Mengenai Saya

Senin, 28 Maret 2022

PARADOKS KEMANUSIAAN BARAT, SAUDI, UEA DAN SOLUSI ATAS MASALAH DUNIA ISLAM (2)

Cara pikir dan pola tindak dalam dunia kapitalisme, perlu kita ketegahkan terlebih dahulu. Sebab, Cara Berpikir Kapitalisme tidak pernah mengenal suku, agama atau ras. Tidak seperti pengelompokan pendatang atau orang asing dan pribumi, kapital bekerja lintas negara serta melampaui teritorial. Cara kerja sistem kapital sudah begitu canggih menyusup dan bersenggama dengan kehidupan manusia kontemporer.

Meski fase perbudakan dalam sejarah umat manusia sudah di lewati begitu jauh pasca penghapusan perbudakan di tahun 1800an, namun saat ini kita memasuki dunia kapital yang cara kerjanya jauh lebih halus. Eksploitasi dilakukan secara terselebung, menghisap habis target operasi, tapi membuat yang di hisap keenakan. Merampas semuanya tanpa kecuali, namun menjadikan korban pasrah dengan keadaan. Jika ada relasi sosial yang tidak memerlukan uang, maka kapitalisme akan menjadikannya sebagai peluang.

Demikian cara pandang kapital, tidak akan pernah memposisikan manusia sebagai objek sosial. Relasi yang dibangun selalu menghitung untung dan rugi. Apa yang di keluarkan selalu berbanding lurus dengan apa yang ingin di dapatkan. Bahkan ingin lebih. Itu sebabnya, sekarang hampir tidak ada kekerabatan antar negara yang dibangun akibat kesamaan pandang soal manusia sebagai mahluk sosial.

Pasca runtuhnya Soviet, tidak pernah lagi kita dapati ada persaingan ideologi yang mencolok. Hampir semua negara bermetamorfosa menjadi lebih moderat dalam soal ideologi, kecuali beberapa negara di Amerika Latin. Itupun semakin memburuk pasca Bolivia hancur akibat demo terhadap kekuasan Evo yang sosialis.

Relevansi dengan pandangan di atas, negara-negara besar di bawah Amerika Serikat dan UE selalu punya standar ganda dalam melihat persoalan kemanusiaan. Apa yang diperjuangkan selalu di baca tidak pure memperjuangkan masalah kemanusiaan atau Hak Asasi Manusia. Jika tidak sejalan dengan kepentingan negaranya, akan dianggap sebagai pelanggaran HAM lalu di musuhi atau diperangi. Sebagai contoh bisa kita lihat di Irak, pasca kehancurannya kita tidak dapati senjata pemusnah massal yang merupakan alasan memerangi Saddam. 

Saddam Hussein selama hampir 10 tahun menjadi harapan besar Amerika Serikat dan sekutunya (Eropa dan Timur Tengah) untuk mengahancurkan rezim demokrasi-teokratis Iran. Seluruh biaya dan sumber daya diberikan kepada Saddam Hussein. Pembunuhan terhadap suku Kurdi dan warga Syi'ah di Irak oleh Saddam Hussein kala itu dianggap sesuatu yang wajar, karena Saddam putra Tikrit ini sedang menjalankan misi besar, yaitu mengembalikan kejayaan Kekaisaran Persia yang direbut oleh Ayatullah Ruhullah Khomeini. Tetapi, Saddam gagal. 

Karena gagal, Saddam dimusuhi. dibunuh dan dianggap pemimpin jahat. Pembenarannya, disusun belakangan, pokoknya Saddam harus tumbang. Apalagi ditambah ketika Saddam mulai meningkatkan “daya tawarnya” ketika mencaplok Kuwait dengan alasan historis. Dari pangkalan militer Amerika Serikat di Arab Saudi, Saddam di gempur oleh Bush senior. Jenderal Norman Schwarzkopf memimpin operasi yang dinamakan Badai Gurun. Kuwait bebas, Saddam terkucil, dari politik dunia khususnya pergaulan antar negara di Timur Tengah. Saddam ditinggalkan. 

Setelah Bush senior tidak lagi menjadi Presiden, Clinton naik 2 periode. Saddam masih eksis dengan keterkucilannya. Tetapi, Saddam tidak memberikan konsensi eksplorasi ladang-ladang minyak kepada negara-negara Barat. Tersebabkan itulah, sehinga Bush junior, anak dari Bush senior, yang kedua-duanya adalah Presiden Amerika Serikat – negara yang merupakan sahabat kental Saddam Hussein tahun 1980-an, bernafsu menguasai Irak. 

Maka, pembenaran dicari dan dibentuk (Dikonsturksikan). “Saddam diktator, megalomaniak dan pembunuh rakyat”, demikian kata Bush junior, anak dari Bush senior. Senjata pemusnah massal, pembunuhan suku Kurdi dan Syi’ah dijadikan alasan untuk menghabisi Saddam. Akhirnya, sejarah mencatat, Saddam berakhir di tiang gantung. Senjata pemusnah massal tidak terbukti. Justru, para pialang minyak berebut, menguasai ladang-ladang minyak kaya Irak. Dollar tetap mengalir dari minyak bagi negara-negara barat. Desember 2006, Saddam digantung !.

**


"Saddam Hussein yakin bahwa dirinya akan kalah. Karena itu, ia berusaha menanamkan keyakinan pada ratusan juta orang Arab, bahwa ia seorang ksatria".

Di era modern ini, media massa menjadi alat propaganda paling potensial. Perang Teluk II adalah contoh terbaik. Ketika Perang Teluk II (akan) dimulai, akhir tahun 2002, perang media massa pun bermula. George W. Bush Jr. dan Saddam Hussein, berlomba-lomba merebut simpati dunia. “Melalui apa?". melalui media massa, tentunya.   

Amerika Serikat dan Irak, sama-sama menggunakan media massa untuk menjadi senjata utama mereka untuk Membentuk opini. Mengkondisikan persepsi public dunia. Saddam Hussein, jelang perang teluk 2 tersebut, secara intensif berpidato untuk menepis propaganda Amerika Serikat. Memberikan keyakinan pada public dunia, khususnya pada rakyat Irak, bahwa beliau tidak dapat dikalahkan. Irak adalah negara yang kuat. 

Walau dikeroyok sekalipun, mereka akan tetap melawan dengan sekuat tenaga. Tujuan Saddam Hussein cuma dua, menjaga serta meningkatkan kepercayaan diri rakyat Irak dan menarik simpati dunia.

Sementara itu, Amerika Serikat membawa ratusan wartawan dalam berbagai konvoi pasukan Angkatan Darat mereka. Mereka "menempel" dalam setiap operasi. Dalam sebuah laporan reportase, salah satu TV swasta Indonesia memperlihatkan dan menganalisis (tentunya pengamat politik Indonesia yang menganalisisnya) sebuah karikatur dari koran International Herald Tribune. Karikatur yang menggambarkan tank-tank yang melaju. Moncong Meriam tank-tank tersebut dikendalikan oleh seorang tentara Amerika Serikat dan sekutunya, sedangkan di atas tank-tank itu, seorang wartawan memegang lensa kamera panjang, mirip dengan moncong meriam yang dikendalikan tentara. Sama-sama punya "moncong", sama-sama "mengendalikan".

Subjektifitas juga bermain di masing-masing pihak. Masing-masing memfilter dan mengorientasikan sesuai dengan kebutuhan. Amerika Setikat menerapkan peraturan yang teramat ketat bagi wartawan-wartawan yang "menempel" dengan pasukan mereka. Ada ketentuan, mana yang harus diberitakan, mana yang tidak. Media yang menurut Amerika Serikat, dalam hal ini Pentagon, dianggap "tidak fair dan berimbang" (selalu demikian, bahasanya), bisa dikenakan sanksi. 

Hal ini juga berlaku di pihak Saddam Hussein (Irak). Irak beberapa kali pernah mengusir wartawan CNN karena dianggap pro Amerika Serikat. Lalu, dibalas oleh Amerika. Wartawan Al-Jazeera yang sejatinya bertugas di Bursa Saham Wallstreet mencabut izin liputan mereka. Saling berbalas pantun, walau pantunnya tak sesuai.

Mengapa wartawan Al-Jazeera ?".

Pentagon sering mengungkapkan kekesalan mereka terhadap Al-Jazeera. Al Jazeera dianggap berpihak, bahkan menjadi alat propaganda Saddam Husssein hanya karena mereka selalu membantah klaim-klaim Amerika Serikat di medan perang.   Al-Jazeera menganggap mereka hanya menjalankan tugas jurnalistik, menampilkan fakta-fakta yang ada. Salah seorang produser Al-Jazeera (sebagaimana yang dikutip TV7), mengatakan bahwa mereka hanya memberitakan berita yang benar dan dibutuhkan public. Bagi mereka, public dunia tidak membutuhkan berita yang telah dipoles, "karena berita yang dipoles itu, justru tidak menjadi cantik", demikian kira-kira ungkapan sang produser. Berkaitan dengan Perang Teluk II, Al-Jazeera menjadi tontonan favorit bagi publik Indonesia (melalui TV 7 dan belakangan SCTV), dianggap terpercaya.

Perang antar media ini tidak hanya terjadi antara Amerika Serikat dengan Timur Tengah, khususnya Irak dan negara-negara yang "bersimpati" pada negara pusat Dinasti Abbasiyah tempo doeloe ini. Media massa Eropa juga kritis terhadap Amerika Serikat (didukung oleh pemerintahnya yang sering dikecewakan berkaitan dengan "pembagian jatah" pasca Perang Teluk 1 dan juga berlanjut pasca Perang Teluk II.

Jaringan TV BBC, misalnya, sangat kritis terhadap kebijakan Bush Jr. dalam menjadikan perang terbuka sebagai solusi atas Irak. BBC yang berpusat di Inggris ini, terkesan berseberangan (pula) dengan pemerintah Inggris. Tony Blair, Perdana Menteri Inggris, merupakan sekutu paling dekat Amerika Serikat dan juga bernafsu menggempur Irak. Berkaitan dengan Perang Teluk 2, cukup banyak jurnalis Eropa yang berbeda pendapat dengan pemerintahnya. 

Suatu ketika, salah seorang Jenderal perang Amerika Serikat, mengadakan konferensi pers berkaitan dengan tertangkapnya beberapa orang tentara Amerika Serikat oleh tentara Irak. Jenderal ini mengutuk keras penangkapan itu ditayangkan secara live ke publik dunia. Ini mengundang reaksi keras seorang reporter (kalau tak salah reporter BBC Inggris) dan bertanya pada sang Jenderal (kira-kira), "anda mau mengatakan apa pada orang Irak dan pada orang Islam yang di berbagai belahan dunia yang mendukung Saddam Hussein, yang mungkin menyambut baik dan gembira tayangan tersebut !". Jenderal tak menjawab. Wartawan-wartawan Amerika Serikat banyak yang merasa kesal. Setidaknya demikian yang pernah diungkapkan oleh salah seorang pengamat politik di salah satu media TV swasta Indonesia.

Ketika tentara-tentara Amerika Serikat ditangkap oleh tentara Irak. Rekaman proses penangkapan itu dilaporkan oleh Al-Jazeera, kemudian menjadi headline berbagai majalah di Eropa, dengan hampir seragam membuat judul berita : "Tahanan Saddam". Sementara itu, majalah di Amerika Serikat, menyebut orang Irak tersebut "biadab".

"Lalu, bagaimana dengan Saddam Hussein ?"

Laki-laki berkumis tebal asal Tikrit ini, meyakini, ia akan kalah. Ia diserang oleh negara adidaya secara militer. Dibantu negara-negara lain yang secara militer juga kuat. Disisi lain, karena pertimbangan kalkulasi geo-politik yang tidak menguntungkan bagi negaranya, Rusia tidak mau menolong Saddam. Akhirnya, Saddam memanfaatkan media sebagai senjata perang paling ampuh bagi dirinya dan Irak. Ketika berlangsung perang, Saddam berusaha memenangkan perang propaganda dan politik. Bukan perang militer, karena itu tak mungkin terjadi. Di kala Amerika Serikat begitu antusias memberitakan Baghdad yang dibombardir, Irak menandinginya dengan berita yang berulang-ulang tentang keberhasilan seorang petani di Karbala menembak jatuh helikopter Apache. Bayangkan, seorang petani melawan digdayanya mesin tentara Amerika Serikat.

"Saddam sedang memenangkan perang di hati dan pikiran ratusan juta orang Islam di dunia, khususnya orang-orang Arab", kata seorang politisi Amerika Serikat, ketika ditanya, strategi apa yang dilakukan oleh Saddam di tengah gempuran yang tidak seimbang itu. Saddam bukan Hitler yang menjelang kalah, bunuh diri di dalam bunker. Saddam tidak akan meninggalkan Irak dalam kondisi tidak melawan. Ia ingin meninggalkan kesan baik di mata orang Arab dan orang Islam, bahwa ia melawan hegemoni Amerika Serikat sampai titik darah penghabisan.

Hari ini, bagaimana pandangan orang Arab terhadap Saddam ?. Hari ini, bagaimana pandangan orang Arab terhadap Bush jr. ?
 
**

Sikap paradoks barat sama persis atas kudeta berdarah yang di lakukan Azisi terhadap Mursi yang di pilih secara demokratis melalui Pemilu. Beberapa waktu yang lalu, peringatan setahun syahidnya presiden Mursi. Pesan Mursi kala itu ; "jangan kalian bunuh singa-singa negara kalian sehingga kalian dibunuh anjing-anjing musuh".

Seakan Mursi sedang menampar muka rezim kudeta Azisi dan pendukungnya hari ini, salah satunya adalah Arab Saudi. Semoga Allah memuliakan Mursi dan keluargannya.

Seandainya, Mursi bilang "menyerah" maka Arab Spring di Mesir padam seketika. Mursi akan bebas dan menikmati kehidupan mewah, di salah satu negara eropa. Tetapi, Mursi memilih Syahid di dalam penjara dan anaknya juga Syahid. Sedangkan anaknya yang Satu lagi di penjara, Ya Robb.

Mursi, Di janjikan Hidup mewah dan bergelimang harta oleh salah satu kedutaan negara terkuat di dunia dengan sekedar mengakui rezim Az-sisi. Mursi bebas mau minta Fasilitas apapun. Apa susahnya?. toh, mursi juga dalam Posisi Darurat?. Tetapi, sebagai pemimpin. Mursi, memikul tugasnya hingga wafat. Syahid.

Mursi adalah jawaban atas keseriusan kaum Muslim dalam berdemokrasi. Apa ada, orang Liberal dan Sekularis yang berani mengorbankan hidup dan keluargannya, demi menjaga Demokrasi?. Selain, Mursi yang hingga Syahid dianggap Fundamentalis?.

Mursi, telah memilih sejarahnya. melalui semuanya dengan tegar serta konsisten. Ia menjemput taqdirnya sebagai pejuang kebebasan.

Tugas kita adalah Terus belajar, sebab "Pemimpin itu seumpama Matahari, Janji matahari memang, bukan Hanya untuk terbit. Saat tenggelam pun, ia meninggalkan kesan yang sangat indah". Untuk Mursi : Allahumma Taqobbal syuhada'ana. Semoga Allah merahmati Mursi, satu-satunya Presiden Mesir yang dipilih Secara Demokratis. Semoga Surga Tempatnya.


**

Setelah Amerika dan sekutu memenangkan perang dunia kedua, mereka lalu berpikir bagaimana formulasi yang pas dalam menguasai dunia yang sangat besar ini tanpa harus melakukan penjajahan atau pendudukan seperti yang sebelumnya pernah di lakukan oleh Inggris dan Prancis. Yang di lakukan Amerika untuk mengontrol dan menguasai seluruh dunia ini yakni dengan merumuskan ide Global Government. Orang tidak merasa dijajah, tapi sebenarnya ada di bawah kendali. 

Di buatlah suatu sistem pemerintahan global yakni PBB. suatu sistem ekonomi global yakni Bank Dunia serta IMF. Mereka (Amerika dan sekutu)  mengendalikan betul lembaga-lembaga internasional ini. Veto yang dimiliki akan menjadi jalan terakhir saat ada protes serius dari dunia atas sikap beberapa negara yang tidak mengindahkan HAM. Sepeti veto Amerika pada kasus Israel yang di sidang di DK (Dewan Keamanan) PBB.

Hal Ini adalah rencana jangka panjang yang cukup berhasil di lakukan. Hampir semua negara di bawah kendali Amerika. Di hampir semua negara terdapat pengkalan-pangkalan militer yang disiapkan untuk menjaga kepentingan Amerika. Cek saja ini ke negara-negara yang dianggap bisa bekerja sama dengan kepentingan Amerika. Termasuk negara-negara timur tengah yang notabenenya mayoritas beragama Islam, Amerika dan sekutu menciptakan kondisi yang benar-benar tidak kondusif di hampir semua negara-negara teluk. Kebijakan internal negara selalu saja mendapatkan interupsi. Jika tidak di indahkan akan mendapatkan ancaman embargo ekonomi dan tekanan-tekanan militer. Iran contohnya, akibat tidak selalu sejalan dengan kepentingan Amerika di teluk, mereka mendapatkan embargo ekonomi sampai hari kini.

Kondisi yang di ciptakan Amerika dan sekutunya seperti inilah yang mengakibatkan hilangnya sekian ribu nyawa dengan sia-sia. Baru-baru ini, dunia di gegerkan olah pengakuan Hillary Clinton yang mengungkap keterlibatan Amerika dalam membentuk ISIS di timur tengah. Pengakuan yang terlambat, sekian ribu nyawa manusia sudah melayang akibat salah bersikap dan merespon datangnya setiap informasi.

Di saat yang bersamaan dunia Islam diam. OKI sebagai lembaga yang merepresentasikan kepentingan ummat Islam tidak bisa berbuat lebih banyak atas tragedi kemanusiaan yang menimpa sesama saudara se-aqidah. Liga Arab sudah dibuat mandul oleh negara-negara barat terutama Amerika yang punya kepentingan besar atas minyak mentah di timur tengah. Perlawanan-perlawanan kecil justru datang dari Turki di bawah Erdogan, tapi tidak terlalu berefek.

Misalnya, Saat Amerika sedang membongkar kejahatan HAM di Uyghur. China Ikut membongkar Kejahatan HAM di Irak dan Afganistan. Afrika tidak mau ketinggalan membongkar kejahatan HAM di Rohingya. sedang Turki angkat kejahatan HAM di mesir, Syria dan palestina. Hampir semua kejahatan HAM, yang jadi Korban dimana-mana adalah ummat Islam. Meskipun saya tidak percaya 100 % negara-negara itu Pure memperjuangkan HAM karena empati pada sesama Manusia.

Jika harus berempati. harusnya itu datang dari Uni Emirat Arab sebagai negara Islam yang punya Uang dan Saudi Arabia yang sangat konservatif Cara beragamanya, di tambah ada Haramain disana. sebab yang di bunuh adalah saudara-saudara Se-Aqidah. Tapi yang terjadi, justru mereka diam dan bertindak membantu.

Di hadapan pengadilan internasional, Teroris Betina bernama Aung San Kyi mengakui bahwa tentara Mynmar menerima dana dari UEA dan Saudi. Tidak tersayat kah anda mendengar pengakuan ini?. Ternyata, mereka justru membantu teroris untuk membunuh saudara Muslim. Biadab.

Di saat yang sama UEA dan Saudi mendukung Israel dalam melakukan pendudukan atas Palestina dan membunuh warganya. Mereka juga kedapatan memberikan dukungan pada rezim India yang juga sedang menghajar umat Islam di Kasmir. Paling mutakhir adalah pengesahan UU yang dianggap merupakan diskriminasi pada ummat Islam India. Kita tidak dapati ada reaksi berarti dari dunia-dunia Islam. Di sisi lain makin hari makin jelas posisi Saudi dan UEA. Rezim Saudi bahkan sudah tidak layak menjaga Haramain sebagai jantung ummat Islam. Disamping langkah preventif yang harus dilakukan secepatnya, ummat harus dia ajak untuk sadar posisinya, dan apa yang mesti dilakukan. 

Pada saat yang sama, Gambia sebuah negara kecil yang luas dan jumlah penduduknya tidak sampai setengah dari penduduk Jawa Barat, menjadi satu-satunya negara yang berani membawa kasus Genosida terhadap muslim Rohingya ke ICJ. Mana negara tempat turunnya wahyu?. Mana negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia? Pembantaian sekian juta ummat Islam justru dianggap biasa-biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal dunia Islam mesti punya solidaritas akibat kesamaan cara pandang soal manusia.

Jika terus di biarkan oleh pemimpin dunia Islam, nasib penduduk muslim di India dan penduduk muslim Uyghur di China akan sama persis dengan apa yang dialami muslim Rohingya atau Palestina yang hingga kini belum juga merdeka. Mereka diperangi, diasingkan atau diusir atas nama perang melawan terorisme. 

**

Dulu, Solahuddin Al-Ayyubi tidak sempat menunaikkan ibadah haji dan umroh sepanjang hayatnya. Karena, terlalu fokus membebaskan Al-Aqsa. Hari ini, orang yang bergelar Penjaga Kota Suci (Al-Haramain), Justru ikut menggadaikan Al-Aqsa.

Hal itu, tertandai sejak saudi melancarkan proyek Neom. Agar, Israel tidak terisolasi dari dunia Arab. Uni Emirat arab melakukan normalisasi dengan Israel secara terang-terangan. Tidak terdengar protes Ulama-ulama di Saudi, selain Puja dan Puji pada Pemimpin mereka yang Dzolim.

Ada juga Belakangan yang santer, tentang Normalisasi Palestina dan Israel. Al-Quds (Al-aqsa) tanpa Palestina. Seperti Jazad tanpa kepala. Normalisasi yang di lakukan negara-negara Arab, dengan mengakui Al-Quds sebagai bagian dari Israel. Artinya sama dengan memenggal kepala Palestina. Mereka lakukan ini, bersama Israel dan PAMAM SAM (AS). Tanpa melibatkan, satu perwakilan dari Hamas dan Fatah. Biadab bukan?.

Setelah UEA, kini giliran Bahrain yang melakukan normalisasi dengan zionis Israel. Yang paling bikin mual lagi adalah alasan banyak pemimpin arab terhadap normalisasi tersebut ialah demi perdamaian Palestina. Padahal, Normalisasi tersebut, sama sekali tidak membahas nasib palestina. Justru, yang mereka bahasa adalah nasib mereka.

Abu Dhabi bertutur ; " mending kita damai saja dengan Israel, sudah capek kita bersiteru terus. Mending kita damai saja, demi kebaikan bersama".

Ngawur. memangnya, yang menghadang peluru tentara Israel, siang malam berjaga di sekitaran Masjid Al-Aqsa (Al-Quds), ada diantara Rakyat UEA dan Arab Saudi kah?. Harus di ketahui, bahwa yang menghadang peluru senjata Tentara Israel adalah rakyat palestina. Mereka mempertaruhkan semuanya, nyawa telah banyak berjatuhan dan darah telah banyak tumpah.

Di setiap kesempatan, Trump selalu tampil mengatakan soal normalisasi negara arab dan Israel. Trump, yakin normalisasi ini adalah amunisi pilpres untuk mendapatkan restu dan lobi yahudi. Karena, lawannya Joe Biden adalah salah seorang Insiyur perdamaian dengan Iran.

Kebutuhan Trump, di sambut dengan kebodohan pemimpin - pemimpin Arab, raja-raja Dzolim tersebut menggunakam mulut, ulama Plat merah untuk memproduksi Fatwa dan ceramah : sudah saatnya kita berdamai dengan Israel, agar rakyat palestina mendapatkan kemerdekaan".

Daging Ulama itu mesti beracun, selama yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran. Jika Ulama, hanya bertugas untuk memuja muji julang Penguasa. Bahkan, ikut melegitimasi Kedzoliman penguasa. Maka, danging ulama seperti itu, enak dan manis. Bahkan, terbebas dari Racun.

Dulu, ada Ulama Saudi yang memberi dukungan kepada Kudeta Mursi. Tetapi, jika kudeta kepada Raja Saudi, dianggap haram. Jenis ulama seperti ini, adalah jenis Ulama SU'. Atau kata orang Alor, namanya ulama "kamuke". Atau dalam terma orang Makassar, disebut Dompala.

Saya berikan salah satu contoh ulama Su' - Plat Merah. Saat ulama-ulama berkumpul di hadapan Mussolini (mantan presiden Italy), mereka mengeluarkan Fatwa pembunuhan terhadap "Umar Muhktar". Mereka semua telah tiada. Tetapi, sejarah hanya mengenang satu Nama, yakni Umar Muhktar. Adapun Ulama-ulama Su' tersebut, masuk ke dalam tong sampah sejarah. Itulah sebabnya, kerap kali saya sampaikkan bahwa Hiduplah dengan identitasmu, karena kelak orang akan mengenangmu dengan itu.

16 september, 89 tahun yang lalu. Syaikhul mujahidin Umar Muhktar di hukum Gantung oleh tentara-tentara Italy, di usianya yang saat itu 73 tahun. nasehat beliau yang paling terkenal adalah " kita tidak pernah menyerah. Menang atau syahid". Akhirnya, beliau Syahid, setelah 20 tahun melawan tentara penjajah.

Andaikan Dulu, Zionis memilih Somalia atau Bahrain sebagai tempat berdirinya negara Israel. Tentu, kita tak pernah tau kisah kepahlawanan Rakyat Palestina. Tentu, kita tak pernah tahu seberapa besar kecintaan kita kepada Al-aqsha. Al-Aqsha adalah ujian dari Allah kepada Ummat Islam dan kepada para pemimpin islam. 

Dunia Islam dan Pemimpin Islam, kerap terbajak pada siklus yang tidak produktif. Begitu ada Kebiadaban Zionis. Di kecam di negara-negara Mayoritas Islam, kedutaan besarnya di demo dan membakar bendera Israel. Lalu, Diam setelah itu. Seolah menunggu sampai muncul kejadian baru lagi, begitu terus. 

Diantara negara teluk, Iran lah yang hingga hari ini di perhitungkan Israel, jika ingin melakukan konfrontasi secara lansung. Sebab, selain Iran kuat secara militer, iran juga juga punya pemimpin dan rakyat yang relatif solid, jika membicarakan Soal Al-Aqsha. 

Tapi, iran di tuduh syi'ah. Sementara yang merepresentasikan Sunni, diam-diam bekerja sama dengan Zionis. Lihat perilaku MBS dan MBZ, yang mereka cari adalah Uang dan langgengnya Kekuasaan. Bukan membangun poros dunia islam yang kuat. Termasuk Indonesia, pemimpin kita yang tegas bicara soal Palestina, hanya Soekarno, selain itu hanya mengulangi siklus. 

Apapun itu, rakyat palestina adalah sebenar-benarnya petarung yang kuat di abad ini. Ibu-ibu yang anaknya gugur atau di tangkap tentara zionis, tidak pernah kapok dan takut mengirimkan sisa-sisa anaknya ke medan juang lagi. 

Mereka tak pernah bersedih atau terbebani, karena membela Al-Aqsha sendirian. Mereka lakukan itu dengan tersenyum, dengan sebaik-baik perlawanan. 

**


Kasus lain, misalnya, yang baru-baru ini terjadi, tentang penghapusan nama Jalan Al-Qonuni di Ibu Kota Riyad. Yang memperpanjang percaturan dan silang sengkarut di dunia islam. Bagaimanapun Kerasnya Bani Saud, Ia tidak akan bisa memutus Ikatan Hati, antara Rakyat Saudi dan Ottoman Yang mengisi 1/3 sejarah kegemilangan Islam. (Baca: sejarah Ottoman)

Setelah Saudi kalah di libya dari Turki, bocah pembunuh bernama MBS menghapus nama jalan Sulaiman Al-Qonuni di Riyadh, saya tidak tau akan di ganti dengan siapa?, mungkin dengan nama Ariel Sharon.

Al-Qonuni adalah salah satu Sultan yang paling ditakuti musuh terutama oleh bangsa eropa. Masa pemerintahannya menjadi salah satu masa keemasan dalam sejarah Ottoman.

Ketika raja Hongrie menolak membayar Jizyah dan malah membunuh utusan Ottoman, Al-Qonuni Marah sambil berkata : " apakah mungkin duta Khilafah islam dibunuh sedangkan saya Masih Hidup?, besok eropa akan mendapat pelajaran dari Kesalahannya".

Al-Qonuni menyiapkan Pasukan besar untuk memerangi Hongrie yang dikenal dengan peperangan Mochas. Pasukan Ottoman berhasil membuat Raja Hongrie, Louis II jadi ketakutan hingga tewas. Dalam literatur sejarah eropa, orang mengenal perang Mochas sebagai perang terbesar pada abad pertengahan.

Suatu ketika, Al-Qonuni membawa pasukannya Mencari Kaisar Romawi- Charles V. Al-Qonuni selalu tidak menemukannya karena Charles V ketakutan dan selalu bersembunyi ketika Al-Qonuni datang.

Akhirnya Al-Qonuni mengirim Surat : " jika anda tidak juga mau menemui saya, maka anda cukup bawa tempayan seperti yang biasa dilakukan para Wanita. Copot mahkota dikepala karena anda tidak layak memakainya".

Al-Qonuni memakai gelar " Amirul Mukminin", Ia juga disebut sebagai Khadim Al-Haramain. Bangsa Arab dibawah kepemimpinannya Aman dari serangan luar.

Jika hari ini, Muhammad Bin Salman menghapus namanya dari salah satu Jalan di riyadh karena MBS kecewa dengan Edrogan, itu suatu hal yang tidak Nyambung-Ilogis. Nama besar Al-Qonuni tidak bisa dicabut dari sejarah besar Ottoman, yang Saudi juga termasuk didalamnya dulu.

Ditangan Al-Qonuni, luas wilayah Ottoman mencapai 15 Juta KM persegi, padahal ketika Al-Qonuni menerima Tahta dari ayahnya, luas Ottoman hanya 6,5 juta KM persegi. Bani Saud Sulit memahami ini, jika disandingkan dengan keberhasilan Abdul Azis laknatullah yang tidak lebih dari sekedar karyawan Inggris dan Amerika.

Diatas saya telah memaparkan sedikit, soal Kerajaan Saudi Yang memenjarakan Ulama yang tidak pro terhadap kerajaan, Salah satunya adalah Salman Audah.

Salman Audah adalah salah satu ulama dari puluhan ulama yang ditangkap oleh pihak kerajaan Saudi Arabia, gegara cuitannya di Twitter. Perkara yang dituitkan padahal spele. Ia hanya mendoakan semoga tercipta rekonsiliasi antara Saudi Arabia dengan Qatar. Saat itu hubungan Saudi Arabia dan beberapa negara di Timur Tengah lainnya dengan Qatar sedang memburuk.

Ulama yang mempunyai jutaan follower di Twitter ini ditangkap pada tahun 2017. Ditempatkan di ruang isolasi dalam waktu yang lama, sehingga membuat kesehatannya menurun. Kabarnya, saat ini kondisinya sedang kritis. Salman Audah diadili dalam sebuah pengadilan rahasia dan didakwah dengan puluhan dakwaan. Dari pengadilan rahasia itu memutuskan bahwa, ia akan dijatuhi hukuman mati. Tragis!

***

Posisi Indonesia dan Peran Pemuda Islam?

Sebagaimana ungkapan Gandhi yang kerap disitir Bung Karno, "Paham kebangsaanku adalah perikemanusiaan." Indonesia harus turut serta berperan aktif dalam membangun solidaritas antar beberapa negara Islam. Di samping itu, keterlibatan kita atas persoalan di dunia Islam hari ini adalah wujud dari pengamalan pembukaan UUD kita yang mengamanahkan agar penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan.

Belakangan ini ada ide baru dari beberapa negara Islam, yang dipelopori oleh Mahatir dari Malaysia, Erdogan dari Turki dan Imran dari Pakistan. Poros ini sekaligus gerakan untuk melawan OKI yang terus menerus mempertahankan status quo. Hampir tidak ada perlawanan berarti yang dilakukan OKI dalam memproteksi kepentingan ummat Islam. Itu sebabnya, perlu ada ide segar bukan hanya melawan superioritas dunia barat dan beberapa negara di Asia atas dunia Islam. Tapi juga melakukan gerakan perlawanan terhadap wabah islamophobia yang semakin menakutkan.

Sudah terlalu lama Indonesia tertidur. Nama besarnya selalu disebut, tapi perannya sangat terbatas. Soekarno dulu sanggup membawa bangsa ini keluar dari kekuatan dua blok dan melakukan sebuah gerakan prestisius yang hari ini masih dikenang dunia. Sekarang sudah waktunya kita buktikan bahwa sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia siap berkontribusi lebih bahkan siap menjadi pemimpin. Indonesia modern hari ini harus sanggup menyediakan rahimnya untuk melahirkan ulang pemimpin ulung seperti Soekarno yang disegani dunia, atau membidani hadirnya Natsir-Natsir baru yang disegani dunia Islam.

Penduduk dengan 260 juta Jiwa serta lebih kurang 87% mayoritas muslimnya, maka posisi aliansi ini akan semakin kokoh di dunia Islam bahkan internasional jika terus didorong agar dapat membicarakan secara serius juga soal-soal yang terjadi di dunia Islam. Pemerintah kita harus turut menyambut baik dan terlibat dalam poros baru yang sengaja dibuat Mahatir dan Erdogan. Ada harapan besar dari Turki, Malaysia, Pakistan dan Qatar terhadap Indonesia. Bermodal militer dan ekonomi dari 4 negara tadi maka aliansi ini akan semakin kuat ketika Indonesia bergabung. Karena biar bagaimanapun kita memiliki kuantitas penduduk muslim yang sangat banyak dibanding negara lain.

Sekarang, tugas utama untuk turut terlibat dalam menyelesaikan persoalan kemanusiaan di dunia Islam saat ini bukan ada pada Muhammadiyah, NU atau ormas keagamaan lainnya. Tapi ada pada negara. Pemerintah kita sudah saatnya harus ikut terlibat aktif dalam melawan kesewenang-wenangan rezim China, India, Myanmar, Israel, bahkan Amerika.

"Harapan adalah mimpi dari seorang yang terjaga", demikian kata Aristoteles.

Kita (dunia Islam) sebenarnya masih punya harapan besar dalam membangun ulang "imperium" yang kuat dalam menyaingi superioritas dunia barat. Tumpuan harapan kita ada pada pemuda Islam. Mereka mesti dilibatkan dalam memproyeksikan sebuah agenda jangka panjang dalam memerangi islamophobia, Atau paling tidak dalam forum pertemuan yang rencananya akan dilakukan di Malaysia, akan terbentuk sebuah lembaga permanen setingkat OKI yang harus secara intens merespon setiap gejolak dalam dunia Islam. Hingga ke depan poros ini dapat menjadi tumpuan harapan dunia Islam yang kian hari semakin terpuruk.

Disamping itu, harapan besar kita pasca pertemuan tersebut akan bertambah lagi negara-negara Islam yang turut bergabung dan mengambil bahagian dalam poros ini. Negara Islam melalui pemudanya harus dipersatukan dalam satu wadah yang kuat, agar agenda mewartakan konsep kemanusian yang universal tersebar ke semua pelosok dunia. Islamophobia sudah sangat menghawatirkan di barat, bahkan sudah menyebar ke negara-negara Asia. Inilah jaman dimana beban paling berat harus dituntaskan oleh pemuda-pemuda Islam.


NB ; Sebahagian di Kutip dari Narasi Abangda ASO - Abdul Syukur Oumo

* pustaka hayat
* Rst
* Pejalan Sunyi
* Nalar Pinggiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar