Salah satu hakikat silaturahmi adalah kita menyambung hati, sebelum menyambung pikiran. Sebab, dengan menyambung hati, pikiran lebih mudah tersambung. Acap kali, hati yang tidak tersambung, pikiran yang sama pun tampak berbeda. Olehnya, saya ingin mengatakan, "Inni Uhibbukum fillah". Semoga Allah mencatat Cinta kita ini, sebagai salah satu sebab kelak Allah memasukkan kita ke surganya.
Hari ini adalah hari baik bagi kita untuk kembali mencari inspirasi di dalam Al Qur'an, agar kita mampu menghadirkan Al Qur'an di dalam kehidupan sehari -hari kita, baik dalam kehidupan pribadi, Keluarga, organisasi, bahkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, di situlah sejatinya makna Al Qur'an sebagai "Hudan linnas - Rote Maap - alat baca" terhadap situasi dan peristiwa yang kita hadapi. Menjadi sumber inspirasi untuk menemukan solusi dari masalah - masalah yang kita hadapi.
Saya ingin merefleksikan kepada kita satu momen di dalam Al Qur'an yang turun di saat kaum muslimin dalam kesulitan, yaitu ketika Kaum Muslim mengalami kekalahan dalam perang Uhud.
Perang Uhud adalah perang besar kedua yang terjadi setelah perang Badr. Kemenangan di perang badar membuat Kaum Muslimin memiliki Rasa percaya diri yang jauh lebih besar dan dengan rasa percaya diri itulah mereka masuk ke dalam perang Uhud. Tetapi, kaum muslimin kalah dalam perang Uhud, pertanyaan besarnya bukan mengapa mereka kalah dalam perang Uhud?. Karena orang juga tahu, bahwa dalam perang ada peristiwa Menang dan kalah.
Sesuatu yang membuat kaum muslim susah menerima kekalahan waktu itu adalah fakta bahwa pasukan kaum muslimin di Pimpin lansung oleh Rosulullah SAW. Apa mungkin, pasukan yang di pimpin Oleh Rosulullah SAW, Kalah?. Hal ini merupakan pertanyaan yang sangat Fundamental, tidak terucap memang. Tetapi, menyentuh dasar aqidah yang sangat dalam sekali.
Beberapa abad kemudian, suatu hari terjadi perdebatan Di Byazantium antara seorang Ulama Islam, "Abu Bakar Al Baqilani" dengan para pendeta di Byinzantium, juga bersama para raja mereka. Salah satu pertanyaan mereka kepada Abu Bakar Al Baqilani adalah Apakah Nabi Muhammad SAW ikut berperang dalam Perang Uhud?. Kata Abu Bakar Al Baqilani, "Iya". Apakah Nabi Muhammad SAW menang dalam peperang?. Kata Abu Bakar Al Baqilani, "Iya". Apakah Nabi Muhammad SAW, Kalah dalam Peperangan?. Kata Abu Bakar Al Baqilani, "Iya".
Lalu, kata para pendeta, Kenapa bisa, Ada Nabi tapi kalah?. Saya tidak mau menyampaikkan jawaban Abu Bakar Al Baqilani terhadap para pendeta. Silahkan cari sendiri. Sebab, Jawaban Abu Bakar Al Baqilani sangat luar Biasa Dahsyatnya.
Bertolak dari pertanyaan Fundamental yang saya sampaikkan diatas, sebab sesuatu yang telah tertanam dalam aqidah kita, bahwa Kehadiran Nabi, apalagi sebagai Komandan perang merupakan suatu jaminan, bahwa kaum Muslimin tidak akan kalah dalam perang. Kenyatannya kaum muslimin kalah dan yang lebih memilukan lagi, Kekalahan tersebut memakan korban yang luar biasa banyaknya, yaitu 70 orang. Diantara 70 orang tersebut adalah sahabat-sahabat yang sangat di cintai oleh Rosulullah SAW. Salah satu diantaranya adalah Hamzah Bin Abdul Muthalib, paman Rosulullah SAW. Yang membuat kita tersayat lagi adalah cara wafatnya Hamzah, yang saya kira kita semua tahu bagaimana.
Coba kita tengok ke dalam Al Qur'an. Bagaimana Al Qur'an turun setelah kekalahan Kaum muslimin di perang Uhud. Apa pesan Al Qur' an terhadap pasukan yang baru saja kalah dalam perang. Dalam Surat Ali Imron, ada sekitaran 80 an ayat yang turun khusus setelah perang Uhud. Diantara ayat-ayat tersebut, kata Kunci yang di ajarkan Allah kepada Kaum Muslimin yang baru saja menelan kekalahan adalah "Qod Kholad ming qoblikum Sunanun fa asiru fil ardh fanzuru kaifa kana aqibatul mukazzibin - telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnahku (aturan atau kaidah). Maka berjalan kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan Rosul-Rosul ".
"Haazaa bayaanul lin-naasi wa hudaw wa mau'izhotul lil-muttaqiin - Inilah (Al-Qur'an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa".
Perhatikan kalimatnya, Allah menggunakan, "Hazaa baayanul linnas - penjelasan untuk semua manusia". Tetapi, sesudahnya Allah mengatakan, "wa hudaw wa mau'izhotul lil muttaqin - petunjuk dan nasehat bagi orang yang bertaqwa". Artinya yang bisa mengkapitalisasi penjelasan ini menjadi sumber nasehat dan petunjuk dalam mengelola kehidupan sesudahnya adalah orang yang bertaqwa.
Selanjutnya Allah mengatakan, "Wa laa tahinuu wa laa tahzanuu wa angtumul-a'launa ing kungtum mu-miniin - Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman".
Lalu, Allah mempertegas dengan mengatakan, "iy yamsaskum qor-hung fa qod massal-qouma qor-hum misluh, wa tilkal-ayyaamu nudaawiluhaa bainan-naas, wa liya'lamallohullaziina aamanuu wa yattakhiza mingkum syuhadaaa, wallohu laa yuhibbuzh-zhoolimiin - Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim".
Kata Kuncinya ialah "attada'ul - di Pergilirkan". Allah menggilir hari-hari kemenangan dan kekalahn kepada ummat manusia. Hal Itulah yang di sebut kaidah atau dalam Filsafat sejarah di sebut, attada'ul Khobari - Pergantian peradaban.
Artinya, pasukan muslimun yang baru saja kalah, tentu mengalami Goncangan emosi yang sangat dahsyat di dalam dirinya. Apa yang di butuhkan dari pasukan yang mengalami goncangan batin yang sangat dahsyat tersebut, jika sampai kehilangan kepercayaan diri. sebab, Kekalahan tersebut di telan bersama dengan Nabi. Bersama Nabi Pun mereka kalah, apalagi tidak bersama Nabi.
Ternyata Al Qur'an mengajarkan satu pelajaran besar dalam kehidupan pasukan Muslimin yang baru saja kalah, bahwa peristiwa menang dan kalah merupakan peristiwa biasa saja dalam sejarah manusia. Sunnatullah - bahagian dari hukum Allah kepada ummat manusia. Kita berhadapan dengan Hukum kemenangan dan kekalahan atau hukum pergantian peradaban.
Sebenarnya yang penting bukanlah persoalan sunnah - Kaidah Ini. Tetapi, bagaimana kita berinteraksi dengan kaidah - sunnah ini atau hukum-hukum yang mengatur proses pergantian peradaban. Hukum-hukum yang mengatur kemenangan dan kekalahan. Artinya, pasukan yang baru saja kalah, di kembalikan Rasionalitasnya oleh Allah SWT. Agar mereka keluar dari peristiwa kecil yang bernama perang Uhud dan masuk ke dalam hukum-hukum yang mengatur jalannya sejarah. Dari mikro ke makro.
Menarik spektrum mikro ke makro - persoalan kecil menjadi persoalan besar. Allah punya tujuan yang lain dalam hal meningkatkan kualitas pasukan yang baru saja kalah, yaitu perintah Allah, "Fassiiru fil ardh fanzuru - berjalanlah kalian di muka bumi". Apa artinya berjalan di muka bumi (rumah, ruang, space). Maksudnya keluar dari Kota kecil bernama Madinah - Mikro - Spekturum yang kecil menuju spektrum ruang atau Rumah Yang lebih besar, serta "Fangzuruhu" - perhatikanlah atau Observasi.
Kelak, dalam sejarah ilmu pengetahuan, kita akan mengetahui bahwa Ummat Islamlah yang pertama kali menggunakan metode Eksperimen. Ayat Inilah yang mengajarkan kita untuk melakukan Penelitian.
Pasukan yang kalah dalam perang uhud di bangun mentalitasnya dengan mengubah Maindshet mereka. Memperkenalkan kepada mereka satu metode yang bernama Al aqliyah tajdidyah - Paradigma atau Maindshet Ekspremintal, bahwa peristiwa menang dan kalah adalah objek yang bisa di pelajari. Kemenangan itu ada syarat-syaratnya dan kekalahan itu ada sebab-sebanya.
Jika peristiwa memang dan kalah kita tarik kepada Spektrum yang lebih besar, yaitu peradaban. Kebangkitan Peradaban punya syarat-syarat dan keruntuhannya punya sebab-sebabnya. Ketika Allah mengatakan, "Fangzuruhu" - lihatlah. Lantas apa yang di lihat?. Hal itu menunjukkan pada waktu. Waktu itu ada tiga, Masa lalu, hari ini dan masa depan. Ketika Allah mengatakan, "Fassiru fil ard" - hal itu menunjukkan Ruang.
Begitu Allah SWT memperkenalkan metode Eksperimen ini, sesungguhnya Allah ingin menciptakan keseimbangan di dalam diri kaum muslimin, bahwa kepercayaan atau aqidah kita kepada Allah, Nabi, Takdir, dsb harus di integrasi dengan realitas kehidupan manusia. Ihwal itulah, pengalaman hidup manusia merupakan objek pembelajaran, karena ia adalah objek pembelajaran. Maka ia adalah sesuatu yang terbuka untuk di pelajari.
Saya berimajinasi, andaikkan saya ada diantara prajurit-prajurit pasukan Uhud tersebut dan mendengarkan ayat itu turun, setelah kita kalah. Apa yang kita bayangkan?. Hal ini bukanlah hiburan kepada pasukan yang kalah. Tetapi, begitulah cara Allah mentarbiyah Hambanya, di bawah ke dalam spektrum yang lebih luas.
Seperti ketika Kaum muslimin ada dalam perang Khandaq, dalam Posisi terkepung oleh pasukan Musuh. Justru, Rosulullah SAW berbicara tentang pembebasan Konstantinopel, Yaman, Persi dan menyebutkan semua negara yang akan di bebaskan. Tujuannya, agar kepungan fisik tidak sampai mengepung Jiwa Kaum Muslimin. Sebab, Jiwa kita harus berada dalam Spektrum yang lebih luas, sekalipun fisik kita terkepung dan dengan begitu kita memandang kepungan yang ada di sekitar kita menjadi masalah yang kecil.
Kesadaran eksperimen atas kekalahan di perang Uhud, ternyata Rosulullah SAW bukankah jaminan atas kemenangan. Sebab, kemenangan ada syarat-syaratnya. Jika kita memenuhi syaratnya maka kita akan menang. Kekalahan pun demikian, Selalu ada sebab-sebabnya. Jika sebab - sebab itu terdapat pada diri kita, siapapun orang sholeh bersama dengan kita, pasti kita kalah.
Kesadaran ekperimen inilah kelak, kaum muslimin mentransformasi besar dalam sejarah sains dari warisan Metafisika Yunani kepada Metode Eksperimen yang di kembangkan oleh Islam.
Setelah kita ketahui istilah metode eksperimen, coba kita melihat ayat ini lebih ke dalam. Karena kemenangan dan kekalahan dalam pertempuran atau kebangkitan dan keruntuhan dalam peradaban adalah sunnatullah yang di tetapkan oleh Allah SWT. Selanjutnya kita mengenal satu teori dalam Ilmu sejarah, lalu ilmu tersebut juga di pakai atau di kembangkan dalam Ilmu ekonomi, ilmu politik dan ilmu sosiologi. Di dalam sejarah di kenal dengan terma Filsafat sejarah, yaitu teori kebangkitan dan keruntuhan. Di dalam sejarah manusia Kebangkitan dan keruntuhan adalah fenomena yang menimpa semua peradaban. Baik peradaban islam maupun non islam. Baik Peradaban yang di bangun oleh agama, maupun peradaban yang di bangun oleh Matrealisme.
Dari Teori Tentang kebangkitan dan keruntuhan inilah sehingga kita mengenal teori siklus perubahan. Dari teori ini juga orang memperkenalkan satu kaidah, bahwa sejarah selalu terulang atau sejarah mengulangi dirinya sendiri. Ibnu Khaldun adalah Tokoh yang pertama kali memperkenalkan Gagasan ini dan di cangkoklah pikirannya oleh ilmuan-ilmuan barat setelah itu.
Selain itu, siklus Perubaha ini juga masuk ke dalam Pembahasan Ilmu Politik, Ilmu sosiologi dan Ilmu Ekonomi. Dalam Ilmu ekonomi misalnya, salah satu teori gelombang Qodratif, gejala ekonomi mengikuti siklus perubahan - Ada Ekspansi, booming, resesi, depresi dan Improvment kembali. Teori ini di perkenalkan oleh Nikolai Qodratif dari Rusia.
Siklus perubahan ini berguna bagi kita, paling tidak untuk tiga hal. Pertama, Sebagai alat untuk menafsir sejarah. Kedua, sebagai alat untuk memproyeksi masa depan. Ketiga, sebagai alat untuk menentukan intervensi terhadap sejarah.
Saya ingin menguderline poin kedua dan ketiga. Jika kita menyadari bahwa Trend sejarah ketika menurun. Pada dasarnya, kita bisa mengintervensinya dan membuatnya tidak menurun. Begitupun jika ia sudah terlanjur turun, kita juga bisa mengintervensinya dan membuatnya naik kembali. Itulah sebabnya, Allah mengajarkan Hukum ini sejak awal. Karena Allah melatakkannya sebagai sesuatu yang bisa di pelajari dan di intervensi.
Apa yang membuat kita kalah pada suatu pertempuran, jika kita hindari. Maka, kita akan menang di pertempuran lainnya. Ihwal itulah, setelah kekalahan di perang Uhud dalam masa Rosulullah SAW, setekah itu, Kaum muslimin hanya kalah sekali lagi, yaitu dalam perang Hunain.
Begitu kalah Di perang Hunain Kaum Muslimin mendapatkan lagi satu pelajaran baru dari Allah SWT, " Laqad nasarakumullahu fi mawaṭina kasiratiw wa yauma ḥunainin iz a'jabatkum kasratukum fa lam tugni 'angkum syai`aw wa daqat 'alaikumul-ardu bima raḥubat summa wallaitum mudbirin - Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.
Hal ini bahagian dari teori yang lain, yang mesti kita hadapi, yaitu jumlah sedikit dan Jumlah banyak. Kekuatan kuantitatif atau kekuatan kualitatif dalam pandangan Al Qur'an.
Artinya Al Qur'an mengajarkan ummat yang kalah, menjadi rasional. Bukan bersedih dan menangis. Tetapi, berpikir.
Jika kita ingin mengintervensi jalannya sejarah, maka kita perlu mengetahui syarat-syarat untuk mengintervensinya. Jika siklus peradabannya naik, bagaimana cara kita membawahnya lebih cepat. Jika turun, bagaimana caranya kita, agar di cegah turun dan grafiknya di bikin naik kembali. Dengan pemahaman seperti ini, kita akan melihat bahwa sejarah merupakan suatu proses yang sangat dinamis.
Kata kunci yang harus kita garis bawahi adalah Intervensi sejarah - Al Fi'lun tarihi.
Jika ada gelombang naik dan turun. Semua peristiwa siklus berjalan dalam suatu ukuran waktu tertentu. Berapa lama waktu untuk orang naik dan berapa lama waktu untuk turun, serta berapa lama waktu untuk naik kembali. Rosulullah SAW mengatakan, "Al khilafatuh fi ummati tsalasuna fi sana' - Khilafah sesudahku, 30 tahun".
Saat Rosulullah SAW menyampaikan hadist ini, sesuatu itu belum terjadi. Artinya, Rosulullah SAW menganalisis atau Meramal peristiwa - memproyeksikan sesuatu yang akan datang. Faktanya jika kita menghitung seluruh masa pemerintahan, Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali, Pas 30 Tahun. Nah, Hadist ini adalah salah satu Ramalan atau Analisis Rosul yang sudah terbukti. Tetapi, mengapa Rosulullah SAW menentukan 30 tahun, apa arti 30 tahun?.
Angka 30 tahun memiliki arti, sebagai salah satu siklus perubahan. Kalau kita tarik lebih jauh, 30 tahun masa Khulafaurrasyidin di tambah dengan masa Nubuwah 23 Tahun, maka Jumlahnya 53 tahun fase naik. Sedangkan masa yang terjadi setelah masa 53 tahun ini, kata Rosulullah, "Tsumma Yakunu Mulkan - kerajaan". Makanya, kita sepakat menyebut Abu bakar, Umar, Utsman dan Ali sebagai Khlafaurrasyidin dan kita tidak menyebut masa setelahnya sebagai Khulafaurrasyidin. Karena hanya 30 tahun saja khilafah yang bisa mempertahankan Nilai-nilai Nubuwah yang tinggi.
Kalau kita spesifikasi lebih dalam lagi, dari 30 tahun masa KhulafaurRasyidin, hanya 20 tahun saja masa damai. 10 tahun terakhir isinya Konflik, 5 tahun di akhir masa Utsman dan 5 tahun seutuhnya di Masa Ali. Artinya, berdasarkan siklus perubahan yang di kabarkan sejarah tersebut, Mute kebangkitan maksimal 30 tahun saja.
Tetapi di Hadist lain Rosulullah SAW Juga memperkenalkan, "innallahu yab'a atsu li hadzihil ummah ala ro'syi kullim ri'ati sana' man yujaddidu amra dinihi - pembaharuan di dalam tubuh ummat ini akan selalu terjadi Per 100 tahun".
Artinya siklus perubahan berdasarkan Hadist Rosulullah SAW ada per 30 tahun dan per 100 tahun. Semakin besar siklusnya, semakin besar skala perubahannya. Semakin kecil siklusnya semakin kecil skala perubahannya.
Siklus mengikut kepada besaran tahun. Siklus 100 tahun adalah siklus besar dalam agama. Rosulullah SAW mengatakan, "Allah akan membangkitakan pada setiap 100 tahun nanti, orang yang akan memperbaharui ajaran agama".
Mengapa siklus atau pembaharuan dalam agama itu 100 tahun?. Kalau kita melihat "Ibnu Khaldun" membuat penjelasan tentang generasi-generasi. Berapa tahun kah umur satu generasi?. Sebagaimana Rosulullah SAW mengatakan di hadist lain diatas, "Al Khilafatu fi ummati tsalasuna aman - Khilafah dalam tubuh ummatku, hanya 30 tahun".
Artinya siklus rezim dalam skala kecil, rata-rata 30 tahun. Tetapi, dalam skala yang lebih besar (peradaban) atau pembaharuan agama rata-rata 100 tahun. Kalau kita ambil siklus 100 tahun, misalnya. Artinya kita menjadikan 100 tahun setelah kita bangkit, grafik kita dalam sejarah naik. Angka 100 tahun, kira- kira di pikul oleh 3 generasi.
Demikianlah, Dalam Islam ada Istilah tentang siklus sejarah atau sejarah memiliki siklus. Al - Qur'an menyebutkan, "wa tilkal ayyamu nuda wiluha bainannass - itulah hari hari kemenangan dan kekalahan yang kami pergilirkan diatara manusia".
Sekarang, kalau kita hendak membaca sejarah - sejarah Ummat, Sejarah Islam, sejarah komunitas, sejarah organisasi, termasuk kita sendiri. Salah satunya kita bisa menggunakan alat baca tentang teori siklus.
Ketika kaum muslimin sedang berada di puncak di masa Khulafaurrasyidin, mereka ingin mempertahankan nilai yang tertinggi. Tetapi, generasi setelahnya tidak sanggup mempertahankannya, maka Grafiknya turun. Kalau kita lihat empat KhulafaurRasyidin ini, garis kepribadian mereka berbeda. Tetapi, bisa kita kategorikan ; Abu Bakar dan Utsman lebih dekat. Umar dan Ali lebih dekat. Mengapa orang memilih Utsman setelah Umar, bukan Ali. Padahal garis Kepribadian Umar lebih dekat kepada Ali?. Karena orang tidak kuat dengan Standar kepemimpinan Umar. Makanya, begitu terjadi kekacauan di Masa Utsman, orang kembali kepada Jenis kepemimpinan seperti Umar, Yaitu Ali. Tetapi, kekacauannya sudah tidak bisa terkendali sama sekali.
Di tengah kekacauan dan fitnah seperti itu, apa yang akan kita lakukan?. Bertolak dari sikap Sayidina Ali, Beliau Tetap Menjadi Benar. Sekalipun Kalah.
Lantas apa tafsir bagi peristiwa setelahnya, mengapa kita berubah dari Khilafah menjadi Kerajaan?. Karena Nilai-nilai yang terdapat pada Khilafah tersebut, tidak bisa di pertahankan oleh generasi setelahnya. Oleh karena itu, teori Mute inilah adalah salah satu teori yang terdapat dalam Ilmu politik yang terkait dengan siklus menang dan kalah dalam sebuah prosesi.
Teori tentang Mute orang antara publik propuse atau Publik Interest dengan Private interest, seperti yang terjadi pada kasus Amerika itu tinggi mutenya. Jika sewaktu-waktu mute orang lebih kepada publik interest, maka orang akan mencari pemimpin yang mewakili itu. Kalau kelak orang lebih suka kepada Private interest, orang akan mencari pemimpin yang mewakili itu. Makanya, proses pemilihan selamanya IRASIONAL. Jarang rasional. Orang kadang-kadang kinerjanya baik, tapi kita tidak suka kelakuannya, itulah yang di maksud Mute. Pernah ada satu masa mute orang terhadap agama, rendah tetiba mutenya menjadi tinggi. Demikinlah siklus perubahan dalam waktu.
Sekarang kita lihat siklus 30 tahunan dan siklus 100 tahunan, di titik inilah kita belajar, agar melakukan intervensi terhadap sejarah. Mengapa Ummat ini bisa runtuh, tapi tidak mati. Ketimbang peradaban lain yang runtuh dan hilang dari peradaban?. Karena ada Intervensi terhadap jalannya sejarah, yang kita sebut sebagai Al Fi'liyah Tarihiyah - Efektivitas kita sebagai manusia di tentukan ketika kita bisa mengintervensi terhadap jalannya sejarah.
Tajdidi - Eksperimen adalah instrumen yang di gunakan Allah untuk mengintervensi jalannya sejarah dan merubah siklus perubahan. Menjadi Stunding Poin kepada Kaum Muslimin, ketika mereka lemah - Runtuh. Tetiba pembaharu datang dan membangkitkannya kembali. Setiap kali lemah - runtuh, ada pembaharu datang untuk membangkitkannya kembali. Hal itulah yang di sebut dengan Intervensi.
Masalahnya bagi kita, jika di kaitkan dengan Siklus perubahan waktu adalah diantara kita yang di tanya oleh Allah, mau Lahir di zaman susah atau di zaman enak?. Makanya dalam siklus sejarah, ada terminologi yang menyebutkan pemimpin yang kuat akan melahirkan zaman yang baik, sedangkan pemimpin yang lemah akan menciptakan krisis". Kita ini tidak pernah memilih di lahirkan di zaman good time atau zaman Half Time.
Kalau kita hubungankan ke dalam skala Ummat, apakah Ummat ini sedang berada di zaman Good Time atau Half Time?. Jadi takdir kita semua, hidup di zaman yang susah. 10 sampai 15 tahun yang lalu, kita jarang mendengarkan perang nuklir. Hari ini, setiap hari kita mendengarkan orang bicara kemungkinan perang nuklir - perang dunia ketiga.
Tidak ada satu negara yang di dalam negaranya tidak terjadi konflik elit. Semua negara mengalami konflik. Ummat islam juga berada dalam Situasi konflik.
Artinya, kita tidak punya pilihan untuk memilih lahir di zaman susah atau zaman enak. Sebab, lahir di zaman apapun adalah Given. Tetapi, kita punya hak intervensi. Teori siklus perubahan waktu ini adalah alat baca kita terhadap masa lalu, Masa depan dan juga alat untuk menentukan tindakan kita pada sejarah. Kalau kita meminjam teori "Toynbe", bahwa sejarah itu adalah hasil dari dinimika antara tantangan dan respon.
Demikianlah pelajaran yang di ajarkan kepada Kaum Muslimin di perang Uhud dan inilah pelajaran yang harus kita pelajari sekarang. Ketika kita hidup di tengah situasi yang sulit seperti sekarang ini, maka pindahkan dulu spektrum kita. Lihat peristiwa kecil dalam Kaca mata yang lebih luas. Barulah kita menentukan tindakan kecil sesudahnya dalam spektrum yang lebih kecil.
Maka dengan begitu, Al Qur'an menjadi Sumber Inspirasi hidup. Dia hadir dalam kehidupan sehari-hari kita. Dia memberi kita sesuatu. Kita merasakan bahwa Al Qur'an membimbing - bimbing langkah-langkah kita tentang cara-cara kita mengelola kehidupan kita.
**
Al Qur'an di turunkan, sekian ratus tahun yang Lalu. Qalam Allah SWT yang paling Mutakhir dan menjadi Kunci segala persoalan manusia sampai akhir zaman.
Kalau kita baca satu peristiwa masuknya Umar Bin Khottab ke dalam Islam. Saat itu, dia datang hendak membunuh Rosulullah SAW. Tetapi, beliau di beritahu bahwa saudara perempuannya telah lebih dulu masuk islam. Begitu beliau sampai, beliau membaca Satu ayat yang di pegang oleh adiknya, yaitu "Toha ma anzalna qur'ana litasqo - tiadalah kami menurunkan Al Qur'an bagimu, supaya kamu menderita".
Sekalipun Umar ini adalah orang yang sangat Kejam. Tetapi, Rasional. Ayat ini menghentaknya. Cara umar dan cara Abu Bakar masuk islam sangat berbeda. Abu bakar, memang sudah lama bersahabat dengan Rosulullah SAW dan Rosulullah tidak pernah sekalipun berbohong. Artinya, Abu bakar masuk islam dengan jalan cinta. Sedangkan, Umar adalah orang yang di kenal sangat Rasional. Tetapi, begitu ia membaca ayat, Toha ma anzalna alaikal qur'ana litasqo - tidaklah kami menurunkan al qur'an kepadamu, supaya kamu menderita". Menghentak jiwa Umar. kalimat seperti ini, tidaklah mungkin turun kecuali dari Allah.
Artinya semua isi Al Qur'an yang di turunkan oleh Allah adalah seluruh hal, seluruh ajaran yang di perlukan manusia, agar kita bahagia. Jadi, jalan apa yang di butuhkan manusia agar bahagia dalam hidup yang sekarang dan kehidupan yang akan datang, itulah yang di bawa oleh Al Qur'an.
Nah, dengan pemahaman bahwa Al Qur'an ini turun untuk maslahat manusia, untuk kepentingan manusia. Bukan untuk kepentingan Allah, bukan untuk kepentingan Malaikat. Untuk kepentingan manusia, agar kita bahagia. Makanya Allah SWT mengatakan dalam ayat yang lain, " inna hadzal qur'ana yahdi lillaatihi aqrom - sesungguhnya Al qur'an memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus".
Kita ambil pemahaman yang lebih menyeluruh, Al Qur'an di mulai dengan perintah membaca, " iqro bissmirobbikaladzi kholaq" dan di akhiri dengan ayat, "al yauma akmaltu lakum dinakum wats mamtu alaikum nikmati roditu lakum islamadina - hari ini telah ku sempurnakan agamamu, ku cukupkan juga nikmatmu dan aku ridho islam sebagai agama yang mulia". Di mulai dengan perintah membaca, di tutup dengan berita penyempurnaan, bahwa sebagai teks Al Qur'an telah sempurna dan tidak ada lagi teks yang turun sesudahnya.
Mengapa di mulai dengan perintah membaca?. Supaya sebelum Allah SWT membuka Hakikat-hakikat yang lainnya, manusia terlebih dahulu membuka alam pikirannya. Perintah membaca di berikan kepada Nabi yang buta Huruf, di turunkan kepada Ummat yang juga buta huruf. Bura huruf itu bukan soal tidak cerdas dan cerdas.
Perintah membaca dan Di dahului dengan masa khalwat selama 3 tahun sebelum wahyu ini di turunkan, orang-orang Quraisy atau orang - orang arab yang sebahagian besar pekerjannya adalah pengembala kambing dan pedagang yang buta Huruf, di buka terlebih dahulu alam pikirannya, agar mereka mempertanyakan kembali segala hal yang selama ini mereka anggap sebagai peristiwa biasa saja. Seperti, ada siang dan ada malam atau fenomena alam. Lalu, Al Qur'an membuka Fenomena sosial dimana mereka berada, kenapa ada orang yang menjadi budak?. Mengapa ada tirani sosial?. Mengapa ada tirani politik?. Mengapa ada Tirani Ekonomi?. Semua fenomena ini mesti di baca ulang, sebagaimana kita membaca ulang fenomena alam.
Begitu alam pikiran terbuka, barulah Allah SWT mengisi dan memberikan petunjuk. Ihwal itulah Al qur'an tidak di turunkan sekaligus. Tetapi, di turunkan secara bertahap. Agar, setiap Al Qur'an itu turun, ada relevansinya dengan realitas - kenyataan hidup kita.
Kita akan bertemu dengan satu fakta lain. Jika Al qur'an adalah kitab suci terakhir dan Nabi Muhammad SAW adalah Nabi terakhir. Bagaimana kita memastikan bahwa kitab ini akan selalu relevan atau bisa di pergunakan di sepanjang zaman sesudahnya?. Sejak Teks ini berhenti di turunkan 1500 tahun lalu, tetapi dalam waktu yang bersamaan di rentan waktu sampai dengan detik ini, manusia terus menerus berubah, pola hidup manusia berubah, tingkah laku dan cara hidupnya pun berubah, dengan berbagai macam kompleksitasnya. Artinya, Al Qur'an harus terus menerus relevan sepanjang hidup manusia sampai dunia ini kiamat.
Jika Al qur'an relevan dengan situasi dan perkembangan hari ini, bagaimanakah kitab ini memastikannya?. Itulah yang di maksud oleh para Ulama kita sebagai, "annususu mutanahiya wal baqo'i ghoiru mutanahiyah - teks ini terbatas, berhenti di sini. Sementara realitas hidup manusia tidak terbatas (terus menerus berubah dan berkembang)".
Misalnya, dulu orang hidup sangat bergantung pada berburu dan bertani. Kemudian, fase industri setelah di temukannya mesin uap dan sekarang kita memasuki zaman informasi - Era digital, dst. Kelak kita tidak akan tahu apa yang akan kita hadapi. Sistem pemerintahan pun demikian, ia terus berubah dan berkembang.
Kita akan melihat, bahwa Al Qur'an akan memberikan penjelasan yang detail, apabila masalah yang kita hadapi tidak terlalu terpengaruh dengan perubahan ruang dan waktu, misalnya salah satu ayat yang sangat detail dalam Al Qur'an adalah ayat tentang Waris. Karena struktur keluarga manusia, tidak akan berubah atau sama saja. Ataukah penjelasan tentang hakikat-hakikat kehidupan setelah kematian, hal ini juga Al Qur'an sangat detail sekali. Sebab, bagaimanapun perubahan ruang dan waktu, tidak akan mengubah hakikat kehidupan setelah kematian.
Tetapi, semakin Terpengaruh ayat Al qur'an dengan ruang dan waktu, serta situasi manusia. Maka, semakin umum penjelasan Ayat dalam Al Qur'an. Sholat mislanya, kita tidak akan menemukan penjelasan yang detail terkait sholat di dalam al Qur'an. Kita hanya menemukan penjelasan detailnya di dalam Hadits. Sebab, situasi kita, kapan saja bisa berubah. Perintah sholat kepada orang yang sakit dan sehat, pasti berbeda.
Dengan seperti itu, maka teks-teks Allah bisa bertahan sampai kini. Selain itu, ayat Al Qur'an banyak berisi tentang cerita - Sejarah, yang kita bisa jadikan sebagai Inspirasi. Karena jenis - jenis peristiwa yang di ceritakan di dalam Al Qur'an, biasanya adalah jenis peristiwa yang umumnya terulang.
Misalnya, kita lihat Nabi- nabi ulul azmi, Rata-rata menghadapi penguasa yang dzolim, Tirani sosial, tirani ekonomi. Dalam Hubungan sosial dan politik manusia adalah cerita yang terulang dalam kehidupan manusia. Ihwal itulah, sehingga cerita ini terulang berkali-kali dalam Al Qur'an.
Sementara, hal-hal yang terlalu detail di dalam Al Qur'an akan di jelaskan atau di detailakan di dalam Sunnah. Tidak hanya berhenti di situ, Agar membuat Teks-teks ini bertahan, maka ada penjaganya. Penjaganya di sebut dengan para ulama. Ulama ini kerap di sebut sebagai pewaris Nabi. Para ulama ini seperti Lampu jalan yang memberikan penerangan atas jalan kita. Begitu ada perubahan situasi, sementara orang tidak begitu memahami teks di dalam Al Qur'an dan penjelasannya di dalam hadist atau mungkin tidak ada sama sekali. Hal ini yang di lakukan para ulama, mereka membuat kaidah Ushul Fiqih, kaidah fiqih. Lalu mereka menurunkannya dalam Hukum-hukum yang lebih detail.
Hanya dengan cara seperti itulah, Teks - teks tersebut bisa bertahan. Bukan karena Teks tidak bisa di ubah - terjaga keasliannya. Tetapi juga karena ada penjelasan dan ada pengawalnya - ulama.
Kalau kita di tanya tentang peristiwa-peristiwa di dalam islam, lebih banyak kita tahu penguasa atau ulama?. Secara umum, orang lebih banyak tahu, hanya peristiwa tentang penguasa. Padahal negara itu datang dan pergi, sementara Ulama terus menjadi pengawal.
Ada satu masa yang sangat gelap dalam islam, di abad ke 5, 6 dan 7 Hijriyah. Bayangkan kehidupan kaum muslimin saat itu, pemerintahan abbasiyah - Khalifahnya lemah semua, sementara ada musuh dari timur Bernama Mongol dan dari barat yaitu Tentara Salib, serta dari dalam ada Aliran kebatinan yang luar biasa menguasainya. Tetapi, saat fase itu berlansung, banyak bermunculan Ulama pembaharu, salah satunya adalah Imam Al Ghazali.
Al ghazali bahkan menulis 2 buku yang di tujukan kepada dua penguasa. Satu buku di tulis berjudul, Nasihatul muluk - Nasehat untuk Raja, yang ia tulis untuk Muhammad bin malik syah - Salah satu Sultan dari Dinasti Bani Seljuk dan satunya berjudul Fadhoi'ul bathiniyah - Kerusakan aliran kebatinan, yang di tujukan untuk membela salah satu Khalifah Abbasiyah, Yaitu Al Muztazhir.
Imam Al Ghazali yang kita kenal sebagai seorang Sufi, ternyata ada di pusaran Politik dan menjelaskan makna-makna yang harus di jelaskan kepada ummat, agar ummat tidak tersesat. Artinya Ulama adalah menara yang memberikan petunjuk sepanjang jalan. Sehingga kehadiran dan kemunculan ulama yang jujur dan dalam ilmunya dari waktu ke waktu. Begitulah cara Allah menjamin, agar kitab sucinya selamanya bisa di jelaskan relevensinya.
Sebahagian besar ajaran yang di bawa Al Qur'an, sebenarnya tidak membutuhkan banyak Instrumen untuk melaksanakannya dan hal itu menjadi salah satu sebab mengapa ajaran ini akan terus menerus abadi. Waktu Rosulullah SAW mengatakan, "la yablughanna hadza dinu ma ballagha laylu wan nahar - agama ini akan sampai kepada seluruh manusia, dimanapun dia berada, sepanjang siang dan malam menjangkau mereka".
Sekarang kita coba bayangkan, Di zaman Nabi waktu Haji wada', kira-kira yang ikut hanya kisaran 100 sampai 125 ribu, di dalam riwayat. Sekarang, ada 2 Milyar Ummat Islam dan agama ini tumbuh, Ada negara yang mengawalnya atau tidak, akan terus tumbuh dan tidak akan pernah berhenti. Karena sebahagian besar ajarannya bisa di terapkan tanpa negara, seperti kita bisa sholat dan Puasa tanpa negara.
Di negara-negara yang kadang-kadang anti islam, pemeluk islam mulai bertumbuh secara eksponen dan di Analisis akan menjadi agama masa depan yang dominan. Mengapa?. Karena Fleksibilitas atau kelenturan ajarannya sehingga membuatnya bisa menembus Zaman. Agama ini memberikan kita Guiden - Tuntunan. Tetapi agama ini juga memahami situasi-situasi yang terjadi dari waktu ke waktu.
Misalnya, dalam Cara Sholat, betapa Fleksibelnya Islam ini. Orang kalau dalam perjalanan, repotnya bukan main untuk melaksanakan sholat, jika tidak ada altenatif untuk men-Jama' dan meng-Qashar. Orang kalau sakit dalam sholat berdiri, islam memberikan Alternatif agar melaksanakan sholat secara duduk. tidak bisa duduk, Sambil tidur. Tidak bisa dalam posisi tidur, laksanakan dengan Isyarat, dsb.
Saya pikir, kalau kita memahami Al Qur'an dengan Perspektif seperti ini. Saya percaya bahwa Jaminan Allah SWT untuk menjadikan agama ini hadir sampai hari kiamat. Hal itu di sebabkan karena sifat dasar dari ajarannya yang menembus ruang dan waktu.
Di situlah juga perlunya kita membaca Al Qur'an sebagai sumber inspirasi kembali. Sebab, kita akan menghadapi banyak Femomena dalam hidup, yang ketika kita baca teks Al Qur'an, kita akan ketemu solusinya.
* Pustaka Hayat
* Pejalan Sunyi
* Rst
* Nalar Pinggiran


.jpeg)

