Budaya dan Tradisi acap kali di salah pahami. Padahal, kesamaan Budaya dan tradisi adalah sebuah perilaku yang di setujui oleh komunal untuk menjadi standar kesamaan.
Sementara Perbedaannya, Tradisi di turunkan secara vertikal. Seperti, kita belajar dari bapak kita. Bapak kita belajar dari kakek kita, dst. sedangkan, Budaya transmisinya Horizontal, kita bisa belajar dari siapa saja. Seperti, Pesbuk, Tiktok dan IG itu bukan tradisi. Tetapi, budaya. Sebab, saya yakin generasi kita ini tidak ada satu pun yang memakai Pesbuk, Tiktok atau IG, belajar dari bapaknya. Justru, tak jarang bapaknya yang belajar dari anaknya.
Mungkin setelah periode kita atau setelah generasi kita, akan menjadi sebuah Tradisi, karena anak kita akan bertanya sama kita - bagaiamana cara menggunakan pesbuk, IG, Pesbuk, dst.
Integritas adalah perilaku yang sesuai dengan Nilai yang di anut oleh seseorang. Selain itu, Integritas juga Selalu lahir dari sebuah keputusan manusia.
Ada sebuah nilai atau hukum yang di anut manusia (bisa agama, bisa Hukum negara atau nilai keluarga). Lalu, nilai tersebut di gunakan untuk membedakan mana benar dan mana salah. Misalnya, Makan babi menurut ajaran Islam adalah Haram - salah. Tetapi, menururt Hukum negara, tentu tidak melanggar hukum atau salah. Artinya setiap segmen nilai yang di anut oleh seseorang, punya kriteria yang berbeda dalam membedakan mana benar dan mana salah.
Manusia mengambil atau menganut nilai. Lalu, nilai tersebut di gunakan untuk membedakan mana benar dan mana salah. Ketika manusia mampu menggunakan Nilai tersebut untuk membedakan mana benar dan mana salah. Maka hal itu menunjukkan, bahwa manusia tersebut memiliki Moralitas. Nah, Moralitas, jika di lakukan secara benar. Maka, di sebut dengan Etik.
Nilai adalah tolak Ukur. Moral adalah kemampuan kita menggunakan tolak ukur untuk membedakan mana salah dan mana benar. Etik adalah kemampuan kita mengkonsistensi tolak ukur (Nilai) untuk membedakan mana benar dan salah, Secara benar.
Koruptor, Sebenarnya tahu, bahwa perbuatan korup, kolusi dan nepotisme adalah salah. Artinya mereka memiliki moralitas, karena mereka bisa membedakan mana benar dan mana salah. Tetapi, mereka tidak punya etika, karena mereka tidak melakukan sesuatu sesuai dengan perintah moralitasnya. Makanya, para Pelaku Koruptor itu melanggar moralitasnya sendiri.
Padahal, Semakin mereka konsisten menggunakan etika, yang sesuai dengan perintah moralitasnya. Maka integritasnya semakin tinggi. Sebab, integritas adalah agregasi dari keputusan terhadap moralitas yang mereka percayai.
Keputusan melakukan sesuatu sesuai dengan tuntunan moralitas dalam jangka waktu panjang di sebut integritas. Tetapi, kuncinya manusialah yang membuat keputusan tersebut, seperti mau korupsi atau tidak. Sebab, Yang terlihat di luar adalah aksinya, sedangkan yang terjadi di dalam adalah keputusan kognisi intelektualnya.
Semua keputusan kognisi intelektual akan tergantung dengan perasannya. Misalnya, Ketika kita menembak lawan jenis (Perempuan) dan kita di terima. Secara Otomatis, Hari itu kita sangat gembira dan senang.
Di saat kita sedang bergembira dan senang, kita di Hina atau di maki-maki. Maka, Kecenderungan kita tidak akan marah. Logika kita tahu bahwa kita di hina, kita di maki-maki. tetapi perasaan kita sedang dalam gembira dan senang. Maka, keputusan logika kita menjadi berubah. Artinya, di bawah intelektual, ada yang namanya perasaan - Feeling yang kerap membuat keputusan logika kita berubah pada kejadian yang sama.
Di bawah Feeling, ada yang namanya In Emosion. Feeling dan emosi itu berbeda. Feeling yang kita pahami adalah yang kita rasakan. Sedangkan, in Emosion adalah energi yang bergerak. Energi dari mana?. dari Fisiologi manusia.
Kita merasakan ketika kita hidup, ada energi yang bergerak - jantung bergerak, nafas bergerak, ada darah yang berputar.
Di sinilah titik kita membangun budaya, bukan pada kognisi intelektual. Sebab, kognisi intelektual berada tiga tingkat diatas emosi. Emosion terdapat pada diri manusia dan terdapat pada interaksi kita pada manusia dan alam semesta.
Bagaimana membangun energi yang bergerak diantara manusia?. Salah satu contohnya, kita di suruh membangun integritas sesuai dengan semua peraturan yang ada. Tetapi, teman kita atau pimpinan kita melanggar dan tidak di hukum. Tentu, Kita tidak akan mau membangun integritas.
**
Dulu, Umar bin Khottab menjadi Hakim di masa Kepemimpinan - Khalifah Abu Bakar. Dua tahun kemudian, Umar meminta mengundurkan diri dari jabatannya. Di tanya mengapa mundur?. Umar menjawab, saya cuman terima gaji Buta dan selama dua tahun tidak ada satupun perkara yang masuk. Artinya, selama ia menjadi Hakim tidak ada kasus yang beliau tangani sehingga dia mengundurkan diri.
Hal itu terjadi, ketika jumlah orang sholeh lebih banyak dari Jumlah orang jahat di dalam sebuah society.
Kita bisa bayangkan, Kalau semua Pimpinan lembaga - lembaga peradilan di bangsa kita, ramai-ramai mengundurkan diri, karena tidak ada kasus yang masuk. Sebab, bukanlah suatu prestasi yang patut di banggakan, jika koroptur semakin banyak di tangkap. Justru, prestasi bisa di bentangkan, Jika tidak ada satupun kasus korupsi yang masuk.
Pertanyaannya, apa bedanya cara agama memberantas Korupsi dengan cara negara atau sistem memberantas korupsi?. agama masuk ke dalam kehidupan manusia sebagai individu, bukan sebagai kelompok. Ketika agama masuk ke dalam individu, agama melihat individu ini sebagai struktur yang sempurna dan dalam hubungan struktur dirinya dengan seluruh situasi di sekelilingnya.
Hubungan manusia dengan harta adalah salah satu tema agama yang paling banyak di sebutkan dalam Al Qur'an. Tetapi, begitu kita masuk ke dalam hukum pidana dengan mengambil Hak orang lain secara tidak halal, hanya ada satu istilah yang di gunakan oleh Al Qur'an yaitu "MENCURI".
Kita seringkali mendikotomi istilahnya sesuai dengan pelakunya, kalau seseorang mengambil sesuatu yang bukan haknya dari kelas rakyat biasa, kita sebut dia "pencuri". Kalau dia mengambil sesuatu yang bukan haknya dengan menggunakan keahlian tangannya, kita sebut "pencopet". Kalau seseorang mengambil sesuatu yang bukan haknya dengan kekuatan dan senjata tajam, kita menyebutnya sebagai "perampok". Kalau seseorang yang mengambil sesuatu yang bukan haknya dari kelas Elit dan biasanya bukan orang miskin, kita menyebutnya "Koruptor".
Pekerjaannya sama, yaitu mengambil Hak orang lain secara tidak halal. Baik hak milik individu maupun milik publik - Harta negara. Tetapi, Pada dasarnya dosanya sama.
Lantas, apa yang membuat orang melakukan semua itu?.
Dalam islam, jiwa manusia itu terhubung dengan harta secara negatif dari dua kutub. Pertama, sebelum memiliki dan kedua, setelah memiliki.
Sebelum memiliki, manusia punya karakter negatif yang bernama keserakahan, dalam Terma Al Qur'an di sebut "Tamak" - Dia ingin memiliki sebanyak-banyaknya. setelah dia memiliki, karakter negatif lainnya bernama kikir atau dalam Terma Al Qur'an di sebut Bakhil - ia Ingin memproteksi apa yang sudah dia miliki dan tidak mau membuatnya mengalir.
Artinya orang bisa mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak halal, salah satu yang mendorongnya adalah keserakahan, bukan karena ketidakcukupan. Kalau seseorang mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak halal, karena alasan ketidakcukupan, tentu akan berbeda konsekuensi hukumnya.
Hukum mencuri di dalam ajaran islam adalah memotong tangan. Tetapi, Umar Bin Khottab pernah tidak memberlakukan Hukum potong tangan kepada seorang pencuri yang di dorong oleh motiv kelaparan. Jika demikian adanya, Maka, dia masuk ke dalam kategori hukum darurat. Artinya, sebab-sebab yang membuat dia mencuri adalah survival insting - agar dia bertahan hidup. Bukan karena keserakahan. Maka, konsekuensi hukumnya pun akan berbeda.
Setelah dia mengumpulkan hartanya, kecenderungannya, dia tidak mau hartanya keluar atau mengalir. Coba perhatikan perilaku para koruptor, selain serakah, mereka juga semakin pelit alias Sekke alias Kikir lantang kacikoro paku jambatang. Termasuk pelit untuk dirinya sendiri, sebab mereka tidak boleh ketahuan kaya. Padahal, Dia sudah capek - capek mengumpulkan uang ratusan Milyar, tetapi laporan kekayaannya tidak sampai segitu. Sebab, harus kelihatan wajar. Lama kelamaan hartanya hanya di simpan di etalase.
Ketika Islam datang, ia menuntun dan mendidik potensialitas negatif manusia agar tidak mengaktual dan bisa di kelola dengan baik.
Pertama, dorongan kepemilikan di akui, karena hal itu yang membuat manusia Eksis. Tetapi, manusia juga di dorong untuk memiliki sesuatu dengan cara yang halal, dalam bahasa agama di sebut Kazab. Ihwal itulah, Rosulullah mengatakan, "Ar rizku isruna baban tis'ata asyara' baban li ta'jir wa babun lissoni'i bi yadhi hi - rezeki itu datang dari 20 pintu, 19 pintu datangnya dari perdagangan dan hanya 1 pintu yang datang dari keterampilan tangan. Seperti, ASN, pekerja, Buruh, Dsb. sumber rezekinya cuman satu. Kecuali dia bekerja dan berdagang juga, maka sumber rezekinya 20.
Setelah dia mendapatkan, di perintahkan untuk bersikap dermawan. Makanya, perintah zakat di dalam Al Qur'an, Tujuan utamanya sebenarnya bukan untuk orang Miskin. Tetapi, untuk membersihkan si Pemberi zakat, "tuthohiruhum wa Tu zakkihim bi ha - agar dengan zakat, engkau membersihkan dan mensucikan jiwanya dari keserakahan dan Kikir".
Lalu, apa yang membuat orang sudah bekerja keras, tapi mau berderma dan apa yang membuat orang ketika melihat kesempatan Tetapi tidak Korupsi?. Apakah Hukum bisa menghentikan mereka?. Hukum tidak bisa menghentikan mereka. Sebab, Manusia kalau sudah jahat, dia Tahu cara mengakali hukum. Sebab, yang membuat Hukum mereka (manusia) juga. Makanya, jangan kaget kalau ada Hakim, jaksa, Polisi atau koruptor menjadi Tersangka. Sebab, manusia punya masalah yang sama di depan Harta. Tantangan kita sebagai manusia sama. Sama seperti, ketika lelaki melihat perempuan, tantangannya pasti sama, sepanjang kita manusia Normal, kita pasti tergoda. Begitu juga dengan Harta. Makanya ada partai yang membawa nama agama, tetap saja Korupsi. Bukan salah partai agamanya.
Lantas dimana letaknya hukum negara sebagai sebuah sistem?. Negara punya batas. Ihwal itulah, tugas negara yang paling utama adalah mengkondisikan orang untuk menjauh dari sifat yang telah saya sampaikkan diatas. Makanya di dalam Islam, semua Hukum pidana itu Turun, setelah 13 tahun Periode Mekkah. Bukan di awal islam datang. Tetapi, Setelah masyarakatnya baik, barulah hukum pidananya turun.
Bayangkan saja, kalau semua koruptor di bangsa kita, begitu korupsi, konsekuensinya harus di potong tangannya. Maka, lucu juga lembaga parlemen kita, sebab di isi oleh orang yang hampir separuhnya tanganya buntung. Islam juga tahu, begitu Hukum potong tangan di terapkan. Islam juga tidak menginginkan semua orang menjadi buntung tangannya. Makanya, sebelum hukumnya di berlakukan, Islam sudah memberikan edukasi, menjadi penuntun, membimbing integritas manusianya terlebih dahulu.
Instrumen untuk memperbaik dan membangun integritas masyarakat adalah Keimanan kepada Hari akhirat. Ketakutan pada Neraka dan Harapan kepada Surga, Dst. Artinya, islam datang memberikan pendidikan keimanan kepada manusia, agar menjauhi potensialitas sisi negatif yang kapan saja mengaktual.
Makanya pernah terjadi di zaman Umar Bin Khottab saat beliau menjadi Khalifah. Semua pegawai pemerintahannya telah kaya Raya. Beliau mau menuduh pegawainya Korupsi, tetapi beliau tidak memiliki bukti. Tidak ada Instrumennya. Akhirnya, Umar membuat kebijakan bahwa seluruh pegawainya agar menyerahkan 50 persen hartanya dari total hartanya kepada negara. Hampir semua pegawainya mengamuk, "Ada apa ini. Harta kita ini di dapat dari Usaha sendiri dan gaji yang kami akumulasi selama menjadi Pengawai pemerintahan. Mengapa tetiba harus di potong 50 persen". Sampai ada seorang sahabat marah, bernama Khalid bin Walid, dia mengatakan, "saya punya satu pasang sendal, satu saya berikan kepada negara dan satunya saya simpan di rumah".
Orang-orang bertanya, mengapa Khalifah mengambil kebijakan seperti itu?. Umar menjawab, saya hanya ingin kelak ketika masuk surga, bisa bersama-sama dengan kalian semuanya.
Soal sistem penerapan bagaimana memberantas perilaku korup, silahkan minta konsepsi para Ahli hukum dan Kawan-kawan yang punya Basic dasar di Hukum. Saya hanya memberikan gambaran Filosofi hukumnya, bagaimana agama dan negara menangani persoalan Korupsi ini.
Sebab, tanggung jawab kita hanyalah memberikan pendidikan karakter dan membangun intebritas kepada Masyarakat, agar hidup mereka tampak Logis. Berurut dan sistemik, karena di kelola oleh negara secara sistematis, sejak dia ada dalam kandungan sampai dia tumbuh dan besar. Sehingga kelak, ketika sampai di ujung, kita berharap suatu waktu, orang yang bekerja di lembaga peradilan sudah tidak ada job dan perkara yang masuk, akhirnya mereka mengundurkan diri semua.
* pustaka hayat
* Nalar Pinggiran


Tidak ada komentar:
Posting Komentar