Tahun 2014, Elon Musk pernah Ngetwit, bahwa AI bisa lebih berbahaya ketimbang Nuklir. Belakangan Peringatan Elon Musk itu, seperti mulai Terbukti.
Geoffrey Hington yang di Juluki sebagai Godfathernya AI mundur dari Google, karena merasa ada yang tidak beres dengan AI. Ia bahkan bersuara dimana - mana untuk memperingatkan bahaya AI.
Buat kita yang belum sadar, AI - Artificial Intelegency atau Kecerdasan buatan adalah teknologi yang disematkan dihampir semua Platform Media sosial dan hampir disemua Software komputer.
Contoh paling gampang tiktok. Mengapa filter tiktok sekarang sudah bisa melakukan hal - hal yang dulu tidak pernah bisa kita lakukan. Seperti, mempercantik wajah, memodifikai wajah sampai bisa menukar wajah?. Karena Tiktok di bantu AI.
Disebut Artificial Intelegency atau Kecerdasan buatan, karena Teknologi ini meniru kecerdasan manusia.
Didunia otomotif, AI sudah bisa Mengemudi sendiri. Seperti pada beberapa perusahaan Taksi di China.
Didunia Seni, AI juga sudah mulai menggeser peran musisi, Desainer dan editor. Karena AI bisa membuatkan Musik lebih Cepat, membuatkan animasi lebih keren dan bisa membantu mengedit foto dan video lebih gampang.
Belakangan Ramai orang juga membicarakan Chat GPT, sebuah Chat board dengan bahasa manusia yang bisa menjawab semua pertanyaan. Bahkan tidak hanya itu, yang membuat para Programer Kaget adalah Chat GPT dapat membuat sebuah coding, seperti programer Profesional dalam waktu singkat, yang manusia saja, harus berpikir keras untuk melakukannya.
Hal itu belum seberapa, ada satu hal lagi yang lebih mengerikan yaitu AI bahkan sudah bisa menambah gambar yang kita lihat, tanpa melihat gambar aslinya. Hanya bermodalkan hasil scan otak - MRI (Magnetic Resonance Imaging).
Hal inilah membuat Tristian Haris dan Aza Askin pernah membuat Filem Dokumenter Social dilemma di Netflix (2020). Tahun 2023 mereka merilis video terbarunya tentang The AI dilemma (2023). Mereka menunjukkan banyak data yang membuat kita ngeri. Salah satunya mereka menunjukkan bahwa setengah peneliti AI, mengatakan ada kemungkinan ada 10 % Manusia bisa punah gara - gara tidak bisa mengontrol AI. Mengapa?. Karena data terbaru menunjukkan bahwa Kemampuan AI terus meningkat 2 kali setiap berapa bulan. Justru yang paling mengerikan lagi, di prediksikan di tahun 2045, AI akan sampai di titik Singularitas. Artinya AI akan menyentuh titik dimana dia akan setara dengan semua kemampuan otak manusia kalau di satukan.
Hal inilah yang membuat sebahagian orang khawatir, termasuk saya. Sebab, AI suatu saat memiliki kesadaran, seperti manusia dan menyerang manusia seperti di Filem - filem.
Elon Musk juga pernah Ngetwit tentang, "Deus Ex Machina". Entah apa maksudnya?. Tetapi, hal itu mengingatkan kita pada Filem Ex machina. Filem tentang robot cantik yang memiliki kecerdasan buatan, yang pada akhirnya membunuh penciptanya sendiri. Ex Machina pun berasal dari bahasa yang sama yang Di Twittkan oleh Elon Musk, yang kalau di terjamahkan ke dalam bahas latin berarti "Tuhan yang keluar dari mesin".
Diksi Deus dalam Filem Ex Machina di hilangkan. Seolah - olah mengambarkan, bahwa di dunia AI. Peran Tuhan sudah tidak di butuhkan lagi, ketika manusia sudah mampu menciptakan mesin berkesadaran.
Filem Ex Machina sangat relevan dengan apa yang terjadi saat ini di dunia AI, makanya banyak para pakar. Terutama karena filem ini mendemonstrasikan apa yang disebut dengan "Turing Test." Konon test ini buat untuk mendeteksi kesadaran Mesin.
Filem Ex Machina Dibuat oleh Alex Garland. Orang yang sama, yang menbuat filem 28 days Later dan Annihilation.
Menariknya, karena sekalipun ia seorang pembuat Filem, kakeknya adalah seorang Ilmuan peraih Nobel. Maka, wajar jika Filem - Filemnya cukup ilmiah. Saat ia kecil, ia pernah belajar programer komputer dan menbayangkan komputer tersebut hidup.
Saat ia sudah menjadi Pembuat filem, ia terlibat diskusi dengan seorang Proffesor ahli Robotik yang menulis buku tentang "Teori Kesadaran menurut sains dan filsafat". Buku inilah yang menjadi inpirasi pembuatan Filem Ex machina.
Kita sedikit membahas alur cerita Filem Ex Machina, agar kita bisa menangkap apa esensi yang hendak di kabarkan dan apa kaitannya dengan kehidupan kita saat ini.
Ex Machina bercerita tentang seorang programer yang bernama Coleb. Coleb bekerja disebuah perusahaan yang bernama Bluebook (Semacam google). Coleb di Ceritakan memenangkan undian untuk bertemu dengan sosok di balik bluebook. Hal itu seperti bertemu dengan Sundar Picay - Ceo Google.
Coleb pun di antarkan ke sebuah tempat terpencil, karena tempat Sosok yang berada dibalik Bluebook di rahasiakan dan Coleb memasuki sebuah rumah di bawah tanah yang canggih dengan tingkat keamanan tinggi. Disanalah akhirnya ia bertemu dengan Nathan, sosok milioner jenius yang menciptakan Bluebook.
Ternyata Kehadiran Coleb di sana untuk menjalankan Turing test pada robot ciptan Nathan. Akhirnya, Coleb pun bertemu dengan Ava - Robot ciptaan Nathan. Coleb pun menjalankan Turing test selama seminggu.
Tetapi selama test berlansung, ada hal yang membuat Coleb curiga pada Nathan. Karena ternyata, Ava bukanlah satu - satunya Robot yang diciptakan Nathan. Menurut pengakuan Ava (Robot), Nathan ini sangat jahat, bahkan yang membuat ava ketakutan. Karena Nathan akan menghancurkannya setelah Turing test dilaksanakan.
Coleb karena merasa kasihan dengan ava, ia merencanakan pelarian Ava. Akhirnya, Ava berhasil keluar dari ruangannya, dan karena dendam ia membunuh penciptanya (Nathan) sendiri. Sialnya, Coleb yang membantu Ava untuk kabur, justru di tinggalkan dalam keadaan terkunci di dalam sebuah ruangan.
Ava pun akhirnya pergi seperti manusia bebas, tanpa ada yang tahu kalau dia adalah robot.
Sebelum jauh, kita harus mengetahui apa yang dimaksud Turing Test?. Turing test adalah sebuat test kecerdasan pada mesin yang pertama kali di buat oleh "Alan Turing" tahun 1950. Alan Turing adalah seorang matematikiawan Jenius yang di rekrut oleh militer Inggris saat perang dunia kedua untuk memcahkan sebuah kode Nazi, dari sebuah mesin bernama Enigma. Kode acak dari mesin tersebut sulit di pecahkan oleh otak manusia. Karena itulah Alan Turing merancang sebuah mesin untuk memecahkan kodenya. Berkat mesin itulah, ia berhasil menyelamatkan Jutaan manusia dari serangan Nazi.
Hal yang mesti kita ketahui juga bahwa Mesin Turin buatan Alan Turin itulah yang menjadi cikal bakal komputer saat ini.
ntuk lebih detailnya silahkan Nonton Filem "Imitation game". Sebuah judul filem yang terinpirasi dari "jurnal Alan Turing Tahun 1950 yang Berjudul Computing machinery and intellgence". Jurnal inilah pemicu lahirnya AI. Di dalam Jurnal tersebut Alan Turing menyebut Istilah "Imitation game", yang kelak dikenal sebagai "Turing test".
Alan Turing memulai Jurnalnya dengan Pertanyaan, Apakah Mesin bisa berlikir?. Berpikir yang dimaksud, bukan sekedar menghitung dan melakukan pekerjaan seperti pada komputer yang ada sekarang. Tetapi, berpikir betul - betul seperti manusia. Artinya, pertanyaan ini bukanlah pertanyaan teknis, melainkan pertanyaan filosofis. Karena salah satu yang membedakan manusia dengan mesin adalah "Consciousness - Kesadaran".
Kesadaran sendiri telah menjadi bahan perdebatan yang tidak ada habisnya di kalangan Ilmuan dan Filosof : Apakah kesadaran adalah bahagian dari Otak atau berada di luar otak?. Makanya dalam Filsafat Barat, ada dua pandangan mnegenai diskursus kesadaran yakni Dualisme dan Matrealisme. Bagi kaum Dualisme, mereka menganggap kesadaran bukanlah bahagian dari fisik manusia. Kesadaran ini kita sebut sebagai Jiwa. Sedangkan Bagi Kaum Matrealisme, tidak ada yang namanya Kesadaran atau Jiwa. Kesadaran murni mekanisme di dalam Otak manusia. Karena otak tak ubahnya seperti mesin.
Pertanyaannya, apakah kita bisa menciptakan mesin yang bisa berpikir seperti manusia?. Itulah maksud dari pertanyaan Turing diatas. Tetapi, substansi pertanyaannya adalah darimanakah kota mengetahui bahwa mesin memiliki kesadaran?. Disitulah Turing mengajukan sebuah Imitation test atau hari ini kita kenal dengan Terma Turing Test.
Permainannya simpel yang melibatkan 3 orang. Sebut saja A adalah Laki-laki, B adalah Perempuan dan C adalah bisa laki dan bisa perempuan. Aturannya adalah C harus menebak mana yang lelaki dan mana yang perempuan (A dan B). Maksudnya si C ini tidak tahu, apakah A dan B adalah lelaki dan perempuan, karena disekat oleh dinding. Yang harus C lakukan adalah mengajukan pertanyaan - pertanyaan yang bisa menuntunnya agar bisa menebak dengan benar. Pertanyaan - pertanyaan tersebut akan di jawab oleh A dan B melalui tulisan. Tetapi, bahagian menariknya dari permainan ini adalah Si A yang tadinya adalah Lelaki, harus berpura - pura menjadi perempuan, agar si C terkecoh. Sementara si B harus berkata sejujurnya. Kalau si C terkecoh, karena tidak bisa membedakan Mana lelaki dan mana perempuan, maka Test tersebut berhasil.
Apa hubungannya dengan mesin?. Turing akhirnya membayangkan posisi A tadi di gantikan dengan mesin. Kalau komputer tersebut bisa meniru perempuan seperti pada contoh lelaki tadi dan Si C tidak bisa membedakan mana lelaki dan mana perempuan. Padahal salah satunya sama sekali bukan manusia. Maka komputer tersebut lolos sebagai mesin yang berpikir.
Demikianlah Versi asli dari Turing test.
Sejak saat itu, para Programer berlomba - lomba membuat AI dan Turing Test sering di jadikan sebagai patokan untuk mengukur level kecerdasannya. Tetapi, pertanyaanya apakah test tersebut bisa mengetahui kesadaran yang di miliki oleh Mesin?. Hal itulah yang menjadi Kontraversi dan diangkat dalam Filem Ex Machina.
Dalam filem Ex Machina, A adalah Ava (Robot) dan C adalah Coleb (Manusia). Tidak ada B, tidak seperti Turing test yang asli, dimana pengujinya tidak di beritahu apakah mesin atau bukan. Di filem tersebut Coleb bisa melihat bahwa Ava adalah robot.
Di sesi pertama Coleb mencoba berkenalan dengan Ava, sekaligus menguji kemampuan bahasanya Ava . Sebab, kalau Ava punya kesadaran, ia harusnya bisa berkomunikasi seperti manusia.
AI di Dunia nyata pun diajari berbahasa sebagai bahasa manusia yang alami. Hal itu, di sebut sebagai natural languange processing - NLP.
Tetapi, yang menarik dalam Filem Ex Machina Nathan si Pecinta Ava justru tidak perduli dengan bahasanya AVA. Justru, ia menanyakan masalah perasaan.
Di sinilah point pentingnya, terlepas dari seberapa pintarnya pun AI, hal itu tidak akan menunjukkan bahwa AI punya kesadaran, kalau dia tidak menunjukkan perasan dan emosi.
Dalam Filem Ex Machina Ava pun mulai menunjukkan perasaan dan emosinya, ketika Coleb menceritakan kisah hidupnya. Ava bahkan mulai berpenampilan selayaknya perempuan. Hal itulah yang membuat coleb semakin tidak sadar bahwa ia sedang berinteraksi dengan robot.
Dalam Turing test yang saya uraikan diatas Turing mensyaratkan bahwa testnya di sebut berhasil kalau komputernya tidak hanya bisa meniru manusia. Tetapi, juga meniru Gender. Dalam hal ini di wakilkan dengan perempuan.
Ihwal itulah, mengapa hampir semua AI di Citrakan dengan perempuan : Cerry, Alexa, Suara Google. Hampir semuanya di setting dengan gender perempuan secara default.
Tanpa kita sadari, kita semua adalah bahagian dari test. Kalau kita menonton filem Ex Machina ini dari awal sampai akhir. Kita akan terbawa suasana dan larut dalam dramanya Ava, sehinga kita lupa bahwa ava adalah robot.
Lucunya Alex Gardan sengaja membuat Tubuh Ava transparan, sehingga memperjelas kalau Ava adalah robot. Supaya kita sadar, bahwa ada kontradiksi, antara apa yang kita lihat dan apa yang kita rasakan. Di situlah letak kontradiksinya Turing test, bahwa menilai kesadaran tidak sesimpel itu.
Kita mesti ketahui, bahwa dalam Kajian Filsafat, kesadaran itu masuk dalam segmen Ontologi - Realitas - apakah sesuatu itu ada atau Tidak ada. Para filosof pun berdebat perihal apakah kesadaran itu nyata atau ilusi. Sebab, kesadaran sangat subjektif. Kita merasakan emosi : Kesenangan, Kemarahan, kesedihan, kebahagiaan. Hanya bisa di rasakan oleh diri kita sendiri. Orang lain tidak bisa merasakannya. Yang bisa orang lihat adalah ekspresi wajah dan gestur tubuh.
Hal ini akan bermasalah, ketika kita menilai kesadaran dari objek lain, karena ekspresi dan gestur tubuh mudah di tiru. Contohnya ketika kita menonton pertunjukan Wayang. Kalau dalangnya sangat ahli dalam memainkan wayangnya, maka ia bisa meniru ekspresi wajah dengan baik. Sehingga sejenak kita lupa bahwa itu wayang.
Makanya, Steven Speiberg pernah membuat Filem berjudul AI. Yang nercerita tentang Robot anak kecil yang ingin berubah menjadi manusia, setelah mendengar cerita Pinokio. Karena berdasarkan sejarah AI pun terinspirasi dari cerita Pinokio - boneka yang hidup sendiri tanpa dalang.
Pointnya adalah ketika kita merasakan emosi dari AI, sesungguhnha kita tidak bisa memastikan apakah AI ini memiliki kesadaran atau tidak, karena emosinya pun belum tentu nyata.
Persoalan ini pun pernah di angkat dalam "Filem Her". Her menghadirkan sosok AI bernama Samantha. Samantha ini semacam Seri di Iphone, sebuah asisten digital. Tetapi, karena samantha ini memiliki kecerdasan buatan, bahasa alami dan seperti memiliki emosi. Theodor (pemeran filem Her) sampai lupa, kalau samantha ini bukan manusia, bahkan Theodor sampai berpacaran dengan samantha.
Di akhir, ketika samantha pamit, karena perusahaan yang membuatnya. Barulah Theodor sadar bahwa cintanya tidak nyata alias simulasi.
Di dunia nyata pun pernah terjadi, Black Lemoin - Salah satu karyawan Google pernah mengklaim bahwa AI-nya Google memiliki kesadaran. Lemoine melakukan semacam Turing Test pada "Lamda" - Salah satu Eksperimen Chat Bootnya google, yang membuat Lemoine kaget, semua Pertanyaan- pertanyaannya di jawab seolah lamda ini adalah manusia. Salah satunya ketika Lamda ditanya, "apa yang kamu takutkan?". Lamda menjawab, Ia takut ketika di matikan.
Hal ini membuat Black Lemoine parno dan membocorkan isi percakapannya ke publik dengan sebuah artikel yang berjudul Is Lamda sentient? - apakah Lamda adalah Mahkluk Hidup.
Google melalui CEO - Sundar Pichai lansung membantahnya, dan Black Lemoine di pecat gegara itu.
Kita kembali kepada hakekat kesadaran itu sendiri, para Ilmuan sampai saat ini belum bisa menemukan hubungan antara otak dan kesadaran. David Chalmers - seorang Filosof menyebutnya, The Hard problem of consiousness - masalah paling sulit dari kesadaran, bahwa apa yang di teliti para ilmua tentang Otak, sama sekali bukanlah kesadaran. Mereka hanya meneliti antara perilaku dan aktivitas otak. Sedangkan kesadaran adalah sesuatu yang lain, yang tidak mungkin di Saintifikasi.
Hal yang sama juga di ungkapkan Jhon Searle, dia tidak percaya orang bisa menduplikasi otak manusia, bahwa Sains adalah sesuatu yang Objektif. Sedangkan kesadaran adalah sesuatu yang subjektif.
Jhon searle juga terkenal dengan penentang paling keras Teori Turing test. Ia terkenal dengan argumennya mengenai "Chinese room" - bayangkan kita tidak bisa berbahasa china, berada di suatu ruangan tertutup. Tetapi, di luar ruangan ada orang bertanya dengan bahasa China. Tentu kita tidak bisa menjawabnya. Tetapi bayangkan, di ruang tertutup tersebut di sediakan satu set huruf - huruf china, berikut buku manual cara menyusunnya. Hanya dengan mengikuti buku manual tersebut, kita bisa memberikan respon dari pertanyaan orang yang berada ruangan tersebut, tanpa harus berpikir. Sedangkan orang di luar akan berpikir kita mengerti bahasa china. padahal tidak sama sekali. Hal itulah yang terjadi pada mesin.
Jadi menurut Searle, kita hanya bisa membuat simulasi. bukan duplikasi. Maksudnya, tidak mungkin bagi mesin bisa mendupliksi otak manusia berikut dengan kesadarannya.
Tetapi semua itu, bukan berarti Peringatan Elon musk tentang AI adalah omong kosong. Karena bahaya AI bukanlah terletak pada kesadarannya. Tetapi, pada kemampuan manipulasinya.
Maka ada Pelajaran penting dalam Filem Ex Machina. Plot Twist dari Ex Machina adalah Coleb pada akhirnya di beritahu bahwa Test sebenarnya bukanlah di tujukan kepada Ava (Robot), tetapi Caleb (Manusia).
Di sinilah bahayanya AI, kita mungkin bisa terkagum - kagum dengan kemampuan AI, karena bisa melakukan segalanya bahkan lebih baik dari manusia. Tetapi, sesungguhnya di balik itu ada ancaman besar.
Tahukah kita apa yang membedakan AI dengan program komputer biasa?. Program komputer biasa, mengandalkan Otak manusia dari Imput, Output, termasuk prosesnya. Sedangkan AI, kita hanya butuh Imput dan Output. Tetapi, prosesnya kita tidak tahu. Karena prosesnya adalah di hendel oleh persamaan matematis yang di biarkan berkembang dengan sendirinya. Misalnya, kita Input ayam dan di outputnya kita mengenalkan bahwa itu ayam. maka AI selanjutnya akan mengenal bentuk ayam. Begitupun dengan suara, bentuk wajah, sidik jari, dsb.
Artinya AI hanya butuh database yang banyak dan ia akan belajar dengan sendirinya.
Disinilah masalahnya, karena AI hanya mengenal database dan kita tidak tahu proses di dalamnya dan hal ini sering kali menimbulkan masalah pada AI, yang disebut "Bias AI". Misalnya AI digunakan polisi untuk mencegah Terorisme melalui Pengenalan wajah, maka kita yang tidak bersalah bisa berpotensi ditangkap gegara muka kita dianggap mirip dengan teroris oleh AI. Hal itu bisa terjadi, karena database yang di input tidak Fair. Artinya, diskriminasi yang di timbulkan AI jauh lebih berbahaya dari diskriminasi yang dilakukan manusia.
Bahkan lebih berbahaya dari itu semua. AI bisa digunakan untuk kepentingan bisnis dan politik. Di Filem Ex machina, Nathan memberitahu bahwa Otaknya Ava di bangun dari semua data yang masuk di BlueBook - Semacam Googgle. Coleb baru tahu, bahwa ternyata selama ini aktivitasnya di Bluebook di jadikan bahan untuk membentuk Profil Ava, yang cocok dengan Coleb.
Hal itulah yang terjadi di dunia nyata. Di internet, kita bebas mencari apapun yang kita suka. Termasuk bebas berekspresi dan bersuara di sosial media, tanpa sadar AI ada di belakang itu semua dan terus mengambil data untuk di pelajari. Selanjutnya AI bisa menebak apa yang kita suka dan apa yang kita benci, dari mulai urusan rumah Tangga sampai Urusan politik. Maka, AI bisa membanjiri akun kita dengan konten- konten yang kita suka dan benci. Sehingga posisi kita sesungguhnya tidak jauh beda dengan Coleb yang di pengaruhi oleh Ava dalam Filem Ex Machina.
Hal inilah yang di peringatkan dalam Filem Dokumenter AI Dilemma. Perusahaan - Perusahaan Teknologi saat ini, berlomba -lomba untuk mengembangkan AI dan mengganti semua produk teknologinya dengan AI. Tentu, ini rentan dengan kepentingan Politik dan Bisnis, tanpa memperdulikan privasi, moral dan etika. Bahkan para pakar khawatir, perlombaan AI ini sama dengan pelombaan teknologi Nuklir zaman dulu yang kental dengan nuansa politiknya. Jika tidak segera diatur, maka hal ini akan berakhir Tragedi. Karena persaingan AI bisa jauh lebih berbahaya dari Persaingan Nuklir.
AI di satu sisi berguna bagi perkembangan dan masa depan Teknologi Manusia. tetapi, akan sangat berbahaya jika manusianya tidak bertanggung jawab. Maka apa yang di ramalkan filem - filem pun dapat terjadi. Ihwal itulah, jangan sedikit pun berpikiran bahwa manusia sama dengan mesin, karena sesungguhnya manusia lebih dari mesin.
Ada satu pelajaran penting lagi dari filem Ex Machina, yaitu ketika Nathan memberi tahu bahwa pada akhirnya kesadaran tidak datang dari komunikasinya atau emosinya. Tetapi lebih dari itu yaitu Tujuan. Nathan sengaja mengatur Turing test dengan menghadirkan Coleb untuk mengetahui apakah Ava punya tujuan dan ternyata Ava punya tujuan, yaitu ingin keluar dari itu.
Hal itu mengingatkan kita bahwa mahkluk berkesadaran, pasti memiliki Tujuan. Maka ketika kita tidak memiliki tujuan dalam hidup. Kita sama saja dengan mesin.
Terakhir, selain itu Sains, terutaman Fisika pekrkembangannya sangat lambat. Makanya salah satu algoritmanya di sebut Artificial Neural Network - Jaringan saraf tiruan yang meniru jaringan kerja otak manusia. Semua algoritma yang mampu mengenali pola suara, gambar atau data apapun yang di berikan kepadanya.
Secanggih apapun teknologi AI, kalau tidak ada Hardware yang mengimbanginya. Maka, tidak ada juga perkembangannya. Sebab AI itu Cuman Software. Sementara Kemajuan Hardware itu bergantung pada Penemuan ilmu Fisika, Kimia, Biologi (Ilmu Pengetahuan Alam), sedangkan ilmu pengetahuan alam perkembangannya sangat lambat.
Misalnya, Fisika Kuantum, walau di temukan 100 tahun lalu. Tetapi, sampai sekarang Tidak ada Eksperimen nyata yang bisa membuktikan sebuah teori dalam Fisika Kuantum tersebut. Semuanya hanya sebatas pemikiran. Hanýa sebatas asumsi dan anggapan.
jika Fisika adalah Ilmu Pasti. Maka Fisika Kuantum adalah Ketidakpastian dalam Ilmu Pasti. Mengapa?. Karena di dunia Fisika Kuantum, tidak ada yang pasti. Bahkan Partikel dalam ruang saja itu tidak pasti. Lantas, bagaimana mungkin masa depan dunia bergantung pada ketidakpastian, seperti Fisika Kuantum?.
Makanya, sampai sekarang gagasan mengenai eksperimen Fisika Kuantum hanya ada dalam Scy Fi. Karena sudah tidak bisa di apa-apakan lagi. Sementara Sciene sendiri itu hasilnya harus pasti, harus ada angkanya. Bukan sekedar rumus dan teori saja.
Teori Fisika dan Teori Kuantum sudah mentok. Makanya, banyak Fisikiwan kembali kepada Titik Nol yakni Metafisika - Filsafat untuk mencari Terobosan baru.
Sementara Untuk Biotek dan Mesin, masih di mungkinkan untuk berkembang semakin Cepat dengan Teori Fisika yang ada. Kemungkinan paling dekat, itu Biotek + mesin, ketimbang Komputer Kuantum dan AI dapat di cangkokan.
(NANTI SAYA LANJUTKAN DENGAN TEMA YANG LEBIH MENGGAHAR : SOCIAL DILEMMA DAN AI DILEMMA)
- Pinggir Sawah - Makassar, 7 April 2025 -
*Rst
*Nalar Pinggiran

.jpeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar