Mengenai Saya

Senin, 03 Mei 2021

--KAPAN SAJA LAYLATUL QODR--




Berdasarkan Asbabun Nuzul Q. S. al-Qodr, pada Soal lailatul Qord. Saya kemukakan sedikit, sependek pengetahuanku. 

Suatu ketika Nabi bercerita tentang orang yang ibadahnya banyak sekali, kurang lebih 83 tahun. ia melakukan ibadah dan tidak pernah melakukan kemaksiatan walaupun sekedip mata " laa yaksunallahu kafarata alaihim". Malamnya qiyamul lail, siangnya jihad fi sabilillah.

Mendengar cerita itu, maka sahabat Nabi pun bersedih, karena selain umur ummat Nabi, banyak yang tidak sampai 83 tahun untuk beribadah.  Selain karena terlalu banyak aktivitas lainnya. mereka juga memeluk  Islam di kisaran usia 30 sampai 40 tahun. 

sedangkan kisah ini di sebutkan dalam muqoddimah Q.S. Al-Qodr, Tafsir Ibnu Katsir : Maka, turunlah mailakat jibril membawakan surat tersebut, dan salah satu ayatnya menjelaskan tentang kemuliaaan 1000 bulan. Persis seperti yang disedihkan sahabat Nabi Muhammad SAW, bahwa amalan kami tidak cukup, sementara usia kami pendek-pendek. Makanya, Allah memberikan reward. Jika orang Mukmin beribadah pada malam tersebut, niscaya pahalanya sama dengan pahala 1000 bulan. 

Sekarang kita coba kembangkan, sebab menurutku, ada yang salah dari cara berpikir kita, perihal Lailatul Qodr. Setiap tahun, kita menantikan Kemuliaan malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Bayangkan 14 abad Islam Hidup, kita masih menunggu lailatul qodr?.

Menurutku, beginilah akibatnya, jika Islam tidak di pahami sebagai sastra. Islam hanya di pahami sebagai matematika. Padahal tidak ada berita atau informasi yang menunjukkan, bahwa "ada Lailatul qodr turun".  Al-Qur'an hanya memberikan informasi, bahwa Yang di turunkan pada lailatul qodr adalah Al-Qur'an. 

Baca ayatnya, "Innal andzalna hu fi hi lailatul qodr (sesungguhnya aku telah mendatangkan-Nya pada lailatul qodr). "Nya" yang di maksud pada ayat tersebut adalah "Al-Qur'an". Pertanyaannya adalah Bukankah Al-Qur'an Telah turun. Lantas, yang kita tunggu dan nantikan Turun di 10 Ramadhan yang akhir ini apa?. 

Padahal, jika saja kita mau menggunakan Loncatan berpikir secara sastrawi, sebagaimana Qur'an yang Isinya penuh dengan majas-majas yang sangat sastrawi, sederhana menelaah Maksud lailatul qodr, pada Q. S. Al-qodr: 

sependek pengetahuanku, kapan saja kita memetik Puisi dalam Al-qur'an dan memasukannya kedalam hati kita, lantas membuat kita takjub pada Allah dan Semua ciptannya, serta nikmat dan rahmatnya. Maka, kita berada pada Lailatul qodr. Hanya saja, cara berpikir kita masih terlalu matrealistik bin kapitalistik.

Misalnya, ketika kita membicarakan surga atau neraka, yang kita bayangkan adalah fisik, Jazad dan materialnya. Sama dengan ketika kita bicara Pahala, yang kita bayangkan adalah Tambahan Cuan, tambahan emas. Bahkan ketika kita bershodaqoh, yang kita pikirkan adalah akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Ini corak berpikir matrelistik bin kapitalistik. Mau mengajak Allah, hitungan-hitungan, kasarnya. 

Persis seperti, ketika kita bicara Lailatul qodr di 10 malam Terakhir Ramadhan, yang kita bayangkan adalah keutungan pahala berlipat-lipat, sebagaimana ibadahnya seorang Bani isroil selama 83 tahun, tanpa pernah berbuat dosa. Tidak apa-apa juga sebenarnya, jika kita berpikir Matrealistik bin kapitalistik. Tetapi, menurutku, kita akan rugi. 

Kita kerucutkan, lailatul Qodr ; Lail berarti malam, sedangkan Qodr berarti sempit. Secara sederhana kita bisa mengartikan bahwa lailatul Qodr adalah Malam yang sempit. Bisa juga di artikan sebagai "Lailatul Qoram,  Malam yang mulia. Lailatul qodr adalah malam yang di sempitkan waktunya, sebagaimana Di sebutkan "Wa mang qudiro alaihi rizzkuhu", kata qudiro berarti di sempitkan.

Ulama kita mengartikan lailatul qodr ini sebagai malam yang telah di tentukan. Malam yang sudah di Kadarkan. "Kadar" ini sudah menjadi bahasa kita, bahwa kadar adalah Ukuran. Kadar Juga satu makna dengan Takdir. Maka, gabungan dari semua makna ini, dapat kita artikan bahwa Lailatul Qodr adalah malam yang kemuliaannya sangat sempit dan malamnya telah di tentukan.

Dalam Hadist Imam Bukhori, Bab Fadhlul Lailatul qodr, disebutkan bahwa yang dapat mengakses Lailatul qodr itu tidak hanya sosok Nabi. Tetapi, juga pewaris-pewaris beliau, para Kekasih-kekasih Allah, " Anna Rijalan min ashabin Nabi uru lailatul Qodr fi sab'il awa hir (ada sekelompok lelaki yang spesial, yang di perlihatkan mengenai Lailatul qodr pada 7 hari terakhir)".

Lalu, Nabi kemudian membenarkan hal itu, bahwa Yang kalian lihat itu sama dengan apa yang aku Lihat. Maka di hadist lain, nabi kemudian mengatakan, " il tamisu ha Fi sab'hi awa hir atau Assyril awa hir (carilah lailatul qodr itu di 7 hari terakhir atau 10 hafi terakhir)".

Ketika Allah memberikan Pertanyaan, " Wa ma adroka kama lailatul qodr" (apakah engkau sudah sampai kepada pengertian, apakah lailatul Qodr). Lalu, Allah menjawab, " lailatul qodri khoirum min alf fi syahrin ( malam Qodr - Mulia- sempit - terukur itu lebih baik dari 1000 bulan)".

Pertanyaannya adalah apakah 1000 bulan dalam ukuran Dunia atau Akhirat?. Maka, Imam Ibnul Qoyyim Al Jausyiah menjawab, 1000 bulan yang di maksud adalah 1000 bulan di dunia. Maka, Jika di kalkulasi sekitar 80 an tahun.

Salah satu pencirian dari Malam Lailatul qodr dan Malam yang lainnya adalah " Tanazzalul Malaikatu wa ruh", yaitu Turun para malaikat dan Ruh. Allah membedakan antara malaikat dan Ruh. Jika meminjam Pandangan Imam Ibnul Qoyyim Al jausyiah, Beliau mengartikan Ar Ruh pada konteks ayat tersebut sebagai Malaikat Jibril. Tetapi, sebahagian ulama, secara Khusus Ulama  Qolbu, mengartikan makna Ar Ruh di konteks ayat tersebut bukan Malaikat Jibril. Sebab, malaikat Jibril sudah termasuk dalam Kata Al malaika.

Al malaika itu adalah bentuk jama' dari Al Malaq, yang berarti Malaikat. Nah, karena kita di indonesia kekurangan Kosa kata, sehingga kita mengambil Kata Malaikat secara jama' tetapi di artikan satu. Kalau Qur'an menyebut Malaikatu itu berarti banyak Malaikat. Kalau cuman satu malaikat di sebut Malaq. Sama seperti ketika kita mengartikan orang Alim dengan sebutan Ulama. Padahal, ulama itu adalah banyak orang Alim. Sama dengan kita menyebut malaikat jibril, padahal harusnya Malaku Jibril. Tetapi, begitulah Tranformasi atau Serapan bahasa.

Imam Ibnu Hajar Al Asqolani, ketika menjelaskan Hadist Lailatul Qodr, beliau menyebutkan dengan menuturkan riwayat dari Imam Baihaqi, imam Ahmad, Imam ibnul Mubarok, ia menyebutkan ada satu riwayat yang menyebutkan bahwa di saat malam lailatul qodr turun malaikat dalam jumlah yang banyak melebihi butiran-butiran debu, pasir dan tanah. Jadi, di saat malam itu Dunia ini sesak oleh Malaikat dan mereka mengucapkan salam kepada orang-orang yang qiyamul lail. Tetapi, karena malaikat adalah Mahkluk yang berdimensi lebih tinggi dari Manusia, sehingga tak Tampak secara Jazad. Ia hanya terasa Syahdu dan Indahnya di dalam rohani kita.

Mengapa Kata "Wa Ruh" itu bukanlah Malaikat Jibril, karena Malaikat Jibril di Qur'an penyebutannya Berbeda-beda, ada Ruhul amin, ada juga ruhul qudus, dsb.

Para ulama kita dahulu mencirikan turunnya malam Lailatul qodr dengan Ilmu Hizab, seperti Imama Al Ghozali, Imam As Sadzili, Imam Al buni. Hizab itu kemampuan membaca gejala Alam. Hizab itu tidak mempengaruhi kapan malam lailatul qodr, sebab bisa jadi malamnya mundur atau maju. Hal itu biasanya dilakukan oleh mereka yang Ahli ruhani.

Nah, saya tertarik dengan H.R imam Bukhori dan Imam Muslim, ada dua riwayat yang di sebutkan. Imam Bukhori di dapat dari Gurunya, yaitu Muhammad Bin Yusuf Al madani adalah Murid Terakhir dari Imam Malik, seperguruan dengan Imam Syafi'i. Tetapi adik kelas Imam Syafi'i. Imam Bukhori, mendapatkan riwayat tersebut dari Imam Malik. Imam malik dari Imam Naviq dan Imam Naviq dari Ibnu Umar. Sedangkan Imam Muslim, juga dapat Riwayat tersebut dari Sahabatnya Muhammad Bin Yusuf tersebut, sanad keatasnya sama.

Ibnu Umar Bercerita, "an nasan bi ashabi rosulillah ru'u lailatul qodr fil manam (sekolompok orang di kalangan sahabat / tidak semua, mereka di perlihatkan lailatul qodr pada waktu tidurnya)".

Kalau kita belajar Epistemologi atau Filsafat Ilmu, cara mengetahui sesuatu, ada yang melalui empirik (gejala alam) itu seperti Matahari mendung, Hujan atau Cerah, dsb. Selain itu ada metode lain, yaitu Rasional (Perhitungan - Hizab). Ada juga Gejala Ruhani atau eksperimen Ruhani (Intuisi).

Hadist ini jarang di kemukan. Hadist tentang ciri lailatul qodr dengan Metode Intuisi. Intuisi itu sumbernya dari Qolbu. Qolbu itu sumbernya dari Roh.

Kita kembali, Kenapa Di sebut Lailatul qodr?. karena " Tanazalul mala ikatu waa ruhu fiha biidzni  robbihim ming kulli amri. Salamun hiya hatta math lail fajr". karena, pada malam itu malaikat Jibril turun untuk mengatur semua urusan. Pertanyaannya, apakah Tugas malaikat Jibril?. Bukankah tugas Malaikat Jibril adalah menyampaikkan Wahyu (Al-Qur'an) kepada Nabi Muhammad SAW. 

Di dalam riwayat di nukilkan, perjumpaan pertama  Malaikat Jibril dengan Nabi Muhammad SAW, ialah ia Datang dalam bentuk mahkluk yang memeluk Nabi dalam Gua Hira saat membawa turun ayat pertama dari Qur'an. (baca: Tulisan Saya Tentang Rosulullah Menagkap Risalah pertama). 

Kedua, saat Nabi Muhammad SAW menunggu Wahyu kedua Turun. Tetapi, tidak turun-turun. Sehingga beliau memutuskan pulang dari Gua Hira. Di tengah perjalanan, ada yang memanggil-manggil Nabi Muhammad SAW. Setelah Rosulullah menoleh kekiri, kanan, belakang Tetapi, tidak ada seorang pun di sana. Ia mulai ketakutan, begitu Rosulullah mendongakkan pandangannya ketas, ternyata Malaikat Jibril duduk serupa manusia yang Kursinya tergantung diantara langit dan bumi. (Baca : Asbabun nuzul Wahyu kedua). 

Ketiga, ketika jibril datang menanyakan tentang islam, iman dan ihsan dalam rupa manusia, rambutnya sangat hitam, bajunya sangat putih. tetapi, tidak ada yang dapat mengenalinya sama sekali dan wajahnya seperti sahabat Nabi yang bernama Ihya Al- Qolbi.

Ke empat, " laqod ra au nass latan uhro inda sidhratul munthaha" (Nabi Muhammad SAW melihat jibril dalam bentuk yang asli, waktu mi'raj). 

Kenapa Nabi Muhammad SAW, bisa melihat Jibril dalam bentuk yang asli. Karena, dimensi Rosulullah SAW di naikkan melebihi dimensi Para malaikat. Sebagaimana kita ketahui, bahwa malaikat Jibril mengantar Rosulullah SAW saat mi'raj, hanya sampai di langit ke tujuh. Malaikat Sudah tidak mampu Naik ke Level Sidharatul Muntaha.  

Sekarang kita kembali, Apa sebenarnya Yang kita nantikan saat lailatul Qodr?. Bukankah Kemuliaan Ramadhan itu, karena Al-Qur'an di turunkan sebagai petunjuk, penjelasan atas petunjuk-petunjuk tersebut dan pembeda antara yang Hak dan bathil. Bukankah Al-Qur'an telah Turun dan menjadi pendoman hidup, kabar gembira, dan pelipur lara bagi kita. Lantas, kita masih meminta kepada Allah untuk menurunkan apa, melalui Malaikat Jibril?. 

Jika isyarat, dalam Q. S. Al-qodr, bahwa turunnya malaikat jibril untuk mengatur semua urusan manusia. Bukankah, Semua urusan telah diatur Di dalam Al-Qur'an, dari urusan tidur, sampai tidur kembali, telah di atur. Bahkan, urusan-urusan paling prinsipil menurut ukuran manusia, Allah sudah atur di dalam Al-Qur'an. Atau, jika Allah tidak mengurusi aliran darah di tubuh kita, sudah lama berhenti terpompa jantung kita. 

Lalu, kita masih meminta Allah mengaturnya Lagi. Yaassalam. 

Qodr itu kata benda, sedangkan Takdir itu Masdarnya atau Ejektifnya. Jadi, takdir adalah pengqodaran. "Qoddaru yuqodiruna Takdiran", artinya Takdir itu Fleksibel. Mau Kaya, yah kerja. Kita ini memang, suka membuat Allah tersinggung, sudah di berikan Al-Qur'an, masih saja tidak percaya. Misalnya begini, ada tipikal sebahagian kita, yang ketika berdoa sampai setengah jam, bahkan berjam-jam. Allah seolah-olah di bacakan Makalah. Lalu, kata Allah : "Panjang sekali doa hambaku Ini. Padahal, Aku ini Maha tahu dan Kurang apa nikmat dan rahmat yang Aku berikan kepada kalian (hambaku). Sehingga, Kerja Hambaku ini, hanya meminta terus. 

Lalu, kita berkesimpulan untuk tidak berdoa, sambil berguman, "Ya, terserah Engkau Saja ya Allah". Sampai 3 hari kita tidak berdoa, Allah kemudian menjawab lagi : Wah, hambaku mulai sombong. 

Jadi, mana yang benar, "berdoa atau tidak berdoa?" . Kalau berdoa, kita akan di perhadapkan pada pernyataan : kita ini tidak tahu berterima kasih, masih kurangkah Nikmat yang Aku berikan. Andaikkan Aku tidak mengatur detak jantung Hambaku, barangkali sudah lama berhenti berdetak. Kalian, Hambaku itu tidak bisa berkuasa atas detak jantungmu sendiri. Tetapi, kalau tidak meminta Doa : Allah akan bilang, Tumben hambaku tidak meminta Doa. padahal "Ud uni asta jiblakum" (berdoalah Niscaya aku kabulkan)  dan  " la yaruddu qoda illa doa (tidak ada yang bisa merubah takdir kecuali doa). 

Hal itu di sebut dengan dosis atau Takaran. Kapan kita meminta?, wajarkah permintaan kita?, dan ukuran permintaan kita seperti apa?. Bukankah hal demikian, kita yang Tahu?. 

Untuk meneguhkan rasa penasaran kita. Saya uraikkan sedikit lagi. Sebenarnya yang kita cari ini adalah dunia atau akhirat?. Dalam Terma agama, ada yang di sebut wasilah (jalan atau caranya) dan ghoyah (tujuannya). Nah, sebenarnya Tujuannya kita menantikan lailatul Qodr dan menghidupkan 10 malam terakhir Ramadhan itu tujuannya untuk dunia atau akhirat?. Dengan jujur, kita harus menjawab untuk dunia. Sebab, kita berharap semoga keberuntungan - keberuntungan matematis akan menghampiri kita di 11 bulan yang akan datang, adapun jika orientasi adalah akhirat, kita berharap agar Laba pahala ini menyamai Level ibadah Si Bani Isroil yang di ceritakan Nabi diatas. Jelas kan, Tujuannya saja sudah salah. 

Misalnya, ada ayat di dalam Al-Qur'an yang berbunyi begini , "Innallaha la yu ghoyyiru ma bii kaumin hatta yu ghoyyiru ma bi anfusihim (sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu yang merubah dirinya sendiri)". Pertanyaan saya sederhana ; Sebenarnya pelaku perubahan yang paling primer itu kita (manusia) atau Allah. Jawabannya bervariasi, ada yang menjawab Allah dan ada yang menjawab manusia. 

Manusia itu pasti bisa menanam jagung. Tetapi, siapa yang membuat jagung itu tumbuh dan berbuah?. Nah, Kira-kira berapa persen perannya Allah dalam tumbuh dan berbuahnya jagung dan berapa persen peran manusia?. Oke, tarulah kita ambil 80 persen peran Allah, 20 persen peran Manusia atau 70-30. Tidak masalah. Mana yang lebih banyak, perannya Allah atau perannya manusia pada analogi tersebut?. Dengan jujur, kita harus menjawab Allah. 

Jadi, manusia apalagi saya ini. Tidak bisa merubah diriku sendiri tanpa petunjuk Dari Allah.

Maka, sependek pengetahuanku, Lailatul qodr itu " any Time" (kapan saja). Sebagaimana Puasa adalah aktivitas sepanjang hidup. Sebab, siang dan malam itu tidak hanya berdasarkan variabel matahari. Tetapi, di Hati kita itu siang di malam hari dan Seringkali malam di siang hari. 

#Rst
#Pembelajar
#Tadabbur
#Hasil Membaca
#Laylatulqodr
#nalarpinggiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar