akbar ini berpikir - Katanya Kerajaan Islam terdapat di Syam. Ihwal itulah sehingga Kabul akbar menunda Imannya.

Kelak di era Sayyidina Umar saat Beliau menaklukkan Baitul Maqdis, barulah Kabul akbar beriman kepada Islam. Sekali beriman kabul akbar ini, lansung cerdas. Sebab, sejak dulu ia khatam kitab-kitab samawi. Makanya, sayyidina Umar ketika hendak bertanya tentang Taurat dan Injil, ia kerap bertanya kepada kabul akbar.

Nabi itu Kasyaf, suatu ketika ada seorang sahabat bernama syuroko. Dia tanya sama Nabi, Wahai Syuroko bagaimana jika suat saat engkau memakai mahkotanya Raja Syam?. Karena syuroku menganggap Nabi bercanda, ia menanggapi biasa saja. Singkat cerita, suatu Saat Umar Menaklukkan Baitul Maqdis, karena ketakutan, Kaisar Syam lari sampai mahkotanya terjatuh. Syuroko menyaksikan hal itu dan mengingat bahwa dulu Nabi pernah menyatakan kepada saya, bagaimana jika suatu saat saya memakai Mahkota Kaisar Syam. Akhirnya Syuroko memakainya. Setelah di pakai, kata Umar Lepaskan Mahkota tersebut, sebab hendak saya gunakan untuk Baitul mal. Kata Syuroku, Dulu Nabi mengatakan bahwa yang memakai mahkota ini adalah saya. Umar menjawab, iyaa kamu di suruh pakai saja, bukan untuk di miliki.

Salman Al farizi itu pemikir, dia orang persia (Iran). Dia mengaji lama sekali sama pendeta - Pendeta Yahudi. Karena kerap berpindah - pindah mengaji pada pendeta, akhirnya ia bertemu dengan pendeta yang benar-benar mendalami Kitab, sehingga pendeta tersebut memberikan saran, "kamu ke Yastrib saja, di sana ada Nabi Akhir zaman".  Kata Salman Al Farizi, bagaimana saya bisa mengetahui bahwa Dia adalah seorang Nabi?" . Pendeta tersebut memberikan Alamat (sandi) yang di berikan kepada Salman Al Farizi, ada tiga, yang menurut kita aneh : Pertama, "La yakbalu shodaqoh - Dia tidak akan mengambil sedekah". Kedua, "Hadzihi hadiatun laka - Menerima Hadiah". Ketiga, "wa fi katifihil aysar khotaman nubuwah mitsluhu baidhotin nuama - di pundak bagian kiri ada tanda bahwa dia adalah Nabi.

Akhirnya Salman Al Farizi bersedia menjadi Budak, agar ia bisa di bawa ke Madinah. Demi sebuah penelitian, Salman al farizi rela menjadi budak di madinah. Ia bekerja di madinah dan di upah. Datanglah ia ke Rosulullah, "Ya Muhammad saya punya banyak uang, kamu kan punya sahabat banyak. Uang ini saya sedekahkan ke kamu". Nabi memanggil semua sahabatnya untuk makan sedekah Salman Al Farizi. Sedangkan Nabi sendiri tidak menyentuh sedekah Salman Al Farizi. Hal ini membuktikan bahwa alamat (sandi) yang di berikan kepadanya benar.

Setelah dua minggu berikutnya, salman kembali bekerja, ia mendapatkan upah lagi. Dia datang kembali kepada Nabi, "Hadzihi Hadiatun laka - Ini Hadiah Untuk Kamu". Nabi lansung mengambilnya dan ikut menikmati hadiah tersebut. Hal itu membuktikan alamat (sandi) yang di berikan kepada salman adalah benar.

Kalau Logika kita, apa juga bedanya Hadiah dan sedekah. Toh hakikatnya sama-sama dapat. Ternyata semua itu adalah sandi. Bahwa Nabi menerima Hadiah, tetapi tidak menerima sedekah.

Sandi ketiga ini yang membingungkan, karena untuk mengetahuinya harus dia melihat Nabi saat tidak memakai Baju. Tetapi, Nabi itu unik. Begitu Nabi mengetahui salman datang, Nabi sedang wudhu. Seketika Nabi melepas Bajunya. Padahal Tidak pernah Nabi membuka bajunya saat Wudhu. Makanya setelah mengetahui itu, salman Al Farizi, "Fa akabba alaihi - Tersungkur di depan Nabi". Seraya mengatakan, "aman tu bika Ya rosulullah".

Tiga ciri kenabian yang di berikan kepada Salman Al Farizi juga di dapatkan dari seorang Ahli Kitab. Makanya di awal - awal Islam, ahli kitab itu luar biasa. Sekalipun ďi akhir-akhir bermasalah, karena banyak merubah substansi Kitab.

Ilmu - ilmu seperti ini jangan Hilang, jangan mentang-mentang orang Yahudi dan Nasrani sekarang sudah banyak di warisi kitab yang di ubah- ubah, sehingga kita anti sama sekali. Artinya kita Fair saja, Yang salah adalah salah. Benar adalah benar. Makanya saking Fairnya Nabi, ketika menghormati suatu Ilmu itu luar biasa. Kata Sayyidina Umar, "saya ini punya Naskah Taurat banyak, karena Naskahnya menarik Ya Rosulullah".

Jawabannya Nabi Adalah "La thusoddikuhum wa la tu kadzibuhum - Kamu jangan bilang Iya dan Jangan Bilang tidak". Kalau kamu bilang semua benar, ternyata ada yang salah. Begitupun sebaliknya".

Salah satu inspirasi terbesar kehidupan Rosulullah SAW yang tetap relevan dengan kehidupan ummatnya adalah betapa pentingnya sebuah proses. 

Rosul di pilih menjadi utusan Allah dari sekian ummat Manusia, tentu bukan dengan persiapan yang serba tiba - tiba. 

Sejak kecil hingga remaja, rosulullah menunjukkan kepada kita semua bahwa nabi benar- benar di didik oleh Allah untuk menjadi manusia yang kuat secara fisik dan mental. 

Beliau telah menjadi Yatim dan Piatu sejak kecil, ayahnya meninggal saat Ia masih di kandung ibunya dan ibunya wafat saat ia berusia 6 tahun, serta di susul oleh Kakek yang mengasuhnya saat berusia 8 tahun.

Saat muda telah bekerja mandiri sejak usia 15 tahun, seperti mengembara domba, berdagang, berperang, dll. 

Semua ini, agar kita ummatnya tahu betul, bahwa berproses adalah cara kita mengimani sunnatullah. Allah adalah Robb yang Maha Bijaksana - Al Hakim. Dia menetapkan sebuah sistem, dimana siapapun yang ingin berjaya : Janganlah ia menafikan Proses.

Sebagaimana Firmanya, langit dan bumi di ciptakan dalam 6 masa. Jika Allah berkehendak, dia maha kuasa untuk menciptakan semesta dengan sekejap saja", Tulis Imam Qurtubi, "namun Allah mengajarkan Hambanya tentang kelembutan dan ketelitian pada segala Hal".

Maka Hargailah proses. Di situ sabar dan Syukurmu terasa bermakna.

Terakhir, saya mengatakan bahwa sifat Nabi yang Paling asyiek, paling abadi itu adalah sifat basyariahnya. Karena hal itu menjaga Islam sampai hari Kiamat. 

Misalnya, Allah pernah menyebut Nabinya begini, " wa ma Arsalnaka qobla minal mursalim inna illahum la ya'quluna tho'amahum wa yam syuna fil asywaq". Bahwa nabi itu kalau lapar, yah makan.  

Artinya, unsur basyariahnya Nabi itu penting. Sebab, Beliau menjadi Nabi setelah Nabi Isa Menjadi Nabi yang sangat Luar Biasa alim dan baiknya, Sampai - sampai Ia di pertuhankan. 

Nah, Hal itulah yang paling tidak di inginkan oleh Rosulullah SAW. Makanya kita sebagai Ummatnya mensifati Nabi sebagai - Sidiq, amanah, Tablig, fatonah dan Harus Alal a'rod Al Basyariah - Saking kuar biasanya sifat ini, sehingga Allah itu sangat senang. Karena berkahnya sifat Nabi ini, sehingga orang tidak menstatuskan Nabi Muhammad SAW Sebagai Tuhan. 


*Rst

*Nalar Pinggiran

*Jalan Sunyi







Minggu, 08 September 2024

AGAMA RAHMAT - TOLERANSI

Kawan, tahun 638 Masehi, ketika Khalifah Umar dipandu menyusuri Yerusalem oleh Patriarch Sophoronius, Sang Khalifah menolak untuk menunaikan shalat di Anastasis; yang dipercaya sebagai tempat kematian dan kebangkitan Kristus. Ia khawatir, jika ia salat di sana, kaum Muslim akan mengubahnya menjadi tempat peribadatan Islam.

Tidak hanya itu. Al Quran adalah kitab suci yang menonjol dalam mengakui keabsahan berbagai agama. Di bawah kejayaan Islam, orang Yahudi dan Nasrani dilindungi sebagai ahli kitab dan diberi kebebasan (relatif) untuk menjalankan agamanya.

Kedamaian memang tak selamanya mewarnai sejarah Islam, tapi setidaknya ada monumen pencapaian. Semenanjung Iberia sering dirujuk sejarawan sebagai pusat teladan. Kedamaian Cordoba menarik orang-orang dari latar multikultur dan menjadi pusat penyerbukan silang bagi seni dan kerajinan, ragam bahasa, budaya, filsafat, dan tradisi keagamaan. Toledo dikenal sebagai kota tiga budaya, sebagai kristalisasi perjumpaan damai dari tiga agama (Islam, Kristen, Yahudi).

Sungguh menyesakkan, dalam beberapa dekade terakhir, berbagai aksi kekerasan, persekusi dan pembungkaman melanda dunia Islam. Terjepit di antara kekerasan negara, kekerasan pasar, dan kekerasan kelompok keagamaan, membuat watak sejati Islam kehilangan ekspresinya.

Dalam bayangan murung seperti itu, Indonesia diharapkan bisa terus tampil ssebagai mercusuar dari tradisi kehidupan keagamaan yang damai.

Clifford Geertz menengarai pandangan dunia religi primordial Nusantara bersifat iluminasionisme. Bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan pasangan yang saling mengidentifikasi, saling melengkapi, saling bergantung yang terpancar (iluminasi) dari sumber yang sama--"Yang Esa" (Tuhan), yang tidak bergantung.

Dengan pandangan hidup seperti itu, etos budaya Nusantara bersifat adaptif, gradualistik, estetik dan toleran. Perbedaan bukan sesuatu yang harus ditolak atau paling jauh ditoleransi selama tak membahayakan. Sebaliknya, perbedaan harus diterima sebagai bagian kesempurnaan hidup, yang mendorong semangat saling menyerap, saling berbagi, saling menghormati.

Dalam agama cinta (rahmat bagi semesta), kebenaran dan keadilan tidak mengenal penganut dan bukan penganut. Cinta memeluk semuanya. Warga bangsa boleh berbeda keyakinan, tapi cinta menyatukannya. Kekuatan mencintai dengan melampuai perbedaan inilah yang melahirkan pelangi Indonesia indah.

Harmoni dalam kemajemukan adalah cetakan dasar bangsa ini. Berbilang bangsa dalam zona keseragaman terguncang menghadapi globalisasi keragaman. Bahkan bangsa -bangsa maju kembali mengeja multikulturalisme secara tergagap. Tak sedikit gagal, berujung populisme dengan supremasi tribalisme anti-asing, anti-perbedaan.

Berutung, Indonesia banyak makan asam garam. Bangsa maritim di tengah persilangan arus manusia dan peradaban dunia, terbiasa menerima perbedaan. Jauh sebelum merdeka, para pemuda lintas etnis dan agama sudah menemukan penyebut bersama dalam keragaman bangsa. Saat dasar negara dan konstitusi dirumuskan, perwakilan berbagai golongan terwakili, menghadirkan negara semua buat semua.

Dalam napak tilas refleksi diri bisa kita kenali hidup religius dengan kerelaan menerima keragaman telah lama diterima sebagai kewajaran oleh penduduk negeri ini. Sejak zaman Majapahit, doktrin agama sipil untuk mensenyawakan keragaman agama telah diformulasikan oleh Mpu Tantular dalam Sutasoma, “Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa."

Islam Indonesia sendiri, yang dianut sebagian besar penduduk, kendati seperti agama lainnya— tak luput dari sejarah kekerasan, dalam sapuan besarnya didominasi warna kedamaian dan toleransi kuat. Meskipun doktrin dan mazhab radikal memang selalu ada, tetapi pengaruhnya relatif terbatas dan dilunakkan oleh ragam ekspresi komunitas Islam dan kehadiran ragam agama.

Clifford Geertz melukiskan etos klasik Islam kepulauan ini bersifat menyerap, adaptif, gradualistik, estetik dan toleran. Dengan begitu terbuka lebar kemungkinan untuk melampaui perbedaan religio-kultural, memperlunak perbedaan itu dan menjadikannya pada batas toleransi yang memberi pra kondisi kesiapan bekerjasama lintas kultural.

Modal sosial terpenting bangsa ini terlalu berharga untuk dikorbankan demi ambisi elit politik. 

Mari kita jaga dengan memperluas jaring interaksi dan kesetaraan dengan semangat bersatu dan berbagi.



*Rst

*Nalar Pinggiran

Selasa, 04 Juni 2024

-ISLAM DAN PANCASILA-

Soal Piagam Jakarta, selalu problematis, karena memori itu menyangkut fakta mayoritas penganut Islam di bangsa ini. Karena itu, membayangkan Pancasila sebagai ideologi non-doktriner akan lebih produktif bagi penyelenggaraan demokrasi. Pancasila lebih layak dijadikan ide penuntun dan bukan sebagai ide pengatur.

Pencoretan klausul Islam dalam Dasar Negara yang dianggap sebagai kekalahan ummat Islam dalam menerapkan sebagai legitimasi (historis-yuridis) negara Islam, terjadi pada tanggal 18 Agustus 1945. Satu hari setelah Soekarno - Hatta memproklamirkan kemerdekaan republik ini. Dan, Bung Hatta (dianggap) adalah orang paling bertanggung jawab dalam penghapusan 7 kata ini.

Dalam bukunya 'Sekitar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945', Bung Hatta menulis bahwa "inspirasi penghilangan 7 kata tersebut dari seorang opsir Angkatan Laut Jepang". Ia lupa siapa nama opsir tersebut. Itu terjadi pada sore hari, tanggal 17 Agustus 1945. Prinsipnya opsir AL Jepang ini menyampaikan informasi keberatan dari kelompok-kelompok Protestan dan Katholik di wilayah Indonesia Bagian Timur tentang pencantuman 7 kata "keramat" ini. Bila di paksakan juga, ada keinginan dari kelompok-kelompok tersebut untuk "sayonara" pada Indonesia yang baru lahir. Bung Hatta tentunya berfikir dan merasa khawatir.

Dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945, putra Batuhampar Minangkabau - Bung Hatta kemudian mengutarakan hal ini. Sebelumnya, Bung Hatta juga mendiskusikan hal ini kepada KH. Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, Ki Bagus Hadikusumo dan Mr. Teuku Hasan. 

Singkat cerita, akhirnya diperoleh kesepakatan dalam forum PPKI ini untuk menghilangkan 7 kata, yaitu "Kewajiban menjalankan syari'at islam bagi pemeluknya". 7 kata ini berpotensi "menyakiti" saudara-saudara non-muslim dan menggantikannya dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Sejarah kemudian mencatat, "Ketuhanan Yang Maha Esa"-lah yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat pula rumusan Pancasila. Menurut Bung Hatta, proses ini dianggapnya sebagai "perubahan maha penting yang menyatukan bangsa".

Konteks historis diatas-lah yang seringkali di gugat. Bung Hatta-pun yang muslim dianggap sebagai orang yang tidak berpihak pada Islam dan teramat mudah mendengar "keluhan" kaum non-muslim. Benarkah demikian ?. Bung Hatta berpijak pada semangat keislaman inklusif dan komitmennya yang tinggi terhadap pluralisme positif. Suatu sikap muslim yang terbuka terhadap informasi dan perubahan. Bung Hatta menyampingkan sifat absolutik, ia lebih mengutamakan substansi daripada simbol.

Ketika Bung Hatta menyadari bahwa 7 kata tersebut berpotensi mengancam persatuan bangsa, karena mengandung eksklusifisme keagamaan, maka tokoh republik yang teramat lambat nikah ini, melakukan refleksi dan penilaian ulang. Bagaimana bentuk refleksi dan penilaian ulang yang di lakukannya pada sore 17 Agustus 1945 tersebut, hanya ia seorang yang tahu.

Tetapi yang pasti, pada tanggal 18 Agustus 1945, Bung Hatta bisa menerima alasan keberatan pencantuman 7 kata tersebut. Bung Hatta tidak ingin menganggap ini hanyalah sebagai refleksi seorang personal an-sich semata, karena itu ia merasa perlu untuk mendiskusikannya dengan empat tokoh Islam diatas (empat tokoh yang secara personal tidak diragukan lagi moralitas dan dedikasinya, serta merupakan representasi dari kelompok-kelompok besar Islam masa itu).

Jikalau ke-empat tokoh Islam diatas yang diajak berunding oleh Bung Hatta akhirnya menyetujui penghapusan 7 kata dan menggantikannya dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa", nampaknya hal tersebut sudah menjadi "kehendak Allah". Ini bukan fatalisme. Tokoh-tokoh ini bukanlah tokoh-tokoh yang "baru jadi". Mereka telah menyejarah dan merasakan bagaimana kebutuhan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Ketika ada yang menggugat para tokoh ini sebagai orang-orang yang mudah di pengaruhi oleh kaum non-Islam, benarkah demikian?. Bisakah kita meragukan ketokohan, kapabilitas, dan moralitas Bung Hatta, KH. Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo dan Teuku Hasan?. 

Akhirnya, historia vitae magistra. Sejarah mengajarkan kita kearifan.

Sejarah tidak bisa diulang. Ia terjadi hanya satu kali. Seterusnya, ia hanyalah interpretasi dan memori untuk dikenang. Tapi terlepas dari semua itu, adalah kewajiban kita semua untuk mengucapkan terima kasih kepada para "Bapak Bangsa" yang telah mampu mencari jalan terbaik bagi bangsa ini ke depan. Terlepas suka atau tidak suka, Pancasila memang layak disebut sebagai puncak prestasi intelektual dan kultural yang pada dasarnya mempertemukan ragam ummat beragama, sebagai entitas sosial-historis riil bangsa ini, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini.

Benarkah kita melupakan penghilangan 7 kata tersebut?. Jawabannya adalah justru kita melupakan jawaban mengapa para "Bapak Bangsa" justru mencari format terbaik bagi keutuhan bangsa ini.

Ihwal itulah, sehingga kita tidak ingin memperdebatkannya kembali. Sekarang yang jadi soal adalah apa Output setelah kita dekat dengan Pancasila atau apa implikasi yang terdapat pada diri dan perilaku kita setelah kita menyatakan diri kita adalah Pancasila. 

Katanya Pancasila, tetapi tidak menomor satukan Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam praktek Hidupnya. Tidak pernah istikharo, tidak pernah Tuhan dijadikan rujukan Utama atau pertimbangan dalam menapaki langkah-langkah. Misalnya, Kita membangun infrastruktur di indonesia, itu tujuannya untuk dunia atau untuk akhirat?. Dengan jujur, kita harus menjawab untuk dunia. Menurutku, inilah implikasi awal, karena kita mendikotomi Persoalan dunia dan akhirat yang tertuang di dalam pancasila. 

Makanya, menjadi wajar korupsi subur, nepotisme bertumbuh, kolusi tidak terelakan. Karena Tuhan dan sistem nilai tidak pernah di libatkan dalam setiap urusan-urusan yang dianggap berpretensi duniawi. Padahal seluruh entitas bangsa ini berani menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Dasar Primer.

padahal masalah indonesia itu bukan kemiskinan, bukan pengangguran, dsb. Tetapi, masalahnya terletak pada darahnya, pada jiwanya, pada hatinya dan pada pikirannya. Sudah komplikasi indonesia ini. Kita mahfum dengan Terma Komplikasi?. Di obati, jantungnya. Sakit ginjalnya. Di obati ginjalnya, sakit paru-parunya. Kira-kira begitu yang di maksud komplikasi. 

Nah, sekarang kita bertanya soal infrastruktur jalan. Soal sekolah gratis. Soal parawisata. Soal rokok dan segala macam urusan di republik ini. Itu hanyalah akibat dari komplikasi penyakit yang sedang menimpa kita semua di republik ini. Indonesia ini seperti penyakit gatal, digaruk. Tetapi, akan gatal kembali. Karena yang salah adalah darahnya, yang salah adalah jiwanya, hatinya dan pikirannya. 

Kita seolah berada pada era jahiliyah yang sempurna. Kenapa jahiliyah?. Karena ciri Jahiliyah adalah penyembah berhala. Jahiliyah itu, tidak ditentukan oleh ada masjid atau tidak ada masjid. Tidak ditentukan, apakah ada patung atau tidak ada patung. Jahiliyah itu tidak ditentukan oleh ada gedung atau tidak ada gedung. Jahiliyah itu ditentukan, oleh cara berpikir manusianya terhadap lingkungannya. Karena masjid bisa saja diberhalakan, Islam bisa diberhalakan, sholat bisa diberhalakan. Maksudnya adalah Jahiliyah itu terletak pada cara berpikir yang sangat matrealistik. Bahkan manusia, tidak dibedakan kualitasnya, antara Profesor atau ulama atau bajingan.

Artinya, demokrasi itu begitu matrealistiknya. Pokoknya, manusia itu Angka dan jumlah. Pilkada, pemilu, dsb adalah jumlah. Dan itu berhala paling puncak. Luar biasanya adalah kita penganutnya. Itulah sebabnya, era jahiliyah. Apanya yang tidak era jahiliyah?.

Saya ini, tidak dikenal di indonesia. Di sulawesi saja tidak. Presiden, Gubernur, walikota, bupati, kepala dinas dan semua Konstalasi di negeri ini. sudah banyak tempat yang saya datangi untuk berdialektika. Tetapi, saya tidak pernah minta kepada pemerintah bahwa saya sedang berdialektika di daerahnya. Saya cuman lapor kepada Allah. Seperti semut, yang membawa setitik air saat Nabi Ibrahim dibakar. Walaupun, malaikat menghina, untuk apa engkau memadamkan api yang membakar Nabi ibrahim, kamu kan cuman semut?. "Wah, saya tidak bermaksud memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim. Saya hanya ingin memperlihatkan kepada Allah. Bahwa, saya berpihak pada kebenaran". 

Jadi, saya tidak punya wewenang apapun. Juga tidak pernah dipercaya oleh republik indonesia untuk menjadi apapun, sehingga saya tidak punya tanggung jawab apapun. Pun ada Dialektika tentang kebangsaan, problem ummat, itu karena saya cinta pada kemanusiaan sebagai perjalanan kemanusiaan. 


(Bagian 3 )


- Makassar, 17 Agustus 2021 -


*Pustaka Hayat

*pejalan Sunyi

*Rst

*Nalar Pinggiran





1 JUNI BUKAN HARI LAHIR PANCASILA -


Pada tanggal 1 Juni 1945, untuk pertama kalinya, istilah “Pancasila” disebutkan oleh Bung Karno dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Pada hari itu, di forum BPUPKI, Bung Karno mengusulkan rumusan dasar Negara, yang terdiri atas lima Sila: (1). Kebangsaan Indonesia (2). Internasionalisme atau Perikemanusiaan (3). Mufakat atau demokrasi (4). Kesejahteraan Sosial (5) Ketuhanan.

Memang benar, Untuk pertama kalinya istilah Pancasila diangkat oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni. Tetapi, faktanya, tiga hari sebelum pidato Bung Karno, yakni pada 29 Mei 1945, anggota BPUPKI lainnya, Mr. Muhammad Yamin dan DR. Soepomo, sudah terlebih dahulu menyampaikan pidatonya yang juga memuat "lima asas".

Menurut Mr. Muhammad Yamin dasar bagi bagi Indonesia Merdeka, yaitu : (1). peri kebangsaan (2). peri kemanusiaan (3). peri-Ketuhanan (4). peri kerakyatan dan (5). kesejahteraan rakyat.

Sedangkan, Menurut DR. Soepomo, yaitu : (1). Persatuan (2). Kekeluargaan (3). Keseimbangan Lahir dan Batin (4). Musyawarah (5). Keadilan Rakyat.

Jika di ikuti dengan tenang, Tidak ada perbedaan fundamental antara rumusan "lima asas" Yamin dengan "lima dasar" Soekarno. Panjang naskah pidatonya pun sama, yaitu 20 halaman. Karena itulah, 'B.J. Boland' dalam bukunya, 'The Struggle of Islam in Modern Indonesia (Baca The Hague: Martinus Nijhoff, 1971)', menyimpulkan bahwa "The Pancasila was in fact a creation of Yamin and not Soekarno's." (Pancasila faktanya adalah karya Yamin dan bukan karya Soekarno).

Bahkan, tentang nama Pancasila sendiri, diakui oleh Soekarno, ia mengkonsultasikan nama itu kepada seorang ahli bahasa, yang tidak lain adalah Muhammad Yamin. Dalam buku 'Sejarah Lahirnya Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila (Inti Idayu Press, 1984)' disebutkan, bahwa "Soekarno pada tahun 1966 mengakui, kata "sila" adalah sumbangan Yamin, sedangkan kata "Panca" berasal dari dirinya". ( Baca ; Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Jakarta: GIP, 1997),hal. 18-19). Juga, Restu Gunawan, Muhammad Yamin dan Cita-cita Persatuan, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2005), hal. 48-50).

Artinya, Peringatan kelahiran Pancasila pada tanggal 1 Juni dan menyandarkannya pada Bung Karno semata, masih perlu penelaahan sejarah yang lebih serius. Bukti-bukti sejarah justru menunjukkan, bahwa rumusan Pancasila resmi saat ini, sebenarnya lahir pada tanggal 18 Agustus 1945, yang di jiwai atau hasil tranformasi dari Piagam Jakarta 22 Juni. Oleh sebab itu, lebih tepat jika hari lahir Pancasila disebut tanggal 18 Agustus 1945. Sebab, Tanggal 1 Juni adalah peringatan Pidato Bung Karno yang mengungkapkan istilah Pancasila, dan bukan Hari Lahir Pancasila, sebagaimana rumusan saat ini.

Bahkan, embrio rumusan resmi Pancasila sebenarnya sudah ditetapkan oleh Panitia Sembilan BPUPKI, yaitu Pancasila versi Piagam Jakarta (Pembukaan UUD 1945). Bedanya dengan rumusan resmi, hanya terletak pada "tujuh kata" pada sila pertama, yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Jadi, Pancasila sebenarnya bukanlah rumusan seorang Bung Karno sendirian. 

Pancasila saat ini adalah hasil kesepakatan tokoh-tokoh bangsa yang memiliki berbagai aspirasi ideologis, termasuk para tokoh Islam yang tergabung dalam Panitia Sembilan di BPUPKI, yaitu KH Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Abdul Kahar Muzakkar.

Tokoh Masyumi, 'Mr. Mohammad Roem' pernah mengingatkan kekeliruan pengkultusan seseorang dalam soal perumusan dan pemaknaan Pancasila. Di masa Orde Lama (1959-1965), pemikiran Soekarno banyak di jadikan sebagai tafsir baku terhadap Pancasila. Soekarno ditempatkan sebagai penafsir tunggal atas Pancasila. Padahal, menurut Mr. Mohammad Roem, Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, bukan lagi merupakan pikiran Soekarno semata. Ia telah merupakan buah pemikiran para anggota BPUPKI, khususnya yang tergabung dalam Panitia Kecil (Panitia Sembilan). (Dikutip dari makalah Mohammad Roem, Lahirnya Pancasila, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977).

Tentu saja, ada perbedaan mendasar antara rumusan Pancasila versi 1 Juni 1945 dengan Pancasila rumusan resmi saat ini. Ambil contoh rumusan sila kedua. Rumusan Soekarno (Internasionalisme atau Perikemanusiaan) maupun Yamin (perikemanusiaan), sangat berbeda dengan rumusan resmi, yaitu "Kemanusiaan yang adil dan beradab".

Rumusan resmi itu membuktikan, bahwa Pancasila tidaklah berasal dari zaman pra-Islam. Sebab, istilah "adil" dan "adab" baru dikenal oleh seluruh manusia di wilayah Indonesia dan Nusantara, setelah kedatangan Islam. Kata "adil" dan "adab" termasuk sebagian dari istilah-istilah pokok dalam Islam yang dipahami secara universal oleh kaum Muslimin di mana pun (Islamic basic vocabularies). Sama dengan istilah "hikmah" dan "musyawarah".

Jika belum yakin dengan coretan Nalar pinggiran ini dan kita masih percaya bahwa Pancasila adalah produk asli bumi Indonesia dari zaman pra-Islam. silakan mencoba menerjemahkan seluruh sila Pancasila ke dalam bahasa daerah-daerah lainnya.

Soal kemanusiaan, misalnya, sudah mengalami perubahan mendasar, dengan penambahan kata "adil" dan "beradab". Dalam Islam, adab merupakan konsep pokok yang menentukan jatuh bangunnya suatu masyarakat. 'Imam as-Syafi’i', pernah ditanya, bagaimana dia mengejar adab. Ia menjawab, "Aku akan selalu mencarinya seperti seorang ibu yang mencari anak satu-satunya yang hilang."

Sesuai sila keempat, misalnya, rakyat Indonesia harusnya selalu berusaha mencari bimbingan hikmah; bukan suara terbanyak; bukan bimbingan klenik atau takhayyul. Jika para pemimpin Indonesia mau mengamalkan Pancasila, harusnya mereka lebih menerima kebenaran wahyu, ketimbang konsep klenik.

Di era reformasi dan kebebasan saat ini, konon, anak-anak sekolah dan mahasiswa akan kembali disajikan pelajaran Pancasila. Belum jelas benar, "Pancasila" seperti apa yang akan diajarkan di sekolah-sekolah. Orde Lama yang sempat memadukan nasionalis-agama-komunis, telah dikoreksi oleh Orde Baru. Tapi, Orde Baru yang berslogan mengamalkan Pancasila secara murni dan konsekuen pun akhirnya terpuruk.

Kita berharap, pengambil kebijakan tidak keliru memahami dan meletakkan Pancasila pada tempatnya. Pancasila jangan sampai menggantikan peran agama sebagai worldview maupun pedoman amal. Jangan bertanya, apa konsep Tuhan menurut Pancasila. Sebab, konsep Tuhan sudah dijelaskan oleh agama. Juga, jangan lagi menjadikan Pancasila sebagai konsep amal. Jangan pernah bertanya, bagaimana cara makan, minum, dan gosok gigi menurut Pancasila!.

Sebagai Muslim, kita nasehati generasi kita, "Singkirkan duri di jalan, sebab itu anjuran Rasulullah saw!". Kita tidak menasehati generasi kita, "Singkirkan duri di jalan, sebab itu sesuai sila kedua Pancasila". Istilah populernya: "Jangan mengagamakan Pancasila dan jangan mempancasilakan agama!", Karena itu, agar tidak salah, belajarlah sejarah, sayaangkoe!

Sekali lagi, Saya tegaskan dan mengulang uraian diatas, Perihal 1 Juni. Jika dibaca dengan tenang, tidak gasak grusuk. Maka kita bisa menemukan saripati pemikirannya.

Pancasila sebagai dasar negara, resmi lahir ketika PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) mengesahkan konstitusi negara, yakni UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Dan di dalam Pembukaan-nya, tercantum Pancasila. Memang Pancasila pertama kali di dengungkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Namun, Pancasila secara utuh sebagai dasar negara, baru lahir pada 18 Agustus 1945. Karena Pancasila lahir melalui berbagai dinamika dan hasil pemikiran tokoh-tokoh bangsa lainnya.

Sebelum pengesahan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, sudah di rumuskan Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 yang isinya hampir sama dengan Pancasila yang ada saat ini. Hanya saja, sila pertama berbunyi " Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Dihapus Karena terjadi Polemik dan perdebatan panjang, sehingga Moh. Hatta mengusulkan agar sila pertama itu diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kita memang Harus mengakui bahwa peran Bung Karno Sangat Besar dalam Perumusan Pancasila, namun Peran Tokoh-tokoh bangsa lainnya juga tidak kecil. Jika hari kelahiran Pancasila diperingati 1 Juni, maka Ada Upaya Pengkultusan pada Bung Karno, yang dalam waktu bersamaan Mendiskreditkan Peran Tokoh-tokoh Bangsa Yang lainnya. Serta menyandera Spirit dan Transformasi Piagam Jakarta. 

Makanya, Peringatan Hari Lahir Pancasila pernah menjadi polemik di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pada tahun 1970, pemerintah Orde Baru melalui Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) melarang peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Tidak salah, jika banyak pakar Hukum tata Negara ketawa terhadap Peringatan pancasila 1 Juni ini. Saya saja ketawa.

Siklus waktu selalu berjalan maju dan meninggalkan residu cerita, perjalanan dan catatan tokoh-tokoh heroik ummat dan bangsa. Jika sejenak menarik beberapa catatan berseminya para tokoh-tokoh dalam mendeklarasikan pancasila sebagai pijakan utama dalam rumusan bernegara kita, maka kita akan temukan bahwa Pancasila bukan hal remeh temeh sebagaimana yang kita peroleh kala di bangku sekolah dulu. nyatanya dalam beberapa perjalanan para Tokoh yang sangat heroik di masanya cukup memberikan pelajaran pada kita bahwa pancasila selalu ramai dari masa ke masa dengan silang sikut pemikiran sampai pada lakunya sikap dan tindakan.

Lihat saja cikal bakal lahirnya DI-TII, GAM, OPM, RMS dll. Adalah keabsahan pada pancasila yang selalu ramai dan beberapa fenomena yang masih hangat di beranda ingatan kita. Esok hari pancasila, tidak ada yang berubah secara signifikan kecuali bangunan-bagunan yang hendak menggeser langit sebagai penyanggah dan bumi pertiwi semakin sesak (bonus demografi) dan keadilan bagi seluruh rakyat indonesia hanya jadi dongeng pengantar tidur si Fulan. 


- Makassar, 17 Agustus 2021 -


*Pustaka Hayat

*Pejalan Sunyi

*Rst

*Nalar Pinggiran

Selasa, 30 April 2024

UZBEKISTAN : BUNG KARNO, KRUSHCHEV, IMAM BUKHARI, TIMUR LENK DAN PEREMPUAN (CANTIK)

 

"Ceritakan sedikit tentang Uzbekistan, Kak !", pinta Adik-Adik.

Uzbekistan merupakan negara yang berdiri sendiri selepas USSR (Uni Sovyet Sosialis of Rusia) runtuh. Imbas, kebijakan politik "Glasnost dan Perestroika"nya, Michael Gorbachev. Tidak hanya Uzbekistan, tapi juga negara-negara (Asia Tengah) mayoritas beragama Islam yang selama ini berada di bawah "genggaman" Uni Sovyet seperti Azerbaijan, Turkmenistan, Kyrgistan. 

Sementara dua daerah lagi yang juga dihuni mayoritas Islam, Dagestan dan Chechnya, tetap berada di bawah Rusia. Selain negara-negara Islam di atas, beberapa daerah juga mendirikan negara masing-masing, diantaranya Lithuania, Georgia, Ukraina dan lainnya.

"Lalu ?".

Salah seorang perawi hadits terbesar dalam sejarah Islam, bernama Imam Bukhari. Kuburannya berada di daerah Uzbekistan ini. Kuburan Imam Bukhari dianggap sebagai salah satu kunci diplomasi antara Bung Karno dengan sahabatnya, Nikita Kruschev -  Presiden Uni Sovyet. Kruschev mengundang sahabatnya, Bung Karno, untuk berkunjung ke Uni Sovyet. 

Si Bung mengabulkan dengan satu syarat, yaitu "temukan kuburan Imam Bukhari terlebih dahulu". Konon, kuburan Imam Bukhari ditemukan di ladang kapas. Oleh Kruschev, kuburan ini direnovasi. Bung Karno, kemudian berkunjung menemui sahabatnya, Kruschev, Presiden Uni Sovyet kharismatik asal Ukraina ini.

"Lalu?".

Di Uzbekistan, terdapat satu kota. Namanya Samarkand. Kota besar, selain Tashkent yang belakangan menjadi ibu kota negara Uzbekistan. Kota Samarkand adalah kota "kesayangan" Timur Lenk. Biasa juga dipanggil dengan Amir Timur. Pendiri dinasti Timurid. Lahir dari peradaban gurun nan tandus. Kakinya pincang, karena itu, lawan-lawannya memanggil Timur Lenk dengan panggilan Si Timur Pincang. Ia anak Taragai, Kepala Suku di wilayah Uzbekistan. 

Dalam sejarah peradaban Islam, banyak sejarawan bersepakat mengatakan bahwa Amir Timur adalah Pribadi yang Kontradiktif Sebagai raja ataupun sultan yang kejam, di satu sisi dan Sholeh disisi yang lain. Ia menggetarkan. Lebih tepatnya, menakutkan.

Tahun 1370 M, Timur Lenk mengangkat dirinya sebagai penguasa tunggal. Ia memegang prinsip, 'Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada satu raja", maka ia membunuh saudara iparnya beserta saudara laki-laki sekerabatnya. Selanjutnya, Amir Timur menaklukkan Khurazan, Afghanistan, Persia, dan Kurdistan. Penaklukan yang menakutkan. Ia seperti meniru Hulagu Khan, membunuh orang-orang taklukan.

Konon, ketika menaklukan Sabwazar, Afghanistan, ia membangun menara terbuat dari 2000 mayat dibalut dengan lumpur. Ia pernah menyerbu Moskow. Sayang tak berhasil. Negeri nenek moyang Putin ini, begitu tangguh, rupanya. 

Sejarawan klasik Harold Lamb pernah mengisahkan, bahwa Timur Lenk yang memiliki anak laki-laki bernama Jahanggir dan Syakh Rukh ini, begitu khusuk diatas sajadah. Menganggap dirinya sedang memperjuangkan kejayaan Islam. Tapi ia gandrung menghancurkan pusat-pusat peradaban Islam. Kecuali Samarkand. Di tempat ini, ia malah membangun kota dengan mendatangkan batu dari Delhi, India. 

Dalam kehidupan sehari-hari, ia seperti menghormati para ulama. Dikabarkan ia dengan sangat hormat menerima sejarawan besar Ibnu Khaldun yang ditugasi salah seorang Sultan (lawan Timur Lenk) untuk berunding.

"Lalu?".

Kenapa, lalu terus dek?.

Oh ya, ada satu lagi. bersama-sama dengan perempuan Phustun, Persia, dan Chechnya, perempuan Uzbekistan dikenal sebagai perempuan tercantik di dunia. Molek, manis, ayu, aduhai.!.


"Sudah ...... !", kata si Adiks - Adiks.


Dari "Lalu ... !", berujung pada "Sudah !"  😅🤣


NB : Foto -  perempuan Uzbekistan ©pinterest



*Pustaka Hayat

*Rst

*Nalar Pinggiran