Mengenai Saya

Rabu, 02 September 2020

MENGETUK DINDING LANGIT DALAM DOA DAN HARAPAN YANG KU BENAMKAN DI KEDALAM REALITAS ; ESAI (10)




Langit adalah rumah terlapang, dimana doa-doa sejatinya di pulangkan. Sebab, kita tak pernah tahu usaha keberapa yang berhasil. seperti halnya doa, kita tak pernah tahu yang keberapa yang berkabulkan. yang ku tahu keduannya sama; perbanyaklah.

Di titik itulah, Jika doa tersulam dari bahan yang tulus. jangankan sepotong hati manusia. konon, Surga bisa di tukar. Maka, berdoalah.! desak Tuhan sesuka hatimu.

Seorang wanita datang kepada Nabi Musa A.S, ia berkata, " Wahai Nabi, sampaikkan kepada Allah, Bahwa aku menginginkan Anak". Maka Nabi Musa pun meminta Kepada Allah, Dan Allah Menjawab, " Hai Musa, Aku telah menentukanNya Sebagai wanita 'aqiim (Mandul)".

Nabi Musa menyampaikkan hal itu kepada si wanita. Selang beberapa waktu Kemudian, Nabi Musa Mendapati Wanita itu sedang menggendong Anak kecil. "Anak siapakah itu?", Tanya Nabi Musa. Ini anakku, jawab Wanita tersebut. " bukankah Allah telah menentukanMu sebagai 'Aqiim (Mandul)?, Tanya Nabi Musa.

Benar, tetapi aku tetap meminta KepadaNya dan Kusebut Dia Ya Rahim (Wahai Yang Maha Penyayang), jawab Wanita. Lalu Nabi Musa bertanya Kepada Allah, " Ya Rob, Bukankah Telah Engkau tentukan Wanita itu sebagai ' Aqiim (Mandul)". "Benar, tetapi setiap Dia meminta dan kutentukan Ia sebagi 'aqiim, dia memanggilku dengan Rahim. maka kuberikan apa yang Dia minta. Sebab Kasih sayangku, menguasai Ketentuanku". 

Artinya, Jangan putus asa dari Rahmat Allah dan jangan menyerah mengharap dari Allah.

Setali Tiga Uang, Suatu ketika Nabi Musa AS, pernah di perintah Tuhan Untuk berdoa dengan mulut yang tidak pernah Melakukan dosa. Di tanyakan, " mulut yang manakah itu Ya Robb?". Adalah mulut orang lain. Sebab, Kita tidak melakukan dosa dengan mulut orang lain, maka jika mulut itu berdoa untuk kita, doannya terkabulkan. Kalau kata Novelis Helvy Tiana Rosa, "Tidak ada pelukan yang lebih erat dari doa".

Pada akhirnya waktu jugalah yang memberi batas bahwa waktumu telah cukup untuk membuat kita menunggu. Mengeluhlah saja terus padanNya, karena Hanya itu jalan paling logis untuk menyatakan kelemahan kita sebagai manusia. Pola pikir kita tentu berbeda, bahkan kadang tak sejalan dengan pekerjaan Tuhan yang Maha sempurna. Sungguh manusiawi, jika kesempurnaanNya tidak mampu di defenisikan dengan pemahaman kita yang cacat.

Tuhan pasti sedang mencari Formulasi jitu untuk memenuhi semua keinginan-keinginan kita. Biarkan Dia bekerja sesuka CaraNya, sesuka bentukNya. Secara lambat atau perlahan-lahan. Dia akan mengabulkannya. Saat doa kita terlambat di jawab, Tuhan sebenarnya sedang ingin memberi kita pelajaran tentang kesabaran. Cepat atau lambat, doa kita akan sampai. Dia tak akan lalai mendengar kita, bahkan di saat kita sendiri bosa dengam doa kita. Teruslah memohon.!

Suatu ketika Nabi Yusuf kedatangan Malaikat Jibril. Nabi Yusuf Bertanya Pada Jibril, "Ya Jibril, Mengapa Allah belum Juga Membebaskan aku dari penjara, bukankah aku tidak bersalah?". 

Jibril menjawab, "Dulu, Engkau berdoa, Penjara Lebih aku Sukai ketimbang Berzina dengan Zulaikha. Itulah sebabnya, Allah belum Juga MembebaskanMu. Jika dahulu permintaanmu adalah keselamatan, maka Niscaya Engkau tidak akan berlama-Lama dalam Penjara seperti sekarang".

Yah, Allah memang selalu lekat dan  Mengikuti Prasangkaan Hambanya. Apa yang kita Pikirkan tentangNya, itulah yang kita dapatkan. Begitu Tuturnya pada Qolam KesunyianNya, "Aku berada Dalam Sangkaan Hambaku".

Jika kita tidak pernah Bersyukur atas terkabulnya doa-doa yang pernah dilepas oleh lisan dan Hati kita. Apakah pantas kita mengeluh pada Allah, saat doa-doa kita Belum DiIjabah, saat hidup kita sempit dan menyedihkan?. Tak tahukah bahwa Kita hanyalah proses alamiah yang di tetaskan-Nya menjadi jalan-jalan kehidupan. apa yang kita ingini dan ikhtiarkan, belum tentu menjadi kehendaknya. Sebagaimana bunyi firmanNya " Dan manusia akan mendapatkan apa yang telah di usahakannya" (Q.S.An-Najm:39)

Akhir dari tiap perjuangan sering dianggap anomali oleh kebanyakan orang. hanya satu sebabnya, kita acap kali mengukur standar ikhtiar dengan ukuran kita. Mungkin saja, ia terlampau abstrak. Tetapi, ada satu jalan yang memantapkan hati setelah berikhtiar, bahwa kita memang tidak pernah bisa keluar dari poros rute taqdirNya. Sebab, Taqdir harus misterius. agar kita manusia menghargai semua proses pencapaiaan. Apa yang kita ingini belum tentu menjadi kehendaknya. Di dalamnya, ada proses yang mencengankan, kita menuju ke suatu tempat namun ia membuat kita berkeliling, memutar, hingga kita memahami alur taqdirnya.

Tersenyumlah!, Bebaskan jiwa dari ikatan-ikatan yang di rajut sendiri. ikatan-ikatan itu akan menyakiti jiwa. Percayakan saja semuanya pada yang menghendaki kehidupan ini. Perjalanan jauh memang demikian, jangan pernah sekali pun menghitung berapa batang pohon untuk berteduh. cukup langkahkan kaki satu demi satu. langkah menuju tempat tujuan. kadangkala, awan menjadi payung dan matahari tidak selalu membakar ubun-ubun dan yang terpenting menjaga prasangka pada Tuhan. setelah itu, lebih dekatlah untuk menegadah pada dinding langit. karena, Langit adalah rumah terlapang, dimana mukimnya segala kegetiran dan kegundahan di pulangkan.

Duhaii, Dzat yang Menjelma dalam setiap Nama Dan setiap wujud, Segala Puja dan Puji sebanyak CiptaanMu yang ada Dilangit, Dibumi dan Diantara Keduannya. Aku tunduk dan berserah diri PadaMu tanpa Syarat. Sebab, Keberserahan adalah kredoku. Jalan Lurus, MenujuMu. Cukuplah nikmat Hidup, detak jantung, hembusan nafas, ayunan tangan dan langkah kaki Ini menunjukkan Bahwa Engkau Benar Maha Digdaya.

Bukankah Langit adalah rumah terlapang dimana Doa-doa sejatinya di pulangkan, begitu TuturMu dalam FirmanMu, " Ud' uni asta jiblakum (berdoalah niscaya akan aku kabulkan)".

Bukankah Engkau Berkata, "Saat fisik kita telah kuat dan punggung kita telah kokoh, kita bermaksiat kepada-Mu. Kita ingkar terhadap Nikmat-Mu. Kendati begitu, jika kita kembali kepada-Mu niscaya Engkau menerima kita dan jika kita memohon ampunan, niscaya Engkau mengampuni kita".

Bukankah Engkau pun berkata, "kami nangis dihadapanMu, Engkau Tersenyum untuk Kami. Kami berjalan menujuMu, Engkau berlari menujumu. Engkau tau dosa Kami banyak, tapi rahmatMu jauh lebih banyak. Engkau tau salah Kami besar tapi ampunanMu Jauh lebih besar. Begitu cintaNya Engkau (pencipta) pada kita (Ciptaan)".

KeindahanMu, Engkau hamparkan sejauh mata memandang. Namun, Dengan tangan yang lancang, kita tega mengeksploitasi demi keuntungan pribadi. Ekosistem semesta kehilangan kesuciannya, dilacuri oleh mesin-mesin produksi secara massif. Abainya lagi, entah Kapan terakhir kita tangisi itu?. Akibatnya, Kian hari berlalu, Engkau (Tuhan) makin tidak terjamah. Sehasta berjalan, Engkau (Tuhan) akan menjauh sedepa. kita semakin jauh dari kerangka hamba. Entah Kapan, terakhir kita Tangisi itu?. Tangisi ketaatan yang mulai lalai. Menangisi waktu yang mubazzir?. Tangisi kerangka pikiran yang disesaki oleh nafsu dan keinginan-keinginan yang membabi buta?. Mendekatlah, Katamu. Sebab, Engkau (Tuhan) akan lebih mendekat dari tiap keluahan kita.

Jika kita (hamba) mendekat sejengkal, Engkau (Tuhan) akan mendekat pada kita sehasta. Jika Kita mendekat padaMu sehasta, maka Engkau akan mendekat pada Kita sedepa. Jika kita datang padaMu dengan berjalan, maka Engkau akan datang pada kita dengan berjalan cepat. Sujudlah, Katamu, karena Sesungguhnya kemenangan itu terletak antara dahi dan sajadah kita.

Ya Robb.. KebesaranMu, bukan karena jarak mataku yang memandang batas horisonMu Ataupun kecilnya diriku dibawah atap langitMu yang membentang, atau kecilnya diriku ditepi deru gelombang.

Ya Rob.. Engkau Maha Agung, Tanpa membutuhkan inderawaiku.

Ya Rob.. keindahanMu, melampaui citra semesta. Melampaui indahnya senjakala, Melampaui teduhnya laut, Melampaui sisa cahaya senja yang pergi melepaskan enigma.

Ya Robbku.. cukuplah keindahan citra semestaMu, mengobati segala kengundahan, pelipur lara dan penenag jiwaKu.

Ya Rob.. bagaimana kami bisa mengucap Rasa syukur kepadaMu?. Sebab, bisa mengucap syukur pun adalah sesuatu yang kami harus syukuri, (Begitu munajat RosulMu-Nabi Daud).

Ya Robb.. Tuhan sang pengampun segala kelengahan : Khilafku bertumpuk-tumpuk. Bila simpuhku tidak lagi engkau terima. Bila tangisku, hanya sebatas dendang lagu. Berharap ampunan menjadi pahit. Lalu, bagaimana lagi hamba menggoda cuekmu.

Ya Robb.. Diatas namaMu aku bertitah, Ku sebut namaMu dalam setiap aktivitasku. Ku sebut namaMu dalam setiap lantunan doaku.

Ya Rob.. Rumi Yang Maulana Itu berpesan Dalam Mastnawinya, "Aku Mencari-Mu DiTiang salib, Engkau Tidak berada disana. Aku mencari-Mu dicandi dan pagoda tua, tidak ku temukan Jejak-Mu disana. Aku mencari-Mu di gunung dan lembah. tetapi, baik di ketinggian dan di kedalam aku tidak bisa menemukanMu. Aku pergi ke Mekkah (Ka’bah), tetap saja aku tak menemukanMu. Aku bertanya pada para Filosof dan ulama, tetapi mereka melampaui pemahaman mereka. Lalu, aku menyelam dikedalaman hatiku, dan disanalah Engkau Bertahta, bukan di tempat yang lain".

Ya Rob.. Maafkanlah keterbatasanku, memahami-MU. Barangkali, aku perlu memahami diriku lebih jauh. Dalam keterbatasanku, Aku mencintaiMu Rob.

Ya Rob.. Senantiasa terlihat samar, mana diriku mana diriMu. Ku hampir sampai kepadaMu, tapi yang tampak hanya diriku. Kalau aku adalah Engkau, mengapa ada pencarian?. Kalau Engkau adalah Aku, mengapa ada perjalanan?.

Aku menengadah, mencariMu diatas sana. Ternyata Engkau di bawah sini, menyanggah daguku.

Bukankah Syarat menyembah adalah mengingat. Bagaimana mungkin, kita mengingat sesuatu yang kita tidak pernah lihat?. Maka, lihatlah terlebih dahulu, kemudian mengingatnya.


***


Batas Rasionalitas adalah saat kita berupaya memahami hakikat. Selamat datang difase senyap yang meranggas belantara tanpa batas.

Kini ku sadari, di ciptakannya kesunyiaan agar ku dapat mendengarkan kasih sayangMu. Itulah juga sebabnya Komposer kenamaan, asal jepang, Kitaro menyebut, keheningan adalah Musik tertinggi.

Kepada sunyi, dingin angin tidak pernah sembunyi. Demi malam yang diam, sunyi yang meresapi sepi. kabarnya Engkau (Tuhan) Maha pengampun. diri ini, ingin hadir mengais ampunanMu, semoga Engkau (Tuhan) berbelas kasih. menebar jalan hidayah bagi diri, yang penuh dosa.

Seluruh KasihMu yang Tidak terbatas, terkumpulah dalam satu Nafas. Pun SayangMu, masuk pula dalam Ragaku. Kebersyukuran atas Cinta semesta Raya, Terhembus saat hembusan nafas keluar Lembut : " Hu..".

Ilahi..! Jelmakan keagunganMu, diatas keserakahan kami. Putuskanlah, rentetan dendam diantara kami. Duhai Dzat Yang Maha Digdaya.! yang melebur dan menebus dosa tanpa karma. Duhai Dzat, yang tak meminta tumbal dalam berderma.

Sebahagian Kita memang bermaksud berdoa. tetapi, justru memberitahukan KepadaMu, Yang Maha Tau, tentang keinginan-keinginan diri kita. Sebahagian kita memang bermaksud berdoa. tetapi, malah menyuruh-nyuruh dan melarang-larang Mu Tuhan.

Sebahagian kita bermaksud berdoa, tapi faktanya malah menangih hutang dan menuntut laba PadaMu. Sebahagia Kita bermaksud berdoa, tapi malah menjadikan Engkau (Ya Robb), sebagai comblang. Sebahagian Kita bermaksud berdoa. tetapi, justru membaca teks doa. Sebahagian kita bermaksud berdoa. tetapi malah seperti ngobrol dengan sesamannya.

Sebahagian kita bermaksud berdoa. Tetapi, malah menari-narikan katup bibir Kami. Sebahagian Kita bermaksud berdoa. Tapi justru menyalurkan bakat bernyanyi dan berpuisi. Sebahagian kami menciptakan sesuatu dan menamainnya sebagai Tuhan, dalam benak dan mencumbuinya, di langit-langit rasio kita.

padahal kita Yang Dhoif ini, Tahu Bahwa Doa adalah inti dari semua ibadah. Sedang Sholat, merupakan doa yang terstruktur. meminta hal-hal yang bertentangan dengan kausalitas, bukanlah doa tapi berkhayal. Doa, terpenting adalah pengampuan dan doa termulia ialah rezeky. Sebagaimana kata Gandhi, "dalam berdoa lebih baik menghadirkan hati tanpa kata-kata, ketimbang menghadirkan kata-kata tanpa hati".

Tuhanku.. aku tak tahu caranya menyusun kata-kata untuk berdoa pada-Mu, karena itu mohon wujudkan apa yang tersirat di hatiku. Harapan ini membumbung tinggi di tiang do’a. Sebab Engkau Sendiri yang berpesan, "Jangan Berputus asa pada rahmatku".

Tidak ada pasang, yang tak surut. Tidak ada mendung, yang tidak berkesudahan. Kita terus berikeras pada Engkau Tuhan dan menolak berputus asa, Sehingga doa yang menang atas takdirnya itu terjawab. Kita tidak meminta kepadaMu Tuhan, untuk tidak menguji dengan hal yang paling kita cintai di hati. Sebab Tak pantas kita menyebut diri ini sebagai orang yang sholeh, sedang kesabaran kita belum teruji ?. Dan Engkau Duhai Tuhan, tidak akan menguji daun dengan angin yang menerpa akar.

Kemarin, kami menggedor pintu rumahMu. Hari ini rumaMu telah terbuka lebar. Sejatinya kami Datang kembali, bersama semangat waktu menggedor pintu RumahMu. Namun, berhala yang paling berat untuk kita Tinggalkan adalah ego kita, Kepentingan-kepetingan KEAKUAN kita. Bahkan Dalam ibadah pun egoisme kita tampak dengan jelas. Hal itu terlihat, saat kita menggunakan kata-kata perintah (fi'il amr) dalam do'a.

Nafsu itu memang terpisah dari akal, hati, jenis kelamin dan status sosial. Ia berjalan sendiri dan dapat menaklukkan semuannya. Sejatinya, Saat kami telah lapang. Kami Tegadahkanlah tangan lagi, Sama merendahnya ketika kami tidak ada daya. Dan disuatu saat, ketika kami diliputi kebahagiaan, mestinya kami Tetaplah menggelar Sajadah, Sekhusyuk rapal puji mendendang aliran mata kita, kini.



***



Sependek pengetahuan hamba, hidup ini adalah perjalanan kita menuju pulang. Pulang PadaNYA.

Keinginan-keinginan yang segudang banyaknya, bahkan telah dibuat setinggi mungkin. Ternyata hanya untuk menopang sebuah realitas sederhana, yakni kembali pulang dengan tenang.

Itulah sebabnya, Jangan terlalu setengah mati mengejar sesuatu yang hasilnya tidak bisa di santap di alam kubur dan barzah. Kita tidak akan membawa tanda mata apa-apa. Kelak, di peristirahatan yang sempit itu, hanya bisa di isi 3 Mahkluk : Jasad kita, mungkar nakir dengan Daftar pertanyaan dan palu di genggaman tangannya. Maka, silahkan ambil dan rengkulah semua dan segalanya, karena kain kafan tidak memiliki kantong.

Di suatu penggalan waktu, ada detik dimana kita pernah berupaya mengubur air mata kita sendiri. Di tenggah luas samudera, kita harus berani membangun nisan-nisan Harapan dan asa. Sebab, tidak ada yang Sulit untuk penyampai yang Baik. Saya telah menyampaikkanNya PadaMu Rob.

Contoh : Marve Kavakci, dia Di DO dari kampus karena Hijabnya. Pemilu tahun 1999, ia terpilih sebagai anggota legislatif. Tetapi, keanggotaanya di tolak bahkan kewarganegaraannya dicabut. Kemudian beliau ke Harvard dan lulus sebagai doktor dibidang ilmu politik.

Tahun 2017, Erdogan pulihkan kewarganegaraanya dan kini menjabat sebagai Dubes Turki di Malaysia.

di kehidupan ini Tuhan telah merancang Rute Taqdir kita serapi-rapinya. Diatas telah saya Uraikkan. Tuhan, yang lebih mengetahui apa-apa yang akan terjadi esok.

kita, hanya berjalan menyusuri lorong Taqdir masing-masing yang telah ditetapkannya. Jangan pernah mengharapkan lebih baik dari yang Allah Harapkan. Itulah kenapa, ada Hikmah di setiap lorong kejadian.

Kita hanya perlu sedikit intens belajar menyadari realitas hidup. Ini sekaligus menjadi jaring pengaman kewarasan sebagai hamba. Sebab, motiflah yang membuat manusia bergerak. entah, apapun tujuannya.

sebagai hamba, kita harus percaya. ada mahsyar yang kelak, mengadili setiap gerak dan tujuan kita. Itu yang akan membedakan manusia dalam relasi sosial dan hubungannya kepada Allah.

Saya telah menitipkan bahkan membenamkan banyak keinginan-keinginanku di selasar magrib. Sebab, saya percaya seluruh niat baik selalu mengikuti doa para hamba yang menjemput suara adzan. "Innaka laa Tukhliful Mii' aad Ya Ar hamar roohimun" ( sesungguhnya engkau tiada menyalahi janji. Wahai Dzat yang Maha Penyanyang).

Kita terlalu sibuk untuk menemuiNya, dan Dia tidak pernah bosan memaklumi, kita yang tidak pernah sempat. Padahal, Dia tidak hanya mencipta Kita untuk mencari dunia, lalu mati tidak berbekal.

bila semua peristiwa, ada hikmahnya. Lalu, mengapa kita mesti risau?. Sial atau untung, menjadi tidak relevan lagi. Begitu jika, hendak konsisten.

Lihat saja, orang-orang bisa menggadaikan identitasnya akibat lapar. lalu, akses mendapat makanan dibuka. Akibatnya berubah menjadi Wc Umum ; Murah dan gratis. Kasihan.

Mestinya, kita mendedah Ibrah pada Kekalahan Rosulullah SAW di perang Uhud. Sebab, yang paling fundamental ialah tergiurnya pasukan panah yang meninggalkan bukit Uhud karena harta (Ghonimah) dan mengabaikkan perintah Rosul untuk tidak meninggalkan bukit uhud (Perintah Agama).

Kemenangan, kebahagian dan kesuksesan ada syarat-Syaratnya, begitupun dengan kekalahan, kemalangan ada sebab-sebabnya.

Relevansinya ialah jika kita berjuang hanya untuk mendapatkan Harta dan kemolekan dunia. maka, jangan berharap kemenangan dan keberkahan berada di pihak kita. Kemenangan, memang punya syarat yang berat namun kekalahan, pun punya resiko yang tidak ringan.

keinginan Kita untuk menang, bahagia dan sukses selalu bersamaan dengan keinginan kita untuk kalah, Malang dan susah. Kalah dan susah, serta  menang dan bahagia adalah realitas faktual dalam hidup. Jemputlah kebahagian tetapi jangan lupa mempersiapkan Kemalangan. Memilih bertanding dalam hidup berarti siap bahagia atau mengalami kemalangan. Sebab, di semua kompetisi, ada rivalitas. Dalam rivalitas, ada yang keluar sebagai pemenang, begitupun sebaliknya. Darwin menyebutnya; yang bertahan (Survive) dia yang menjadi pemenang.

Dalam agama, ujung dari semua kompetisi hidup adalah Surga dan neraka. Menang adalah Surga, sedang kalah itu adalah neraka. Menang dan kalah dalam kompetisi hidup, berdampak lansung pada peta Hidup. Kalah jadi apa? Dan apa ekspekstasi setelah menang?.

Ada sekian daftar rencana untuk mengisi kebahagian, itu wajar. Namun harus juga ada agenda untuk mengisi kemalangan hidup. Di kemenagan hidup ada Ghonimah (Harta), di kekalahan ada kerugian moril, waktu dan materil. Persiapkan semuanya.

Yang pernah jatuh adalah dia yang pernah berjalan atau bahkan berlari. Yang berjalan membuka tabir, dan yang berlari mengejar jalan taqdir. Yang berjalan adalah ia yang tau bagaimana rute taqdir bekerja, dan yang berlari adalah ia yang di gerakkan oleh akar-akar keyakinan yang kuat.

Di proses pendakian menuju kearifan puncak. sebenarnya, tergantung pada prasangkaan pada Tuhan. prasangka harus tetap terjaga, agar kesyukuraan tetap membahagiakan.

Kata orang ; yang ada di depan manusia adalah ufuk. Begitu jarak di tempuh, sang ufuk menjauh. Yang tertinggal jarak, itu juga abadi. Tidak ada romantika yang cukup kuat untuk menaklukkan dan menggenggamnya dalam tangan jarak, Dan ufuk yang abadi itu.

Tuhan adalah Mysterium, paling senyap tak terjejak, tak terkategori dan tak dapat di tekuk oleh Galaksi tanda. Namun, Tuhan Maha cinta menumpahkan Manifestasinya disegenap cosmik dan diri. Itulah sebabnya, Jalan menemui-Nya sebanyak detak jantung para perinduNya.

Seharusnya kita Hamba tau diri, bahwa pada akhirnya, Tuhanlah yang menolong kita, dalam sunyi.

Saat kita melamunkan kemarau, saat musim itu datang, Justru; yang kita bicarakan tentang Hujan. Begitu Hujan berhasil menjatuhkan Rintik pertamannya. Kita malah merindukan kemarau. Satu sebabnya karena kita Terlalu dekat dengan kegelisahan.

Memang benar adanya, yang acap kali menyertai Putus asa adalah Harapan yang salah Musim. Itulah, kenapa?, Banyak harapan yang kubenamkan, di kedalaman Kesunyiaan.

Rawatlah harapan, sirami dengan kesungguhan. Pangkaslah jika nampak terlalu berlebihan, sebab harapan yang berlebihan, bisa membunuh kita dengan sekali tusukan.

Misal, Bila hujan tidak datang hari ini, bagaimana basah dahaga pasir?. Angin dan awan kelabu hanyalah isyarat namun tidak berarti hujan akan tiba.

Olehnya, wahai pengharap hujan, puaslah dengan embun, sebab ia datang sebagai hadiah dari buah kesabaran kita yang dianiyaya kemarau penantian.

Di suatu hari, di penghujung malam, ayam tidak lagi memenuhi taqdirnya sebagai mahkluk. Padahal, di detik yang lalu-lalu ayam selalu menepati janjinya.

Subuh sepi, tidak riuh seperti biasanya. ayam-ayam jantan sepertinya putus pita suaranya. Tidak ada pertanda apa-apa, hanya kebiasaan yang hilang. Tercerabut dari kitab-kitab alam. Yang tersimpan pada kokok ayam sebenarnya, semakin berkurang masa dan jatah Hidupnya.

Mari mengejar hari, mengubahnya menjadi ladang-ladang pengabdian. Taqdir kita ialah menghamba padanya. Sebab, Waktu akan berputar ke arah kanan, begitu terus sampai berakhir malakut. Ia (waktu), tidak akan berhenti, menoleh atau berhenti berputar ke arah kiri, barang sedetik hanya karena air mata dan gembira kita, atau suka dan duka kita, ataukah senyum kita yang menawan.

Ia (waktu), akan tetap memenuhi Takdirnya, untuk berputar ke arah kanan dan tak akan berhenti hingga ia mempertanggung jawabkan, siapa-siapa yang lalai dalam dentingan detiknya yang berputar.

selain itu, Waktu ialah jalur searah, tak ada jalan untuk kembali ketitik kesedihan bermuasal. Sebab percuma, membebani pundak dengam banyak sesal.

Ya Robb.. Karena tak dapat ku temukan kata yang paling sepi. Ku terlantarkan hati sendiri.

Ya Rob.. Karena tak dapat ku ucapkan kata yang paling Rindu. Ku biarkan hasrat terbelenggu.

Ya Rob..Karena tak dapat ku ungkapkan kata yang paling cinta. Ku tengadahkan saja dalam munajat lirih.

Bangkit dan Melangkahlah, Walau sepi kadang kala mengolok-olok kita.



***


Tidak Meminta apa-apa, dalam doa Yang membubung. hanya mimpi, adapun permintaan mesti tahu diri.

Ada hamba, setiap kali berdoa mengucapkan: “Ya Allah, tidak akan pernah lunas hutang rasa syukurku kepadaMu. Tidak akan pernah cukup seluruh usia, yang Engkau anugerahkan ini untuk menjalani rasa terima kasihku kepadaMu. Apakah menurutMu, hambaMu ini pantas meminta sesuatu lagi kepadaMu?”.

Misal, Kalau kita punya dua orang anak, yang satu selalu meminta dan meminta. sedangkan, satunya pemalu dan hanya menerima sesuatu, kalau kita memberikannya dan sangat jarang meminta sesuatu kepada kita. Pertanyaannya, kepada yang siapakah, kita lebih senang dan lega untuk memberikan sesuatu?.

Kalau yang keluar dari mulut kita adalah kalimat-kalimat yang menyakitkan hati, tidak apa-apa. Kalau ungkapan yang keluar dari mulut kita, mengandung kemudaratan sosial, masih bisa dimaafkan. Kalau bunyi kalimat yang muncul dari mulut kita tidak etis, a-sosial, menyinggung perasaan orang banyak, menghina rakyat, meremehkan Tuhan atau apapun, masih bisa dianggap bukan persoalan.

Yang menjadi soal terpenting bagi kita sekarang adalah kalau dari mulut kita mengepul aroma bau busuk. karena, yang kita dakwahkan bukanlah kebenaran, kebaikan dan keindahan, nilai dari ekspresi manusia. Yang kita bayar mahal adalah alat-alat yang membuat mulut kita tidak bau ketika bicara.

Kalau kita buang angin, yang kita cuci atau kita basuh dengan air dalam berwudhu, bukanlah wilayah biologis yang mengeluarkan angin. melainkan wajah kita. Mungkin karena yang harus terutama dipertahankan oleh manusia adalah kebersihan jiwa dan kualitas kepribadiannya, yang tercermin atau diwakili oleh penampilan wajahnya.

Akan tetapi pikiran dan prinsip semacam itu tidak cocok dengan masyarakat modern. karena, tidak realistis dan kurang pragmatis. Yang paling utama dari wajah manusia bukanlah kualitasnya, bukan keindahan pribadinya, juga bukan tanggung jawab sosialnya. melainkan, apakah ia komersial atau tidak, layak jual atau tidak.

Sebagian dari kita tentu tidak pernah menyangka bahwa Tuhan menciptakan wajah manusia itu, urusan utamanya adalah jual beli kepribadian dan kemanusiaan.

Meskipun doa itu bebas sensor, tapi mesti dikira-kira juga?. Allah menawarkan kepada hamba-hambaNya agar memohon kepadaNya dan Ia berjanji akan mengabulkanNya.

Jangankan Allah, tetangga sebelah rumah saja. kalau, sehari-hari kepadanya, kita tidak menunjukkan sikap yang baik dan bertanggung jawab sebagai makhluk sosial. tentu, ia malas untuk punya ide mengirimi makanan kepada kita.

Bahkan, seandainya kita bersikap tidak tahu diri dan nekat bertamu ke rumahnya, mengemukakan kebutuhan: kita tentu setuju bahwa menyuguhi segelas kopi saja pun, diam-diam hatinya tidak ikhlas.

Pernahkah kita memperlakukan Allah lebih baik, lebih santun dan lebih bertanggung jawab, dibanding perlakuan kita kepada para tetangga kita?.


* Rst
* Pena Nalar Pinggiran
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar