Sekitar tahun 2017, saya pernah baca di salah satu majalah, perbincangan yang sangat ringan seorang Mahasiswa dengan seorang Profesor. seorang Profesor wanita. Asal Timur Tengah, tepatnya Palestina, tapi memilih menjadi warga negara Swiss.
Topiknya seputar, "apakah kemerdekaan negara Palestina memang diinginkan oleh negara-negara tetangganya yang demikian kaya ?".
Dari arah perbincangannya, saya menangkap, Nampaknya mereka sependapat. Bahwasanya kemerdekaan Palestina secara politik dan ekonomi, tidak menguntungkan negara-negara kaya di Timur Tengah sana. Isu Palestina hanya menjadi magnitude untuk memainkan posisi tawar diantara berbagai negara-negara tersebut.
Sudah sejak lama Palestina berjuang menggapai kemerdekaan mereka. Sudah mengalir dari dulu. sudah jauh !. Yasser Arafat saja hampir lupa untuk "menikah", hanya demi Palestina. Walau di usianya yang menua ia menemui tambatan hati - Suha Tawil. Tapi itu bukan pointnya. Pointnya adalah pada pertanyaan, "pernahkah negara-negara kaya di Timur Tengah sana mengirimkan bantuan milyaran dollar bagi pejuang Palestina untuk mempertahankan diri, ekstrimnya membeli senjata?. atau memfasilitasi para "mujahidin" berjuang di sana?. sebagaimana yang mereka lakukan untuk Suriah, Irak dan Yaman ?".
"Dan apa untungnya bagi negara-negara di sekitar Palestina, bila Palestina merdeka ?".
Pertanyaan tersebut bisa di sambungkan dengan fakta politik lainnya yang juga dalam bentuk pertanyaan, "apa untungnya bila Saddam Hussein jatuh, apa untungnya bila Bashar al-Assad jatuh, apa untungngnya bila Khaddafi ambruk?. Apa untungnya Moorsi di Mesir dijatuhkan ?".
Tentang latar belakang perjanjian Camp David (Anwar Saddat - Jimmy Carter - Menachen Begin), persahabatan mesra antara Dinasti Saud dengan Syah Reza Pahlevi (Syahahsyah Iran yang Syi'ah), pengaruh luar biasa Hafeez al-Assad (ayah Bashar al-Assad) di era Perang Dingin, ucapan keramat - "kami selalu berdiri di samping Israel " - yang selalu diucapkan setiap Presiden Amerika Setikat pasca Perang Dunia ke-II hingga kini (bacalah buku Paul Findley : "AIPAC - Mereka Berani Bicara", telah saya sampaikan secuil di tulisan sebelumnya), frustrasinya Gamal Abdel Nasser yang tidak bisa menyatukan Arab sehingga keluar ungkapan terkenal bahwa Arab hanya bisa disatukan oleh dua hal : Nabi dan penyanyi legendaris Mesir Ummi Kaltsum.
"Optimis kah Prof dengan masa depan kemerdekaan Palestina sebagai negara yang utuh berdaulat ?", tanya Mahasiswanya.
Sambil menggeleng, Prof tersebut menyampaikan pesan bahwa akan selalu ada kisah Palestina hingga anak cucu kita kelak. Yakinlah, akan seperti itu terus, KECUALI negara-negara kaya di Timur Tengah sana memang berniat memerdekakan Palestina, dalam artian berdaulat utuh seumpama negera yang telah merdeka. Tapi itu tadi. Timur Tengah yang merupakan asal-usul MONOtheisme (Abrahamic religion) dan memiliki kesamaan sejarah, justru sedang berlangsung MONEY Theisme.
Kita boleh berbeda pendapat. Tapi yang penting, sebelum kita mengambil kesimpulan, bacalah dulu sumber-sumber yang cukup bervariatif. Mandiri kita berpendapat. Logis dalam berfikir. Jangan sedikit-sedikit terpengaruh dengan berita hoax yang dibungkus dengan aura teologis. Apalagi bila memasukkan term sesat dan menyesatkan. Jika demikiam tutup buku diskusi kita nanti. Habis cerita yang akan dibentangkan. justru dendang sendu yang kita nikmati.
Berkenaan dengan itu perannya Iran terhadap gerakan resistensi dalam menghadapi agresor Israel, bukan untuk mempromosikan Iran apalagi propaganda mazhab. Bukan juga agar Iran tampil, seolah-olah negara satu-satunya yang terdepan membela Palestina. Faksi perlawanan di Palestina khususnya HAMAS tidak hanya berterimakasih kepada Iran. Tetapi juga kepada Qatar, Turki, Yordania, Suriah, Mesir sampai Arab Saudi.
Mempublikasikan kembali pernyataan-pernyataan petinggi HAMAS dan ulama muqawwamah lainnya mengenai peran Iran dalam proyek besar pembebasan Alquds adalah untuk mengimbangi propaganda kelompok yang mengerdilkan posisi Iran, bahkan dengan serampangan menebar fitnah, Iran dan Zionis bersekongkol menghantam Islam. Ketika HAMAS yang dengan bantuan dan dukungan Iran berhasil menghantam dan memberi daya kejut pada Israel, kembali muncul statement-statement yang menggembosi poros perlawanan. HAMAS disebut dibuat oleh Yahudi Zionis-lah, dibesarkan Salibis Amerikah-lah, didanai Rafida Iran-lah. Padahal, HAMAS jelas-jelas didirikan oleh Syaikh Ahmad Yassin seorang alim Sunni, yang syahid diterjang mortir Israel.
Kekerasan hatilah yang membuat banyak orang tetap menutupi fakta bahwa ada peran Iran dibalik menguatnya posisi Tawar Palestina. Secara diplomatik, dukungan pada Palestina mengucur deras dari banyak pihak, termasuk dari komunitas non muslim. secara militer pun, brigade-brigade kelompok resistensi Palestina makin tidak bisa diremehkan. Demonstrasi menuntut kemerdekaan Palestina bahkan datang dari jantung Israel. Aksi protes menyuarakan penghentian pendudukan Palestina kerap dilakukan oleh aktivis-aktivis Israel sendiri. Tidak jarang, kebrutalan IDF diceritakan oleh tentara-tentara Israel sendiri yang mengajukan pensiun dini karena tidak tahan tangan mereka harus berlumuran darah anak-anak Palestina.
Dari mana semua itu?. Dari gerakan bersama, termasuk dari Iran yang tidak pernah mau berhenti menyuarakan pembelasaan pada Palestina. Melalui aksi Yaumul Quds, Iran tidak ingin umat manusia yang mencintai perdamaian lupa, sampai hari ini masih ada bangsa yang terjajah. Melalui pertemuan-pertemuan internasional, diplomat-diplomat Iran tanpa henti meminta nasib Palestina harus dibicarakan. Iran setiap tahun menggelar pertemuan internasional membahas isu Palestina. Sembari Iran dengan segala cara menembuskan roket-roket ke poros perlawanan Palestina di Jalur Gaza. Melalui Brigade Alquds, tidak sedikit Iran telah mengorbankan martirnya demi semua itu.
Entah apa kesalahan Iran pada kalian. Entah apa yang membuat kalian begitu memusuhi Iran. Saat FATAH, HAMAS, JIHAD ISLAM sampai PFLP bisa menerima rangkulan Iran demi kemerdekaan Palestina, mengapa kalian tidak?. Apa karena kalian takut auto Syiah kalau mengakui peran Iran di Palestina?. Ismail Haniyah yang bolak-balik ke Iran saja sampai sekarang masih Sunni. Yasser Arafat yang ketika ketemu, terus menggenggam tangan Imam Khomeini pun tidak lantas menjadi Syiah. Palestina pun masih mayoritas Sunni. Tidak ada berita secuil pun, warga Palestina ramai-ramai menjadi Syiah hanya karena Iran membantu kemenangan signifikan Palestina menghadapi Israel di tahun 2012 Atau memang karena iman kalian saja yang begitu lemahnya, sampai makan kurma Iran pun kalian khawatir bisa jadi Syiah?.
Harus diakui, Iran lah yang konsisten dan tidak Menciptakan "standar ganda" membela Palestina. Support Hamas dan tidak punya rekam jejak hubungan bisnis dengan Israel atau USA. Orang kita (Indonesia) selalu kena ampasnya, melihat dari perspektif perbedaan mahzhab, Sunni-Syiah. Menyedihkan.
Jika Iran Mau membuat standar ganda dalam pembebasan Palestinan. Maka, ia layak melakukannya. Sebab, Pengkhianatan Pemimpin Palestina dulu pernah di lakukan.
Tahun 1979, begitu menang revolusi dan berhasil mendirikan Republik Islam Iran. Imam Khomeini menyatakan dukungannya pada Palestina. ia mengundang Yasser Arafat pemimpin milisi Fatah dan PLO untuk ke Iran dan turut hadir dalam peresmian kantor kedutaan Palestina di Tehran. Kantor tersebut sebelumnya adalah kantor kedutaan Israel. selanjutnya operasional kantor tersebut sepenuhnya ditanggung Iran. tokoh-tokoh pejuang Palestina bisa masuk Iran tanpa visa.
Namun pada perang Irak-Iran. Saat dengan ambisius Saddam Husein menginvasi Iran. Dimana posisi Yasser Arafat?. Dia mendukung Saddam. Hampir satu juta milisi dan warga sipil Iran terbunuh dalam perang yang berlangsung 8 tahun tersebut. dia seperti lupa, di Iran ada kantor kedutaan Palestina, satu-satunya kantor kedutaan Palestina kala itu.
Selain Iran, Suriah dari awal menolak berdirinya Israel. Tidak tanggung-tanggung, Suriah berkali-kali melancarkan serangan ke Israel. Walau akhirnya dataran tinggi Golan jatuh ke tangan Israel. Melunaknya FATAH membuat Suriah mendukung HAMAS. HAMAS sampai dibuatkan kantor di Damaskus. Yang operasional kantornya dibiayai sepenuhnya Suriah. Pemimpin-pemimpin HAMAS bisa bebas masuk Suriah tanpa visa. Suriah juga menampung lebih dari 400,000 pengungsi Palestina.
Tahun 2011 Suriah dilanda perang saudara. FSA terbentuk untuk menggulingkan Bashar Al Assad sebagai presiden Suriah. FSA di danai dan di dukung Turki. Dimana posisi pimpinan HAMAS kala itu?. Logikanya, dengan semua fasilitas dan bantuan yang di dapatnya, HAMAS harusnya berdiri di sisi Bashar Al Assad. Tapi tidak. HAMAS mendukung FSA dan ikut menuntut Bashar Al Assad lengser.
Dengan dua pengalaman pahit di atas. apakah Iran dan Suriah melepaskan dukungannya pada kemerdekaan Palestina?. Tidak!. Pada FATAH dan HAMAS mungkin keduanya jadi lebih berhati-hati. tapi, kecaman pada Zionis dan keinginan rezim itu hancur masih terus membuncah. bagi keduanya rakyat Palestina tetap harus diperjuangkan.
Iran dan Suriah tetap berdiri sebagai negara anti Zionis dan menolak eksistensi Israel. meski Iran mendapat embargo ekonomi dan pengucilan politik dan Suriah hancur karena perang. entah apa alasannya.
Makanya Haniyeh malu, sampe cium tangan pada Rahbar sampai membolak-balik tangannya. Itulah yang membedakan seorang fakih dan bukan fakih. Karakter anggota Hamas juga jauh, jika dibanding karakter Hizbullah. Karena, Rahbar memerintah dengan petunjuk nurani yang berwujud Kitabullah dan jalan keselamatan.
Selain itu, Mungkin juga Yasser Arafat plin plan dan mengkhianati iran untuk mendukung Saddam menginvasi Iran, di pikirnya militer Irak yang akan membantu negaranya. akhirnya pengkhianat juga dikhianati, meskipun begitu. Sekarang Iran tetap membantu Palestina demi kemaslahatan umat.
Posisi perlawanan terhadap Palestina tidak perlu dipertanyakan. Saat ini jalan yang paling sah adalah melalui perlawanan Palestina. Hamas, sebagai pemilik wilayah Palestina, Tanah yang menjadi sasaran Israel.
Bagaimana bisa di bilang IRGC tidak turun langsung menggebuk Israel. Kalian pikir, rudal-rudal itu datang sendiri?. Bagaimana Gaza yang di blokade darat, laut dan udara itu, yang selama ini Israel sesumbar menutup terowongan-terowongan mereka itu bisa punya ribuan rudal yang sekarang menjadi pil pait buat Tel Aviv?.
Ini semua kerja IRGC, dibawah jenderal Soleimani yang mengupayakan Hamas punya teknologi rudal, sekaligus menyuplai segala keperluan untuk itu, termasuk tenaga ahli dan suku cadangnya. Siapa yang bersusah susah untuk itu kalau bukan Iran?.
Iran tentu saja tidak bisa asal-asalan kirim pasukan. Sebab, stratak geopolitik itu bukan dijalankan dengan emosi, tapi dengan logika cerdas.
Hamas mungkin nanti berkhianat lagi?. Jawabannya kita tidak pernah tahu. Tapi, itu urusan nanti, saat ini yang paling benar dilakukan adalah mendukung penuh Hamas menggebuk Israel. Ini bukan cuma soal Aqidah kalau yang tidak mau berpikir kejauhan, bukan juga cuma soal kemanusiaan, tapi ini soal kebenaran dan keadilan.
Kedamaian tidak akan pernah ada selama kezaliman dibiarkan. Israel adalah entitas kezaliman. Karenanya entitas ilegal ini harus di cerabut dan dibuang.
Iran membela Palestina, dengan cara yang sangat serius. Iran sampai konsisten tidak mau mengakui Israel sebagai negara, termasuk enggan punya hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat yang disebut Iran punya andil besar dalam berdirinya Israel bahkan menjadi donatur tetapnya.
Begitu Republik Islam Iran berdiri, diplomat Israel diusir dan kedutaan Israel di Tehran di tutup. Di gedung yang sama kemudian dibuka kantor kedutaan besar Palestina. Iran bahkan mengakui kedaulatan Palestina sebagai negara, 9 tahun sebelum negara Palestina diproklamirkan Yasser Arafat.
Konsitensinya membela Palestina dan menolak Israel, membuat Iran diboikot, diembargo dan dikucilkan di panggung internasional. Asal kalian tahu saja, setiap tahun Iran mengadakan konferensi internasional bela Palestina, termasuk menetapkan Jumat terakhir di bulan Ramadhan sebagai hari al-Quds, yaitu hari turun ke jalan menyuarakan dukungan untuk Palestina dan berteriak kencang mengutuk Israel, AS dan Inggris. Dasyhatnya, dalam aksi tersebut yang hadir sampai jutaan orang.
Iran juga sampai membuat Brigade Alquds. Tugasnya satu. Membuka jalan bagi operasi pembebasan Alquds. Tidak tanggung-tanggung dana operasionalnya sampai menguras banyak kas Iran. Pergerakan brigade ini begitu senyap sampai tidak banyak yang tahu. Dunia baru tahu ketika AS menghabisi nyawa panglimanya dengan cara paling pengecut. Pimpinan HAMAS menyebut Jenderal Soleimani sebagai Syahidul Quds. Yang syahid dalam membela Alquds.
Iran sangat serius mengembangkan tekhnologi persenjataan. Bayangkan, kalau memang Iran ada dibalik ketangguhan Bashar Al Assad di Suriah sehingga gagal dicongkel dan dibalik gerakan Ansarullah di Yaman sehingga tidak berhasil juga dibuat menyerah meski sampai harus dikeroyok, maka betapa mengerikannya jika harus berhadapan langsung dengan Iran.
PM Israel Menachem Begin ketika revolusi yang digerakkan Imam Khomeini menang di Iran, dia mengatakan secara terbuka kekhawatirannya, "Lembaran gelap Israel mulai dibuka hari ini."
Sampai hari ini, Israel masih menganggap Iran sebagai ancaman terbesarnya.
Benyamin Netanyahu ketika ditanya, 3 ancaman eksternal Israel yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak, dijawabnya: IRAN.. IRAN...IRAN..
***
Sekitar tahun 1980-an dalam sebuah catatan seorang wartawan freelance, Nasir Tamara, serta Lukman Harun, tokoh Muhammadiyah sekaligus wartawan Panjimas.
Catatan dari wartawan-wartawan ini tentang konflik di Timur Tengah (kelak : Lukman Harun menerbitkan catatan perjalanannya tersebut ke dalam bentuk buku; Potret Dunia Islam).
Satu yang masih saya ingat adalah Organisasi Konfrensi Islam (OKI) selalu mengeluarkan pernyataan resmi ‘mengutuk Israel’. Mengutuk itu pun berlangsung hingga hari ini. Termasuk ketika Israel akan menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota mereka. Pun, juga konflik yang berlangsung dua minggu terakhir.
Kita mengutuk dari daerah "pinggiran", sementara mereka yang berada di daerah "pusat" (negara-negara berpengaruh di Timur Tengah) hanya menganggap rekomendasi kutukan itu sebagai angin lalu. Istilahnya, yang berada "dibawah ketiak" tak bersuara nyaring.
Ini kembali memperkuat asumsi, Palestina sebenarnya tidak diinginkan oleh negara-negara Timur Tengah menjadi sebuah negara berdaulat/merdeka. Bila keinginan itu ada, niscaya sejak dulu Palestina sudah berdiri tegak dan kokoh. Dalam bahasa lain, isu Palestina menjadi isu "seksi" bagi politik regional maupun global.
Bila kalangan Maois (Mao Tse Tung) percaya bahwa perubahan revolusioner itu berangkat dari kepungan daerah "pinggiran" terhadap "pusat" (desa mengepung kota), maka saya lebih percaya pendapat sejarawan klasik, Immanuel Wallerstein tentang analisis "Phery-Phery (pinggiran) vs Centre (pusat)" yang melihat perubahan akan signifikan bila dilakukan oleh daerah-daerah "Centre". Termasuk, mencarikan solusi yang lebih lunak. Supaya, konflik tidak berkelanjutan. Berketerusan. Misalnya ?. "Pusat" mulai mengkonkritkan agar Israel dan Palestina, harus memikirkan untuk hidup berdampingan. Kalau itu tidak dijadikan fokus "pusat", maka konflik akan terus berlangsung. Entah sampai kapan. Maka pertanyaan logis lainnya yang akan muncul adalah, "siapa yang sebenarnya diuntungkan dari konflik berkepanjangan ini ?".
***
Hafeez Al-ASSAD - Moammar QADDAFI - Yasser ARAFAT
Ketiga foto tokoh Timur Tengah ini sering muncul dalam Majalah Tempo dan Panji Masyarakat yang punyai ayah saya. Masih ada sampai sekarang. Ketika saya membuka kembali, Selalu ada aura kebanggaan dalam diri saya melihat gambar-gambar mereka, tanpa rasa fanatisme luar biasa, barangkali karena Majalah Tempo dan Panji Masayarakat, kata ayah saya selalu mengetengahkan berita yang objektif tanpa provokasi.
Assad, Qaddafi dan Arafat adalah "sohib-dekat". Mereka-lah yang secara ideologis membela Palestina. Qaddafi dengan finansialnya dan Assad dengan "second-home"nya (rumah kedua bagi pengungsi Palestina). Ketika ditanya, siapakah yang konsisten membela Palestina sejak dahulunya. jawabannya : Libya era Qaddafi serta SURIAH era Hafeez al-Assad dan anaknya Bashar al-Assad.
Hafeez Al Assad merupakan tokoh sentral Timur Tengah era 1970-an akhir dan 1980-an, bersama-sama dengan Qaddafi (Libya), Menachen Begin (Israel), Yasser Arafat (PLO-Palestina), Raja Hussein (Yordania), Raja Fahd (Arab Saudi), Khomeini (Iran : termasuk Presiden Iran kala itu, Ali Raja'i dan Rafsanjani), Saddam Hussein (Irak) dan Anwar Sadat (Mesir). Hafeez Al Assad, ayah dari Bashar al-Assad (Presiden Suriah/Syiria) bersama-sama dengan Mesir, ibarat Play Maker "persepakbolaan" Timur Tengah.
Ada ungkapan terkenal masa itu, "tak ada perang tanpa Mesir, takkan ada damai tanpa Suriah". Merekalah yang mengatur ritme politik Timur Tengah. Ada ucapan terkenal Hafeez al-Assad (kira-kira), "kami merindukan Palestina menjadi merdeka, tapi negara-negara Arab lainnya, tak pernah duduk bersama untuk memuluskan keinginan itu. Justru Palestina dijadikan komoditas politik untuk meneguhkan dominasi dan menjustifikasi konflik tetap berlangsung".
HISTORIA vitae MAGISTRA : Sejarah mengajarkan kita kearifan.
Terakhir, Saya ingin berkisah tentang tiga kisah perjalanan hidup anak-anak manusia.
Ariel Sharon (mantan Perdana Menteri Israel) yang digelari "Tukang Jagal dari Beirut" mengingatkan dunia pada tragedi pembantaian Qibya. Pembantaian yang terjadi bulan Oktober 1953. Hampir seratus orang Palestina tewas oleh Unit 101 yang dipimpinnya. Selanjutnya, bersama dengan Menachen Begin, Sharon melakukan pembantaian Sabra dan Shatila di Libanon pada 1982. Ribuan orang terbunuh. Dunia tersentak. Tapi Begin (bersama-sama dengan Anwar Sadat dan Jimmy Carter dihadiahi Nobel Perdamaian). Silahkan tonton di youtube (klik : shabra shatila massacre).
Sementara itu, jalan hidup Moammar Qaddafi teramat berbeda dengan "mentornya" Gamal Abdel Nasser. Nasser "pergi" akibat sakit setelah peperangan (perang Arab-Israel) usai pada 28 September 1970, sementara Sang Kolonel "terbang" akibat laras senapan rakyatnya sendiri. Tapi ada satu pertanyaan yang mengemuka : "Mengapa Nicholas Sarkozy, yang berhidung mancung-melengkung itu (waktu itu sebagai Perdana Menteri Perancis) mengatakan bahwa Khaddafi tidak layak pimpin rakyat Libya, sementara sebelumnya, Sarkozy adalah sohib akrab Khaddafi bahkan si Moammar ini menjadi penyandang dana terbesar kala Sarkozy ikut Pilkada-nya Perancis ?". Terlepas salah benar-nya Khaddafi, sudah sepantasnya dunia "memperkatakan" bahwa begitu berbedanya perlakuan barat pada Khaddafi dibandingkan dengan Ariel Sharon.
Kemudian, sebuah kisah tentang dialog antara seorang Nelayan kecil dengan Alexander Agung. Alexander the Great putra Philipus penguasa Macedonia ini "menilang" seorang nelayan karena menangkap ikan di wilayahnya. Dengan teramat ketus, si Nelayan tadi berkata pada murid Aristoteles ini : "saya mengambil ikan di tempat saya, anda bilang saya pencuri, sementara anda mencaplok wilayah orang lain, anda dianggap pahlawan").
Kejadian di luar sana, entah mengapa, selalu menjadi bahan pertengkaran. Antara sebagian kita dengan sahabat yang lainnya. Sungguh tak menguntungkan di kedua belah pihak. Arang habis, besi binasa. Kadang luka di hati, tertanam pula. Waktu sembuhnya, bisa jadi lama.
Doa itu, kadang terlihat dari gerak bibir, suara yang keras, menggelora tertuju pada yang Kuasa. Pun, ada pula, doa itu, berbisik lirih dikeheningan, kadang diam tak bersuara, tujuannya (juga) pada yang Kuasa.
Demikian...!
Referensi :
- Sebahagian Tulisan Di Improvisasi dari Artikel seorang Dosen UIN Imam Bonjol Padang.
-Sebagian Tulisan, Di Daur dari Tulisan seorang Mahasiswa S3 Di Qom (Iran), Abang Ust IAP.
- Sebahagian lain dari beberapa Bacaan artikel, Tesis dan Majalah.
#Palestinamerdeka #Alquds #Iran#Suriah#Hizbullah#Ansharallah #westandwithpalestine #Islamantiterorisme #Islambersatu #Palestine #Palestinaindonesia







Tidak ada komentar:
Posting Komentar