Mengenai Saya

Minggu, 02 Agustus 2020

- PESAN QURBAN : TUNDUK, PATUH DAN PASRAH ADALAH TOTALITAS CINTA NABI IBRAHIM AS, SERTA KENISCAYAAN BERBAGI-



Hikmah Idul adha tidak sekedar menampilkan hewan kurban yang dilansungkan setiap tahun, yang terkadang bagi sebahagian orang hanya sekedar ritual belaka. Ada pesan-pesan yang lebih penting dari sekedar Ritual penyembelihan Hewan qurban, ada ibrah yang sejatinya kita dapat dedah dibalik Peristiwa tersebut.

Saking pentingnya peritiwa qurban tersebut, oleh Allah di abadikan dalam Al-Qur’an dan di tegaskan dalam untaian sunnah-sunnah Rosulullah SAW. Hikmah tersebut, tiada lain merupakan kelanjutan natur manusia untuk mengikuti kegiatan napak tilas perjalanan spiritual yang pernah dilakukan Nabi Ibrahim As bersama keluarganya yang mengunjungi ka’bah di tanah suci.

Nabi ibrahim As, tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk mendapatkan predikat yang terdekat dengan Allah. Gelarnya lansung disebutkan oleh Allah, "wattakhazallahu ibrahima kholiullah (kholiullah)". Allah mengambil ibrahim sebagai hamba yang terdekat dengan Allah. Nama dan keluarganya di abadikan dalam setiap syahadat sholat kita, bahkan Ribuan tahun setelah beliau wafat, Kita masih menyebut Namanya dalam setiap sholat kita, "Allahumma Sholli ala muhammad waa ala alihi muhammad kama shollaita ibrahim waa ala alahi ibrahim". 

Selain itu juga Nabi Ibrahim bergelar "abbul ambiya", karena setiap kanan dan kiri sisi istrinya terlahir menjadi nabi.

Pertanyaan mendasarnya ialah bagaimana Bisa seorang hamba biasa, yang ayahnya merupakan Produsen berhala, dapat di sanjung oleh Allah menjadi khaliuallah dan abbul ambiya, Dibaca namanya dalam setiap Tahiyat Sholat kita, di setiap pagi, petang dan malam?.

Ada pesan yang tiap tahun disampaikan kepada kita, melalui ritual Qurban. Kita hanya di minta mendedah ibrah dibalik peristiwa luar biasa tersebut, sebagaimana 30 generasi setelah peristiwa itu terjadi, di contohkan oleh Sayyidul Awwalin Wal Akhirin Muhammad SAW.

Perlu kita ketahui sebelum menelisik Esensi Peristiwa qurban, bahwa Mekkah adalah awal. Awal dimana orang mengenal Allah SWT.  Dengan sebuah simbol dan penanda atau monumen paling Tua di muka Bumi, yang Oleh Allah menyebutnya sebagai ; " Inni awwala baiti wudhiatilinnasi llaladzi baktan mubaroka wahudal lil alamin - Sesungguhnya Rumah pertama yang Aku bangunkan untuk Ummat manusia adalah Ka'bah". Bahkan ada yang mengkaji itu sebagai petilasan pertama ketika Nabi Adam Turun ke Muka bumi Dan memberikan tanda bahwa manusia harus kembali kepada Allah. Di mekkah pula, terjadi pertukaran antara laki-laki dan perempuan dalam wilayah yang paling tersembunyi - Privat yaitu pertemuan antara Nabi Adam dan siti Hawa. Pertemuan itu di abadikan oleh Allah dengan sebuah Tugu yang di sebut sebagai "Jabal Rahma - Tugu I Love You". Dari situ manusia tumbuh dan beranak pinak menjadi suku, bangsa dan negara, Yang membentang ke seluruh penjuru dunia.

Ketika manusia berpindah-pindah, Guiden - Panduan itu hilang, sehingga Allah mengutus seorang Nabi untuk mencari Guiden - panduan itu. Di utuslah Nabiullah Ibrahim yang di temani oleh siti Hajar dan anaknya Nabi ismail. akhirnya Nabi Ibrahim kembali menemukam Situs - panduan dimana manusia harus kembali kepada Allah dan kembali membangunnya, seraya berdoa, " Robbana inni astkantum min dzurriyati bi watin ghoiri hizar in inda baitikal muharram Robbana liyukimosholata waja al mutatamminanassi dawi ilaihim warzukum minastamarati adlahum yaskurun" - Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.

Karena Nabi Ibrahim menemukam situs dimama manusia harus kembali kepada Allah dan membangun Guiden itu, maka Nabi Ibrahim menjadi orang yang paling terkenal dengan banyak Nama ; Islam menyebutnya sebagai "Ibrahim", Yahudi dan Nasrani menyebutnya sebagai "abraham", hindu menyebutnya sebagai "Brahma". sekalipun nama-nama itu masih memerlukan pengkajian yang lebih mendalam, sebab Nabi Ibrahim memiliki simbol yang di duplikasi oleh seluruh manusia di muka bumi.

Hal itu pula yang menjadi alasan kenapa Ummat Islam di perintahkan untuk Berhaji. BerHaji yang di maksud, bukan  sekedar menyematkan predikat dan mendapatkan prestise sosial. tetapi makna haji yang sesungguhnya ialah menapak tilas perjalanan keNabian.


PESAN PERTAMA dari Esensi Kurban, bahwa Nabi Ibrahim sebagai "Tauladan bagi kaum beriman”, bahwa Ibrahim telah meneguhkan tauhid dan monoteisme dengan metode eksperimentalnya. Melalui rasa ingin tahunya yang sangat kuat dengan pertanyaan kritisnya, Ibrahim mempertanyakan berhala-berhala yang menjadi sesembahan masyarakat waktu itu. Ibrahim menguji berhala-berhala itu dengan merusaknya. Kalau berhala-berhala itu adalah sesembahan yang benar, maka pasti tidak akan bisa dirusak.  Tetapi Ibrahim Hanya menyisakan satu berhala saja, berhala yang paling besar. Kampak yang di gunakan ibrahim untuk menghancurkan berhala, di kalungkan pada berhala yang paling besar. 

Begitu Ketahuan, maka semua masyarakat gempar, bahwa Tuhannya hancur. Mereka mencari tahu, siapakah pelaku yang menghancurkan sesembahan mereka?. 

Setelah di cari-cari, maka yang paling pas menjadi tersangka adalah Ibrahim, "qolu sami' na fatayyu qolu ya Ibrahim - saya dengar ada pemuda yang bernama Ibrahim, pasti itu yang melakukannya. Setelah di tangkap dan di interogasi ; apakah kamu yang menghancurkan berhala-berhala ini?". 

Sambil tersenyum mengejek, Ibrahim menjawab ; " tanya saja pada berhala yang paling besar itu. Sebab dia yang memiliki kampaknya, itu dia pelakunya".

Mendengar jawaban Ibrahim, masyarakat semakin marah dan berkata ; masa kami di suruh bertanya pada patung (batu), yang tidak bisa bicara, melihat dan mendengar hal itu, Ibrahim di Tanya ; Hei, ibrahim kamu menghina kami. Lalu Ibrahim menjawab : " kalau sudah tahu bahwa batu tidak bisa bicara, melihat dan mendengar. Mengapa kalian menyembahnya".

Singkat cerita akhirnya Ibrahim di siksa, di masukkan ke dalam api yang berkobar sangat besar. Tetapi, Allah menyelamatkannya : " Ya Naru Hurni bardhan wa salaman ala Ibrahim - Wahai api jadilah engkau pendingin dan penyelamat bagi Ibrahim". Andaikkan Allah, tidak mengatakan Wa salaman, niscaya Ibrahim akan mati kedinginan di dalam api. Sebab, api menjadi dingin dan Tidak membakar Nabi Ibrahim adalah bi masyiatillah.

Ibrahim terus mencari tahu dan bertanya kepada : bintang, bulan, dan benda-benda lainnya. Apakah ini sesembahan yang benar?. Akhirnya dia sampai pada sebuah kesimpulan dari proses pencahariannya, Bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah swt. Hal Ini merupakan sebuah perjalanan menuju tauhid yang luar biasa, yang di abadikan oleh Allah dalam Q.S. Al-An'am (6) ; 75-79. Sehingga menurut "Abbas Mahmud al-Aqqad dalam kitab al-Aqaid wa al-Madhahib" mengatakan bahwa “penemuan” monoteisme Nabi Ibrahim AS merupakan penemuan terbesar manusia, karena sejak itu manusia yang semula tunduk pada alam (agnostik) menjadi mampu menguasai alam serta menilai baik dan buruknya".

Itulah esensi Tauhid - monoteisme Nabi Ibrahim yang tersimpul dalam kalimat syahadat kita, yaitu “ Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan, selain Allah SWT.” Artinya kita harus melepaskan diri dari semua ikatan benda-benda dan menegaskannya dengan ungkapan, “Tidak ada Tuhan Yang Besar selain Allah SWT.”

Kita telah maklum bahwa benda-benda itu terkadang muncul dalam diri kita sebagai sebuah berhala. Oleh karena itulah makna syahadat kita adalah menolak terlebih dahulu, kemudian meneguhkan atau ragu-ragu terlebih dahulu, kemudian meyakininya.

Makanya, Seorang Abu Bakar, sahabat Nabi, mertua Nabi, mengiringi unta Nabi, mengikuti Nabi Ke Madinah, wafat di kubur disamping Nabi, saat bertakbir : Allahu Akbar. Lisannya mengucapkan Allahu Akbar, Pikirannya menterjemahkan Allah Maha Besar, Hatinya menggerutu Ya Allah Aku takut saat aku mengucapkan Takbir, ada kebesaran lain selain Engkau yang Aku bawa selama hidup ini. Pernah aku merasa lebih besar dari kawanku, merasa lebih hebat dari pasanganku, merasa lebih unggul di banding tetanggaku.

Tak malukah kita, Duhaii, engkau yang lima kali sehari mengucapkan Allahu Akbar, tetapi dalam hidup selalu merasa lebih besar dari orang lain.

Allahu Akbar adalah Pelajaran pertama dari kurban, MengeEsakan Allah. Bukan sekedar meyembelih hewan kurban, karena sejatinya ritual penyembelihan hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Tidak dapat disangkal juga bahwa pakaian menurut kenyataannya dan menurut Al-Quran berfungsi antara lain, sebagai pembeda antara seseorang atau sekelompok dengan lainnya. Pembedaan tersebut dapat membawa antara lain, kepada perbedaan status sosial, ekonomi atau profesi. Pakaian juga dapat memberi pengaruh psikolgis kepada pemakainya. Di tempat ritual ibadah haji dimulai, di mana perbedaan dan pembedaan tersebut harus ditanggalkan, sehingga semua jamaah haji harus memakai pakaian yang sama. Pengaruh-pengaruh psikologis yang negatif dari pakaian pun harus ditanggalkan sehingga semua merasa dalam satu kesatuan dan persamaan.

Menurut Ali Syari’ati, lepaskan semua pakaian yang kita kenakan sehari-hari baik (a) serigala yang melambangkan kekejaman dan penindasan, (b) tikus yang melambangkan kelicikan, (c) anjing yang melambangkan tipu daya, atau (d) domba yang melambangkan penghambaan. Tinggalkan semua itu di Miqat makani (tempat ritual ibadah haji di mulai) dan berperanlah sebagai manusia yang sesungguhnya. 

Mengutip ungkapan Jalaluddin Rakhmat, bahwa ibadah haji adalah perjalanan manusia untuk kembali kepada fitrah kemanusian. Kehidupan telah melemparkan kita dari kemanusian kita. Kita telah jatuh menjadi makhluk yang lebih rendah. Bukankah kita menjadi khalifah Allah SWT, kita justru telah menjadi monyet, babi dan serigala. Dengan mengutip bahasa Jalaluddin Rumi, bahwa "kita adalah seruling bambu yang tercerabut dari rumpunnya. Ketika suara itu keluar, yang terdengar adalah jeritan pilu dari pecahan bambu yang ingin kembali ke rumpunnya semula". Kita hanya akan hidup sebagai bambu sejati bila kita kembali ke tempat awal kita (Guiden). Kita akan menjadi manusia lagi bila kita kembali kepada Allah SWT (QS. 2: 156).




PESAN KEDUA, Setelah Ibrahim selamat dari siksa pembakaran api Raja namrud dan tekanan masyarakatnya, Ibrahim dan keluarganya Hijrah ke barat, jalan kaki yang cukup jauh, sampai menjumpai sungai Jordan. Menyebrangi sungai tanpa jembatan dan alat penyebrangan. Akhirnya berhasil menyembrangi sungai, sampailah Ibahim di tepi barat - Valsin.

Begitu sampai di tepi Barat, Ibrahim di beri nama sebagai Ibrani - Hebro (penyebrang). 

Mengingat situ sarah, mandul (tidak memiliki anak), maka Ibrahim menikahi lagi dengan perempuan dari Mesir, bernama Siti Hajar. Begitu setelah di nikahi, Hajar hamil dan melahirkan anak yang bernama "yismail" (Yisma- Mendengar, Il atau Ilohin - Tuhan), dalam bahasa Ibrani. Melihat Istri mudanya Hamil dan punya anak, istri Tua Ibrahim cemburu. Maka, Allah memerintahkan Ibrahim dan Hajar untuk Hijrah 

Setelah berjalan sampai ke selatan, Sampailah : "Bi watin ghoiri hizar in Inda batikal muharrom". Sampailah Ibrahim di Mekkah, yang tidak ada satupun kehidupan, bahkan tumbuhan dan hewan sekalipun serta tidak ada air satu tetespun. 

Baru saja Istirahat sejenak, Allah kembali memerintahkan Ibrahim untuk kembali ke Utara (Yerusalem) ke Istri Tuanya. Sedangkan istri mudanya dan anak yang baru beberapa hari di lahirkan di tinggal sendirian di Mekkah. 

Saat Ibrahim alaihisalam meninggalkan Istrinya, Hajar dan Ismail anaknya yang masih kecil di padang pasir yang tak bertuan?. Seperti jamaknya, Hajar hanya bisa menduga bahwa ini akibat kecemburuan Sarah, istri pertama suaminya yang belum juga bisa memberinya putra.

Hajar mengejar Ibrahim As - suaminya, dan berteriak : "Mengapa engkau tega meninggalkan kami disini, bagaimana kami bisa bertahan hidup?". Ibrahim AS terus melangkah meninggalkan keduanya, tanpa menoleh, tanpa memperlihatkan air matanya yang meleleh. Remuk redam perasaannya terjepit antara "pengabdian" dan "pembiaran".

Hajar masih terus mengejar sambil terus menggendong Ismail, kali ini dia setengah menjerit, dan jeritannya menembus langit : "Wahai suamiku, ayahanda Ismail, Apakah ini Perintah Tuhanmu?". Kali ini Ibrahim As, Sang Khalilulloh, berhenti melangkah. Dunia seolah berhenti berputar. Malaikat yang menyaksikan peristiwa itu pun turut terdiam menanti jawaban Ibrahim As. Butir pasir seolah terpaku kaku. Angin seolah berhenti mendesah. Pertanyaan atau lebih tepatnya gugatan Hajar membuat semuanya terkesiap. Ibrahim As membalik tegas, dan berkata : "Iya, ini perintah Tuhanku !"

Hajar berhenti mengejar, dan dia terdiam. Lantas meluncurlah kata-kata dari bibirnya, yang mengagetkan semua Malaikat, serta menggusarkan butir pasir dan angin : "Jikalau ini perintah Tuhanmu, pergilah wahai suamiku. Tinggalkan kami di sini. Jangan khawatir, Allah akan menjaga kami dan memberikan jalan keluar atas setiap ujian". Ibrahim AS pun beranjak pergi. Dilema itu punah sudah.

Sebuah pesan Pengabdian, atas nama Perintah Allah, bukan pembiaran. Itulah IKHLAS.

IKHLAS adalah wujud sebuah Keyakinan Mutlak, pada Sang Maha Mutlak. Ikhlas adalah Kepasrahan, bukan mengalah apalagi menyerah kalah. Ikhlas itu adalah ketika engkau sanggup untuk berlari, mampu untuk melawan dan kuat untuk mengejar, namun engkau memilih untuk patuh dan tunduk. Ikhlas adalah sebuah kekuatan untuk menundukkan diri sendiri, dan semua yang engkau cintai. Ikhlas adalah memilih jalan-Nya, bukan karena engkau terpojok tak punya jalan lain. Ikhlas bukan lari dari kenyataan. Ikhlas bukan karena terpaksa. Ikhlas bukan merasionalisasi tindakan, bukan mengkalkulasi hasil akhir. Ikhlas tak pernah berhitung, tak pernah pula menepuk dada. Ikhlas itu Tangga menuju-Nya, Mendengar Perintah-Nya, MentaatiNya. IKHLAS adalah IKHLAS itu sendiri. Murni tanpa embel-embel kepamrihan apapun. Suci bersih 100 persen, hanya karenaNya dan mengikuti KehendakNya, tidak yang lain!.

Setelah ditinggal suaminya Ibrahim, Hajar mengendong putranya Ismail Sambil lapar dan haus Hajar, Mondar mandir diantara Bukit safah dan Marwah adalah sebuah tindakan konyol dalam pandangan kita. Apalagi ditengah Gurun Tandus. Tapi, dalam situasi krisis itu, ada harapan yang membuatnya berlari-lari kecil diantara dua bukit. Harapan dan usahan yang dilakukan berulang-ulang, pasti membuahkan hasil : Air Zam-Zam.

Air zam-zam adalah pertemuan antara krisis : harapan dan usaha. Bahkan Air zam-zam itu tumbuh bersama perdaban besar dan menjadi artefak penting dalam sejarah mekkah, sebagai salah satu sentrum pergerakan Islam.

Ai zam-zam Tidak pernah berkurang, apalagi habis. Padahal, di sebelah kiri dan kanannya tidak ada Danau ataupun sungai. Itulah yang di sebut sumur zam-zam (muncrat keatas). Keajaiban Sumur zam-zam adalah ketika hujan besar, air hujan masuk ke dalam sumur, tetapi sumur itu menolaknya, memuntahkannya. Artinya air zam-zam tidak terkotori. Kandungan air zam-zam mengandung Zat besi dan kalsium, sehingga ketika kita meminumnya membuat badan kita sehat dan segar : Qola Rosulullah Ma U zam-zamahu bi ma suri bala. 

Dengan adanya air zam-zam di Mekkah, maka yang pertama kali tahu adalah burung-burung dari arah selatan, terbang. Di amatilah suku bangsa Arab yang posturnya tinggi besar, bernama suku julhum (Amalik), mengikuti terbangnya burung. Ternyata benar, terdapat sumber kehidupan. Maka suku julhum, berkukim di situ dan lama kelamaan, kelak Nabi Ismail menikah dengan salah satu perempuan dari suku Jurhum.

Esensi kedua, sebagai sebuah pesan Kurban bahwa Pada Siti Hajar, ibunda Nabiullah Ismail. Tercermin sebuah Prototype dari Beyound the Crisis Zone. Keluar dari zona Krisis. Ingat, dalam masa-masa Pandemi ini, kita tak perlu digulung-gulung oleh nestapa. Tapi terus mendelik dalam satu kesempatan (oppurtunity). Orang-orang Sukses adalah Orang selalu membaca, apa yang terjadi balik krisis. Mereka mampu berpikir melampaui krisis dengan membuahkan kesuksesan besar.

PESAN KETIGA ialah Setelah lsmail remaja datanglah Ibrahim. Sebagaimana sebelumnya, setelah Ibrahim meninggalkan Istri dan anaknya di Tanah yang tak bertuan dan kembali ke Utara kepada Istri Tuanya, Bi qodrotillah bi masyiati bi ridho. Ternyata, Siti Sarah hamil dan melahirkan anak yang di beri nama Ishaq. Ishaq kelak punya anak yang di beri nama Ya'qub - Israil ; Isroilohim - Isro - Hamba. Ilohim - Tuhan). 

Nah, Ya'qub inilah yang punya 12 anak, yang sampai sekarang di kenal dengan 12 suku bangsa Yahudi, yaitu Roubin, sam'un, zabolon, yahuda, Levi, jah, dan, Asir, yasakar, naftali, Yusuf, buyamin. 

Setelah 9 tahun tinggal bersama Istri Tuanya, Nabi Ibrahim rindu ingin melihat anak dan istrinya yang di tinggal di Mekkah. Datanglah Ibrahim dari Utara ke Selatan, sampai di Mekkah dan melihat anaknya sehat, tampan dan ganteng. Begitu malamnya ibrahim tertidur dan bermimpi, Allah memerintahkan Agar Ibrahim menyembelih Ismail ; "Qola ya bunayya inni Arofil manam Anni at bahuka fandzur ma dza taro". Pagi-pagi terbangun, Ibrahim mengajak anaknya, Ismail untuk pergi berkorban, dengan membawa pisau yang tajam. Sampailah di Jabal Qur'ban, yang sekarang menjadi Musdalifah yang tersambung dengan Mina. Ismail bertanya ; ya Abhati ayna Qurbanu (korban yang di sembelih mana)?. "Qola Ya Bunayya inni Ro ayta inni fil manam Anni Atha bahu (ya anakku, dengan berat hati harus ku katakan bahwa tadi malam saya di perintah Allah untuk menyembelih kamu, korbannya kamu yang harus saya sembelih)".

Nabi Ibrahim dengan berat hati menyampaikan hal itu. Nabi Ismail menjawab ; qola ya abthi id al ma tu' mar saya jiduni insya Allah minassobirin (lakukan dan kerjakan, apa yang di perintahkan, engkau akan mendapati diriku adalah orang-orang yang sabar)". Selain itu, Nabi Ismail mengatakan,  "Ussyut ribathi Hatta la thorib wa khufafu anni ziyaba tak alaika min jami fataro ummi ga tahzdan - Ikat dengan Kuat Tangan dan kakiku, agar saya tidak jelalatan dan pakaianmu ayah, di singsingkan, agar tidak mengenai darahku. Sebab, nanti ibu tahu dan dia akan akan sedih, bahwa Engkau telah menyebelih saya. jangan sembelih saya dengan pelan-pelan agar saya cepat mati dan kalau ayah pulang, sampaikkan salam saya pada Ibuku". 

Perintah Allah untuk menyembelih Ismail, di abadikan Allah dalam (Q.S. As- shaffat : 102) : Bahwa Nabi Ibrahim berkata Pada Puteranya Ismail, sesungguhnya Ibrahim melihat dirinya Menyembelih puteranya sendiri. Belahan jantung, buah hati yang berpuluh tahun dia rindukan kehandirannya. Namun Kata Ismail, mimpi seorang Rosul-Ulul Azmi adalah wahyu : "Segera laksanakan, akan engkau dapati aku sebagai orang-orang yang sabar".

Cinta Ibrahim kepada Allah di uji, Goyahkah Ketundukan dan kepatuhannya Pada Allah, Untuk menunjukkan CintaNya Pada Allah, Untuk menunjukkan kedekatannya dengan Allah, Maka Ibrahim Melucuti segala Berhala dirinya, mengurbankan Ego dan Hasrat kepemilikannya Pada Ismail. Itulah isyarat Rosulullah SAW, 30 generasi setelahnya Bahwa : "Laa Yu' minu Ahadukum hatta akuna ahabba ilaih (kamu belum beriman sampai Kamu lebih cinta kepadaKu ketimbang Yang Lainnya)".

Idul Adha - Kurban adalah pesta dan seremoni keberlepasan diri (bara'ah) dari kesyirikan dan kebendaan, Dalam ungkapan sayyid Hossein Nasr, " bergerak kembali kepada Pusat dirinya, yang selama ini sedang berada di wilayah pinggiran eksistensinya", seperti Nabi Ismail as lebih mencintai Allah daripada nyawanya sendiri, dan Nabi Ibrahim as lebih mencintai Allah daripada nyawa putranya sendirian, apalagi sekedar sebagian hartanya untuk didermakan di jalan Allah atau sesuatu yang kita genggam dan Di jaga setengah mati dalam hidup.  Kurban bukan atraksi sesaat, melainkan deklarasi penolakan terhadap kebendaan sepanjang hayat.

Tidak sulit mencari Muslim berkecukupan yang dengan senang hati atau tidak terlalu keberatan menyisihkan uang 3-4 juta atau bahkan belasan dan puluhan juta untuk menyediakan hewan kurban. Yang sulit adalah mencari Muslim yang rela menyediakan dana sebesar itu untuk membantu saudaranya untuk memperbaiki atap rumah mereka yang bocor, menyekolahkan anak mereka yang tidak mampu, mengopnamekan mereka yang sakit, meringankan beban mereka yang terkena PHK, dsb.

Mengapa?, karena kita memang kerap memandang agama kita sekedar seremonial dan ritus belaka, yang mengesampingkan Esensinya, seperti pesta Coto, konro dan sate kambing daripada membantu memenuhi semua kebutuhan mendesak itu. Itulah sebabnya Will Durant bertutur bahwa " agama tidak pernah tumbuh subur di tengah orang-orang yang memiliki banyak uang".

Padahala Qurban secara etimologis- kata korban dari kata qooroba yuqarribu Artinya pendekatan / mendekatkan diri. Allah sudah Maha dekat namun kitalah yang menjauhkan diri dariNya. Sebenarnya Allah tidak menerima daging dan darah hewan sembelihan, ritual itu hanya upaya agar kita mencintai sang Maha Cinta dengan melepaskan rasa kepemilikan kepada apa yang Allah amanahkan pada kita dan agar kita mencintaiNya dengan mencintai sesama melalui saling berbagi.

Sebab Tidak mungkin, Tuhan sang Maha Kasih benar-benar menyuruh Nabi Ibrahim alaihi salam, sang khalilullah ( kekasih Allah) untuk menyembelih Nabi Ismail alaihi salam putra tercintanya. Maka, saat Parang hampir menggorok, Allah Menyetop perintahNya, karena hanya sedang mendidik seluruh manusia lewat kisah ini bahwa demi cinta kita kepada sang Maha Cinta, maka tidak boleh ada kecintaan yang melebihi kepada "SelainNya" yang menjadi manifestasiNya. Dibalik perintahNya ada pendidikanNya agar kita berbagi kasih untuk mendekati (qurban) kepadaNya.

Esensi dari pesan ketiga bahwa Sama buruknya, memberhalakan Tuhan, dan menuhankan manusia, Harta, Jabatan, Ego, Hasrat, dsb. Maka menjadi benar Pernyataan seorang Sufi kenamaan bahwa "Setiap kita adalah 'IBRAHIM' dan setiap Ibrahim punya 'ISMAIL' :
Ismailmu mungkin 'HARTAMU',
Ismailmu mungkin 'JABATANMU',
Ismailmu mungkin 'GELARMU',
Ismailmu mungkin 'EGOMU',
Ismailmu adalah sesuatu yang kau 'SAYANGI' dan kau 'PERTAHANKAN' di dunia ini.

Ibrahim tidak diperintah Allah untuk membunuh Ismail, Ibrahim hanya diminta Allah untuk membunuh rasa 'KEPEMILIKAN' terhadap Ismail.
Karena hakekatnya semua adalah milik Allah. Adakah yang lebih membuat kita dekat kepada Tuhan ; Mempersembahkan satu-Satunya yang kita punyai dan sayangi atau memberikan sesuatu yang merupakan kelebihan, karena masih punya banyak hal yang disayangi.

Olehnya itu, "Faa tihu bi ya nafsan (Sucikan dirimu kamu dengan berkurban)".

Pesan Keempat, Penetapan kurban sebagai ajaran Islam mengandung beberapa tujuan. Pertama, menghapus tradisi korban (sacrifice) yang sudah berlangsung dalam kebudayaan manusia selama berbad-abad.  Nabi Ibrahim hidup di sebuah zaman yang berada di persimpangan jalan menyangkut pandangan tentang manusia dan kemanusiaan: apakah manusia diperbolehkan untuk dikorbankan?. Malalui Nabi Ibrahim AS larangan untuk menjadikan manusia sebagai korban secara tegas disampaikan oleh Allah swt. Kedua, bahwa dalam beragama manusia harus memiliki kepasrahan yang bersifat total kepada Allah swt. Bentuk kepasrahan total itu telah di contohkan dengan baik, ketika Nabi Ibrahim AS mendapat perintah untuk mengorbankan anaknya, Isma’il, yang merupakan anak kesayangannya. 

kurban juga merupakan salah satu bentuk implementasi dari ajaran filantropi Islam—atau kesejahteraan sosial dalam Islam. Sebagaimana diketahui, Islam merupakan ajaran yang sangat memperhatikan kelompok-kelompok masyarakat miskin. Di dalam  Islam terdapat ajaran tentang zakat, infaq, dan sadaqah yang semuanya merupakan petunjuk bahwa Islam sangat memperhatikan keadilan sosial. Dalam konteks ajaran-ajaran filantropis tersebut, kurban berupa hewan ternak—kambing, unta, dan sapi—merupakan salah satu bentuk penanaman budaya berderma bagi kaum Muslimin. Kaum Muslim  disunnahkan untuk menyembelih hewan kurban sebagai simbol kepasrahan dan ketundukan kepada Allah swt. 

Salah satu bukti yang jelas tentang keterkaitan ibadah haji dengan nilai-nilai kemanusian adalah isi khutbah Nabi Muhammad SAW pada saat haji Wada’ (haji perpisahan) yang intinya menekankan: (1) persamaan, (2) keharusan memelihara jiwa, harta, dan kehormatan orang lain, (3) larangan melakukan penindasan atau pemerasan terhadap kaum lemah baik di bidang ekonomi maupun bidang-bidang yang lain. Tentu saja makna kemanusian dan pengamalan nilai-nilainya tidak hanya terbatas pada persamaan nilai kemanusian. Ia mencakup seperangkat nilai-nilai luhur yang seharusnya menghiasi jiwa pemiliknya. Ia bermula dari kesadaran akan fitrah (jati diri)nya serta keharusan menyesuaiakan diri dengan tujuan kehadiran di muka bumi. Dengan demikian, nilai-nilai kemanusian yang terdapat dalam ritual haji seakan-akan mengantarkan seluruh anak keturunan Adam untuk menyadari akan arah yang dituju serta perjuangan untuk mencapainya.  Dalam konteks ini, dimensi kemanusian akan menjadikan manusia memiliki moral serta kemampuan memimpin makhluk-makhluk lain dalam mencapai tujuan penciptaan. Kemanusian mengantarkannya untuk menyadari bahwa dia adalah makhluk multudimensi yang harus melanjutkan evolusinya hingga mencapai titik akhir. Nilai kemanusian menurut Ibn Khaldun mengantarkannya untuk sadar bahwa ia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian dan harus bertenggang rasa dalam berinteraksi. 

Haji adalah ibadah yang agung. Ada banyak upaya untuk menggali pesan dan makna filosofi di balik rukun Islam ke lima itu. Di antara ikhtiar tersebut adalah kitab berjudul al-Hajj al-Faridhal al-Khamisah, karangan cendekiawan Muslim terkemuka asal Iran, Ali Syariati. Menurutnya, ibadah haji bukan hanya sekadar ibadah ritual dengan memakai ihram, melakukan tawaf (mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran), sai (berlari-lari kecil antara Bukit Shafa dan Marwah), melempar jumrah (dengan batu kerikil ke tiang jamarah), wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah, lalu bertahalul (memotong rambut). Berikut ini tiga poin esensi haji hasil refleksi Ali Syariati dalam al-Hajj al-Faridhah al-Khamisah: 

Bagi Ali Syariati, ibadah haji adalah gambaran kehidupan umat manusia pada masa lalu, sekarang, dan pada masa yang akan datang, yakni di akhirat kelak. Semuanya telah diatur sesuai dengan skenario, yang sutradaranya adalah Allah SWT. Aktor dan aktrisnya adalah Adam, Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar Dan, tokoh antagonisnya adalah setan. Setting tiap adegan meliputi Masjidil Haram, wilayah Mekkah, Shafa dan Marwah, Arafah, serta Mina. Sedangkan, latar waktu pertunjukkannya yaitu siang, malam, dan petang. 

Lantas, siapakah aktor utama yang menjadi penentu pertunjukan sukses itu di saat sekarang ini? Tak lain adalah Tiap Muslim yang berhajilah yang akan melakukan pementasan ini. Umat Islam yang datang dari penjuru dunia turut bergabung dalam aksi pementasan kolosal tersebut. Masing-masing mempunyai peran yang sama. Perbedaan suku, warna kulit, dan daerah atau negara tak lantas membedakan lakon yang harus diperankan. Aturan ini sesuai dengan prinsip kesetaraan dan persamaan antarindividu dalam Islam. Oleh karena itu, hal terpenting yang harus dilakukan oleh Muslim yang hendak berhaji adalah melepaskan hasrat duniawi dan menggantinya dengan semangat mencari rida Allah.

Semoga Allaah Subhanahu wa Ta'ala menganugrahkan KESHALIHAN Nabi Ibrahim dan KEIKHLASAN Nabi Ismail kepada kita semua, agar kita bisa mengaplikasikan dalam kehidupan kita. "Sebab Di hadapan Allah kita hanya dedaunan yang ranggas diujung dahan. Pongah dan sombonglah, jatuhmu ditentukan gerakmu".

Semoga kita termasuk kedalam golongan orang yang bertaqwa dan di rahmati Allah. Aamiin aamiin aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin.

#Rst
#Penakoesam
#Nalar Pinggiran Insitut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar