Mengenai Saya

Jumat, 18 September 2020

LUKA PALING PALUNG KERAP DI CIPTA OLEH KASIH PALING ULUNG

- HANYA NILA SETITIK, RUSAK SUSU SEBELANGA-


Bayangkan saja, jika kita sudah tidak mempercayai penjual Nasi goreng, Nasi Kuning, perawat, dokter, bangker, dan lain-lain.

Maka, kita akan mencurigai semua makanan, minuman mengandung racun tikus dan sianida, atau semua obat-obatan mengandung racun yang sangat mematikan. akibatnya, tidak ada lagi transaksi diwarung makan, Bank, kedai kopi, rumah sakit dan lain-lain. Akhirnya, ekonomi makro dan mikro lumpuh, bank-bank kolaps. Negara akan akan hancur dan semakin banyak orang yang mati karena kesakitan.

Kepercayaan saat kita masih kecil dulu. guru atau orang tua, sering berpesan bahwa membangun kepercayaan sama seperti mendirikan sholat 5 waktu, setiap kali mengerjakannya akan bertambah satu batu. batu yang akan membentuk sebuah bangunan yang siap dihuni. saat kita lalai, batu yang tersusun akan hilang satu persatu hingga tidak berbekas.

Begitupun dengan kepercayaan. setiap berkata jujur, poin kepercayaan akan bertambah. Saat orang-orang percaya bahwa kamu orang yang jujur. jangan sering berbohong. sebab, peralahan-lahan orang akan mengidentaikanmu dengan kata-kata itu. Itulah hidup yang biasanya dilalui oleh setiap orang, termasuk saya.

Kepercaayaan itu adalah hal yang paling sulit. sebab, ia tidak bisa diukur dengan waktu. saat kita telah kehilangan kepercayaan beberapakali. maka, kita akan kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidup ini. kepercayaan adalah hal yang paling rentan, mudah hancur dalam hitungan detik. saat kita telah mendapat keperacayaan dalam bertahun-tahun, bisa hancur dalam satu kebohongan. Maka, Genggam eratlah kepercayaanmu dengan gigi gerahanmu sebelum menyesal.

Hidup kita adalah milik kita, jangan biarkan siapapun menggaduhinya. Jika dia telah terbukti berbohong. Jangan biarkan dia memaksamu agar berbuat seperti apa yang di kehendaki oleh lidahnya. Jangan hidup diujung lidah seseorang. Olehnya, Sisakanlah cadangan ketidakpercayaan dihati pada orang yang telah terbukti berbohong. Sebab, peluang untuk ia melakukan hal sama masih menganga lebar. Sayyidina Ali Bin Abi Thalib pun mengingatkan kita, bahwa Hukuman terbesar bagi mereka yang membohongimu ialah, bahkan ketika mereka berkata Jujur. Orang-orang tidak akan mempercayainnya.

Namun, pernahkah kita mendedah Penuturan Yang Lain, sebelum menghukumi orang, tentang "TANYALAH AKU SEBELUM ENGKAU KEHILANGAN AKU".

Engkau tidak pernah berpikir pada sesuatu yang engkau rasakan. Atas kesalahan yang menurut hukummu aku bersalah. Padahal, setiap penjahat tidak lansung di hukum atas kesalahannya. Engkau, justru, tidak memberikanku kesempatan untuk mengurai kesalahan ini. Waktu itu, aku merasa kena hukum Buta.

Kita dulu, senang membut janji. Tetapi, kita juga senang melanggarnya. Seperti anak-anak yang bermain ditepi laut. Membangun istana pasir lalu menghancurkannya sambil tertawa. Dulu, kita pernah saling menikam waktu dan nyatanya kita terkapar. Jarak adalah tersangka. Yah, kita sepakat itu, pernah. Tetapi, buktinya kita memilih nasib menjadi lemah dan salah.

Setelah saya mengurai beberapa, karya penulis besar. Malu aku pada diri sendiri, ketika mengkaji hati ini. Apakah benar aku mencintaimu, dulu?. Sebagaimana cinta yang dimaksudkan orang banyak dan nukilan-nukilan dalam literatur. Ataukah memang benar, saya tidak berhak menyebutmu sebagai sebuah kehilangan. Sebab, saya tidak pernah benar-benar memilikimu. Anggap saja, itu merupakan sedekahku. Engkau, berhak di milik orang lain. Perihal lukaku, ia akan sembuh dengan sendirinya. Begitu dahsyatnya Hukum butaMu.

Namun, cepat-cepat Ku Insyafi bahwa semua peristiwa, ada hikmahnya. Lalu, mengapa kita mesti risau?. Sial atau untung menjadi tidak relevan lagi. Begitu jika hendak konsisten. Sebab, Waktu adalah jalur searah. Tak ada jalan untuk kembali ke titik kesedihan bermuasal. Adalah percuma membebani pundak dengan banyak sesal. Kita Niscaya Bangkit, karena kita adalah kegaduhan paling romantis untuk di bicarakan pada Tuhan, (05/05/2020).

jika kita menyadari bahwa kita salah naik kereta. Turunlah di statsiun pertama. Sebab, semakin jauh jarak yang kita lalui, semakin berat untuk kita kembali. Itulah mengapa, dibeberapa kesempatan kita bersua, Walau disambut dengan heningnya perbukitan. Rindu saya tertunaikkan setelah melihatnya berlalu dengan Paras yang sendu. Selain itu, saya acap kali memilih diam. 

Diam adalah sesuatu. Tidak berbicara adalah sesuatu yang lain. sedangkan, tidak bisa berbicara adalah sesuatu yang lain lagi. Diam yang ku maksud adalah diam yang selalu riuh dikepala. Diam yang sibuk melangitkan kerinduan. Yah, Diam adalah caraku menyembunyikan riuh pasar malam, yang tengah sibuk menunaikan ibadah dihatimu yang paling lubuk.  Sebab, tak ada batas kepada rindu. Ia menyelinap. Ia memanjat, apa yang dikehendaki. Kapan dan dimanapun. Ia, terbebas dari ruang dan waktu.

Mestinya, dulu sebelum engkau menghukumku. engkau menanyakannya terlebih dahulu. Karena, hampir disetiap pertanyaan, sesungguhnya yang kita butuhkan bukan jawaban benar, melainkan Jawaban jujur. Kejujuran, tidak memerlukan investasi. Dia melekat pada martabat. Takkan mati kejujuran itu, takkan runtuh yang datar, takkan putus yang kendur, takkan patah yang lentur.

Saya pernah berpikir, Apakah rasa tergolong bahasa yang bisa diverifikasi?. Terdapat pendapat bahwa rasa adalah parameter yang tidak terverifikasi. Ia dianggap tidak valid untuk sesuatu yang terukur. Lalu, bagaimana dengan intuisi?. Maka, Hati-hatilah pada firasat (intuisi) orang yang menyayangi dan mencintai kita dengan tulus. Sebab, Ada saat ketika dia melarang kita melakukan itu dan ini, dan tidak memberikan kita kesempatan untuk menolak.

Dilain waktu dia akan meminta kita melakukan itu dan ini, dengan tegas. Diwaktu yang lain lagi, dia hanya mewanti-wanti kita. agar, berhati-hati. Saat-saat khusus dia pun "tahu" apakah kata-kata kita bohong atau benar. Hanya karena dia terlalu menyayangi kita hingga dia sering kali memilih "diam" tapi menangisimu di dalam hatinya. Dia akan melakukan apapun untuk mencegah kebohongan kita, agar tidak diwujudkan dalam tindakan Dan dia akan mendoakan kita jika kebohongan itu telah atau sedang terjadi agar akibat buruknya tidak kita alami.

Firasat atau intuisi yang tajam akan selalu ada pada mereka yang mencintai dan menyayangi kita dengan seluruh jiwanya. Tulus tanpa pamrih apapun. Jika pun akhirnya kita terlanjur melakukan apa yang tidak di inginkannya kita lakukan. dia pun akan selalu memaafkan kita. Dia akan selalu memaafkan kita.


***

-LUKA ITU MEMANG MENGANGA, NAMUN BERDAMIALAH DENGAN SEGALA-

Setiap orang punya dendam, pada masa lalunya. tetapi, saya memilih berdamai dengan masa lalu, yang pernah saya sumpah serapahi. satu-satunya cara berdamai dengan masa lalu adalah merunut, merapikan dan menyimpan kuat-kuat, kebaikan, cinta atau apapun itu tentang kebaikan masa lalu, walau sekecil molekul. 

Ingatan memang adalah barang pelik, yang sama sekali tak bisa dikekang. Disitu ada ruang-ruang gelap yang muskil diterangi. Sekalipun beberapa diktat filosofi coba dikunyah berulang kali. Diantara Ingatan dan sejarah ialah ingatan tak pernah dikenali melebihi dua bentuk legitimasinya ; Ingatan sebagai sejarah dan ingatan sebagai literasi. Lebih Khusyuk dan dalam lagi, DiIngatan terpatri sekumpulan "Tugu Ingatan" yang dibentuk oleh lokus, momen dan sosok aktor. ketigannya menunjukkan bekas, persisi seperti "Ingatan bersifat absolut dan sejarah bersifat relatif". pun lebih dalam saya kerap menyebutnya sebagai "no spontaneous memory".

Tugu ingatan hanya bisa dibentuk dengan cara memerdekakan masa lalu, meriwayatkannya, menghormatinya dan memerdekakannya. Sebab, Kita tidak berhadapan dengan kenangan pilu masa silam. Tetapi, berurusan dengan masa depan yang penuh kecemasan. Itu soal motif hidup, rubahlah. Saya sendiri pun kerap bercermin, sebagai salah satu cara terbaik, untuk melihat di sudut mana pipiku yang memar. Pada Bagian mana, dari kelopak mataku yang nanar, dan penyesalan seperti apa yang membuat senyuman kita hanya nampak pahit dan samar.

Walaupun masa lalu itu, seperti sebuah entitas yang mempermalukan kita, membuat kita, tidak ada harga, walau sepeserpun. tiga seribu pun, Kita tidak laku. membuat kita seperti barang rombengan yang tidak bernilai, walau di obral dalam lapak paling depan di pasar loak. membuat kita rendah dan hina dina di hadapan semua orang. mungkin, tidak ada kata yang paling buruk yang sepadan dalam menggabarkan kehinaan diri kita dimasa lalu. Tetapi, waktu dan alam adalah fakultas terbaik. agar, kita tidak terus menerus mengutuk masa lalu. alam dan waktu telah mengajari kita tentang bagaimana semestinya berlapang dada. sebagaimana Tuhan mengkhutbai kita dalam kitab transendennya. Sebagai bekal terbaik, yang membuat kita berdamai dengan keadaan yang sudah-sudah. membuat kita Damai (islah) dengan keadaan. dengan suatu kebesaran hati dan cinta yang tidak mengenal batas horizon.

Saya menenggelamkan amarah itu hingga terkaram dalam samudera kenisbian sebagai manusia, hingga sekalipun dendam itu tidak pernah berkecimpak ke permukaan. Sekalipun, saya tau bahwa marah itu akibat kesabaran yang tersumbat. Tetapi, saya percaya bahwa ada hukum keseimbangan alam. bahwa kemarahan dan cinta adalah suatu kondisi antara, sebagai hukum relativisme yang wajar ; agar manusia menyelami kebaikan dalam dirinya. meskipun kita buta dan tuli, kapan kebohongan dan penghiatan itu datang dan pergi. itulah sebabnya, Seorang Novelis yang pernah menulis, bahwa masa lalu tidak akan pernah hilang. Ia tetap ada, tetapi tidak tahu jalan pulang. Karena itu, ia menitipkan surat. Kadang kepada sesuatu yang tidak kita duga. Kita menyebut surat tersebut dengan kenangan. Surat yang bernama kenangan itu, mengundang kita untuk datang lagi ke masa lalu.

Yah, Sejarah hanya membuat kita megenang masa lalu, atau mungkin berfantasi. Tetapi, rindu melampui sejarah, mendesak dan membuat kita kembali. Lalu, Buat apa merancang masa depan, jika akhirnya ia dengan mudah di telan lahap oleh masa lalu?. Maka, rancanglah kenangan. Sebab, hanya kenanganlah yang dapat bertahan dari sergapan masa lalu. Masa lalu memang kerap menguji kesetiaan para pelakonnya. Dia tidak pernah nanar dan kusut karena dialektikanya, pupus di belantara waktu. Masa lalu, acap kali mengajak kembali pada suar cinta, yang pernah temaram dikala itu.

Jangan, menghakimi masa lalu. Sebab, ia pernah mengajarkan tulusnya cinta tanpa tendensi. Ia pun pernah menorehkan kisah heroik tanpa elegi. Biarkan saja, ia aktual dalam mengajak para pemujanya kembali pada titik awal persemaian amor. Sebab, Cinta yang tulus, terlahir dari keikhlasaan hati yang tidak tertakar. Jangan pula, sesekali menyesalinya. Sebab, kepergiannya adalah ikhtiarnya untuk meminang cinta tulus yang pernah tercipta.

Seluas-luas dunia pergi mengitari waktu. Ia, akan berhasil menarik mundur satu yang sungguh-sungguh tertandai oleh jejak. Karena, bagaimana pun. Masa lalu akan selalu menyeruak mencari jalan keluar.

Inap-inapkan saja pesan pada Bait lagu, pada Syair. Pada Puisi yang menyindir sendu cinta bersimbah air mata, yang menyebabkan orang terjebak dalam kamuflase cinta. Hingga membuat pemujanya terpuruk dengan sembilu tidak bertuan.

Dulu, saya kerap berpikir bahwa Setiap kehilangan yang tidak wajar selalu melahirkan rasa sesal yang mendalam, sebagaimana kebaikan yang mendadak lenyap. Padahal, luka yang Kita rasakan adalah sebuah pesan. Kita, hanya di minta mendengarkannya saja. Seperti Pesan Rumi Yang Maulana itu bahwa " Luka bukanlah mukaddimah keluhan. Ia, I'tibar untuk masa yang akan mendatang".

Bukankah? Lewat madunya, lebah telah banyak memberi kenikmatan. kita pun, mesti ikhlas bila menerima sengatannya. Kita mesti paham. bahwa, kita hanyalah bagian dari proses alamiah yang telah gariskanNya, menjadi jalan-jalan kehidupan. Apa yang kita damba belum tentu menjadi kehendakNya. Ada proses yang mencengangkan dalam semua ikhtiar, Ia membuat kita berkeliling, memutar, hingga kita memahami alur taqdirNya.

Bersabarlah, percayakan saja semuanya pada yang menghendaki kehidupan. Taqdir tidak pernah salah alamat. Seperti kata Aan Mansyur, berterima kasihlah kepada yang tidak pernah kembali. Sebab, kita tidak akan pernah kehilangan dia sekali lagi.

Acap kali, kita menyumpahi, bahkan bermusahan dengan Waktu. Tetapi, waktu jugalah yang senantiasa membuktikan siapa yang tidak pernah berlalu. Namun, ingatlah bahwa Yang telah tumpah tak akan pernah kembali lagi. Maka, bersihkanlah lantai dari tumpahanya. Agar, orang lain tidak jatuh, karena licinnya. Setelah itu, ambillah wadah baru. raciklah kembali Dan berhati hatilah, agar tidak tumpah sia-sia kembali .

Jika hari ini, Selalu ada yang melipat paksa jarak, menjadikan doa-doa sebagai jembatan. Meniscayakan sebuah pertemuan untuk mengingat kembali : bagaimana rasanya dekat, yang hampir berkarat dan dekap hangat, yang hampir saja kita abaikan. Ia tercecer, ku pungut bukan bermaksud menyusunnya kembali. Sebab, ku tau rindu itu bukan untukku lagi.

Manusia adalah pengendara diatas punggung usianya. Digulung setiap jarum jam, detik, menit berlalu tanpa terasa. Memahat jarak sedetik berlalu berarti berkurang juga jatah umur kita. Maka, tingkatan saja ketaatan dan jangan tertipu dengan usia muda. Sebab, syarat untuk mati tidak harus tua.

memang benar adanya, bahwa Kesalahan paling purba dan masih akan terus terjadi hingga dunia binasa adalah Pengingkaran atas komitmen. Sedang Kesetiaan merupakan entitas rapuh, yang hendak menipu gerak waktu. Sebab, Pada akhirnya semua akan meninggalkan bekas, Serupa bias keindahan sinar senja, Yang meninggalkan enigma, Sebelum malam memeluknya. Demikianlah, Yang lebih ringan dari janji, rayuannya sepoi, membelai hati. Lalu, terbang begitu saja. Semuanya tak kembali. Janji adalah anestesi kebas dari nyeri, melibas perih. Tetapi, luka itu nyata, berdarah tanpa kata. Mungkin mengering suatu saat, tapi bekasnya terlanjur menyayat.

Sebab, Yang Paling sering di Rusak dan di hancurkan adalah Janji, kepercayaan dan Hati seseorang. Maka, Tiga Orang, ketika berbicara di depanmu tidak boleh Kita hentikan. Orang Tua, Anak-anak, dan Orang sedih, Karena Hati mereka yang berbicara. Yah, Luka paling palung, acap kali di cipta oleh kasih paling ulung. Maka, jagalah hatimu, sebab beberapa orang masuk kedalamnya, hanya untuk menabur perih kemudian pergi. Itulah sebabnya, aku melarangmu tumbuh mesra dihatiku, lagi. sebab, engkau tak sanggup memeliharanya. Karena Kita berbeda intensitas : Aku gemuruh yang maha sederhana, Sedang engkau (Nona) adalah sayup teduh yang ingin di sapa.

Aku dengung kebisuan yang menggema didadamu. Namun, engkau Alpa Mengenaliku. Jika saja engkau mendengar Suaraku. Sesungguhnya itu Suaramu. Aku menghamba lalu engkau mendambaku dan cuma diam-Hampa saat kita saling menyapa. Engkau membaca, Aku mengeja. Kata-Katamu sepedas merica, Aku termenung diujung meja.

Berkenaan dengan itu, saya tuturkan untaian kalimat Paulo Coelho, Sastrawan Yang Filosof itu berguman : "Kata-kata mampu merusak tanpa meninggalkan jejak". Hujan redah, air tegenang. Kata-kata tertumpah, Ia Terkenang. Saya tak membalasnya, karena Guruku kerap berpesan : "Jika tegak akalmu, maka merundukmu adalah akhlak".

Setiap perselisihan antara kita dan orang yang kita sayangi, keterikatan satu sama lain akan bertambah. Seolah-olah kita sebuah benang, semakin kusut semakin kuat dan kuat. bahkan saat-saat terjadi konflik, tetaplah menjadi lelaki. Jangan berkata-kata, Kecuali kata yang baik. sebab, hal itu adalah rezeki yang memperkuat hati dan membangun kehidupan. Bukankah, Pada akhirnya kita akan pergi, dan yang tersisa hanya kata-kata kita. maka, jangan berbicara kecuali kebaikan. Itulah sebabnya Umar Bin Khottab bertutur ; Aku tidak pernah sekali-kali menyesali diamku. Tetapi, aku berkali-kali menyesali bicaraku.

Teringat pula, tentang Sabda Nabi Isa Kepada Para sahabatnya : "dimanakah tumbuhnya benih tanaman?". Ditanah, jawab Sahabat. " Demikian juga Hikmah, ia tidak akan tumbuh kecuali di hati yang seperti tanah. Meskipun di kotori dan di injak-injak, ia tetap menumbuhkan kebaikan bagi siapapun, bahkan bagi mereka yang mengotorinya, Jelasnya. Ketika kata-kata seseorang (yang menyayangimu) telah membuat tidak suka, bosan, dan tidak ingin lagi kita dengar. maka, hati-hatilah. itu artinya kita telah kehilangan belahan jiwa.

Sering kali apa yang keluar dari mulut belahan jiwa adalah representasi dari suara suci jiwa kita sendiri. Oleh satu dan banyak hal, yang terkait kepentingan, egoisme dan kesombongan, suara-suara jernih yang menyelamatkan yang berasal dari jiwa suci kita itu, Kita lawan, membuang dan mengabaikannya. sebab, bertentangan dengan keinginan EGO atau kepentingan kita. Maka, suara-suara suci (jiwa) yang tidak ingin kita dengarkan itu, sering kali justru di "suarakan" oleh seseorang yang selama ini menyayangi kita dengan tulus dan sepenuh hati (belahan jiwa,  demi kebaikan kita nantinya.

Ketika dia sudah tak lagi bicara, (sungguh) andai saja kita tahu. di balik diamnya itu, kita sebenarnya sedang memasuki lorong gelap yang berbahaya. untuk kita sesali di ujungnya. Sebab, belahan jiwa di hadirkan Tuhan dalam hidup kita, justru di maksudkan sebagai cermin dan penunjuk jalan yang terang. Agar, Ego atau syahwat (ambisi, obsesi dan egoisme) tidak menghancurkan hidup kita selanjutnya. Walau sering kali kita mengabaikannya begitu saja. Maka, Jadilah tuan Rumah yang Baik. sebab, dari sekian yang mengetuk pintu. Kamu tidak pernah tau, siapa yang digerakan OlehNya sebagai Pembawa Kabar Gembira. Kunci untuk membuka pintu. dan mestinya Tak perlu, aku mengetuk lagi. Namun kata Nizar Qobbani, " Perempuan itu sekumpulan tanda-tanda koma, juga tanda-tanda tanya. Yang Membuat lelaki menghabiskan sepanjang hidupnya, hanya untuk memecahkan misteri dari sebuah tanda-tanda ".

Ihwal itulah, sehingga Prof Quraish Shihab, dalam Buku "Perempuan", berguman : Butuh 1 lelaki untuk mencintai Perempuan, tetapi 1000 lelaki tak cukup untuk memahami Perempuan.

***

Vocal point yang hendak saya utarakan dan hal Ini penting. Sebab, belum pernah engkau tahu. Semenjak perpisahan itu ; SAYA KALAH. Sebab, gagal mengusir rindu. Kalau, engkau?. Entahlah..?. Barangkali, engkau yang tidak mengenaliku atau engkau berpura-pura mengenaliku. Padahal cinta, bagaimana cara kita memakrifatinya. Pada cinta itu. Ada kebingungan yang diam. Pada rindu itu, ada kemarahan yang melelahkan. Mestinya, engkau mengatakannya terlebih dahulu. Duhai Jiwa. Sebelum menghukumku?.

Maafkanlah aku, untuk beberapa dering Telephonmu yang berdering kala itu. Saya punya keyakinan yang keras kepala. Harga yang mahal bukan hanya soal tempat. Waktu juga penentu. Hari itu engkau mahal, untuk beberapa waktu saya pun tidak akan pakai diskon. Tetapi, ku ingatkan padamu tentang Untaian Farouk juwaidah ; "Janganlah engkau mengira diamku, adalah lupa. Sebab, bumi pun diam. Tetapi, di dalam perutnya terdapat ribuah titik kawah gunung merapi". Juga mesti engkau tahu, jangan pernah mengabarkan ketabahan dan kesabaran padaku. Sebab, saya ingat betul pesan seorang Penulis Puisi, yang bernama Krisna Pa'bicara, bertutur ; "Tidak perlu mengajarkan ketabahan dan kesabaran padaku, Aku buih yang tak membenci ombak sesering apapun di pinggirkan".

Tentang tabah itu pula, kita telah terbiasa kalah. Padanya, air mata tidak seasin biasanya. Hanya sebentar saja, sementara adanya. Seperti embun di pagi buta. Pada kuncup muda, dedaunan. Sebab, waktu telah melatih kita untuk berdamai dengan segala. Aku sudah banyak melihat derita. tetapi, tidak ada sepilu rindu. Mendekatlah padaku, dan akan kuceritakan padamu, bagaimana rasanya rindu yang di dzolimi. Untuk itu, tidak lawan setengah waktu. Ia paling sengit, jika diajak berlari. Dapat mendera di setiap hembusan nafasmu.

Jika rasa cinta bisa tumbuh, bersemi. Lalu, mengapa kita susah sekali menerima, bahwa cinta juga bisa hilang dan mati. Cinta mati, ketika kita mencapur adukannya dengan adiksi, obsesi, bahkan tumpukan fantasi, Serta kemelakatan. Setelah mati, apapun menjadi bangkai.

Pergilah, Saya terpaksa mau berlabuh. Menurunkan sauh. Ini Bukan akhir dari pelayaran. Sebab, penumpang wajib kita selamatkan. Melautalah dahulu, saya akan menyusul. Sembari menambal tiris bidukku. Setelah habis nasi jagung, sayur tongkol dan ikan asap. Saya masih menyimpan dan mengunci, sesuatu yang lebih banyak dari debar, lebih besar dari sabar dan lebih lama dari selamannya. Ingatlah, jangan keterlaluan. sebab, siapa yang menjamin esok kita akan tertawa atau menangis mengiba. Jika tidak, jangan keterlaluan menghardik dan mendaulat diri sebagai penguasa tawa.

Untuk, catatan ini, saya Tutup sejenak dengan meminjam Quote, Ibnu Taimiyah; " Jangan terlalu bergantung pada siapapun didunia ini. Karena, bahkan bayanganmu sendiri meninggalkanmu dalam kegelapan". Kenapa demikian?, karena menurut Sayidina Ali bin Abi Thalib ; "Aku sudah merasakan seluruh kepahitan dalam hidup. Dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia". Untuk itulah, Maulana Rumi mengingatkan kita bahwa ; "Ketika dunia mendorongmu untuk berlutut. Saat, itulah waktu yang tepat untukmu berdoa".

Mengetuk didinding langit?





* Jejak Silam
* Pena Rst
* Nalar Pinggiran






Tidak ada komentar:

Posting Komentar