Mengenai Saya

Sabtu, 29 Oktober 2022

CORETAN PENA KOESAM TENTANG HUJAN

- LELAKI DESEMBER -

Hujan Bulan desember adalah kata-kata yang punya aliran mazhab sendiri, mungkin ada tempat yang mau menampung kisah-kisah murung. Antara kita, sepanjang perjalanan ini. Setelah langit kehabisan mendung.

Hujan bulan desember adalah bulan berjumpa dan berkumpul. 

Bukan di pisah oleh jarak nelayan ; mengistirahatkan sampannya untuk bercanda dengan kerabat di musim barat dan petani berpacu menanam lalu berteduh menghabiskan cadangan makanannya, hingga musim panen tiba.

Lelaki Desember tumbuh, bukan sebagai kembang melati. Lelaki Desember adalah belati. 

Di asah oleh tumpulnya hidup. Ditajamkan oleh-oleh banyaknya berita-berita buruk.

Lelaki Desember adalah musim hujan. Menjatuhi segenap kericuhan, kemudian berdamai dengan bunga-bunga padi. Hingga ceruk nafasnya berhenti.

- Makassar, The King ; 04/12/2020 -


***

 - Hujan Tak Pernah Paham -


Selalu saja dalam hidup, Ada seseorang yang kerap engkau sebut sebagai payung.

Meski, tak pernah merupakan rasa. Tetapi, Ia selalu menjaga matamu dari basah.

Pegang eratlah payungmu. Sebab, mungkin setelah kepergiannya. Akan ada hujan lebih lama di langitmu.

Dan engkau Tau, apa yang selalu di sisikan oleh hujan, Selain Jendela kaca yang basah dan genangan?. 

Ialah, Semerbak Aroma Bau Tanah, yang Harumnya masih tetap sama dan Mungkin saja kenangan. 

Barangkali, Sudah Takdirnya. saat Hujan. yang engkau Ingat, yang terkenang di kanvas Memorimu, bukan JemuranMu. 

- Makassar, 18/01/2018 -


***

- Hujan Dan Tumbuh -


Hujan sedang mengguyur derasnya saat ini, di sini. Membuat benih-benih tumbuh berkecambah.

Barangkali, Hujan tengah mempersiapkan, rindang teduh, saat melewati musim kemarau nanti.

Itulah mengapa, saya merasakan hujan bukan sebagai basah. Tetapi, Hujan sebagai sebuah kehadiran 

Biarlah Orang-Orang saja, yang merasakan Hujan sebagai Basah, Genangan dan Banjir.

Berkenaan dengan Itu, Saya Juga teringat dengan alaram dini Paulo Neruda ; "engkau Bisa membabat seluruh bunga-bunga. Tetapi engkau Tak bisa menahan datangnya Musim semi". 

Tumbuhlah...


- Makassar, 21 Desember 2021 -


***

-Menunggu Genangan Surut-


Hujan Tak salah, Ia akan tetap memenuhi Taqdirnya untuk jatuh membumi.

Hujan Tak sombong dengan derasnya. sebab, Ia tau Cerah kapan saja bisa menghilangkannya.

Belajarlah pada Hujan, yang Tak pernah mengeluh. meski terpental berkali-kali oleh permukaan payung, oleh pongahnya atap-atap rumah  yang menolak di masuki.

Hujan, akan tetap memenuhi taqdirnya untuk jatuh ke membumi.

Jika Hujan saja, tak pernah mengeluh. lantas, mengapa kita kerap kali mengeksploitasi nestapa?.

Segala Puja dan puji KepadaMu Robb, yang menjelma dalam tiap nama dan tiap wujud, sebanyak tetesan air hujan.

Kita harus cepat menyadari bahwa Hujan adalah catatan berseminya Musim Panas yang lebih menghangatkan.

Maka, Perlebar saja SenyumMu. sebab, yang kering kerontang, memang harus di basahi di bawah Rintiknya.


- Makassar, 22/12/2020 -


***

- Menolak Modern -

Saya Menolak Menjadi Manusia modern, jika moderinitas, selalu di tandai dengan Bangunan Infrastruktur statis, yang menghambat laju perjalanan Hujan menuju muara (laut).

Dalam diskursus tentang biosphere and environmental ethics. alas pijak kebijakan Neo develomentalis ialah justice the merginals. 

Jika tafsirannya yang di perluas adala kami kelompok yang terpinggirkan dan terbuang. teralienasi dalam bahasa Marx atau Mustad’fin dalam Terma Murtadha Muthahari.

Kelompok pinggiran, Tidak hanya soal Manusia. tetapi juga, tatanan ekologi dan lingkungan.

Secara filosofis, argumentasi kita mesti dimulai dari situ. bukan melompat menjadi perdebatan like or dislike. person to person.

Sebab, Kadang yang di samarkan dari potret pembangunan ialah relasi eksploitasi yang massif, atau sebentuk PELACURAN antara penentu kebijakan dan pelaku bisnis.

Akibatnya, Muara hujan, yang sejatinya di laut. Justru tergenang di darat. Siapa yang paling di rugikan?. Kami yang di pinggiran. 

Saya benar-benar, telah mendendami Hidup Ini?. Makanya, tidak usah ajarkan Kami soal Moralitas. Kami di pinggiran lebih Paham dan Mahfum soal itu. 


NB ; PICT, Kondisi Samping Rumah

- Makassar, 22/12/2020-


***

-Tubuh di Basuh Hujan-


Seharian gerimis, Menepilah dulu dari jalanmu. 

Tak perlu basah kuyup. 

Cukup di pojok mukim yang melanggengkan, dengan mendaras beberapa buku, barangkali.

Atau Terlelaplah dalam lupa. 

kelak kan ku bangunkan kau. Bairkan dulu cinta, sejatuh bangun itu.


***

- Hujan 5 -

Nona. Hujan beberapa waktu yang lalu, Tak menjanjikan pelangi.  Tapi, Ia akan berhenti.   

Awan sudah letih setelah berlari, tak lama lagi. 

Hari ini, kota kita cerah lagi. Malam nanti, kita akan melihat bintang.

Makassar, 23 Desember 2020

***

- Coretan Hujan 6-


Tetiba saja langit bergemuruh.

Mengabu. lalu, ia menjelma badai.

Tidak sedikitpun langkah ini terhenti. 

Aku sudah sering berjalan, Diantara badai hujan.

Langit Makassar semakin gemuruh menjadi-jadi.

Dingin menusuk, Tubuh serasa beku, Pucat mengharu deru.

Pesan mama ; Jangan lihat ke atap langit, Saat kilat datang bersamaan dengan hujan. 

Nanti cemas datang menjarah sisi jenuhmu.

Berjalan, Berjalanlah perlahan. 

Kuat lalu sampai di ujung tujuan.

Pacu lagi nafas, Agar langkah terarah.


- Makassar, 18 januari 2021-


***

- Di Tengah Hujan, Harapan Bermukim-

Sejak Sore jelang malam kemarin. ada gelap yang kumpul, lalu datangkan hujan-hujan culas, yang menggilas semua yang di bawah tanpa ampun.

Ada pekikan begitu keras diatas kepala. mungkin langit sedang menangis begitu pilunya. Suara-suara gaduh itu menyerbu lobang telinga, serta kilat mengagetkan sorotan mata kosong.

Adakalanya aku benci semua yang di bawah hujan ; lintasan kilat, gemuruh Guntur, basah kuyup, dan genangan air.

Namun, Sejak Sore tadi, baru ku tau, bahwa hujan, bukan saja proses alam dan kesejatiannya. 

Hujan adalah catatan berseminya sebuah harapan akan datangnya musim panas yang lebih hangat.

Hujan, selalu jatuh ke bawah. jatuh ke tempat yang jauh, asing dan tempat yang ia tidak kenali. bahkan tempat yang paling kotor sekalipun.

Hujan tidak pernah mengeluh.

Hujan juga tak pernah mengeluh meski ia berkali-kali terpental oleh angkuhnya permukaan payung, sombongnya atap-atap rumah yang menolak untuk di masuki. hujan tetap memenuhi kodratnya jatuh membumi, membasahi segala sesuatu yang kering kerontang.

Bila Hujan saja tak pernah mengeluh. Lalu, mengapa kita kerap mengeksploitasi Nestapa?. Bukankah yang kering memang harus di basahkan di bawah rintik hujan..?

Perlebar senyummu, sambutlah hujan. sebab ia datang dengan pengharapan, musim panas yang lebih menghangatkan dan menenangkan.

Biarkan Hujan mengguyur derasnya. Barangkali itu cara membuat benih benar-benar tumbuh berkecambah.

Atau barangkali hujan sedang mempersiapkan, rindang teduh saat melewati musim kemarau nanti.

Itulah mengapa, saya merasakan hujan bukan sebagai basah. tetapi, hujan sebagai sebuah kehadiran. biarlah orang-orang saja merasakan hujan sebagai basah, banjir, mengungsi dan kemacetan. 

- Coretan-Hujan ke 7-

- Makassar, 14 Maret 2021-


***

-Coretan Hujan 8-


seperti badai hujan, sejak malam kemarin, datang seketika, di tengah padang tandus. ada saatnya kita tak bisa mengelak dari terjangan gelora rindu. Dan engkau segera mengerti bahwa rindu adalah oasis. 

pada rumput yang meranggas, merindukan hujan. Dia menorehkan puisi perjumpaan. Bukankah, hujan turun sejak malam kemarin?. Lalu, mengapa tanah masih kering kerontang. 

Ahh.. rintik dalam detik menghujam ke tanah. Menyerukan aroma bumi dengan pongah. 

Langit yang kelabu, tetapi mataku yang basah. Mahluk mana yang mampu memikul rindu, duhaii?. Bahkan syair cinta, tak akan mampu di dendangkan.

Kelu, beku dalam qolbu. Yang menjeritkan namamu. 

-Makassar, 1 april 2021-






CORETAN PENA KOESAM 1

-Menyimak kata hati-

Sebenarnya yang bisa berkata-kata itu akal. Kalau hati tidak mengatakan apa-apa. Hati hanya merasakan. Perasaan sedih itu sudah eksis sebelum ada kata sedih, misalnya. Itu kenapa jangan menunggu hati berkata. Kita sebaiknya belajar merasakan terlebih dahulu.

Bagaimana mendengarkan kata hati?.

Lihatlah sesuatu sebagai apa adanya. Kelihatannya ini sederhana. Tapi itu tingkat yang menurut saya sangat susah. Karena saat kita melihat sesuatu, itu pasti muncul sebuah konsep di dalam pikiran kita.

Kalau Islam mengajarkan ikhlas, mengajarkan berserah kepada Tuhan. sesungguhnya itu membuat kita berada dalam posisi melihat sesuatu sebagai apa adanya.

Memang membuat jarak dengan diri sendiri itu tidaklah mudah. Namun, setahu saya, mendengarkan kata hati itu harus berani “menghentikan pikiran” di kepala. Bukan berani, tepatnya, tapi bisa menghentikan “cerewetnya otak”. 


***

- Hitam dan Gelap Bukan Kelam -

Biarkan kami melihat gelap dengan terang yang kecil ini, Biarkan kami susun cahaya yang terbatas agar kami bisa menangkap gelap.

Tak perlu takut dengan gelap, Tapi cemaslah pada kelam. Sebab gelap adalah bahagian dari hidup.

Kelam adalah putus asa yang memandang hidup sebagai gelap yang mutlak.

Kelam adalah jera, kelam adalah getir, kelam adalah menyerah.

Hitam tak pasti kelam. Hitam tak berarti dendam. Hitam tak selalu muram. Hitam tak tentu karam.

Tak jarang, justru akan tampak keindahan di tengah gelapnya malam.


Alor,  8 September 2019 


***

- Sunyi ingin bunyi -

Sunyi pun ingin bunyi. Sunyi selalu iri pada bunyi yang selalu bersuara, Bebas sekali sedang ia tak bersuara sama sekali. padanya hanya ada kekosongan, keluhnya pada diri sendiri.

Ingin sekali bersuara seperti burung-burung, Seperti bayi yang menangis, atau seperti tikus yang mecercit saat bertemu makanan.

Selama ini Sunyi hanya berkarib pada kekosongan. Tak seorang pun paham, Sunyi lebih sering menangis diam-diam.

Di kamar bercahaya suram, Saat perasaan yang tersimpan sama sekali tak bisa terucapkan.

Akhirnya, pada pemilik kesunyian, Sunyi mendendangkan setiap mimpi dalam pilihan harapan agar Di genapi.

- Ramma (2015) - 


***

-Sepi berbaris duduk di kursi-Kursi-

Moderinitas memberhalakan keramaiaan dan kecepatan. Diam dan kesunyian dianggap penghambat kemajuan, penghambat perkembangan.

maka diam, maka sunyi di lekati berbagai cap negatif. diam dan sunyi pun menjelma jadi hantu.

Manusia modern berlari dan berlari, terus berlari menjauhi diam dan sunyi.

pelarian ini adalah pelarian dari diri sendiri, pelarian ini juga berarti pelarian dari lingkungan-lingkungan tempat manusia modern bernafas.

Sebab tanpa diam, tanpa sunyi, mana mungkin manusia mendatangi dirinya, mengenali dan mengakrabi setiap jejaknya, menyingkap lapis demi lapis hingga menemukan makna-makna, begitupun dengan lingkungan-lingkunganya.

Semua hanya mungkin mendedahkan makna-makna, jika di kenali, Di akrabi, di singkap lapis demi lapisnya.

Karenanya diam dan sunyi bukanlah kutukan seperti di pelupuk teguh oleh banyak manusia modern. diam dan sunyi justru berkah.

- 18 Agustus 2017 - 


***

 -Hening ; Nyanyian kodok -

Hening, dingin melengking malam. Sahutan kodok memecah sunyi di pinggiran kota.

Telah lama mereka menanti semi, setelah kemarau panjang nyaris berkarat.

Dendang kodok, acap tak tau diri, pun tak kenal waktu istirahat manusia. Mereka tetap bersenandung dengan riang.

Kodok, rupanya kau mahkluk jalang. Senandung kerinduanmu, kau umbar ke semua mahkluk di sekitarmu.

Nyanyian Keintimanmu, Menyerbu lobang- lobang telingaku, yang nyaris Tuli.

Namun, cepat-cepat saya membatin. Bukankah, kita adalah Mahkluk yang berjalan pada rute takdir masing-masing.

Silahkan bersahutan, jika itu tentang kerinduan purbamu. Saya akan menikmatinya.

- Pinggiran Sawah - Makasar (08/11/2018) - 



***

- Di ujung Lorong kolong Langit -

Lalui saja, pun ia masih sunyi, Biarkan saja. Bukankah sunyi adalah bunyi yang sembunyi. 

Sangatlah Manusiawi, jika Lorong Taqdir-Nya dikolong langit ini, Acap Bekelindan dalam Misteri, Hingga Tidak mampu dipahami dengan keterbatasan otak kita yang kerdil.

Lalui saja, Pun ia masih sunyi, biarkan saja. Diujung lorong kolong langit. Temukanlah bunyi, Rasa dan kesadaran sejati. 

Sebab kita hidup ditengah gelimang kepalsuan yang luar biasa menenggelamkan kita.

- Lembanna, 07/12/2019 -



***

-Waktu-

Setiap melihat jam, saya selalu membatin. pada siapa waktu sebenarnya berdetak?.

Di detik itu mungkin ada detak yang ingin kita rasakan, Serupa ingatan di masa lalu, sebelum waktu menaklukkan.

Di lubang hitam waktu berhenti, dan kita hakiki ketiadaan yang abadi.

Demi waktu. 
Demikiankah waktu.
Sebatas akhir, Awal meniti kebahagiaan. 
Sebatas akhir menuju yang selalu di rindui.



***

- Nelayan dalam sahara - 

Kau lempar tali pancing, namun ikan tak kunjung datang.

Kau lempar jala. naas, yang kau dapat sepatu bekas.

Kau lempar kembali jala, menantikan ikan menghampiri layaknya gembala. 

kau tarik jala, hampa.

Sial, hardikmu. baru engkau ingat, laut ini hanya fatamorgana dalam sahara.


***

- Melebihi Saudara

Bersama menikmati angin tiap senggang waktu dan mendekap kehangatan dilorong-lorong sepi yang kerap diramaikan gelak tawa. 

Bersama menyusuri setiap jejak embun, sebelum lenyap di lamun matahari.

Perkawanan itu tidak mengenal nama, rupa dan tahta. 

Pada setiap aliran darah yang mengaliri mata. Ada kasih yang hanya bisa disamai  Oleh cara-cara bumi mencintai gunung, sungai, laut dan ngarai. Tanpa sedikitpun melukainya dengan badai. 

Hidup Pasti memberi imbalan yang pantas ; Bagi siapa saja yang mau menghargai Perkawanan.


- Makassar, 06/2020 -


***

- Simpan Dulu Dendam kita Pada hidup - 

Kita harus terbiasa tersenyum melihat realitas dunia, yang isinya paradoks-paradoks.

Ada kemalangan, ada kemeriahan.
Ada nestapa, ada kebahagiaan.
Ada air mata, ada suka cita.
Ada suka, ada duka.
Ada luka, ada kegembiraan.

Demikianlah Realitas hidup ini berjalan. Jika tak kita rawat senyuman ini, maka telah lama kita terlempar dari gelanggangan kehidupan.

Senyuman itu elan kekuatan bagi diri, juga rumah yang ramah bagi mata. 

Sambil mengumpulkan ransum terbaik. Sembunyikan dulu, dendam-dendam kita pada hidup ini, dibalik senyuman. 

Kelak, kita akan ledakkan bersama-sama ditengah kerumunan pesta pora mereka.

Ingatlah, jangan pernah sekali-kali menggadaikan senyuman pada siapapun. Sebab, tak ada nominal yang bisa membelinya. 

- Makassar, Dipinggiran sawah, 18/09/2021 -


***
-IDENTITAS PETARUNG-


Sebaiknya sudahi menerka manis pada kualitas kecapan. Sebab, saya tidak mahir dalam memainkan lidah dan mengecap manis pada bentangan jarak. Selain itu, manis yang sejati, terletak pada kualitas perjumpaan.

Semakin berkualitas perjumpaan, semakin manislah. 

Sejatinya perjumpaan ialah pertemuaan Fisik -Psikis - Pikir dan Dzikir (Kontemplasi/Permenungan). Seperti perjumpaan Adam dan Hawa dijabal Rahma, setelah keluar dari Taman eden. 

Datok moyang Manusia memperjumpakan semua entitas kemanusiaan. Sebab, Sekedar perjumpaan Fisik adalah Warisan Otak Darwin, Locke, Hume. Sekedar perjumpaan Psikis adalah Warisan Otak Frued. Sekedar perjumpaan Pikir adalah Warisan otak Descartes. Sekedar perjumpaan Dzikir adalah warisan Filsafat Timur.

Demikinlah, Tujuan menanam akan di kendalikan oleh proses menanam. Menanamlah, walau kelak Tuhan yang akan memanenkannya untuk kita.

Sejatinya, kita adalah kafilah yang selalu menanam, agar bisa memanen. Hidup bukan sekedar mencecap Kenikmatan. Tapi, juga menumbuhkannya.

Kontribusi itu penampakan luar dari keikhlasan kita dalam memberi, memperjuangkan dan melayani Ummat. Itu amanah pasca, kita di bai'at menjadi kader.

Kita (kalian dan saya) bukan ada untuk menjadi puing atau kayu yang termakan arang. kita adalah pemenang.

Perjuangkanlah.!. Sebab, meneriakkan kemenangan di ujung, harus di awali dengan perjuangan hari ini. Nanti ada kisah yang bisa kita ceritakan kelak

Ada banyak kemungkinan menyitir isi kepala, banyak juga kejadian yang menavigasi keputusan. Ada peluang merotasi kesimpulan. Jangan meratap lagi, sudah saatnya kita tabrakkan pada ketakutan. 

Menanti sebuah asa, di tengah kemusykilan yang menderah di lorong waktu. 

Akankah asa itu kembali tergenggam di saat selaksa tantangan hadir menghimpit, di setiap jejak ikhtiar yang telah aktual. 

Tapi, "Mungkin Segalanya Mungkin", sebagai cemeti tuk melautkan angan.

semoga asa itu kembali hadir dalam resonansi yang mengguratkan keyakinan yang pasti, bahwa badai itu secara evolutif akan berlalu.

Kelak, pada masanya kita akan ledakkan kegembiraan di kerumunan kesengsaraan. Sebab, Jalan hidup kita biasanya tak linear. Tidak juga seterusnya Pendakian atau penurunan.

Demikianlan Kader adalah Mahluk organik yang sudah siap hidup dalam kondisi apapun. Dia akan tumbuh kembali, di tempat mana saja yang dianggap relevan dengan misi hidupnya. 

Orang yang dianggap remeh hari ini. suatu saat menjadi orang yang sangat penting esoknya. Siklus hidup memang berisi misteri-misteri.

Yaa, saya sedang Mengukur mata dan volume air mata. Mengubur ingin dan merubah arah mata angin. 

Tunggu Saja. Sebab, Ini Dendam Pada Hidup.


-Makassar, 26 Februari 2021-


***

- Berdiri Menerka takdir -



Di ambang petang. Di lekuk teluk. Pejalan sunyi berdiri menerka-nerka takdir, Yang di rahasiakan oleh Kail.

Kepada Pantai, Ombak tak pernah bisa berikan kecupan. Sebab, adakalanya surut menjauh. 

Namun, degupan rindu, mendorong gelombang pasang berpulang.

Ombak tau, lautan tak pernah ada tanpa daratan. Ombak terasa ada, saat membelai pantai. 

Segala sesuatu hidup berpasangan. 

Betapapun sesekali kita mundur ke relung kedirian, kita tak pernah menjadi diri sendir tanpa terhubung dengan orang lain.  

Sejak itu, aku adalah kau, Dan engkau adalah aku. Kita hidup, karena saling mencintai. 

Ketuklah...!. Biarkan dulu, Aku berdiri sendiri di garis takdir yang indah. Yang Kelak menua bersamaMu,  dengan genggaman yang menghangatkan ruhku.

Selalu ada catatan tentang perjalanan kehidupan.

Direntang Usia, mungkin juga dipenghujung waktu.

Menabur asa di cakrawala, penuh degup kekhawatiran tentang hari esok yang selalu menjadi misteri. 

Di kolong malam, pernah terukir maksiat duniawi yang dengan sumringah dijalani. 

Goresanya, hingga kini berbekas dihati.

Barisan mega diatas kepala, menyembunyikan luka.

Sejenak, Biarlah cerita ini abadi, walau hanya dalam kesendirian.


-Makassar, 30 Januari 2021



***
-LELAKI PANGGILAN-


Napoleon Bonaparte, Benneditto Mussolini dan Adolf Hitler. 

Napoleon Bonaparte jago perang, namun berakhir di pulau Elba. Mussolini dan Hitler, orator yang ultranasionalis. Satu dari negeri Alessandro del Piero, yang satu dari negeri Fransz Beckenbauer (tapi "bisik-bisik" sejarah, Hitler orang Polandia).  Mereka bertiga punya kesamaan : sama-sama PENDEK. 

Dari beberapa literatur (kategori "gosip"), mereka secara medis-psikologis disinyalir mengindap "Sindrom Orang Pendek". 

Teori sindrom orang pendek yang kontroversial ini menurut ilmu psikologi terjadi di beberapa orang yang memiliki tubuh pendek. Selain disebut sebagai sindrom orang pendek, sindrom ini juga dikenal sebagai sindrom Napoleon atau sindrom orang kecil. 

Sindrom orang pendek adalah teori yang berhubungan dengan orang-orang bertubuh mungil alias pendek. Teori ini menunjukkan bahwa beberapa orang pendek memiliki rasa rendah diri karena bertubuh pendek dan cenderung mengimbanginya dengan aspek lain di kehidupannya. 

Orang-orang yang berpostur pendek ditemukan sangat agresif. Ini hanya diduga sebagai kondisi psikologis, dan terjadi pada beberapa orang pendek yang berkelamin laki-laki.

Menurut teori ini, Kaisar Napoleon Bonaparte selalu mengimbagi perawakannya yang pendek dengan menjadi sangat agresif. Teori ini juga terkait dengan penguasa agresif lainnya, seperti Hitler, Mussolini, dan lainnya. 

"Tinggi saya, kurang lebih 160 cm. Masuk kategori pendek, menurut teori ini !", Kata Kawan saya. 

"Jangan lihat ukurannya. Tetapi, Daya jelajahnya yang harus Engkau perhatikan. Agresif sekali melakukan perjalanan !". 

Bisa di test, kalau tak Percaya. " Satu cubitan lekat di pinggang. Alamakk, Perih". 


- Barru, 24 Juni 2021 -



***

-Masih Pagi, Jangan Bersedih-


Kau berteriak sekencang inginmu, Membuat pagi jadi retak. 

Katamu,  Terlalu banyak pagi yang ingkar, Menghadirkan "mentari", Tanpa menghadirkan "senyuman" itu lagi. 

Tapi, engkau lupa, bahwa pagi adalah sebaik-baik suasana, Yang sanggup memaafkan siapa saja. 

Jika pagi datang dan engkau merasa bersedih. Itu hanya, karena kegembiraan sedang menggodamu.

Ingatlah, Pada setiap remah cahaya matahari, yang di jatuhkan langit di pagi yang bersahaja. Terdapat pesan tentang kelembutan.

Embun tak akan pernah punah. Tetapi, dia selalu di takdirkan oleh sengat matahari, Terhadap angin, Untuk Tunduk bersimpuh melayani kemauan mereka. 

Seperti budak yang niscaya menunduk patuh di bawah telapak kaki tuannya. 

Pagi sudah terlanjur mendatangkan sengat, 
Nikmati saja. 

-- Alor, 12/02/2019--


***

- Pagi 1 -


Pagi..!

Jadilah, yang paling lapang dadanya. Saat dunia, semakin sempit dan sesak. 

Pagii..!

Jadilah, yang paling hangat. Saat dunia semakin dingin, kaku dan membeku. 

Pagi..!

Jadikanlah Kebahagian sebagai harta milik, yang kita jaga sepenuh hati, agar pagi kita tetap tersenyum.

Jika pagi datang dan Engkau merasa bersedih. Itu hanya, karena kegembiraan sedang menggodamu.


-Alor, 29 Desember 2019


***

-Pagi 2-


"Pagi harus di maknai sebagai buku yang terbuka dan bebas di interpretasi oleh siapapun. Nikmati saja, jangan biarkan pagimu melintas dengan murung".

Nabi Sulaiman As bertanya kepada semut, "berapa banyak kamu makan dalam setahun?". Tiga (3) butir gandum jawabnya. Lalu, beliau mengambil semut itu, dan meletakkannya di dalam sebuah botol, berikut 3 butir gandum. 

Setahun pun berlalu. Nabi Sulaiman pun memeriksa botol tersebut dan menemukan semut itu hanya memakam 1,5 butir gandum. Nabi Sulaiman bertanya, "mengapa engkau tidak memakan semuanya?". 

"Ketika aku berada di luar botol, aku bertawaqqal dan berserah kepada Allah. Dengan bertawaqqal kepadaNya, aku yakin bahwa DIA tidak akan pernah meninggalkanku. Tetapi, ketika aku pasrah kepadamu. aku tidak yakin, engkau akan mengingatku, Pada tahun berikutnya. Apakah engkau akan memberiku gandum atau tidak. Karena itu, harus ku sisakan gandum tersebut". 

Sesungguhnya Allah Maha Pemberi Rezeky. Boleh jadi rezeky kita adalah sehat wal afiat, di tutupi setiap aib, di selamatkan dari keburukan, orang yang suka pada kita, keluarga yang menghangatkan. 

Olehnya, jangan membatasi rezeky pada materi saja. Apalagi terlalu setengah mati mengejar sesuatu yang hasilnya tidak bisa di santap di alam kubur dan barzah. Kita tidak akan membawa tanda mata apa-apa. 

Kelak di peristirahatan yang sempit itu, hanya bisa di isi 3 Mahkluk : Jasad kita, mungkar nakir dengan Daftar pertanyaan dan palu di genggaman tangannya.

Itulah sebabnya, Suatu ketika Hasan Al-Basri RA pernah di tanya; Apa Rahasia Agamamu?. 

Jawab Hasan, Saya Tau 4 Hal ; (Pertama), saya tahu bahwa Rezeki saya tidak dapat di ambil oleh siapapun. Jadi hari saya puas. (Kedua), saya tahu bahw tidak ada yang dapat melakukan tidakan (Ibadah), jadi saya harus melakukannya sendiri. (Tiga), saya tahu bahwa Allah sedang mengawasi saya, jadi saya malu melakukan kesalahan. (Empat), saya tahu bahwa kematian sedang menunggu saya, jadi saya harus mempersiapkan pertemua dengan Allah. 


-Makassar, 28 Februari 2021-



***
-Sunyi Malam-


Lama Tidur, tidak memperpanjang Umur. Lama Terjaga, tidak memperpendek Umur. (Omar  Khayyan : 1048-1131w).

Berkenaan dengan itu,  saya teringat dengan Penuturan Ibnu Qoyyim, bahwa " Boleh jadi saat engkau sedang tidur terlelap, pintu-pintu langit sedang diketuk oleh puluhan doa-doa kebaikan untukMu ; 

Dari seorang Fakir yang engkau tolong, Dari orang kelaparan yang telah engkau beri makan, Dari kesedihan seseorang yang telah engkau bahagiakan, 

Dari seseorang yang engkau beri senyum saat berpapasan, atau Dari orang yang dihimpit kesulitan yang engkau lapangkan. 

Maka, jangan sesekali engkau remehkan sebuah kebaikan".

Tobat katamu, kawan.?. Terangkan kepadaku, bagaimana bertobat dari CINTA. 

Malam, Telanlah segala terangmu. Sempurnakan pekat legam hitammu, dan hantarkan aku pada kewaspasaan keheningan. Itu saja. 

Sebab, Di kota Anonim ini. ada pejalan Sunyi, yang diam-diam merapal namamu dalam munajat dan sujudnya yang tak pernah usai.

- Makassar, 31 Maret 2021



***

-LEKUK ALOR SETELAH DI TERJANG SEROJA-

Kehidupan ini serupa alam : tiada awan di langit yang menetap selamanya, tiada mendung hujan yang abadi, tiada mungkin akan terus menerus terang cuacanya. 

Tiada yang kekal.  Segalanya berganti. Sehabis siang yang menyengat. Lahirlah senja yang membawa pesan Syahdu. 

Emas memang mahal. Tetapi, saat seseorang tenggelam, sebongkah kayu lebih berharga baginya, di banding segunung emas. 

Berharganya sesuatu itu, di ukur dari kebutuhan, bukan dari harganya. 

Fir'aun yang semasa hidupnya, mendeklarasikan dirinya adalah Tuhan. Di akhir Hidupnya, untuk sekedar berenang saja tidak sanggup. Tenggelam. 

Jangan Sombong, apalagi Jumawa sampai membusungkan dada. 

Hidup adalah perjalanan. Selalu ada alasan dari setiap peristiwa. Meski, kadang kita tak pernah mengerti alasannya. Tetapi, setiap perjalanan hidup selalu memberi pelajaran. 

Berkenaan dengan itu, saya teringat dengan Ungkapan Ibnu Atha'ilah dalam Al Hikam 65, yang menuturkan bahwa, "siapa yang tidak mendekat kepadaNya, padahal Sudah di hadiahi berbagai kenikmatan, akan di seret (agar mendekat) kepadaNya dengan Rantai Ujian". 

Itulah sebabnya, Syaikh Mutawalli asy Sya'rawai mengatakan, "Beritahukan aku tentang kedermawanan Allah?. Dia melihatmu melanggar perintahNya, diletakkan olehNya rasa sesal dalam hatimu, kemudian Dia mendorongmu untuk beristighfar, maka dia mengampuni dosamu". 


-Alor, 10 April 2021



***

-NEBENG SYAHWAT-


Di tengah Geliat yang 'Meng-Akukan' diri. Padahal jelas tak memiliki jenis Kelamin. Jenis kelaminnya telah lama di kebiri dan mandul. Akibatnya, mereka kehilangan Syahwat.

Dalam tradisi kekuasaan Jepang. Orang yang kehilangan syahwat adalah mereka yang menjaga kaisar (kekuasaan). Istilah bekennya Bang Akbar adalah Nebeng Syahwat.

"Aku" di pinggiran, tetap konsisten meracik, Mengembalikan dan mempertegas Jenis Kelamin Di dapur.

Sebab, belakangan kita lebih tertarik pada manusia yang tidak memiliki jenis kelamin.

Entahlah, Siapa yang punya syahwat dan tidak?. Lalu, dengan jenis kelamin apa kita memperkosa ibu Pertiwi.

Secara cepat saya menegaskan, bahwa kebanyakan kita tidak punya syahwat. Kita hanya merekonsiliasi syahwat dan jenis kelamin.

Betapa kurang ajarnya kita itu, sesungguhnya. Kita Perkasa dengan jenis kelaminn dan syahwat orang lain.

Ingat, Aku hanya merindukan ibu Pertiwi, bukan ibu Kartini.

- Toko Ada Buku, Gowa, 17 Juni 2021 -


***


Hari ini, di langit Oktober, Mata cinta kami menangis.

Kala bulan meminjam wajahmu, Untuk dijadikan hiasan di dinding batu.

Ada rindu yang mengabu, Bibir mungilmu tak lagi gerimis menyapa kami.

Hanya diammu kini, Mengubur rasa Mama paling surga

Dik..

Dengan apa kami Memetik Embun di ranting matamu, Sedang nafasmu telah jauh tinggalkan sunyi.

Tinggal Kami selarik senja tanpa jingga, Tiada engkau sandaran hati paling bunga

Dik.. Berbahagialah di taman surga.
Selamanya...

- Makassar, 14/10/2021 -






CORETAN PENA KOESAM 2

- SEGERALAH HADIR -

Di ujung hitung tasbih, ku selip nama yang tak ku tau itu siapa?.

Dengan dada gemuruh, ku pinta ; Ya Robb, pertemukanlah kami, anak cucu adam..!

Lalu, gelegar hujan mengamini, membawa rinai mataku. Pelengkap insan musafir yang berjalan di kesunyian.

Engkaulah riuh dalam rinduku. segeralah hadir..!

Berharap pada manusia adalah kecewa yang di sengaja. 

Letakkanlah Segala harap, pun pinta pada yang tak bergantung pada apa, siapa dan dimana. Dialah, yang tak beku dalam absulutisme. Berjalan tak kiri dan kanan. Tertuntun rapi pada Cosmik : " Qiyamu bi nafshi".

Bukankah?, keindahan adalah tersungkur di sekujur sujud. 

Bukankah?. Hidup, hanya untuk tua, Tatih dan redup.

Pada malam yang tiba ku melipatgandakan mujahadah.

Pada dunia yang telah lelah, bahasaku menangis.

Pada Masjidku, rinduku membuncah. 


- Makassar , 12/03/2020 -


***

-NIKMAT TAK TERTAKAR-


Matahari datang mematuhi perintah Tuhannya. Menelan malam dengan terang.

Malam akan usai. Waktunya bangun dari mimpi. Subuh semakin mendekat. 

Hai, manusia. Hadapankahlah wajahMu kepada pencipta, Sehabis berselimut. 

Malulah pada matahari pagi yang datang menyambut. Pada wajah lembab yang dibasuh dengan air suci yang mensucikan. Pada anak manusia yang tahu dirinya, MenghadapNya adalah kebutuhan. 

Mereka akan merasakan subuh yang bernafas, merindukan sensasi keindahan yang lebih agung, dari sekedar berselimut.

Pagi sudah genap. Hari masih jauh waktu bumi.

Sebahagian orang berpacu dengan embun, Mengejar matahari. 

Tetapi, dunia itu kail wortel di bibir keledai.

Tersenyumlah, bila Robb memilihmu tetap duduk diatas sajadah berurai air mata, bibir tak luput berdzikir. 

Bukankah Nikmat Allah tak pernah mendusta.

Sebab itulah, Syeikh  Mutawalli Sya'rawi mendaku, "untukmu yang sering merasa kurang beruntung dalam kehidupan, tidak cukupkah engkau merasa menjadi orang yang sangat beruntung dengan di lahirkan sebagai seorang Muslim".

- Makassar, pematang sawah (25/11/2020-04.00) -


***

- NIKMAT TAK TERDUSTAKAN -

Pagi sudah genap, 

Hari masih jauh waktu bumi, 

Sebahagian orang berpacu dengan embun, 

Mengejar matahari. 

Tetapi, dunia itu kail wortel di bibir keledai. 

Tersenyumlah, bila Tuhan memilihmu tetap duduk diatas sajadah berurai air mata, 

bibir tak luput berdzikir. 

Nikmat tak terdustakan. 

Sebab itulah, Syeikh  Mutawalli Sya'rawi mendaku, "untukmu yang sering merasa kurang beruntung dalam kehidupan, tidak cukupkah engkau merasa menjadi orang yang sangat beruntung dengan di lahirkan sebagai seorang Muslim".

- Makassar, 26 April 2021


***

-Tao Teh Ching-


Dia adalah sesuatu yang tak berbentuk. tapi, utuh. Telah ada, sebelum langit dan bumi. 

Tanpa suara, tanpa materi. Tidak bergantung pada apapun dan tak berubah. 

Dia Meliputi segala hal dan Tak pernah berakhir.

Seseorang mungkin menyebutnya sebagai ibu. Dari segala hal dikolong langit, tak pernah ku ketahui nama sebenarnya. 

“TAO” adalah panggilan yang kuciptakan. (Tao Teh Ching).


***

-Makrifat Pagi-


Dalam kegaduhan dan kedangkalan, apakah bisa dihayati ketuhanan? Inti ketuhanan adalah bercengkerama dengan kekudusan (numinous) : "La Harfin waa la shouf" .

Hanya dalam hening, kedirian mudah menyatu dalam kekudusan. ”sunyi itu kudus”. Dalam hening kesunyatan,  bahasa jiwa merupakan vibrasi dari semesta. Ia adalah bunyi-bunyi tanpa suara.  Logos Ilahi. 

Seperti Gumam ’Ali bin Abi Thalib, ”Sepatutnya seorang hamba merasakan kehadiran Tuhan pada waktu sendirian (ketika tidak dilihat orang banyak), memelihara dirinya dari segala cela, dan bertambah kebaikannya ketika usianya bertambah tua.”


***

- SEPERTIGA MALAM 1 (CORET KERINDUAN) -

Di mata doa, Engkau yang tak ku tau itu sapa?, Adalah baris-baris harapan yang tak jemu-jemu ku lantunkan pada kesunyian yang senyap. 

Ku rapal berkali-kali, laksana mantra. yang ku ikat di tiang ingatan, paling tersembunyi.

Robb, Aku berserah atas gelombang partikel-partikel kerinduan Yang mengoyak sukmaku.

Telah ku lantukan Doa kerinduan yang mendera, Agar dinding langit tersingkap. 

Bagi pertemuan jiwa, yang tak memerlukan jarak.

Telah ku nyatakan kerinduan, Agar ia tetaplah purnama. Sebab, Di sanalah pandangan kita bertemu.

Tapi bukankah kerinduan Adalah giroh yang harus kita jaga. 

Hadir dan Pantaslah. Maka, aku pasti.


- Makassar,  15 september 2019-


***

- Sepertiga malam 2 -

Ketika doa-doa keluar melalui jendela, memanjat angkasa dan bermukim diantara rasi-rasi, tempat Tuhan meletakkan Telunjuknya.

Bagi sepertiga malam, keramaian adalah pasar, yang di perjual belikan hati, beserta segenap sunyi. 

Saling tawar menawar terhadap kepasrahan, kerinduan dan cinta yang di semayamkan. 

Juga, terhadap qadha dan qodhar, yang datang dari zat, yang memiliki lebih dari satu nama.

Duhai langiit...

Membungkuklah sedikit agar engkau tak terlalu tinggi. 

Ku ingin menyampaikkan pesan kerinduanku pada Bintang itu ,sebelum Fajar merekah di ufuk barat. 

Ada resah yang berhembus ketika masih terdiam..

Telah ku langitkan doa atas rasaku. Engkau tak perlu tau berapa bilangan cinta yang menderaku. 

Cintaku, ku titip pada lidah gelombang, agar mengantarnya tepat di hadapanmu. 

Jika ia tiba. terimalah dengan segenap rela. Jangan membiarkan ia membuih. 

03:00, Maha Ganjil Engkau dari seluruh perkara yang Ganjil. Alif, Lam Mim Panjang.


--Makassar, 01/01/2021--


***

- SUBUH ISTIQOMAHNYA KERINDUAN -


Di ujung hitungan tasbih, ku selip nama yang tak ku tau itu siapa?.

Dengan dada gemuruh, ku pinta ; Ya Robb, pertemukanlah kami anak cucu adam". 

Lalu, gelegar Hujan mengamini, membawa serta rinai mataku. Pelengkap insan Musafir  yang berjalan di kesunyian. 

Engkaulah riuh dalam rinduku, segeralah hadir..!


-Makassar, 21 Januari 2021-


***

- SEMUA AKAN BERAKHIR -

Dulu, pesan Guru saya, bahwa Inti perjalanan sesungguhnya adalah mati. sebab, mati merupakan pintu untuk bertemu Tuhan (Al mautu babun). Maka, setiap kita Niscaya untuk " Mutu anta qobla mutu" (matilah sebelum di matikan). 

Tak ada kuasa dan otoritas kita, untuk menghindar, bersembunyi, apalagi berlari dari Maut.  Bahkan, Tidak ada tempat di bumi yang bisa menghindari Maut. Maut selalu tiba, di batas usia. 

Sekalipun kita bersembunyi di balik benteng belapis baja yang tebalnya tidak tertandingi, mati akan tetap menembus "aynama takunu yudrikumul mautu waa laa kuntum burji musyay yadah". 

Semua Kita ada dalam kesementaraan, datang tetapi untuk pulang. Selamanya disini hanya berteman rindu, satu-satunya penuntun arah adalah untuk kembali menyatu dengan kekasih Sejati, Zat Yang Maha Hidup. 

Cukuplah, kematian sebagai tanda dan petanda, bahwa tak ada yang benar-benar penting dari hidup ini. Semua kita akan menuju kesana, menuju jalan pulang ; KepadaNya. 

temponya, tentu tentatif. Kita tidak bisa menebak kapan dan bahkan mungkin kita tak bisa mendengar panggilanNya. jika waktunya Tiba ; entah siap atau tidak, tidak perduli sedang apa, sedang dimana, bersama siapa, hendak kemana atau sekeras apapun kita menolak. Tidak ada tawar menawar, kita tetap harus pulang.

Maka, Bersiaplah..!

Ya Allah...Engkau Maha Digdaya. Kekuasaanmu membentang langit dan bumi. Tetapi, kami abai membaca tandaMu. Ampuni Kami, Ya Robb.


***

- JELANG SUBUH -


Jelang Subuh, Gerimis meliuk diatas mata.

Bergetar tasbih diatas tangan yang legam dosa dunia ; bebal dan dungu.

Tiba waktu, kita akan bersauh. 

Tetapi, kehabisan nafas kejar mengejar, yang fana dan sia-sia.

Entahlah..!

Ternyata hening itu bertalu, Riuh di rongga waktu,

Menyeret keindahan, Yang ku sebut, Engkau ; Robb


***

- Waktu, Kerinduan Dan Pertemuan -

Waktu bukan sekedar 'kronologi', urut-urutan detik, menit dan jam yang rampat, seragam, kosong dan mekanis.

Waktu, di mata seorang beriman memiliki makna spesial. Ada waktu-waktu tertentu yang dipandang sakral, seperti malam nishfu Sha'ban ini, malam di mana Tuhan menampakkan Diri melalui "al-tajalli al-a'dzam."

Senantiasa terlihat samar, mana diriku. Mana dirimu. Ku hampir sampai kepadamu, tetapi yang terlihat adalah diriku. 

Kalau aku adalah engkau, mengapa ada pencaharian?. Kalau engkau adalah aku, mengapa ada perjalanan?. 

Ada gemuruh dada kita malam ini, seperti dzikir pada Sufi. Mendekat diri pada ilahi, agar getarnya mengetuk dinding bumi. 

Ketuklah, maka Dia akan membukakan pintu. Sujudlah, maka dia akan menjawab semua keluhmu. Jadilah, hamba, maka Dia akan memberikan segalanya. 

Ya Robb, Pertemukan Kami Dengan RamadhanMu Yang Agung serta Pertemukanlah Dua Insan musafir, yang dalam senyap saling meminta, memperjuangkan dan Merindukan. 

Ya Rob, aku Tak ingin seperti Qois Dan Layla. Yang tak ingin berjumpa, karena tak ingin melepaskan Kerinduan sesaatnya. 

Kerinduan ini telah membuncah di Nifshu Sya'ban. Pertemukanlah Kami, Ya Robb. 


- Makassar, 29 Maret 2021-


***

- Taqarrub menuju Ramadhan -



Duhaii Allah, Yang Maha Total berkuasa. Mengapa Engkau Merendah hati kepada kami (manusia). Padahal kami makhluk-Mu ini, keliru menempuh jalan Yang Engkau Titahkan. 

Sebab, tertipu oleh pandangan hidupnya. Serta, terjebak oleh ilmu dan pengetahuannya. 

Wahai Maha Alif dan wahai Maha Ya`. 

Wahai Maha Segala huruf. 
Wahai yang Maha tak terjangkau oleh segala huruf.

Wahai Maha Ya` tanpa Alif. 
Wahai Maha Alif tanpa Ya`. 

Wahai yang Alif-Mu adalah Ya`. 
Wahai yang Ya`-Mu adalah Alif. 

Wahai yang Alif-Mu adalah segalanya. 
Wahai yang segalanya adalah Alif-Mu

Wahai Maha Tunggal namun semuanya. 
Wahai semuanya namun Maha Tunggal

Kami semua manusia Makhluk-Mu, Hanyalah huruf patah-patah. Hanyalah patahan-patahan huruf. 

Negara dan Peradaban kami tak kunjung huruf. Alif pun tak sampai. Tetapi, takabur sampai mati

- Makassar, 12/04/2021-


***

-DELUSI-



Di penghujung malam, di bibir pagi. Beberapa doa gagal mengepakkan sayapnya. 

Sayap yang terbuat dari pamrih : tanpa di sepuh keihlasan. 


***

-DI SUBUH, DI JEDA-


Jika sholat kita hanya sekedar menjalankan aturan syariat. Itu hanya kebenaran dan kebaikan, bukan keindahan. Keindahan sholat ialah khusyu.

Sholat di sebut tidak khusyu adalah tidak fokus. Artinya kita menghadap Allah. Tetapi hati kita tidak benar-benar menghadap Allah.

jika demikian, apakah Menurut Allah, kita telah sholat atau tidak?. Hal itu seupama dengan kita bersalaman. tetapi kita tidak melihat wajah orang yang di salami. Bukankah orang bisa tersinggung. 

Artinya, meskipun kita menjalankan kebenaran dan kebaikan sholat. Tetapi, tidak mencapai keindahan sholat. Hal Itu adalah bukti bahwa kita belum sholat.

Selama ini dalam peradaban, pemikiran dan manajemen Islam kita. Keindahan itu hanya di jadikan aksesoris. 

Keindahan sholat dianggap tidak penting. 

Padahal, keindahan sholat adalah syarat tercapainya kebenaran dan kebaikan sholat.

Oleh sebab itu, Berhentilah sejenak, untuk memberi jeda pada diri sendiri, sebelum melanjutkan perjalanan jiwa. Membiarkan hati dan pikiran singgah di mihrab kehambaan, agar debarnya menjadi pengingat untuk pulang.

Karena pada akhirnya, kita tidak abadi di kampung dunia. Kita akan pulang, untuk kembali ke kampung halaman yang sesungguhnya. Di sana, Di alam yang tidak terbatas waktu dan ruang. 


-Makassar, 17/05/2021-



***

- BAITULLAH QOLBU MUKMININ -


Masjid adalah Corong api, yang menerangi Kegelapan manusia, agar menjadi Ummat. 

Masjid adalah corong air, yang menghapus dahaga Manusia, agar menjadi Hamba. 

Mungkinkah Masjid, menjadi pusat peradaban Ummat dan Hamba. Jika, 300 Meter dari tempat saya berdiri. Kegelapan di produksi dengan ketelanjangan paling sempurna. 

Apakah Corong Masjid Kurang tinggi atau Gema Suara Panggilan di balik corong masjid, tak menggema dan menggetarkan palung jiwa manusia. Ataukah manusia tak pernah bisa menemukan Masjid di HatiNya.

Tak tahukah mereka, yang begitu telanjang memproduksi Kegelapan, bahwa di atas tempat saya berpijak adalah Tanah pertama (Barru), yang di jajaki penyebar Islam Di Celebessi (Sulawesi)?. Jauh sebelum Kedatangan Dato' RI Bandang, Datu RI Tiro dan Dato' Pattimang. 

 
- 17:53 Wita - Tapal Batas Kab. Barru & Kab. Pangkep - 



***

- MA'RIFAT FAJAR -


Cahaya berpengaruh besar terhadap bentuk bayangan dan kegelapan kerap menghilangkannya. 

Apakah mengutuki kegelapan adalah jalan keluar?. 

Tidak, kataku.

Nyalakan saja lilinnya. Meski terangnya meremang. Tetapi cukuplah sebagai sumber cahaya. 

Bukan malah terus menerus mengutuki kegelapan. 

Yang kerap kali, kita abaikan ialah merawat harapan orang. Padahal itu teramat penting. Mengapa?. Agar orang semangat mengejar takdirnya. 

Olehnya, Jangan keluhkan kegelapan, terus bersabar menyusuri kelam malam. makin jauh kita berjalan, makin dekat kita dengan Fajar.


- Makassar, 05-07-2021 ; Pukul 03:15 -


***

- RUMAH 1 -


Andai, Ku bertandang pada Ruang, yang kerap engkau sebut sebagai rumah. Sementara ku dapati engkau, sedang merapal doa-doa dalam Khusyu.

Akankah engkau membukakan Pintu untukku ataukah engkau tetap melantunkan doa-doa panjangMu?. 

Ini pilihan yang berat. Sebab, tidak sedikit kita, kerap Terpukau pada bentuk. Maka, menjadi wajar, jika jauh pada makna.

Begitulah, jika Mutiara diambil dipinggiran selokan, bukan pada cangkangnya.  

Padahal, Sebelum kita mencapai pintu yang benar, acap kali kita harus mengetuk banyak pintu yang salah. Apakah Kesalahan itu buruk?.

Tidak, kataku. Justru, kesalahan mengarahkan kita pada kedewasaan. 

Sebab, Setiap pintu membukakan jalan-jalan baru. Tidak ada pintu yang mengarah ke jalan sia-sia.  

Sebab, Setiap pintu yang kau pilih untuk melaluinya, perhatikan saja alurnya, belajarlah sebanyak-banyaknya, Ikuti prosesnya dan jangan lupa ambil hikmahnya. 

Jika setiap kejadian ada hikmahnya. Lalu, mengapa mesti risau?.  

Sial atau untung menjadi tidak relevan lagi, Begitu jika hendak konsisten.

Itulah sebabnya, jadilah tuan Rumah Yang baik. Sebab, diantara banyak yang mengetuk pintu. Engkau, tak pernah tau siapa pembawa Kabar gembira. 

Sedikit Ku kabarkan tentangku ; Aku adalah dengung kebisuan yang menggema didadamu. Namun, engkau Alpa Mengenaliku. 

Jika saja engkau mendengar Suaraku. Sesungguhnya itu Suaramu.


- Makassar, 21/08/2021 -


***

- MANUSIA TANPA JATUH -


Apakah Nabi Yusuf tahu, jika kedalaman sumur adalah pintu takdir menuju pimpin Mesir?.

Maka, betapapun getir. Jangan terlalu tangisi kententuan Robbmu.

Itulah sebabnya, kata Cak Nun : " belajarlah juga pada kisah gagal, karena hidup bukan melulu soal mengejar. Tetapi, juga untuk berhenti dan mengerti batasan".

Hidup ini serupa mendaki puncak Gunung, jalur paling terjal menuju puncak adalah pintu menuju keindahan alam yang paling mempesona.

Diproses pendakian itulah segala rasa beradu satu, sebab dan akibat datang berganti tempat.

Ikhtiar pencapaian terbangun dari semangat yang menggelora, sekalipun jatuh adalah resiko alamiah dalam berjuang.

Yang pernah jatuh adalah dia yang pernah berjalan atau bahkan berlari. Yang berjalan membuka tabir, yang berlari mengejar takdir.

Yang berjalan adalah ia yang tau bagaimana rute takdir bekerja. Yang berlari adalah ia yang digerakkan olek akar keyakinan yang kuat.

Mendapatkan keindahan dipuncak pendakian atau tidak sebenarnya tergantung bagaimana prasangka terhadap Tuhan.

Prasangka harus dipelihara dengan baik agar rasa syukur tetap membahagiakan.

Nabi Nuh membuat kapal di tengah gunung. lalu, hampir semua orang mencercanya. tapi, apa yang terjadi kemudian.

Bahwa kerja memenangkan masa depan adalah tugas orang-orang visioner. orang-orang visioner adalah orang yang berani mendaki mimpinya. Di pendakian inilah proses paling berat yang mesti kita lolos uji.

Kita mesti punya sistem imun yang kuat, dengan begitu ditahun-tahun yang akan datang, sejarah kita catat.

Ujungnya kita harus sadar, bahwa Hidup ini adalah perjalanan yang sungguh sangat singkat, sebentar saja
Berakhir. Persis seperti malam, yang habis dipenghujung subuh. Kita hanya berjalan menuju rute takdir masing-masing.

Yang datang adalah milik kita, yang belum sampai mungkin masih tertahan akibat doa-doa kita, yang belum sampai.

Jangan mengharapkan sesuatu yang lebih, dari yang dikehendaki Allah.

- Makassar, 1 September 2021 - 


***