Mengenai Saya

Senin, 07 Maret 2022

--PERINTAH SHOLAT BUKAN SAAT MI'RAJ--(Bagian Ke tiga)

Pertama, Sebagaimana telah saya sampaikkan di uraian sebelumnya bahwa mengaji sebuah aqidah, seperti peristiwa Isro dan Mi'raj ini, kita niscaya mengambil sumber-sumber yang menyakinkan. Jangan mengambil sumber-sumber yang meragukan atau Deabatle, yang bisa memunculkan debat atau kontraversial.

Sebuah aqidah adalah sebuah keyakinan, jika sumber informasi yang kita ambil tidak menyakinkan. Maka, hasilnya tidak melahirkan keyakinan. Justru akan melahirkan Keraguan-raguan. Oleh karena itu, Vocal point paling penting adalah kembalilah kepada sumber informasi yang terpercaya di dalam agama ini, yaitu al-qur'an. Sebab, Al-Qur'an ini di jamin secara lansung oleh Allah dan Rosulullah SAW. Sedangkan, riwayat-riwayat, di jamin oleh para Ulama yang meriwayatkan.

Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Q.S. Al Hijr : 9, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِ نَّا لَهٗ لَحٰـفِظُوْنَ

"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya." (QS. Al-Hijr 15: 9)

Berangkat dari Ayat ini, kita bisa menvalidasi semua Argumentasi yang hendak kita bangun. Selebihnya, kita bisa mengambil dari berbagai sumber, termasuk sejarah, Riwayat, Sains dan teknologi.

Sebenarnya apakah tujuan utama dari peristiwa Isro' dan Mi'raj itu?. Paling tidak Ada dua hal, yaitu perjalanan dari Masjidil Harom ke Masjidil aqso dan Perjalanan dari Masjidil Aqso ke Sidhratul Muntaha.

Sebelum kita uraikan Tujuan Mi'raj, terlebih dahulu kita Uraikkan tujuan Isro itu apa?. Di dalam Q.S. Al Isro ;1, di jelaskan.  Sebagaimana kita ketahui, bahwa ayat tersebut adalah ayat satu-satunya yang menginformasikan tentang perjalanan tersebut. Meskipun, Allah menginformasikan peristiwa Isro, hanya di satu ayat. Tetapi, ayat ini sangat Komplit, menginformasikan Tentang apa, bagaimana, sampai kemudian Allah menunjukkan tujuan dari perjalanan tersebut. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

سُبْحٰنَ الَّذِيْۤ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَـرَا مِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَ قْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَا ۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

"Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat". (QS. Al-Isra' 17:1)

Tujuan dari perjalanan Isro itu adalah "Linu riyahu Min ayathi na (Allah Hendak Menunjukkan sebahagian tanda-tanda kekuasannya)". Hal ini memiliki kaitan dengan kondisi Rosulullah SAW pada saat menjelang perjalanannya untuk Isro, yaitu beliau sedang dalam kondisi terjepit dalam perjuangannya. Orang Kafir Quraisy, melakukan presure secara Politik, ekonomi, dan secara fisik.

Dalam Kondisi yang terpepet seperti itulah, sebahagian Sahabat-Sahabat Rosulullah SAW pun telah di perintahkan untuk Hijrah ke madinah terlebih dulu. Sebahagian lainnya masih tinggal membersamai Rosulullah SAW, bahkan beberapa sahabat diantaranya Sekaligus Keluarganya Wafat. Seperti Pamannya Rosulullah, Abu Thalib. Sebagaimana kita ketahui bahwa Abu Thalib adalah benteng pelindung Rosulullah SAW dari orang-orang Kafir Quraisy dan Istri Tercintanya, yaitu Siti Khodijah pun wafat. Ihwal itulah yang membuat Rosulullah SAW dalam  kondisi yang sangat Terjepit dalam Perjuangannya.

Rosulullah SAW memindahkan Fornt Dakwahnya Ke Thaif, tetapi ternyata sampai di Thaif beliau di tolak, bahkan di lontari dengan batu hingga berdarah.

Dari kondisi Seperti itulah, sehingga Allah Memperjalankan Rosulullah SAW, dari Mekkah Ke Palestina. Di antara perjalanannya itu, Allah memperlihatkan berbagai macam Tanda Kekuasannya dan Juga Dua kota Yang di jadikan sebagai Tempat bertolak dan Berlabuh, merupakan dua kota Syiar Agama Ibrahim. 

Nabi Ibrahim Memulai Syiarnya di Palestina dan Mengakhirinya di Mekkah. Anak keturunan Nabi Ibrahim, ada di sekitar Palestina dengan monumen Baitullahnya adalah Masjidil Aqso, sebagai Pusat Penyebaran. sedangkan, di Mekkah Yang menjadi Pusat Penyebarannya adalah Masjidil Harom (Ka'bah). 

"Nabi Muhammad SAW di perjalankan (Isro) untuk menapak tilas Perjalanan syiar Nabi Ibrahim dan Juga Memperlihatkan sebahagian tanda-tanda kekuasaan Allah". Semua itu dalam rangka memberi ghiroh (semangat) kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyebarkan syiar Islam.

Lantas, apa Tujuan Allah memperjalankan Nabi Muhammad SAW Ke Sidhratul Muntaha (Mi'raj)?.

Untuk menjawab itu kita harus kembali mengambil sumber Al Qur'an sebagai Kerangka Argumentasi. Allah memberi Informasi tentang Perjalanan Mi'raj, salah satu diantaranya dalam Q.S. Najm ; 14-18.

Sebagaimana ayat tentang Isro, bahwa Tujuan dari perjalanan tersebut Untuk memperlihatkan Tanda-tanda Kekuasaan Allah. Sama dengan Tujuan Perjalanan mi'raj, sebagaimana yang tertuang di Q.s. An-Najm terdapat di ayat itu juga. Misalnya, kalau kita urut ayatnya Q.S An-Najm, dari ayat 14 Sampai 18 . Di ayat 18 Q.s. An Najm, Allah secara tegas menyampaikkan bahwa ; Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

لَقَدْ رَاٰ ى مِنْ اٰيٰتِ رَبِّهِ الْكُبْرٰى

"Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar". (QS. An-Najm 53: 18)

Kalimat ini secara Jelas menginformasikan kepada kita bahwa tujuan dari perjalanan Mi'raj adalah Memperlihatkan sebahagian tanda-tanda Kekuasaannya Allah yang sangat besar. Sebab, Perihal ini masih berkaitan dengan Kondisi Psikologi dan sosiologi Rosulullah SAW saat di mekkah, yang berada pada fase paling sulit.

Maka Di tunjukkan saat Isro, bagaimana perjuangan syiar Agama Ibrahim dan lalu di naikkan ke puncak dimensi tertinggi di langit yang ketujuh, saat Mi'raj. 

Lalu, bagaimana dengan Informasi yang kerap kali di sampaikkan, bahwa Mi'raj itu adalah perjalanan berjumpa dengan Allah dan Perjalanan untuk menerima Sholat?.

Tentang perintah Sholat, Saya Kembali lagi menelusuri Firman Allah SWT. Ternyata, banyak kita temukan, bahwa Perintah Sholat itu turun dalam bentuk Wahyu biasa, bukan pada saat mi'raj. Sebab, tidak ada satupun ayat di dalam Al-Qur'an yang menginformasikan, bahwa Perintah sholat itu di berikan kepada Rosulullah pada saat melakukan mi'raj, bahkan tidak ada satupun ayat juga yang menyebutkan bahwa Rosulullah SAW berjumpa dengan Allah. Justru, yang Di Informasikan Al-Qur'an, Rosulullah di perjalankan mi'raj untuk mencapai suatu posisi tertentu secara dimensional, yang menyebabkan beliau bisa melihat atau membuktikan kekuasaan dan Keperkasaan Allah.

Salah satu ayat di dalam AlQur'an yang memberikan informasi, bahwa Perintah Sholat turun dalam bentuk Wahyu biasa ; pertama, Q.S. An Nisa : 103. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

فَاِ ذَا قَضَيْتُمُ الصَّلٰوةَ فَا ذْكُرُوا اللّٰهَ قِيَا مًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِكُمْ ۚ فَاِ ذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَاَ قِيْمُوا الصَّلٰوةَ ۚ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَا نَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

"Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan sholat(mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk, dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah sholat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman". (QS. An-Nisa' 4: 103)

Ayat ini memberikan penjelasan kepada kita, dengan menggunkan kalimat " Kitabam Maukuta". perintah sholat sesungguhnya sudah di tetapkan waktunya oleh Allah. Artinya, tidak ada lagi proses tawar menawar, sebagaimana yang di gambarkan Bahwa Rosulullah menerima 50 waktu sampai 9 kali melakukan proses tawar menawar, sehingga menjadi 5 waktu.

Lalu, Tentang tata cara sholat. Al Qur'an juga sudah menginformasikan tentang hal itu, sejak zaman Nabi Ibrahim. Sebab, Nabi Ibrahim sudah melaksanakan sholat, dengan Cara berdiri, rukuk, sujud dan salam. Salah satunya, Terdapat dalam Q.S. Al Haj ; 26. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَاِ ذْ بَوَّأْنَا لِاِ بْرٰهِيْمَ مَكَا نَ الْبَيْتِ اَنْ لَّا تُشْرِكْ بِيْ شَيْئًـا وَّطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّآئِفِيْنَ وَا لْقَآئِمِيْنَ وَ الرُّكَّعِ السُّجُوْدِ

"Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), "Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud". (QS. Al-Hajj 22: 26)

Artinya, Sejak Zaman Nabi Ibrahim, baitullah itu di bangun untuk orang-orang yang thawaf, berdiri, rukuk dan sujud. Sesungguhnya, tata cara sholat, sudah ada sejak zaman Nabi Ibrahim, yang kemudian di wariskan pada anak keturunan Beliau, sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

Sama juga halnya dengan waktu sholat. Sesungguhnya, Allah telah menentukkan waktu sholat, sebagaimana yang saya sampaikkan diatas. Tetapi, ada juga sejumlah ayat yang Allah menyampaikkannya secara jelas, terdapat dalam Q.S. isro ; 78. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اَقِمِ الصَّلٰوةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ اِلٰى غَسَقِ الَّيْلِ وَقُرْاٰ نَ الْـفَجْرِ ۗ اِنَّ قُرْاٰ نَ الْـفَجْرِ كَا نَ مَشْهُوْدًا

"Laksanakanlah sholat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula sholat) subuh. Sungguh, sholat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)".(QS. Al-Isra' 17:78)

Ayat ini menceritakan waktu Sholat.  kapankah waktu sholat itu?  yaitu mulai tergelincirnya matahari sampai Gelap malam dan saat Fajar. Bahkan Ayat ini di awali dengan kata perintah. Kapan tergelincirnya Matahari?. Yaitu, saat matahari berada di titik Kulminasi, titik tertinggi dari perjalanan semu matahari. Sholat itu di mulai saat matahari di titik kulminasi, yang tergelincir sedikit. Makanya waktu Dzuhur itu bukan saat matahari berada di titik kulminasi, melainkam dia tergelinciri sedikit. Jika titik kulminasi matahari itu tepat jam 12, maka waktu Sholat Dzuhur itu masuk, saat matahari tergelincir sedikit dari titik kulmunasi. Sama dengan waktu sholat Ashar, Magrib, waktunya juga saat matahari tergelincir sampai saat malam yang gelap, yaitu sholat Isya. Lalu, di lanjutkan dengan sholat saat Fajar (matahari terbit), yaitu Sholat subuh.

Ada yang mempertanyakan ayat ini, sebab ayat ini tidak spesifik. Karena hanya tiga waktu saja sholat tersebut, saat tergelincir matahari sampai gelap dan Fajar?.

Sesungguhnya tidak. sebab, "Li dhulu Kissyamsi ila Ghosaqi laila wa qur'anal fajr", itu menunjukkan durasi (perjalanan Tergelincirnya Matahari). Allah kemudian memberikan detailnya di ayat yang berbeda, terdapat di dalam Q.S. Al baqorah ; 238. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

حَا فِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَا لصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ

"Peliharalah semua sholat dan sholat wusta. Dan laksanakanlah (sholat) karena Allah dengan khusyuk". (QS. Al-Baqarah 2: 238)

Di ayat ini, Allah memberikan Istilah Sholat wustho untuk menunjukkan sholat Ashar. Semua ahli Tafsir menyepakati bahwa sholat wustho adalah sholat ashar. Karena Wustho itu berarti pertengahan, diantara sholat Dzuhur dan Magrib. Di ayat ini, Allah mulai menjelaskan secara defenitif, dimana waktu-waktu sholat itu.

Di ayat yang berbeda lagi, Allah menjelaskan tentang waktu yang lain, yaitu Q.S. Rum ; 17-18. Dimana Allah menginformasikan tentang, selain sholat Ashar, magrib, Isya, subuh dan Dzuhur. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ حِيْنَ تُمْسُوْنَ وَحِيْنَ تُصْبِحُوْنَ

"Maka bertasbihlah kepada Allah pada petang hari dan pada pagi hari (waktu subuh)". (17)

وَلَـهُ الْحَمْدُ فِيْ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَعَشِيًّا وَّحِيْنَ تُظْهِرُوْنَ

"dan segala puji bagi-Nya baik di langit, di bumi, pada malam hari maupun pada waktu zuhur (tengah hari)". (18)

Allah menegaskan waktu sholat secara pasti, yaitu "hiina tumsuna " (waktu dimana kita berada di tepi siang atau sore) atau menunjukkan waktu magrib. Sedangkan, "wa khina Tuz khiru (waktu subuh atau Pagi Hari). Maka, ayat ini menujukkan dua waktu, yaitu waktu magrib dan waktu subuh. Di ayat berikutnya lagi, Allah menyebutkan dua waktu yang berbeda lagi, yaitu pada saat Isya dan Pada Dzuhur.

Point terakhir dari Uraian ini adalah apakah benar, Rosulullah ke langit yang ketujuh itu berjumpa dengan Allah?.

Riwayat yang menceritakan bahwa Rosulullah bertemu dengan Allah itu banyak Kejanggalannya, terutama dalam konteks "mendistorsi" Eksistensi Allah sebagai sebuah sosok. Karena di gambarkan bahwa Rosulullah menuju langit ketujuh bertemu dengan Allah dan berhadap-hadapan dengan Allah. Nah, hal ini banyak mengangkangi banyak ayat di dalam Al Qur'an, salah satunya adalah "Laisthaka mistlihi Tsaiun".

Allah adalah dzat yang Maha Besar, yang meliputi seluruh Jagat raya, yang untuk menghadapnya tidak perlu menembus berbagai macam dimensi. Seperti, yang terdapat dalam Q.S. Al Baqorah ;115 atau Dalam Q.S. An Nisa : 126.

Rosulullah melakukan Mi'raj, tujuannya bukan Untuk bertemu Allah dan bukan pula bertujuan untuk mendapatkan Sholat. Melainkan, sebagaiman yang di sampaikkan dalam Q.S. An najm : 18. 

Hal ini merupakan perdebatan panjang, antara Kelompok Teologis Mu'tazilah dan Asy'ariyah (Ahlu Sunnah Wal Jam'ah). Bagi Mu'tazilah, Nabi Muhammad SAW saat Mi'raj melihat Allah. Tetapi, ada dua pendapat di dalam Pandangan Mu'tazilah ; Ada yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW Melihat Allah dengan Basyir (Mata Kepala) dan ada yang menyebutkan, bahwa Nabi Muhammad SAW melihat Allah dengan basyirah (Mata Hati). Masing mempunyai kerangka Teks, yaitu " wuju hu yauma idzin Nadzirah ila robbiha nadhirah".

Persoalan, apakah Nabi Muhammad SAW melihat Allah Saat Mi'raj dengan Mata Kepalanya atau hanya melihat dengan Mata Hatinya. Semua itu berpulang pada keyakinan kita ataupun Nabi Muhammad SAW hanya menyakini keberadaan Allah juga, Silahkan kita menyakininya demikian. Sebab, saya tidak punya kuasa untuk berpihak pada salah satunya. Saya hanya menyuguhkan perspektif.

Andaikkan Allah mengabulkan Doa kita untuk bisa melihat Allah dengan Mata kepala kita. Hal itu masih bisa di uji, dengan satu pertanyaan ; setelah kita bertemu Allah, seperti apakah Allah yang sudah kita lihat?. Ketika jawaban mereka adalah Tuhanku, tidak seperti apa-apa. Maka, jawaban itu benar. Sebab, Allah itu " Laistaka mitsilihi Tsai'un".

Perdebatan apakah Allah melihat atau bertemu lansung Allah, persis Sama dengan perdebatan Keimanan. Iman itu kerap kali di sebutkan ; kadang naik dan kadang menurun (bertambah dan berkurang). Saat kita sangat bersemangat untuk melaksanakan Amaliah, seperti sholat, puasa dsb. Hal itu menandakan bahwa keimanan yang ada pada diri kita sedang naik (bertambah). Tetapi, ketika kita sedang malas untuk beribadan, hal itu menunjukkan bahwa keimanan kita sedang turun (berkurang).

Menurut kelompok Mu'tazilah Keimanan itu tidak bertambah dan berkurang. Karena Keimanan itu adalah sinar (Cahaya). Keimanan itu seumpama Bola Lampu, yang menyinari. karena, kaca pada Bola Lampu kotor dan berdebu, Maka sinar lampu pada lampu tersebut menjadi redup. Artinya, bukan sinar tersebut yang redup. Tetapi, kaca yang ada pada lampu tersebut tertutup oleh banyaknya debu dan kotoran.

Makanya, sholat adalah media untuk membersihkan kaca Hati kita, agar sinar Di dalamnya tetap bersinar dengan terang benderang. Maka, keimanan yang di sebutkan sering bertambah dan berkurang, sesungguhnya sangat relatif. Sebab, yang bertambah dan berkurang adalah Gejala dan indikatornya. 

Sholat itu Esenisnya adalah Dzikir. Sedangkan Dzikir itu intinya, percaya kepada Allah SWT, percaya kepada Rosulullah SAW dan Menghormati Guru (Adab).

Lantas, Bagaimana menempatkan Dzikir. sebab, ada Hadist Imam Tirmidzi yang menyebutkan, bahwa " af dholu dzikri lailaha illallah (dzikir paling afdhol adalah Lailaha illallah)".

Kita bisa memaknainya, bahwa Dzikir paling lezat adalah "Lailaha illallahu". Memang ada juga dzikir "Astagafirullah". Hal itu di sebut dengan dzikir pra kondisi, sebelum kita menikmati kelezatan dzikrullah, lailaha illallahu. Padahal, kita mesri membersihkan dulu wadahnya. Misalnya, ada sebuah gelas yang kotor, sekalipun airnya bersih. Tentu, orang akan jijik meneguknya. Oleh sebab itu, Sebelum air di tuangkan ke dalam gelas. Gelasnya mesti bersih terlebih dahulu.

Nah, jika sudah selesai, gelasnya terbuka. Di tutup dengan penutup, agar lalat, semut dan nyamuk tidak akan masuk. Sedangkan Penutup dari semua dzikir adalah Sholawat. Jika, pangkalnya dzikir adalah Istigfar. Puncaknya adalah Lailaha illalah dan Ujungnya adalah Sholawat kepada Rosulullah SWT. 

Mengapa?. Karena, Sholawat itu adalah Maharnya langit dan bumi.

***

--Catatan Tambahan--

Di dalam manaqib (Qotbul Aqtob) Syeikh Abdul Qodir Jaelani diterjemahkan dari kitab “Al-Lujaini ad-Daani” yang disusun oleh Syeikh Al-Karim Ja’far bin Hasan Abdul Karim al-Barzanji R.A. Mudah mudahan kita semua mendapat barokah serta karomahnya, aamiin yaa mujiibas sa'ilin. 

Diriwayatkan oleh Syeikh Rasyid bin Muhammad Al-Junaidi dalam kitab Roudhoh An-Nadzir, pada malam Rasulullah shollallahu’alayhi wasallam Mi’raj, Malaikat Jibril datang menghadap Rasulullah SAW sambil membawa Buroq, telapak kaki Buraq tersebut mengeluarkan cahaya seperti cahaya rembulan. Buraq tersebut diberikan kepada Nabi Muhammad SAW oleh Malaikat Jibril. Seketika itu juga Buraq tersebut tidak mau diam, karena sangat senang, sehingga Nabi Muhammad SAW bersabda, "wahai Buraq kenapa engkau tidak mau diam? Apa karena engkau tidak mau aku tunggangi?". 

Buraq menjawab, “Wahai Rasulullah SAW, bukan aku tidak mau Baginda tunggangi. tetapi, aku mempunyai permintaan kepada Baginda wahai kekasih Allah, permintaanku adalah nanti dihari Kiamat, ketika baginda masuk kedalam Surga, agar tidak menunggangi yang lain, kecuali aku”.

Rasulullah SAW bersabda, ”wahai Buraq permintaanmu aku kabulkan”. Buraq itu pun berkata lagi, “wahai baginda sudikah kiranya baginda memegang pundakku agar menjadi ciri di hari Kiamat?”, kemudian Rasulullah SAW memegangkan kedua tangannya pada pundak buraq tersebut. saking gembiranya buraq karena di pegang pundaknya Oleh Rosulullah SAW, sehingga badannya tidak muat lagi untuk ditempati ruhnya, terpaksa buraq tersebut membesar dan tinggi sampai 40 hasta. Setelah itu Rasulullah SAW berdiri sebentar sambil melihat betapa tingginya Buraq dan berpikir bagaimana caranya untuk naik ke punggung Buraq tersebut. sedangkan pada saat itu tidak ada satupun tangga untuk digunakan menaiki Buraq.

Pada saat itu juga datang ruhnya "Syeikh Abdul Qodir Aljaelani" seraya berkata, “silahkan baginda naik ke pundak saya”. Kemudian Rasulullah SAW naik ke pundak Ruh Ghautsul ‘Adzom ‘Syeikh AbdulQodir Jaelani, kemudian Syeikh AbdulQodir Jaelani berdiri, sehingga Rasulullah SAW dapat naik ke pundaknya Buraq. kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda, “dua telapak kaki ku menaiki pundakmu wahai Abdul Qodir, maka telapak kakimu nanti yang akan menaiki pundak semua wali-wali Allah”.

Konon Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, " man ra’ani fi al manamfasayarani fi al-yaqzhah (barangsiapa menyaksikan aku dalam mimpi, maka suatu waktu ia akan menyaksikan aku ketika terjaga).

Alkisah, Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani yang hidup ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW, pernah didatangi Nabi Muhammad SAW. Al-Jaelani berkata, “dalam kurun waktu agak lama saya tidak menikah, hingga Nabi Muhammad SAW datang menegurku, “mengapa kamu tidak menikah”.

Pada kesempatan yang lain, Nabi Muhammad SAW datang meludahi lisan al-Jaelani untuk melancarkan perjuangan dakwahnya. 

Di titik itulah, saya teringat dengan Pernyataan Al-Ghazali yang menjelaskan, bahwa antara diriku dan hamba-hambaku di hijabi 70 ribu penghalang. maka sangat wajar jika Nabiullah Musa tidak mampu melihat Allah. Imam Al-Ghazali melanjutkan, bahwa penghalang antara hamba dan Allah itu, Allah cipatakan dari Cahaya, air dan kegelapan. 70 ribu penghalang ini, Allah untuk Nabi Muhammad SAW Dan ummatnya.

Malaikat jibril Turun dari langit, membawa cawan yang terbuat dari emas yang berisi telaga Al-Kautsar. Di cucilah Hati Rosul (di perbaharui). Padahal, jangankan Hati Nabi Muhammad SAW, terlalu jauh berbicara hati Nabi. Dalam Kitab As-Syifa karangan imam Al-Qudi'iat, begitupun dalam kitab Jalaluddin Asy-Suyuti, " darahnya Nabi Muhammad SAW itu Suci, Nanahnya Nabi itu Suci, air kencingnya Nabi itu suci, kotorannya Nabi itu suci.

Malik Ibnu Sinan, sahabat Nabi Muhammad SAW. Ketika perang Uhud, pipinya Nabi Muhammad SAW berdarah, di kecup oleh Malik Ibni sinan. Mau di telan, kata Rosulullah SAW Muntahkan. Tapi, apa kata Malik Ibni sinan, biarlah darahmu yang suci menyatu dengan darahku.  Apa kata Rosulullah SAW, "jika kalian ingin melihat penghuni surga, maka lihatlah malik Ibnu Sinan. 

"Abdullah Ibnu zubair", ketika Nabi Muhammad SAW habis di bekam. Darahnya di suruh buang oleh Nabi Muhammad SAW, di tempat yang tidak di lihat oleh orang.  Abdullah Ibnu zubair membawa ke belakang rumah, ketika tidak ada orang, dia minum darahnya Rosulullah SAW. Ketika habis dia minum, dia datang pada Rosulullah SAW dan berkata telah aku buang darahmu di tempat yang tidak satupun orang mengetahuinya. Dimana?. Di perutku Ya Rasulullah SAW.  Apa kata Rosul, "Haram jasadmu di sentuh api Neraka". 

Ummu Aiman, suatu waktu Nabi Muhammad SAW buang air kecil di suatu wadah. Ketika selesai buang air kecil, beliau letakkan wadah tersebut, tidak lansung di buang. Setelah bangun dari tidur, Rosulullah SAW memerintahkan Ummu Aiman membuang isi wadah itu.  Kata Ummu Aiman, wadah yang mana Ya Rosulullah SAW. Wadah yang itu, air kencingku. Ummu Aiman menjawab, sudah aku minum ya Rosulullah SAW. Kata ulama, Rosulullah SAW tersenyum. Saking lebarnya senyumnya Rosulullah SAW sampai terlihat gigi gerahamnya. Wahai Ummu Aiman, mengapa engkau minum air kencingku?. Kata Ummu Aiman, "Demi Allah, aku tidak pernah merasakan air yang lebih segar dari air ini Ya Rosulullah SAW". 

Hakikat dari Isro' dan Mi'raj adalah Sholat. Kalau Puasa, zakat dan haji. cukup dengan petunjuk Qur'an. Tetapi, sholat tidak. Rosulullah Di perjalankan lansung untuk menerimanya, "Assholat Ro'sul ibadah (sholat adalah kepalanya seluruh ibadah)" atau di Hadist yang Lain di sebutkan, " Assholatu Miftahul Khoir (Sholat adalah Kunci segala kebaikan". 

Ihwal itulah, Suatu Waktu, anaknya Umar bin Abdurahman bin Abbas meninggal dan orang-orang kampung berdatangan untuk berta'ziah. Ketika Penduduk kampung datang berta'ziah, Abdurrahman bin Abbas berkata, "sungguh bagi kalian, musibah agama adalah musiba yang Mudah. Padahal bagi saya (Abdullah Bin Abbas) terlambat sholat berjama'ah jauh lebih musibah ketimbang meninggalnya anak saya". 

*Rst
*Pejalan Sunyi
*Samar Cakrawala
*Perjalanan Dimensi
*Perjalanan Cahaya
*Nalar Pinggiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar