Mengenai Saya

Kamis, 08 Mei 2025

TIGA RUKUN ISLAM DALAM URUTAN WAKTU DALAM MEMBENTUK KARAKTER MUSLIM

Kapan Kita di wajibkan berpuasa?. Saya suka menggunakan pendekatan waktu untuk mengetahui kekhususan suatu ibadah dan biasanya ada hikmah yang sangat luar biasa di baliknya. 

Sholat, Puasa, zakat dan Haji. Empat Rukun Islam ini, selain Syahadat diturunkan dalam waktu - waktu yang berbeda dan juga memiliki pesan yang berbeda. Sekalipun Kelima rukun islam ini, sesungguhnya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan bagi seorang Muslim. 

Turunnya perintah Sholat itu dua kali. Pertama, pada tahun ketiga (3) pada periode Mekkah Yang menyebutkan sholat di waktu pagi dan petang. Kedua, sholat yang lima (5) waktu turun pada tahun ke 10 periode Mekkah. Sedangkan, Perintah Puasa turun pada Tahun kedua Hijriyah, zakat Pun turun pada tahun kedua hijriyah. Kalau Tahun kedua Hijriyah, berarti 15 tahun dari masa Kenabian. Sementara Haji turun di tahun ke 6 Hijriyah. 

Apa yang terjadi waktu itu dalam sejarah kehidupan Rosulullah SAW.

Saat Perintah Sholat Turun di tahun ke 10 Periode Mekkah adalah Tahun Kesedihan Rosulullah SAW. Karena Tiga tahun sebelumnya, dari tahun ke 7 sampai tahun ke 10 , kaum muslimin di isolasi oleh Kaum Musyirikin Mekkah. Bahkan Kaum Muslimin Tidak boleh berhubungan sama sekali dengan Masyarakat Mekkah dalam semua bentuknya. 

Begitu keluar dari fase Embargo (Isolasi) tersebut, paman Rosulullah SAW, Abu Thalib - Sumber dukungan politik dan keamananNya Meninggal. Lalu, Istri Rosulullah SAW, Siti Khodijah - Sumber Ketenangan batin, Emosi dan Finansialnya pun meninggal. 

Di saat beliau Bersedih, dunia terasa gelap. Seolah seluruh jalan adalah buntu. Lawan terasa terlalu kuat. Rosulullah SAW Merasa lemah dan Tak berdaya dan hal itu sangat berbahaya bagi seorang Pemimpin. 

Di tengah kegetiran itulah, Rosulullah SAW di perjalankan dari Masjidil Harom ke masjidil Aqso dan Menuju Sidharatul Muntaha (Isro dan Mi'raj) untuk bertemu Allah. 

Sekarang kita bayangkan, Sebesar apa masalah yang di hadapi Rosulullah SAW ataukah sebesar apakah itu persoalan di mekkah, sampai Seseorang harus naik ke Langit (Sidhratul Muntaha)?. Jangankan Mekkah, Bumi dan alam semesta saja ini sangat Kecil, bahkan tidak terlihat sama sekali. Seketika Ruang Semesta yang kita anggap besar ini menjadi hilang makna. Waktu pun menjadi hilang maknanya, sebab perjalanan yang di tempuh hanya semalam. 

Di situlah keistimewaannya Sholat. Di saat kita lemah, tidak berdaya. Ada jalur komunikasi khusus ke langit, sebagai sumber kekuatan yang tidak terbatas. Makanya, Pasca perjalanan Isro dan Mi'raj, tantangan yang dihadapi Rosulullah SAW Di bumi - Mekkah menjadi tidak ada maknanya sama sekali. Semuanya menjadi kecil. 

Setelah Turun dari langit (Isro dan Mi'raj), Rosulullah SAW lansung melakukan rekrutmen kepada kaum Ansor di Madinah. Menyiapkan negara Madinah, lalu Hijrah dan mendirikan Negara Madinah. 

Di titik nadir itu, Rosulullah SAW melakukan suatu Lompatan kuantum, Kunci dasarnya adalah Sholat. Makanya, Rosulullah SAW mengatakan, "Assholatu Mi'rajul Mu'minin - sholat itu tangga naiknya Orang beriman ke langit". 

Sedangkan Puasa diturunkan ditahun kedua Hijriyah. Setelah Rosulullah SAW melakukan Hijrah ke madinah. Tahun Pertama, Rosulullah saw mempersaudarakan Kaum Ansor dan Muhajirin. Lalu, membuat Perjanjian Madinah bersama semua Komunitas - komunitas yang ada di Yastrib 

Semua negara yang baru berdiri. Cenderung rapuh dan rentan. Makanya, para sejarawan muslim mencatat, 5 tahun pertama di masa Madinah adalah fase defensif - bertahan. Mengapa?. Karena selalu ada ancaman serangan dari luar. 

Puasa ini berbeda dengan sholat. Sholat, kalau kita bandingkan dengan ritual agama -  agama lain, Sebagai bentuk Peribadatan manusia kepada TuhanNya. Sholat selalu ada unsur rukuk dan sujudnya, dan hampir mirip dengan jenis ibadah pada agama lainnya. 

Sedangkan Puasa ini berbeda. Puasa, orang diperintahkan Menahan diri, dari sesuatu yang bukan saja haram. Justru, kita perintahkan menahan untuk sesuatu yang halal (Makan, Minum dan Berhubungan suami Istri) di waktu dan bulan tertentu. Artinya, Puasa ini adalah ibadah penghentian. Berhenti sejenak. 

Di Situlah juga, Salah satu makna taqwa yang paling mendalam sebagai pencapaian dari perintah Puasa, yaitu kemampuan kita mengendalikan diri untuk tetap berada dalam batasan - batasan Allah SWT.

Ketika Allah menjadikan Puasa sebagai alat menuju Taqwa atau menjadikan taqwa sebagai Tujuan daripada di syari'atkannya ibadah puasa, sebagaimana yang Allah Firmankan Dalam Q.S. Al baqorah : 183. 

Disini ada satu pertanyannya yang membutuhkan penjelasan dan pemaknaan, yaitu bagaimana bisa ibadah puasa mengantarkan kita untuk mencapai taqwa atau menjadikan kita mampu mengendalikan diri untuk tetap berada dalam batasan - batasan Allah SWT?. 

Selain Puasa ini adalah Ibadah Rahasia yang syarat dengan Kedalaman Spiritual. Ia juga adalah ibadah Fisik. Mengapa di sebut sebagai ibadah fisik, karena ia mengandung larangan untuk memenuhi kebutuhan biologis kita, yaitu Makan, minum dan berhungan seks pada waktu dan bulan tertentu. Sementara kebutuhan biologis kita ini adalah kebutuhan yang Fundamental -bagi keberadaan dan kelansungan kita sebagai manusia. 

Tentu ini memiliki pemaknaan yang mendalam. Sebab, titik persamaan  antara manusia dan binatang, terletak pada pemenuhan biologisnya, yakni Makan, minum, dan berhubungan seks.  

Saat Allah SWT memerintahkan kita untuk berhenti makan, minum dan berhubungan seks pada waktu dan bulan tertentu. Hal itu bermakna bahwa Allah hendak mentarbiyah kita agar mencabut atau mengeluarkan sebahagian dari Format kebinatangan (asfala safilin) kita, menuju makna yang jauh lebih hakiki dan tinggi Sebagai Manusia (ahsani Taqwim). Dalam Terma Prof. Dr. Abdul Munir Mulkam, "Trans human". 

Lantas, Apa yang membedakan manusia dengan Hewan, yaitu manusia mampu mengendalikan kebutuhan - kebutuhan dasar biologisnya. Makanya, salah seorang Pemikir Muslim bernama, Musthafa Mahmud mengatakan, "Badan atau Tubuh manusia itu seperti kuda tunggangan, yang seharusnya di jadikan tunggangan oleh jiwa dan Ruh untuk mencapai risalahnya. Tubuh sebagai kuda tunggangan, Tidak boleh menunggangi jiwa dan roh kita".

Sebahagian besar dari batasan - batasan Allah SWT yang berkaitan dengan Pengharaman, selalu berhububgan dengan kebutuhan dasar manusia, yaitu syahwat perut : makan, minum dan syahwat kemaluan  (seks). Di situ ada larangan memakan dan meminum sesuatu yang Haram, serta larangan perzinahan.  

Dari kedua syahwat, perut dan kemaluan ini, lahir berbagai macam pelanggaran yang di lakukan oleh manusia diatas permukaan bumi.  

Artinya, Titik perjuagan manusia ialah makan, minum dan seks adalah Kebutuhan paling mendasar, sekaligus titik paling lemah dari manusia. Makanya salah satu makna Firman Allah yang menyebutkan, "Wa Khuliqal insanu dhoifa - Dan manusia itu di ciptakan dalam keadaan lemah". Banyak ulama menyebutkan, bahwa salah satu makna manusia di ciptakan dalam keadaan lemah. Karena, ia Lemah menghadapi tekanan - tekanan kebutuhan syahwatnya. 

Di titik itulah, Makna pengendalian diri  dengan metode puasa, agar menjadikan manusia lebih tinggi dari hewan atau binatang Melata.  

Di dalam Hadist Qudsi, Allah Berfirman, melalui Rosulullah SAW, "Kullu amala ibni adama lahu inna shoum fa innahu li wa ana ajdzi bihi - semua amal anak cucu adam adalah Miliknya. Kecuali Puasa, itu Milik saya dan Saya yang akan membalas balasannya". 

Puasa adalah Momen Kejujuran. Orang yang Puasa Tidak perlu di kontrol Polisi, Tidak Perlu ada CCTV, tidak perlu ada undang - undangnya. 

Disitulah juga bedanya agama dan Negara. Agama itu Punya Wibawa Spiritual yang tidak di miliki oleh Negara.   

Puasa ini mengajarkan kita bahwa Allah melihat Kita. Bahkan, kita meninggalkan sesuatu yang Halal, semata - mata karena cinta dan ketaatan kita kepada Allah. Dalam Lanjutan Hadist diatas, mengapa Allah mengambil alih pemberian pahala puasa secara Lansung, "yad u syahwatahu wa tho' amahu min ajli - Dia meninggalkan syahwatnya dan dia meninggalkan makanannya, semata - mata untukKu". 

Latihan kejujuran di dalam Puasa ini, bersamaan dengan latihan kesabaran dan Latihan membangun kepekaan sosial. Ketiga Spirit inilah yang menjadi sumber kekuatan bagi seorang Muslim. 

ketika Rosulullah SAW Bersabda, sebagaimana di riwayatkan Imam Bukhari Dari Abu Hurairah, " la khalufu fa misso' imi athyabu indallahi min rihil misk - Bau Mulut seseorang yang berpuasa, lebih harum di sisi Allah SWT, daripada aroma misk".  

"Yatruku thomahu, wasarobahu wasyahwatuhu min ajli - Ia meninggalkan makannya, minumnya dan syahwatnya hanya UntukKu". 

"Assyiamu li wa ana ajzi bihi - "puasa adalah milikku dan aku sendiri yang memberi balasannya".

"Wal hasanatu bu asyri amtsaliha - dan setiap satu kebajikan itu mendapatkan 10 kali lipat pahala".

Mengapa puasa menjadi begitu istimewa di mata Allah SWT?. Bahkan bau mulut orang yang berpuasa pun lebih harum dari harumnya aroma misk - Kasturi. 

Dari hadist tersebut, Rosulullah SAW hendak mengajarkan kepada kita satu makna, bahwa Puasa itu adalah ibadah Rahasia. Antara seorang hamba dengan Allah SWT dan asas dari kerahasiaan ibadah puasa tersebut adalah Kejujuran.  

Puasa ini mengandung makna kerahasiaan bagi orang - orang yang jujur. Karena pada dasarnya orang bisa membuat suatu klaim yang berbeda dengan apa yang dia lakukan. Dia bisa makan di tempat yang tersembunyi, lalu dia mengatakan saya berpuasa. Tetapi, karena dia jujur kepada dirinya dan kepada Allah SWT, dia tidak melakukan semua itu. 

Orang - orang yang berpusa, mengerti betul satu fakta dasar bahwa Allah SWT mengetahui semua pergulatan batin manusia. Allah SWT mengetahui secara sangat detail, semua yang terbetik di dalam perasaan dan pikiran  setiap manusia. Sebagaimana Firman Allah SWT Dalam Q.S. Al Baqorah 235, "wa a'lamu annalaha ya'lamu ma fi anfusikum fa khazaruhu - dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui semua apa yang ada di dalam diri kalian. Maka, berhati-hatilah (Waspadalah) kalian kepada Allah SWT". 

Orang yang jujur mengetahui dengan baik bahwa semua pergulatan hatinya, semua yang dia pikirkan. Toh, di ketahui oleh Allah SWT. Maka, tidak ada jalan baginya untuk berbohong kepada Allah dan juga kepada dirinya. 

Apa artinya kita jujur kepada Allah dan kepada diri kita sendiri?. Hal itu bermakna bahwa kita memiliki satu kepribadian yang utuh, yang tidak terbelah - belah. Apa yang ada di dalam batin kita, seperti itu pula yang tampak pada dzahir kita. Di dalam diri dan di luar diri konsisten, sama. Apa adanya. Maka kebaikan yang ada di dalam diri, akan menampakkan pada perilaku dan karakter kita secara keseluruhan.

Keutuhan kepribadian inilah yang membuat orang - orang jujur mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di mata Allah SWT. 

Orang yang jujur itu setidaknya memiliki dua kelebihan. Pertama, kejujurannya akan menjadi akar dari semua akhlak - ahklak baik yang lahir di kemudian hari atau dengan kata lain kejujuran adalah pohon dari akhlak yang sangat besar, yang membuahkan begitu banyak macam buah. Kedua, kejujuran juga merupakan satu keutamaan orang - orang beriman, yaitu Istiqomah - Konsistensi dalam hidup. Istiqomah inilah yang menandai bahwa awal dan akhir, sebagaimana dzahir dan batinnya sama. 

Itu sebabnya, Rosulullah SAW Bersabda, dalam Hadist yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari Dan Muslim dari Ibnu Mas'ud, "alaikum bis shiddiq fa inna shiddiqa yahdi ilal birri wa innal birra yahdi ilal jannah. Wa ma yazalul rojulu yasduku, wa yataharra shiddiq, hatta yuktaba indallahi shiddiq. Wa iyakum wal kadzib, fa innal kadziba yahdi ilal Fujur, wa innal fujura yahdi ilan nar. Wa ma yazulal rojula yaksibu, wa yataharral kaziba, hatta yuktaba indallahi kazzab - Hendaklah kalian bersikap jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu mengantarkan seseorang kepada kebaikan. Dan sesungguhnya kebaikan itu akan mengantarkannya kepada surga. Dan tiadalah seseorang tetap bersikap jujur dan terus berusaha untuk jujur, sampai ia akhirnya di catat di sisi Allah SWT sebagai orang yang sangat jujur. Dan hendaklah kalian menjauhi kebohongan, karena sesungguhnya kebohongan itu mengantarkan seseorang pada keburukan (Kemaksiatan), dan sesungguhnya keburukan (kemaksiatan) itu mengantarkannya kelak kepada neraka. Dan tiadalah seseorang senantiasa berbohong dan berusaha untuk tetap berbohong, sampai ia akhirnya di catat di sisi Allah SWT, sebagai pembohong yang sesungguhnya". 

Artinya, Kejujuran menjadi satu karakter yang utuh dari kepribadian kita, yaitu apa yang ada di dalam diri seseorang dan apa yang tampak dari luar dirinya, Sama. 

Makna inilah, sehingga membuat Rosulullah SAW bersabda, bahkan bau mulut orang yang berpuasa pun itu lebih harum dari aroma Misk. 

Selain itu, Dasar cinta dalam penghambaan kepada Allah melalui ibadah puasa ini, sangat kuat sekali sehingga membuat ibadah ini berbeda. Makanya, cara Allah membalas atau memberikan reward atas ibadah ini pun berbeda dari ibadah lainnya. Perbedaan inilah yang membuat ibadah puasa ini menjadi sangat spesifik. 

Kita juga dapat satu pelajaran bahwa Wibawa Agama yang bersifat Spiritual berbeda dengan Negara. Agama menjangkau hal - hal yang tidak di dapat jangkau oleh negara. Seperti, kehidupan setelah mati : Surga dan neraka. Dengan cara seperti itu, Agama memastikan kepada setiap kita untuk jujur terhadap diri kita dan kepada Allah. 

Pada puasalah kita belajar Jujur, belajar hubungan yang tidak disertai atau di campuri kepentingan - kepentingan lainnya. 


**

Sedangkan Zakat ini pun berbeda, sekalipun perinth turunnya di tahun yang sama dengan perintah berpuasa. 

Kita harus melihat Zakat ini dari banyak perspektif. Pertama, dari pemberi zakatnya, Muzakki. Saat Allah memerintahkan kewajiban zakat. Allah mengatakan, "Hudz min amwalihim shodaqotan tuthohiruhum wa tu zakkihim bi ha - ambillah dari harta mereka sedekah atau zakat, yang dengan itu engkau membersihkan mereka".

Tujuan pertama yang di sebutkan oleh Allah dari syariat zakat adalah pembersihan kepada pemberi zakat, yang menyangkut pembersihan jiwanya. 

Manusia itu punya sisi yang ekstream salah yang berhubungan dengan harta (Uang), bernama Rakus - dorongan memiliki sesuatu yang berlebihan. Dan dalam waktu bersamaan, menjadikannya pelit atau membuat dirinya menjadi Protektif. Padahal sejak awal menjelaskan bahwa segala sesuatu hanya milik Allah dan kita hanya di titipkan saja. Tetapi, selama ini di persepsikan dengan cara yang salah. 

Sikap negatif lainnya, di maksudkan kepada orang yang anti terhadap zakat, sehingga ia enggan berusaha dan malas. 

Nah, Karena orang yang berzakat adalah orang memiliki Kelebihan (ia tidak fakir, tidak miskin, dsb). Maka, penyakit yang mau di bersihkan adalah keserakahan dan Bakhil - Kikir. Tetapi, akar dari kewajiban berzakat sesungguhnya, bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah Titipan.  

Selain itu, kewajiban berzakat juga adalah wasilah untuk pembersihan dosa. Sebab kita tidak tahu, apakah harta yang kita miliki, telah bercampur dengan dengan sesuatu yang haram atau Subhat. 

Makanya Puasa diatas yang saya sebutkan merupakan suatu Syariat yang membuat kita Menahan atau berhenti dari sesuatu yang Halal (Makan dan Minum). Dari situ kita menemukan satu pelajaran bahwa sesuatu yang tidak kita makan dan minum, yang jumlahnya sangat besar, kalau di distribusi - Di keluarkan (bisa zakat, sedekah atau Infaq) kepada orang lain yang lebih membutuhkan. 

Perintah memberikan zakat itu juga, turun dalam konteks sosial, yaitu Redistribusi. 

Ada seorang ulama yang hidup di abad krisis, abad ke 5 bernama Al mawardi. Beliau menulis buku etika dunia dan agama. Beliau mengatakan, hidup kita ini enak karena dua hal. Salah satu diantaranya ialah kalau kita hidup secara pribadi enak, maka lingkungan masyarakat kita juga enak. Misalnya, kalau masyarakat kita semuanya sejahtrah dan kita sendiri yang melarat atau miskin, maka kita akan marjinal dan tidak enak. Tetapi, sebaliknya kalau kita kaya sendirian di tengah orang miskin, maka kita tidak bisa menikmati harta kita juga. 

Salah satu tujuan dari zakat ini adalah menutup dendam yang biasanya terlihat pada sorotan mata orang - orang miskin. 

Itulah sebabnya mengapa zakat fitrah harus diberikan saat idul fitri. Karena  kata Rosululullah SAW, " ug nuhum fi hadzal yaum -  buat mereka kaya pada hari ini saja. Maksudnya jangan ada yang tidak bergembira saat idul fitri. Jangan ada yang tidak bisa makan atau jangan sampai ada yang tidak bergembira sementara kita bergembira. 

Sisi inilah yang membuat mengapa zakat mempunyai efek sosial yang sangat besar. Makanya, salah tujuan zakat mengajarkan kita, agar sisi Pemborosan (Mubassir) itu terkikis. Seperti, kita ini kadangkala mengeluarkan banyak sekali harta pada hal - hal yang sesungguhnya tidak di butuhkan atau berlebihan. Dalam istilah Qur'an, Hal ini di sebut dengan, "israf" dan "Tabzir". 

Dalam Narasi Al Qur'an, larangan untuk bersikap Mubazzir itu turun, setelah perintah memberikan hak - hak kepada keluarga dekat, kepada orang miskin, fakir, dsb. Agar, jangan ada harta yang tidak berfungsi. Sebab, acap kali kita ini membeli sesuatu, hanya ingin menyenangkan diri secara berlebihan atau kadang - kadang ada sikap Jumawa juga di situ. Baik dalam makanan, Pakaian, transportasi, dsb. 

Salah satu ciri dari masyarakat islam, kalau kita melihat di bulan ramadhan ialah orang fakir dan Miskin, sangat bahagia dan senang sekali. 

Selain itu zakat juga punya segmen ekonomi, karena fungsi Redistribusi. Hampir mirip dengan Pajak. Tetapi, Vocal point yang ingin di jelaskan dalam Islam, mengapa yang di ambil dari zakat itu tidak terlalu besar persentasenya : ada 2,5 %, 5 %, 10 % dan yang paling besar adalah 20 %?. Karena, Allah menghargai Hak kepemilikin pribadi manusia. Setiap orang yang berkerja keras untuk mendapatkan harta, kalau pun diperintahkan di ambil hartanya, tidak sampai melukai hatinya atau tidak melukai semangat Kepemilikannya. 

Dalam Islam, antara (zakat) dan (Infaq) dibedakan. Maksudnya yang wajib dan Yang sunnah, jauh lebih besar persentase yang sunnah ketimbang yang wajib. Agar, orang lebih berorientasi memberikan yang sunnah, karena tidak ada unsur Kewajiban. 

Zakat juga ini berfungsi, agar setiap individu muslim dapat mengukur dirinya atau standar kesejahteraannya, apakah dia seorang Muzakki (Pemberi zakat) atau mustahik (Penerima zakat). Di dalam islam, setiap orang di anjurkan menjadi pemberi zakat. Kalau pemberi zakatnya lebih banyak, ketimbang penerima zakatnya, maka Insya Allah orang tidak kekurangan. Yang jadi problem, kalau penerima zakatnya jauh lebih banyak, sementara pemberi zakatnya jauh lebih sedikit.  

Artinya, islam sangat menganjurkan agar setiap ummatnya untuk sejahtera semua. Lantas bagaimana cara atau metode yang yang di ajarkan Rosulullah SAW, agar setiap orang Islam sejahtera?. Kata Rosulullah SAW, " Tiss ata asyari rizkihi fit tijaaro - 19/20 rezeki itu terdapat pada perdagangan.

Islam menganjurkan kita untuk sejahterah. Sebab, pemberi zakat menunjukkan, Ia berdaya secara ekonomi dan sangat Fungsional atau bermanfaat secara sosial. 


SEKIAN...!


*Rst

*Nalar pinggiran




Tidak ada komentar:

Posting Komentar