Teriakan referendum membuncah di bumi cendrawasih. Buihnya menyerbu lobang-lobang telinga di sabang.
Istana sang Raja menyumpali kupingnya dengan kapas sutera. Padahal, teriakan itu tepat menyasar di depan mata beningnya yang melihat Indo-nesia.
Nusa satu, bangsa satu menjadi remeh temeh. NKRI adalah Harga yang telah Mati. tak hidup, usai di koyak-koyak. Bahkan Nasionalisme pun jadi soal sepele.
Kita memang kerap abai, tentang siapa yang paling cinta pada Untaian zamrud Khatulistiwa ini?.
Tuan-Tuan penghuni Istana.! stimulus (Teriakan), tidak dapat respon (penanganan). Hanya pada mereka yang rungu. Apakah Tuan-Tuan telah Rungu?.
- Makassar ( 6 September 2019) -
***
- Sekedar Islam -
Yang satu menganggap Paham sana, salah. Yang satunya lagi menganggap paham sini, salah. Yang satu beranggapan, agama perlu dibela. Yang satu beranggapan, agama tidak mesti dibela.
Yang satu mengatakan jenggot, cingkrang, sorban dan Cadar adalah Sunnah Nabi. Yang satu mengatakan, jenggot, Cingkrang, sorban dan cadar adalah konsep dan budaya Arab, Ini indonesia Bung, Nusantara, Pekiknya.
Yang satu bilang, sana Radikal dan Ekstrimis. Yang satu bilang, Bid'ah dan Haram.
Yang satu menuding, sana Tidak Rahmatal lil alami. Yang satu mengatakan, sini Rahmatal lil alami.
Yang satu ahli Neraka. Yang satu ahli surga.
Apakah wajah Islam?, adalah wajahnya yang Saling serang, silih berganti. Saling meyalahkan antar Firqoh. Surga disertifikasi menjadi milik Firqoh tertentu. Yang lain masuk neraka.
Pahala menjadi milik otoritas firqoh tertentu. Yang firqoh lain dapat dosa. Padahal, sumber dan rujukannya sama.
Mereka berislam, hanya untuk saling serang. Saling menyalahkan. Beginilah akibatnya, jika Tempurung kepala Lebih besar ketimbang otak.
Kawan, Tamasyalah, pada Sebab-sebab Jatuh dan hancurnya Dinasti-Dinasti besar Islam, dahulu. Cikal bakal kehancuran peradaban Islam dahulu, Akibat Budaya Saling menyalahkan. Budaya Saling menyesatkan. Budaya Saling tuding.
Begitulah terus menerus. Biar, kita saksikan tontonan, membaca Tulisan-tulisan, mendengar ujaran-ujaran dan menelaah pernyataan-pernyataan Kalian, diPinggiran.
Biarkan saja mereka. Biar kita, diPinggiran mendengungkan Islam Secara universal disaat mereka Tampil dengan Primordialitas Pahamannya.
- Makassar, 03/12/2019) -
***
- Kasihan bangsa Ini -
Bangsa ini kasihan. Jika bukan mengimpor. yah, berhutang. Jika bukan berhutang, yah, menjual. Begitu terus sampai kucing mengaku Nabi.
Bangsa ini kasihan. Ada yang kritis, di tuding Anti NKRI. Ada yang memainkan fungsi control di anggap intoleran. Ada yang bicara fakta, di sangka tidak indonesiais. Ada yang mengkaji problem ummat di masjid di labeli radikalis.
Bangsa ini kasihan. Kesalahan di bungkus dengan jubah pluralistik. Ketimpangan di tutup-tutupi dengan pembenaran logika yang taklid. Ketidakmampuan di sangka kebanggaan.
Bangsa ini kasihan. Mereka merdeka, disisi lain. mendongakkan kepala pada pantat kekuasaan di sisi yang lain. Mereka mendengungkan Cinta NKRI tapi tidak angkat suara saat impor.
Mereka berteriak intoleran tapi di luar kelompoknya adalah salah. Mereka mencekoki radikalis tapi diam-diam saat pemerintah menjual Aset negara.
Bangsa ini kasihan. kasihan melihat segelintir kita yang kerap kali menyembah kuasa.
--Makassar, 04/08/2018--
***
- Kapan Merdeka -
75 tahun, dalam rupa dan laku manusia : adalah renta bahkan hampir uzur.
75 tahun, Segala rupa-rupa penyakit akan menggerogoti, bila imun tak kuat.
75 tahun, sejatinya di rawat seumpama kanak-kanak.
75 tahun, harus selalu diajak bicara agar tak kesepian.
75 tahun, harus di mengerti agar tak marah.
75 tahun, harus di pahami agar tak meratapi nestapa.
Karena..!
Tak ada kemerdekaan bagi pikiran yang dijajah.
Tak ada Kemerdekaan bagi Rasa yang tertawan.
Tak ada kemerdekaan bagi hati yang Tersandera.
Tak ada kemerdekaan bagi Sikap yang terpenjara.
Karena..!
Merdeka itu bukan menghamba pada sesama.
Merdeka itu tak takluk pada syahwat kuasa.
Merdeka itu bukan sekedar penghormatan secara simbolik pada bendera.
Merdeka itu tidak sekedar momentum seremonial setiap tahun.
Merdeka itu tidak sekedar mengagungkan prasasti pahlawan.
Merdeka itu bukan sekedar menyanyikan lagu-lagu pembangkit Ghiroh patriotisme.
Ingatlah..!
Kemerdekaan adalah ketika dalam hati sanggup mengusir segala selain-MU.
Kemerdekaan adalah Fitrah kemanusiaan.
Kemerdekaan adalah Nilai esensial yang di ikrarkan sejak Zaman Azali.
Kemerdekaan adalah pilihan ikhlas.
Kemerdekaan adalah Inklusif (terbuka).
Kemerdekaan adalah manusia yang niscaya paripurna : Dalam laku, dalam prinsip, dalam integritas, dalam pikir, dalam hati.
Mengapa kemerdekaan harus diisi?. karena tong kosong nyaring bunyinya.
Mengapa kemerdekaan harus di Isi?. Karena sepeda Hias di lombakan, lari kelereng diadukan, masukan paku dalam botol di tandingkan, Dan makan kerupuk di lombakan.
Jika tidak, anak-anak akan sedih..!
--Makassar 16 Agustus 2020--
***
- Kontrasmu Bisu -
Katanya merdeka tetapi banyak Tanah, sawah dan ladang, di rampas demi hunian mentereng.
Katanya merdeka, tetapi Hutannya di babat demi pabrik-pabrik yang canggih.
Katanya merdeka, tetapi lautnya ditimbun, demi Gedung-gedung pencakar langit.
Katanya merdeka, tetapi jurang kemiskinan dan kekayaan menganga.
Katanya merdeka, tetapi mempertontonkan kekayaan dan kemewahan dihadapan mereka yang terbakar terik demi seonggok nasi.
Katanya merdeka, tetapi telinganya Tuli mendengar jerit lapar kaum papah di malam buta.
Katanya merdeka, tetapi terang-terangan korupsi waktu, tanpa malu korupsi wewenang, bahkan tertawa saat korupsi berjama'ah.
Katanya merdeka, tetapi keluarga Number uno, orang lain sebentar dulu (nepotisme).
Katanya merdeka, tetapi Hukumnya Tumpul keatas, tajam kebawah.
Katanya merdeka, tetapi kecil salah, cepat-cepat hukum ditegakkan.
Katanya merdeka, tetapi besar salah, diam pura-pura tidak tau.
Apa mesti kita mendefenisikan ulang diksi Merdeka itu.?.
Apalah artinya kemerdekaan, jika dalam waktu bersamaan, ada derai mata yang menghujam bumi karena tanahnya, Sawahnya di rampas.
Apalah arti kemerdekaan, jika dalam waktu bersamaan ada saudara kita, yang terisak karena himpitan kemiskinan.
Apalah artinya kemerdekaan, jika hati kita, kian kering dari tetes tangis keharuan pada sesama.
Apalah artinya kemerdekaan, jika saudara kita, mengencangkan ikat pinggangnya karena menahan lapar dan dahaga.
Apalah artinya kemerdekaan, jika nurani kita semakin bau dan bernanah.
Apalah artinya kemerdekaan, jika kita semakin Individualistik.
Apalah merdeka dari api yang terlanjur tersulut. Selain leleh dan menguap atau habis menjadi abu.
Bukankah Kemerdekaan Ialah Hak setiap manusia.?
--Makassar, 18 Agustus 2020--
***
- DUNIA TIDAK BUTUH MAKANAN -
Nabi Ibrahim Pernah mendapat teguran, gegara Ucapannya kepada seorang Majusi : " Kau Ku beri makan, tetapi Masuk Islam dulu", kata Nabi Ibrahim.
"Sejak 50 Tahun aku memberinya Makan, aku tak pernah mempermasalahkan kekafirannya. Kau mau memberi sedikit makan, kenapa kau permasalahkan AgamaNya?". Begitu Tegur Tuhan pada Nabi Ibrahim.
Duhaii Kawan, Dunia Ini tidak membutuhkan makanan. Dunia membutuhkan kemanusiaan. Dunia kita, lingkungan kita sedang berada dalam kelaparan moral.
Seorang bijak ditanya: Apakah ada yang lebih buruk dari kebakhilan (pelit)? ; Dia jawab: " Iya ada, yakni ketika orang kaya memamerkan 1 kedermawanan kepada orang yang diberinya".
Itulah sebabnya Syeikh Mutawalli Al Sya'rawi berkata : "Harta adalah rezeki yang paling rendah. Kesehatan adalah rezeki yang paling tinggi. Anak sholeh adalah rezeki yang paling utama. Sedang mendapatkan ridho Tuhan adalah rezeki yang sempurna".
- Makassar (29 Juli 2020) -
***
- Apalah Arti hidup tanpa berbagi -
Perut Kosong tanpa di isi Nasi, Mata Sayu karena tak makan Berhari-hari.
Tidak ada waktu senggang untuk menikmati Tegukan secangkir kopi atau sekedar bercanda riang.
Yang mereka tau, waktu siang kala terik membakar Kulit, adalah Mengais Uang demi seonggok Nasi, agar saat malam menyelimuti, mereka tak menegencangkan ikat pinggang karena menahan dahaga dan lapar.
Ini bukan Takdir, Kawan..!. Mereka tak tau kalau mereka di eksploitasi. Mereka tak tau bahwa Mimpinya pun terbeli.
Yang mereka tau, waktu selalu keluar sebagai pemenang dalam etape Kehidupan ini.
Mereka cuman bisa Pasrah pada jarum jam yang selalu saja ke arah kanan. Pasrah adalah pilihan Final karena mereka tak punya Hak untuk memilih.
Terus masih saja Kita bilang itu Takdir, Konyol kan..!. Seolah Tuhan Tidak Maha pengasih dan penyanyang melihat Derita dan Nestapa mereka.
Tauhid yang kerap di dengungkan di mimbar-mimbar dalam Konsepsi para Nabi, selalu erat kaitannya dengan perubahan sosial : "kita di perintahkan Berhenti makan sebelum Kenyang".
Negara telah kalah berkali-kali, Instrumen dan semua lapisan bangsa ini sibuk mengurusi hal remeh temeh.
maka, benarlah bahwa banyak manusia, tidak lebih dari seenggok danging dan tulang yang gentayangan.
- Makassar (25 Agustus 2020) -
***
- Serakah Bahagia -
Mengapa Engkau Seperti Kebanyakan Yang berpikir dan merasa Bahwa Kehidupan selalu di bangun diatas Realitas Kecenderungan.
Tidak, Kataku..!. Kehidupan Itu seimbang. siapa yang memandang pada keceriaan saja, Dia Gila. Dan Siapa Yang memandang pada kesedihan saja, Dia Sakit.
Ku ingatkan padamu tentang igauan Albert Camus : Dulu mamaku mengatakan betapapun sengsaranya hidup, selalu ada yang patut disyukuri. Dan suatu pagi, ketika langit cerah dan matahari menembus jendela kamarku, aku setuju dengannya.
Jangan terlalu serakah dengan Bahagia, hingga lupa, pada Duka dan luka sesama. Ingat, Neraka bisa melipat gandakan panasnya Tanpa aba-aba.
Jangan terlalu setengah mati mengejar, sesuatu yang hasilnya tidak bisa di santap di alam kubur dan barzah. Kita tidak akan membawa tanda mata apa-apa.
Kelak ,di peristirahatan yang sempit itu, hanya bisa di isi 3 Mahkluk : Jasad kita, mungkar nakir dengan Daftar pertanyaan dan palu di genggaman tangannya.
Olehnya, jika kebahagiaan di hati orang lain membuatmu bahagia, maka kamu adalah manusia.
- Makassar (20 November 2018) -
***
- Menjarah Nestapa -
Engkau rampas negeri orang. pemiliknya, kau perlakukan seperti binatang ternak. korban kekejamanmu, kini tidur di bawah tenda-tenda darurat.
Dalam otakmu, hanya soal uang dan untung. Duka nestapa kau tebar dengan girang.
Mata bening mereka yang polos menatap biru langit diatas sana. Ada keinginan yang murni terpancar. Ada harapan tentang hidup yang tak lagi redup.
Kawan, mereka Semua beribu bapak tapi nasibnya di pinggir. Tubuh-Tubuh mungil ini bergelombang menantang udara. Ada saja badai yang menunggu di depan.
Tapi, Ada tumpukan cinta di sini. Ada timbunan kasih di sini. Ada rimbun sayang di sini.
Sabarlah, Tuhan pasti tak akan menidurkan Sepi dan menghukum mimpi.
Tabahlah, sebab Tidak ada perbuatan yang tidak berbalas, semua ada resikonya. Kelak, balasan itu akan datang. Cepat Atau Lambat.
- Makassar ( 08 Agustus 2020) -
***
- Anak Pesisir -
Mereka tertawa tanpa rencana. Bicara apa adanya, belum ada nafsu mengkorup uang negara.
Sederhana pikirannya, belum sanggup bicara hal yang jauh dari pandangannya, apalagi di minta bicara soal masa depan maritim.
Sederhana ukuran bahagiannya. Bisa mandi air laut bersama, mendayung sampan beramai-ramai, itu sudah cukup baginya.
Makan dari apa yang di kasi, tidur dari apa yang siapkan. Sekolah di alama bebas, cita-citanya sederhana ; jika kelak besar nanti, bisa bantu bapak cari ikan dalam jumlah yang lebih banyak.
Apakah mereka bahagia?. Tentu, mereka sangat bahagia, mereka bahagia dalam kesederhanaannya.
Dalam kesederhanaannya mereka bahagia. Bahagia adalah, saat menjadi seorang anak kecil.
- Indonesia, 23/11/2018 -
***
- Patologi sosial -
Ditengah Keriuhan kemegahan, Hura-hura Kesementaraan. Ada peluh dan derita, Serta kesengsaraan yang terlupakan.
Ada tetes Keringat yang terbakar terik. Ada air mata bercucuran yang dibasuh hujan.
Bukankah Rosulullah sangat membenci kemiskinan?. lantas, mengapa negara, yang Menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebagai dasar Sikap dan Lakunya, memelihara Kemiskinan, anak terlantar dan Kaum papah.
- Makassar, 21 Februari 2020 -
***
- Istana Paranoid -
Istana lebih Khawatir Dengan Pelantikannya di todong Teroris sedang banyak Manusia terlunta-lunta di wamena yang nyaris nihil dalam pemberitaan media Nasional.
Istana lebih terkuras energinya dlm mengkaji ulang Pengesahan revisi UU KPK dan menunda RUU KUHP karena gelombang Demonstrasi Mahasiswa sedang Nyawa Manusia tak berdosa di bantai di depan Mata tak di pikirkan ulang.
Istana seolah menyepelakan pilu, jerit dan derai air mata manusia di wamena.
Kemana mereka, lembaga-lembaga yang Getol menyuarakan narasi Kebhinekaan.
Kemana mereka, LSM-LSM kemanusiaan yang lantang berbicara praktek Dehumanisasi.
Kemana mereka semua, Yang konsentrasinya selama ini mengintip dan mengintai gerakan Radikalisme di Bumi Manusia ini.
Sementara gerakan Separatis di Bumi cedrawasih mereka pura-pura tak mendengarnya.
Satu Manusia yang Mati adalah kematian bagi semua manusia. Begitu ajaran Luhur Manusia yang memanusia di Bumi Manusia.
- Makassar, 29 September 2019 -
***
- LUKA KODINGARENG LUNAS-
Belum kering Air Mata Puluhan Emak-Emak Yang Menghujam Bumi Celebes, tepat di depan Hidung Tuan. Mereka menangis sambil memanggilmu Gubernur Andalan.
Tak ada jawaban Yang mereka dapatkan Di depan Istanamu.
Atas Titahmu, Perusahaan Tambang Pasir di kodingareng beroperasi.
Mereka mengiba, karena wilayah tangkapannya di keruk. Keruh. Keruan kerumunan ikan menjauh.
Para nelayan tak terima. Merek melawan. Dus, di kriminalisasi. Perahu mereka di rusak.
Menjadi Benar Ludwich Feurbeach ; Ada-Ada saja manusia berpakaian akademik, berpeci agama. Tetapi, sikapnya Dzolim.
Itulah akibat dari Seorang Akademisi berotak Bisnis. Agama di jadikan Komoditas, alat Hegemoni gerak tipu. Agar Ia di sangka alim dan Di Andalkan.
Hari ini Guman, emak-emak menembus dinding-dinding langit. Di Ijabah. Doa orang yang tertindas itu " melawan" dari arah yang tak di sangka-sangka. Piutang rakyat yang teraniaya di bayar tunai.
Keadikaryaan alam di keruk. Kodingareng diokupasi. Keadilan di korupsi. Kemarin Engkau Lolos dari banyak jerat, Tuan. Hari Ini, Engkau mendapatkan lawan Main Tangguh.
Semoga Kebenaran Berta'aruf dengan Empunya. Hanya Tuhan Pemberi Jalan Terbaik.
- Makassar, 15/05/2020
***
- Tengadahlah -
Tengadahlah..!
Merunduklah dalam palung paling lirih dalam munajat panjang. Tak ada kegetiran yang layak di sandarkan kecuali pada langit.
Langit adalah tempat terlapang dalam menampung segala kecemasan.
Langit merupakan sandaran terempuk melebihi permadani terindah.
Langit adalah ruang berpulangnya segala ketakutan.
Langit adalah makamnya kebeningan.
Langit tak marah,
Langit tak Murka,
Langit bukan angkara.
Tengadahlah saudaraku.
Tengadalah pada derai air mata syuhada yang pulang dalam manja.
Tengadalah Pada jerit yang menggema di kolong bumi seribu masjid.
Tengadalah pada tetes tangis keharuan di bumi manusia.
Tengadalah..!
Sebab Langit tak akan pernah alpa genapi janjinya; "Ud uni astajiblakum " berdoalah Niscaya akan ku kabulkan.
Doa adalah senjata orang-orang percaya.
Langit akan berlari saat kita berjalan menujunya.
Langit akan datang sedepa jika kita menuju sehasta.
Langit akan datang dengan berjalan cepat jika kita menujunya dengan merangkak.
Ia (Langit) lebih dekat dari Urat Nadi.
- Puisi Untuk Gempa Lombok, 20 Agustus 2018 -
***
-Ilmuan yang Naif-
Betapa naifnya, seorang ilmuan, seorang Profesor. Di peralat penguasa untuk menghancurkan agamanya ; jabatan dan kekuasaan telah membutakan nuraninya.
Dia menggadaikan identitasnya akibat lapar. Lalu, akses dapat makan di buka. Berubah menjadi WC Umum, murah dan Gratis.
Ternyata ego berhalanya lebih aktual, ketimbang nalar natqiyahnya. Selama ini, ego berhalanya telah menyusup masuk ke alam bawah sadarnya, sehingga dia mengalami krisis nilai, yang merusak citranya sebagai pengawal kebenaran.
Sungguh ironis, ternyata ego berhalanya telah membuat dirinya menjadi kalap dengan membenarkan kejahatan menjadi sebuah kebenaran yang dipaksakan.
Aktifkan nalar fatsoenmu, agar dapat menyelamatkan kesesatan logikamu yang selama ini menghalusinasi dalam dirimu. Restropeksi dan muhasabah adalah solusi bijak untuk menakar ego berhalamu yang kini nyunsep oleh hal-hal absurd dan Menyesatkan. ketika ego berhala menjadi lifesyle, maka benar sindiran louis Lehay, bahwa didalam diri manusia telah terjadi kegersangan psikologis Vis a Vis nuraninya telah mengalami mati suri yang amat memprihatinkan.
Begitulah mental seorang politikus, yang dulu dianggap cerdas, idealis, brilian, juga berani. harus menjadi anjing, yang menjilat demi menyelamatkan lapak makannya. Maka, kita harus meras iba.
Yah, Kecerdikan yang lacur, kerap bersanding dengan kelicikan. Demikianlah, sejarah menukilkan, tentang perilaku penghianat.
Di zaman fir'aun , tertulis riwayat ; kaum cerdik pandai yang memperdagangkan Hujjah demi kuasa. Kelak, dikenal sebagai " Haman". Sejenis hama yang merusak peradaban.
Itulah sebabnya, Amru Bin Ash bertutur; "Jangan sampai kita mengangkat orang bodoh menjadi pemimpin, karena menghinakan orang-orang mulia dari kita. Sesungguhnya kehilangan 1000 orang termulia dari kalian, jauh lebih baik dari naiknya satu orang yang bodoh ke kursi kekuasaan".
***
- DARI UAS SAMPAI PAPUA -
Konten potongan ceramah lawas UAS merebak di Nusa persada. Seolah Rahmat dan laknat, sangatlah tipis, serupa kulit bawang. Silahkan Laporkan, sebab uji kelayakan hukumnya di pengadilan.
Belum selesai silang urat saraf itu. papua di sirami cuka, setelah kaki tangannya terluka lama. Sayatannya semakin menganga lebar. Setelah mereka di serapahi dengan sebutan khas kolonialias Rasialis.
Lalu, mereka yang sok Nasionalis, betapa entengnya berujar dengan Narasi yang itu-itu saja : "jangan mudah terprovokasi". "jangan memecah belah bangsa".
Tahukah kita bahwa Dulu, di zaman penjajahan. Masyarakat nusantara sering di sebut " inlader". Saat itu, tidak ada pilihan lain selain merebut kemerdekaan.
Momentum kemerdekaan RI ke 74, belumlah sewindu. Bukannya kita memeriahkannya dengan suka cita. Tetapi kita, justru mengulang kejahatan yang sama seperti kejahatan Kolonial yang silam itu.
Apa Memang?. menjajah, memaki, sumpah serapah, hujat caci dan menghina adalah identitas manusia di nusa ini.
Ataukah memang?. Akal dan Nurani kita sudah menjadi entitas purbakala yang kian hari, kian terpojok di ruang keruh.
Saya semakin Skeptis bahwa ini bumi Manusia.
Sebab Nasionalisme yang ku pahani adalah mereka yang telah selesai dengan urusan remeh temeh (perbedaan).
Biarkan mereka tumpahkan kekecewaannya yang terkulai lama. Lawan kawan, langit tak akan runtuh.
- Makassar, 20 Agustus 2019 -
***












Tidak ada komentar:
Posting Komentar