Mengenai Saya

Sabtu, 22 Agustus 2020

SENGKUNI ; PROVOKATOR



Melihat dan membaca linimasa yang menyeruak. Saya jadi, ingat dengan bacaan beberapa waktu lalu tentang Kisah "sengkuni sang Patih" itu. Orang yang memicu konflik antara keluarga Pandawa dan Kurawa dalam perang Bharatayudha.

kita tidak seberuntung orang-Orang tua kita dulu, yang pernah diajarkan dalam pelajaran sejarah tentang kisah perang Bharatayudha.

Kini, kita cuman bisa menemukannya dalam bacaan-Bacaan, itu kalau kita suka berburu bacaan. jika tidak, maka kita buta knop (istilah orang Alor). Tentang Sengkuni, Dursasana, setyaki, kreshna, Bima, Yudhistira, Si ganteng Arjuna, dan si kembar Nakula-Sadewa. Mereka itulah yang menjadi toko utama dalam keluarga yang berperang, keluarga pandawa dan kurawa.

Mengapa kita tidak diajarkan tentang ini?. Entahlah, Mungkin karena kisah ini atau epos yang berbasis teologi-hindu ini, hingga dianggap tidak perlu untuk diketahuinya atau kegemaraan kita saja yang melototin serial FTV atau Sinema Korea yang berseri-seri itu, akibatnya kita menjadi generasi melankolis kebablasan yang Hampa Nilai. Ini dugaan saja. saya juga tidak sanggup menceritakannya satu demi satu, Sebab panjang sekali kisahnya. Siapa tau Tipi-Tipi berkenan menyiarkannya, ketimbang menyiarkan filem-filem yang tidak berbobot sama sekali dan bikin kepala jadi dongo.

Siapa sengkuni itu?. Mengapa sering di sebut-sebut bahkan bang Anas pun pernah menyebutnya?. Pastilah ini bukan tokoh yang bijak lagi bestari?.

Betul, sengkuni sang patih itu adalah seorang yang licik. Pendengki. Sebenarnya ia sudah tua. Harusnya, lebih bijak. Tapi tidak. Patih sengkuni menjadi salah satu orang yang memicu konflik antara keluarga pandawa dan kurawa. Walau masih satu keturunan. karena kekuasaan, diantara kedua keluarga seketurunan ini di kisahkan berperang bersimbah darah. Ya, perang Bharatayudha. Patih sengkuni masuk dalam bagian keluarga kurawa. Menjadi penasehat. Harusnya sebagai seorang penasehat, apatah lagi sudah tua, sengkuni memberikan nasehat dan menyerukan persatuan diantara keluarga pandawa dan kurawa. Tapi justru ia menjadi minyak dan api bagi alang-alang yang kering. Mengkompori dan membakar.

Ada kisah, tentang patih sengkuni itu: Waktu itu, posisi kurawa yang di pimpin Dursasana berada dalam posisi terjepit. Hampir kalah oleh keluarga pandawa. Perang Bharatayudha banyak menelan korban di pihak kurawa. Tokoh-Tokoh penting seperti adipati dan pangeran banyak yang gugur. Sedangkan di pihak pandawa, boleh di katakan sedikit. Ini membuat Dursasana bingung bercampur rasa dendam, marah bergejolak.

Dalam keadaan seperti itu, Patih Sengkuni memberikan Nasehat : "Kita serang pihak pandawa di malam hari. Kita gempur mereka selagi mereka tertidur. Kerahkan prajurit-Prajurit kurawa. Para pangeran dan adipati-adipati tidak usah berada di depan medan pertempuran. Kalian cukup mengawasinya dari belakang", (Kata sengkuni).

"Paman, bukankah itu adalah perbuatan yang nista. Menggempur para prajurit pandawa ketika mereka sedang tertidur", tanya Dursasana.

Dursasana menganggap ini sebagai tindakan pengecut. Menyerang orang dalam keadaan tidak siap. Baginya, ini bukan tindkan seorang ksatria, hatinya meronta.

"Ini justru menguntungkan. Kalian bisa menghemat tenaga. Tidak penting kamu bicara tentang perasaan nista. Dalam pertempuran tidak ada yang namanya nista itu. Jangan bicara tentang budi pekerti. Untuk meraih kemenagan, Lakukan saja yang mungkin kamu lakukan. Tugas kamu meraih kemenangan, walau dengan membunuh" (kata sengkuni, sedikit marah).

"Tapi, sejak kecil. Bukankah kita di ajarkan untuk meraih kemenangan dengan cara-cara yang ksatria, (sanggah Dursasana).

"Ini persoalan hidup mati, bro. Kamu ingin menang?, kamu ingin mengalahkan pandawa, diakui memiliki kekuasaan besar?. Maka lakukan saja apa yang saya sarankan. Jangqn bicara ksatria disini, licik tidak licik, itu hanya soal penilaiaan. Kalau kamu lembek dengan orang-orang pandawa, maka kamu akan kalah. Kalau tidak dengan cara seperti ini, kamu tidak akan mampu mengalahkan mereka. Apalagi mengalahkan Bima yang kuat itu". (Kata patih Sengkuni, dengan provokasi).

Dursasana punya dendam terhadap Bima. mendengar Nama Bima, tensinya meninggi.

"Baik, paman. Tengah malam nanti. Kita serang". (jawab Dursasana).

Patih sengkuni tersenyum, ia merasa bahagia, strateginya di terima oleh kurawa. Sambil tidak lupa mengingatkan nasehat awalnya. prajurit yang di depan, kalian para pangeran dan adipati, cukup di belakang, mengawasi saja.

Singkat cerita, setelah rencana di susun dengan matang. Penyerangan pun dilakukan. Target mereka, cuman satu yaitu membunuh sebanyk mungkin prajurit pandawa. Perkiraan sengkuni dan dursasana tidak meleset. Pasukan dari pandawa telah tertidur. Kecuali satu, Bima, yang mlm itu, entah mengapa begitu resah. Pembantaian pun terjadi, prajurit pandawa yang tidak siap, di serang. Untung Bima yang malam itu blm tidur, masihh sanggup melakukan perlawanan, sehingga suara Bima yang keras menggelgegar tersebut, membangunkan para ksatria pandawa. Akhirnya prajurit kurawa mulai kewalahan dan kemudian lari.

Paginya Bima melihat banyak prajurit yang mati bergelimpangan. Sebahagian besar dari pihak pandawa, pihak kurawa cukup banyak. Umumnya mati di tangan Bima. Dengan perasaan penuh kengerian, bima mengamati prajurit yang mati satu demi satu. Tidak ada satupun pangeran dan adipati dari pihak kurawa. Mereka semuanya prajurit kurawa.

Sementara di markas kurawa, sengkuni dan Dursasana kecewa, gundah bercampur marah. Sebab target mereka tidak maksimal. Harusnya mereka membunuh lebih banyak prajurit pandawa. Terlebih lagi, membunuh Bima dan pangeran-pengeran lainnya. Tapi justru dari kalangan prajurit yang banyak mati, termasuk prajurit-prajurit kurawa yang mati di tangan Bima. Untuk menghibur Dursasana, Sengkuni berujar " untung kalian paman sarankan berada di belakang, bukan di depan medan pertempuran. Kalau kalian di depan, tentu banyak pula yang mati di tangan Bima dan pangeran-pangeran pandawa".

" kasihan prajurit-prajurit kita, paman. Termasuk prajurit-prajurit pandawa. Mereka yang banyak mati itu sebenarnya tidak tau menahu tentang urusan negara", (kata Dursasana).

"Halllooo, Dursasana. jangan cetek, jangan cengeng. Itulah gunanya rakyat jelata. Mereka adalah pihak yang kita manfaatkan. Itulah gunanya bagi kita". (kata sengkuni, setengah berteriak).

Demikianlah sengkuni itu, kawan.
Di setiap zaman, selalu ada sengkuni-sengkuni itu. Silahkan di konversi. Kita Rakyat, bukan Dadu.
Rakyat Harus tau itu. tau itu pengetahuan.

* CoretanPinggir
* Pena Nalar Pinggiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar