Mengenai Saya

Minggu, 26 Maret 2023

CORET ESAI ; KUALITAS PUASA ADALAH PUASA YANG LUPA BERBUKA

 


Suatu Waktu, Saya tidak ada Jadwal ceramah Tarwih, saya mengajak adik-adik dari untuk buka puasa bersama di rumah. Saat kita sedang menikmati menu berbuka buka. Tetiba, salah seorang dari mereka bertanya mengenai kualitas puasa seseorang. Ada puasanya para Nabi dan Rosul. Ada puasanya para tabi'it-tabi'in, para wali, para imam, para ulama, ustad, kiai, tokoh agama, penuntut ilmu, dan lain-lain yang fokus aktivitasnya pada ibadah di dalam kehidupannya sehari-hari. 

"Siapa sebenarnya yang kualitas puasanya paling bagus, Kak?".

Dengan Tenang sambil menguap mengantuk, saya menjawab ; "Yang paling bagus kualitas puasanya itu penjual Nasi, Penjual kopi atau Penjual makanan Lainnya, yang warungnya tetap buka di bulan puasa".  

Beberapa adik-adik kaget, "Kenapa bisa, Kak?" 

"Ya bisalah. mereka puasa, tapi tetap bekerja melayani makan dan minumnya orang-orang yang tidak berpuasa Dan masakannya tetap lezat dan nikmat," jawabku sambil menyandarkan kepala dikursi (menguap mengantuk).

"Bisa dijelaskan lebih lanjut itu, kak?".

"Tidak ada lanjutannya. Setan tetap berbuat jelek di mana pun tempat terbaik. Malaikat tetap berbuat baik di tempat yang paling jelek sekalipun. Tetapi penjual nasi, penjual kopi atau penjual makanan lainnya, tetap berpuasa di tempat orang-orang yang tidak puasa, juga melayani orang-orang yang tidak puasa itu, dan kopi yang mereka jual tetap enak, masakannya tetap lezat. Coba bayangkan! Hebat, toh?".

"Lantas, bagaimana dengan puasanya para ahli-ahli ibadah yang berpuasa dengan segala ketekunan ibadahnya, Kak, misalnya para ulama, kiai, atau ustad?".

"Apanya lagi dek?", saya terkesiap dari rasa ngantuk, "ya tetap kalah sama penjual makanan-minuman yang tetap berpuasa di warung-warung itu," jawabku sambil berdiri bergegas menuju masjid.


***

Sebagaimana yang saya utarakan diatas, sesungguhnya puasa ialah upaya seseorang men-sifati dirinya dengan sifat-Nya yang tak butuh apa-apa. Seseorang butuh makan, minum, syahwat. Tetapi puasa menahan Atau menghidupkan sifat diri yang tak membutuhkan kebutuhan-kebutuhan manusiawi itu, sampai berbuka.

"Sehingga pada puncaknya, puasa bukan lagi upaya menahan diri atau "al-imsak". Melainkan telah sampai pada keseimbangan lahir-batin di dalam pengendalian diri. Kesadaran yang niscaya dan terus menerus," 

" Di kesempatan lain, adik-adik lainnya bertanya, bagaimana penjelasan Men-sifati diri dengan sifat Tuhan itu, Kak?" tanyanya sambil berhati-hati.

"Buka cakrawala berpikirmu baik-baik, Pasang telinga lebar-lebar. Sebab, saya tidak akan mengulang!" kataku, sambil menghisap rokok dalam-dalam.

"Tuhan itu Maha sabar. Kesabaran hanya mungkin terjadi di dalam tiap denyut upaya dan derita. Tidak mungkin Tuhan berupaya dan menderita, Dia maha kuasa. Namun kemahasabaran-Nya atau derita-Nya ialah perilaku-Nya di dalam men-sifati diri-Nya dengan sifat hamba-Nya, yang tak lain diri-Nya semata. Kayak seorang bapak yang menemani anaknya bermain mobil-mobilan. Sesungguhnya Bapak tersebut sedang men-sifati dirinya dengan sifat anaknya. Sehingga terjadilah kedekatan dengan sang anak, Dan agar seorang anak mengenali serta meneladani bapaknya dengan sempurna," jawabku, sambil kedua mata menatap jauh ke langit-langit rumah yang lubang.

"Puasa adalah perintah Tuhan kepada hambanya, agar men-sifati dirinya dengan sifat-Nya yang tidak membutuhkan apa pun. Itulah jalan bagi manusia untuk meneladani nama-nama-Nya, berperilaku dengan perilaku-Nya yang maha penyantun dengan kesadaran kemanusiaannya. takhallaqu bi akhlaqillah,"

"Jika selama ini kita selalu berprasangka macam-macam kepada Tuhan, coba sekarang rasakan bagaimana repotnya jadi Tuhan dengan cara berpuasa. Bagaimana pusingnya pagi hari tanpa kopi dan rokok, bagaimana bangsatnya menahan diri terhadap godaan berbuka."

"Godaan berbuka itu maksudnya bagaimana, Kak?", tanya adik saya mencoba menyela.

"Dengarkan mi dulu baik-baik, supaya penyakit malasmu membaca yang rawan menular itu, sedikit sembuh."

"Iyye, Kak"

"Lalu bagaimana setelah kita berpuasa? Yakni bagaimana setelah kita berbuka dari puasa?, Tenggorokan basah Dan selanjutnya apa tidak perlu menahan-nahan lagi?"

Sepi.

"Jika puasa hanya buat Tuhan, kenapa orang puasa menunggu dan berharap berbuka? Mestinya ia dapat melupakan kapan berbuka. Sehingga selalu berada di dalam puasa, di dalam pengendalian diri, sebagai manusia dengan segala tanggungjawab dan keberadaan hidup kita. Sebab jika kita lupa berbuka, dia tidak perlu khawatir. Karena kita akan diingatkan suara sirine berbuka puasa dari menara masjid terdekat, langsung menegur telinga'T! Hahahahahaha," jawabku, sambil tertawa.

Berbuka itu niscaya. Sehingga dalam ajaran agama diwajibkan. Kenapa kita berharap, menuju, atau menunggu pada yang sudah pasti? Padahal sehari di dalam puasa kita, kita, menghadapi ketidak-pastian-ketidak-pastian hidup yang dibangun dari pandangan kita terhadap hidup itu sendiri. Yang mesti kita kelola adalah ketidak-pastian-ketidak-pastian yang senantiasa ada. Sayangnya kita tidak betah di dalam ketidak-pastian itu. Itulah yang membuat kita kerap gagal mengolah ketidak-pastian itu di dalam kekuatan kerja, di dalam kreativitas iman dan harapan,".

"Wahai adikku! Paham kamu sekarang?" ujarku.

"Ampun. Paham, Kak", Jawabnya gugup.

"Kalau puasa kita adalah puasa yang masih menuju, mengingat, dan menunggu, bahkan merayakan berbuka puasa dengan pesta-pesta, itu kan puasanya anak-anak TK. Yang begitu itu yang kita bangga-banggakan sampai teriak-teriak segala macam?! Hahahaha!".

Saya pun tertawa bersama asap rokok yang mengasikkan Dan harum kopi buatan Mama, sampai di pedalaman hidungku.


~Makassar, 17 Mei 2022~



*Rst
*Pejalan Sunyi
*Nalar Pinggiran

Sabtu, 25 Maret 2023

CORETAN PINGGIRAN 11 - "PUASA MAHA PEMERINTAH


Sangat terang benderang, bahwa puasa membuat setiap sel tubuh kita, memperkuat dirinya. Nasib telentang, tak bisa berpaling dari Tuhan. Sejarah kita hanya berisi hal-hal yang kita tertawakan. 

Siang ini mungkin karena cegeng kepada lapar : hatiku melamun dan fikiranku mengingau. Ramadhan ini sepadatan hari-hari ditengah waktu, bagaikan riwayat negara yang membuat kacau.

Di dalam Ramadhan, yang hanya sebulan dalam setahun, Tuhan meminta Kepada Hamba berpuasa Untuknya.

Di dalam negara, Justru disegala tahun terus menerus para pejabatnya memaksa Rakyat untuk lapar dan dahaga untuk mereka.

Wahai Allah, Engkau Maha pemerintah kami semua, karena Rahmat dan Tanggung jawabmu tidak pernah Putus pada Kami. 

Adapun dinegeri ini, sejumlah orang selalu kami upah, kami sebut dan lantik mereka menjadi pemerintah, kami beri mereka Hak untuk memerintah kami, namun mereka menjadi LINTAH. 


-Makassar, 07/07/2018 -

*Nalar Pinggiran

CORET ESAI - "SURAT DARI TANAH PENANTIAN"




Kucari kamu, kekasihku. Kutakwil wajahmu pada tiap jengkal ruang, kembara diri yang menciptakan waktu. Bagai Yusuf mentakwil mimpi, mencium kehendak segala peristiwa. 

Kekasihku, kutemukan sisa-sisa senyummu di Yerusalem impian, jejak kakimu yang luhur dan rawan, di antara tawa berdebu para serdadu, dan segaris rindu. Pada tembok ratapan dukamu, kecemasan waktu, keterpencilan hati, kesunyian jiwa. Ladang rindu, mata air harapan yang mengalir dari akar pohon-pohon Tin. Menemukan waktu yang mengalir pada Zaitun, bukit Sinai, dan negeri yang dicahayai api yang menyala dari minyak yang diberkati. 

Serasa kulihat orang dari jauh, berlari-lari tiba. Mencarimu, duhai bintang yang jatuh. Oh Betlehem yang sunyi. Kuduslah namamu. Hamba mengiramu, menafsirkan perwujudanmu dengan semesta rindu kasihmu. Menghidangkan darah dan dagingmu bagi pengampunan, kefanaan yang menderita, yang tersesat dalam belantara pencarian dan kerinduan. Apabila kau hukum mereka, sungguh mereka adalah hambamu jua. Namun, bila engkau ampuni, sebab engkau memanglah sungguh gemar mengampuni. 

Kekasihku, karena cintamu, hamba sunyi menanti, di timbunan batu dan kepalsuan-kepalsuan. Menunggu tanpa waktu, di dalam hujan abad-abad yang terperangkap Dan mengenangmu, kasihku. Menerbitkan bulan dan perbincangan panjang, memasuki relung-relung musykil. Menanti pagi di sepanjang sungai Nil, lagu pendatang, gerimis yang manis, secangkir kopi hitam, tarian-tarian. Menertawakan kekuasaan, menangisi penderitaan. Cahaya matamu, kasihku, mengalir duka dan bunga hingga lubuk desah sungai Gangga. Memainkan seruling di kaki bukit hijau. Menangisi jiwa yang membeludak, kemiskinan, ketakberdayaan. 

Tetapi, kekasihku. Jejakmu baka. Menjiwa semesta, dalam puisi-puisi kembara dan kitab suci. Kucari kamu, kekasihku, dalam Taurat dan Zabur, dalam Injil dan Qur'an. Dalam keterasingan yang memedihkan dan ketakutan yang menggoncangkan. Dalam samudera akal-pikiran, metode-metode, dan di dalam dadaku, segala sudut ruang dan waktu. 

Kembara rindu terus melaju. Mengakrabi cahaya yang mengantarkan Sang Thaha ke puncak semesta. Bagai membawa sebuntal harapan, sekendi air, dan penantian yang berlumut bulan-bulan dan abad yang berlepasan dari rongga dada. Menangisi kebatuan, kelupaan yang mengotori halamanmu. Di mana telah kau ajarkan merawat kerinduan dengan kesabaran?. Kening hamba terjerembab, merasakan alangkah demam dalam ketandusan tanah al-Haram Dan Arafahmu yang berdebu selalu. 

Sampai selalu tibalah wujudmu, kekasih. Dalam segala yang hamba cintai, dan segala yang hamba tangisi. Suaramu telah menjadi sastra dan tata bahasa. Dihidupkan meski segala malam yang benam dan putus asa. Kubelai lumut waktu di kuil-kuil suci, membasuh duka dunia dengan airmu yang baka. 

Di altarmu yang kudus, aku mencari jejakmu. Halaman yang bersimbah darah, pemujaan, kematian, kemalangan. Pada muntahan peluru, harga diri yang dibeli pakai nanah dan air mata. Air mata di pelataran al-Aqsamu yang kelam sendirian. Anak-anak menyambut putus harapan di tengah badai ancaman. Jiwamu bagai gelembung-gelembung sabun yang berserak di udara. 

Kucari kamu, kekasihku. Dalam percakapan malam. Canda cabul, hujan, dan asap tembakau. Lampu-lampu yang redup, dan kesepian-kesepian yang hilang. Menyusuri segala pertanyaan dan lorong kelam. Aroma minuman dan tubuh yang setengah telanjang. Kesempitan dan kesusahan melompat dari dalam jaringan maya, dari dalam radio dan tivi bersama iklan. Orang-orang memuja namamu sambil meludah di atas tubuh yang menderita, atau menyembah diri sendiri dan kemegahan-kemegahan. 

Gembala! Gembala! Rebutlah hamba ke padang gembalamu yang jauh. Seperti senja menyepuh dunia, petang menyergap, malam dan lelah yang dilepaskan. Seperti juga pengakuan yang mendekam di balik gemuruh zaman. 

Kekasihku, ke mana lagi rindu ini kubawa pergi? Ke ayat-ayatmu yang suci atau ke dalam perang dan kekejian? Ke dalam derita atau kematian yang setiap denyut berjatuhan di pelataranmu yang suci?. Kekasihku, hamba tak sepertimu. Sebab, tak ada yang menyamaimu. Bawalah aku dalam dukamu, dalam namamu yang kudus. Dari jiwa dan akalku yang tandus. 

Ledakan dan kelemahan. Kesepian yang menyiksa dalam dada, kehilangan yang begitu dalam. Duh, kekasihku. Bagaimana mungkin hamba menjadi Sulaimanmu yang perkasa, jika derita tak bisa hamba entaskan dari nasibnya, jika tak dapat hamba pahami sedikitpun bahasa yang tak mewakilkan penderitaannya pada kata-kata. Bagaimana hamba adalah ruh kudusmu, jika kehinaan tak dapat hamba muliakan dari kelemahannya, jika tak sedikitpun hamba mengasihi dan tak menyerahkan diri untuk menebus jiwa yang berdosa. 

Kekasihku! Kekasihku! Sambutlah hamba di gerbang Yerusalemmu, tanpa darah dunia, tanpa air mata malapetaka, kemalangan yang tak tertangguhkan. Agar hamba melihatmu dan mencicipi air matamu yang baka. Mempersembahkan kesucian juga kehinaanku pada baitmu yang agung, meminum anggurmu yang sunyi dan abadi. 


Makassar, 17/05/2022

CORETAN PINGGIRAN 21 - " PUASA DI NEGERIKU"


Ramadhan dinegeriku, Sungguh betapa indahnya, dirayakan dengan riuh dan sorak sorai. Pesta dengan ragam makanan minuman, betapa nikmatnya.

Sontak membengkak demand-nya, meningkat supply-nya. Ternyata Ramadhan dinegeriku, bukan puasa Makna dan Hakikat.

Puasa dinegeriku adalah Perjuangan lapar dan dahaga. Tujuan jangka pendeknya adalah Berbuka. Lalu, ia merupakan akses yang melimpah ruah untuk mendapatkan pahala, laba dan keuntungan dunia, ditambah i'tikaf, Insya Allah kita menjadi kaya raya.

Ramadhan dinegeriku adalah pasar segala pasar. Peak-time, a golden market of komoditas agama, Tuhan, Nabi, Islam, Ustadz, ustdazah, hadist, Qur'an. Robot-robot mungil penghafal buku tebal Firman menjadi icon utama kapitalisme keduniawiaan.


- Makassar, 11/04/2021-

*Nalar Pinggiran

CORETAN 15 - PUASA TAK MAU BERPUSA"


Yang aku tak mau berpuasa, adalah pasrah diri bersimpuh lutut diKakimu.

Yang aku tak mau berhenti berbuka, adalah kenikmatan tunduk kepadamu.

Yang kubiarkan diriku melampiaskannya, adalah keyakinanku akan Rahman dan RahimMu.

Yang tak pernah mau, aku menahannya adalah ketergantungan cintaku kepadamu.

Duhai, Engkau Dzat Yang menjelma dalam setiap nama dan wujud, andai engkau buang aku dari sejarah dan kehidupan atau Engkau lenyapkan ada-ku menjadi tiada.

Aku rebah padam, menyerah tanpa menawar suatu apa.

Bahkan, jika aku harus puasai ruang dan waktu atau engkau Campakkan aku dari dunia dan akhiratmu.

Tak tersisa Hak atau Tuntutan apapun dariku. sebab, seluruh kehidupan ini sepenuhnya adalah MilikMu. 


- Alor, 02/06/2019 -

*Nalar Pinggiran


CORETAN PINGGIRAN 12 - "PUASA BERTAHAN MENJADI MANUSIA"


Sejak dulu, acap ku cari makna Ramadhan. ternyata, nilainya terletak pada Bulan-bulan diluar ramadhan.

Dulu, hatiku bergetar saat Ramadhan tiba. Aku memperlakukannya seperti kekasih yang bertandang. 

Apalagi Allah sangat Intim berbisik ditelingaku : " Ibadah lain untukmu, puasamu UntukKu".

Lalu, Kekasihnya Betutur bahwa " Ramadhan Adalah Madrasah". Sebulan penuh jiwa dan raga Kita di himpun untuk bersekolah.

Belajar dan meneguhkan kembali perjanjian dengan Tuhan, sebelum kita di janinkan di rahim Ibunda untuk di lahirkan.

Ramadhan menyediakan pelatihan bagi Raga dan Jiwa, agar sementara waktu kita bertahan sebagai manusia.

Syariat puasa kita jalani sebagai tarekat sepanjang zaman. Agama sejati di kedalam, Rahasia cinta di balik penderitaan.

Merawat dan mengingat diri agar jangan menjadi malaikat, apalagi menjadi Iblis, hewan dan dajjal.

Tugas kita menjadi setitik manifestasi dari misteri DiriNya. Belari melingkar hingga saat sirna dalam keagungaNya. 


- Makassar, 10/03/2021 -

*Nalar Pinggiran


CORETAN PINGGIRAN 14 - "KEBESARAN ORANG KECIL"


Jika setiap hari kita bisa tenang mengunyah makanan yang satu paket harganya sama dengan gaji resmi pegawai negeri Golongan 4A, misalnya.

Jika satu hari konsumsi dan fasilitas hidup keluarga kita, tidak bisa didapatkan oleh jutaan saudara-saudara kita sendiri yang bekerja keras tiga bulan penuh ditambah lembur tiap malam, apalagi dimasa Wabah seperti ini; dan kita mengenyam itu semua dengan perasaan yang tenteram saja, maka kemungkinannya ada tiga ;

Pertama, kita tidak punya imajinasi sosial. Kedua, kita tahu masalah sosial, tapi tidak bisa bersikap ilmiah, sehingga tidak bisa merumuskan keharusan hidup kita. Kemungkinan ketiga, memang kita kurang rasa empati dan tega.

Andai, Allah berkenan memasukkan kita ke surga, lantas suatu sore kita sedang beristirahat, sambil bermain gitar, bersenandung dan memandang keluar jendela. lalu, tampak saudara-saudara kita sendiri yang sangat karib sedang meringis kesakitan disiksa dikubangan Jahannam, sebagai manusia yang memiliki nurani, rasanya tidak tega hati kita.

Padahal kita sah masuk surga dan saudara-saudara kita itu memang pantas masuk neraka. Tetap, kita tidak akan tega.

Hal itu terjadi di surga. Bagaimana jika terjadi di dunia ini. Kita belum tentu pantas berbahagia, karena mungkin jalan kita untuk kaya melintir dan sejahtera tidak seratus persen sah secara sistem. Jutaan saudara-saudara kita juga bisa jadi seharusnya tidak melarat dan menderita, seandainya tatanan yang mengatur kehidupan kita semua ini berlaku semestinya.

Tapi, tatkala kalimat-kalimat ini saya ungkapkan kepada kawan-kawan, mereka berkata: “Masa di surga ada sore hari dan ada jendela. Masa di surga kita bisa main gitar dan bersenandung”.

Nah, saya kan tidak berbicara tentang surga, melainkan seratus persen tentang dunia.

Coba kita lebih jauh menginsyafinya ; Kita ini tidak bisa membuat tangan dan kaki kita sendiri, kita tidak sanggup menciptakan kepala dan otak kita sendiri, kita bahkan tidak mampu memproduksi sehelai rambut alis atau sehelai rambut apapun lainnya.  maka, modal produksi yang kita pergunakan bukanlah benar-benar saham kita.

Jikalau dengan itu, kita merasa dan yakin bahwa pendapatan hidup kita adalah sepenuhnya hak pribadi kita, berarti: Kita sama sekali tidak punya pengetahuan tentang diri kita sendiri. Kita tidak pernah bersikap realistis kepada kenyataan hidup. Kita juga tidak berlaku ilmiah atas dialektika hubungan kemakhlukan Dan kita bodoh kepada Tuhan.

Padahal, Kebanyakan orang kecil adalah orang besar. Mereka bukan hanya berhati tabah, bermental baja dan berperasaan terlalu sabar. tapi, juga berkemampuan hidup yang luar biasa.

Mereka sanggup dan rela berjualan beberapa botol air mineral, Tisu (asongan) untuk penghidupan primernya. Banyak diantara Kita pasti juga sanggup berjualan seperti itu, tapi tidak rela.

Orang kecil mampu menjadi karnek angkutan, menjadi satpam, menjadi tukang parkir, menjadi buruh bangunan, pemulung atau menjadi pembantu rumah tangga seumur hidup.

Sedangkan sebahagian kita tidak mampu dan tak akan pernah bisa membuktikan bahwa kita sanggup menjadi karnek atau buruh bangunan, Tukang sapu jalanan atau pedagang asongan seumur hidup.

Tetapi, Mereka ikhlas untuk tidak boleh terlalu memikirkan harapan dan masa depan. Sementara kita selalu memamerkan harapan dan masa depan yang kita pidatokan dan kampanyekan seolah-olah itu berlaku untuk mereka, padahal hanya berlaku untuk kepentingan kita.

Mereka adalah orang-orang besar yang berjiwa besar. Mereka senantiasa siap menjalankan perintah kita dan menyesuaikan segala perilakunya dengan kehendak kita.

Kita inilah yang sebenarnya orang kecil. Kita hanya ikhlas, kalau kita kaya, sukses dan berkuasa. Kita hanya sanggup menjadi pembesar. Kita hanya sanggup memerintah dan menggantungkan diri pada orang yang kita perintah.

- Makassar, 14/04/2022-

*Rst
*Nalar Pinggiran

Jumat, 24 Maret 2023

CORETAN PINGGIRAN 13 - PUASA BERTOLAK PINGGANG KEPADA IBLIS.


Di bulan Ramadhan Iblis dan setan Diikat. maka, Kita berani bertolak pinggang. 

Kita bertanya : "Blis, Mengapa engkau tak menipu manusia?".

Iblis menjawab : " Demi Allah, sesungguhnya yang menjerumuskan mereka adalah kegagahan mereka sendiri".

Kita membantah : ahh, Jangan main-main, Blis. 

Iblis melanjutkan : "mereka (manusia) terlalu berani menaklukkan dunia demi kepentingan mereka. Mereka sangat perkasa menunggangi kehidupan, agar mengabdi kepada apa yang mereka perlukan. Mereka tidak takut, untuk memperalat Tuhan, diberi jabatan kepala biro pengabulan doa-doa, justru mereka mewajibkan Tuhan menjadi Faktor Produktif demi terwujudnya pelampiasan nafsu mereka". 

Kita membantah lagi : " bukankah engkau Blis yang menggoda dan mempengaruhi mereka.?" 

Iblis menjawab : " Mulai besok, pelajari sejarah ummat manusia secara teliti, kompherensif, Dan mendalam. Supaya tahu bahwa Nafsu manusia sudah tumbuh berkecambah sebelum ku datangi mereka dan itu membuatku tidak melakukan apa-apa".  




CORETAN PINGGIRAN 14 - "SEMPURNANYA IKHLAS


Kata Rasulullah, kalau tangan kananmu berbuat baik, tangan kirimu jangan sampai tahu. Perbuatan baik, tidak boleh ditakaburkan. Tidak boleh dipamerkan. Tidak boleh menjadi peristiwa riya’ di dalam Qalbu orang yang melakukannya.

Ada seorang lelaki setengah baya masuk Mal. Membawa koper cukup besar. Ia naik eskalator. Tergugup-gugup, mungkin belum terbiasa menyesuaikan kaki dan badannya dengan mekanisme dan irama tangga berjalan.

Sedemikian rupa sehingga ia terjatuh, kopernya menggelinding ke bawah, terbuka, dan isinya terhambur keluar. Isi koper itu ternyata beribu-ribu lembaran uang sepuluh ribuan.

Tanpa sadar, orang-orang yang berkerumun dan lalu lalang di sekitar tempat itu langsung menyerbu lembaran-lembaran uang yang berhamburan itu.

Si lelaki setengah baya, teriak-teriak. Kemudian ia menangis dan menutupi mukanya. “Uang saya dikeroyok orang!, Uang saya dikeroyok orang”, pekiknya.

Tak ada yang memperhatikannya, sampai akhirnya tak ada orang yang tahu juga tatkala ia menghilang.

Ternyata memang ia sengaja. Ia ingin beramal, tapi jangan sampai ketahuan kalau beramal. Ia pura-pura menangis dan memang uangnya hilang, agar tak seorang pun menyangka bahwa sebenarnya ia sengaja melakukan itu. Ia ingin menyempurnakan keikhlasannya.

Lelaki yang saya kisahkan ini sangat tinggi derajatnya dimata Allah. Dan itulah bedanya dengan kita.

Derajat kita masih pada strata “uswatun hasanah”. Memberi teladan yang baik. Cilakanya, memberi tauladan itu tidak mungkin dengan menyembunyikannya, melainkan justru harus menunjukkannya.

Kita berdoa kepada Allah: “Ya Kekasih, nilailah apa yang kulakukan ini sebagai riya’ dan takabur, sehingga Engkau membatalkan pahalaMu atasku. Karena, dengan tiadanya tabungan pahala itu insya Allah aku menjadi lebih bersemangat untuk tetap mencoba menabung pahala dan kemuliaan”.

Berkenaan dengan itu, ada juga Seorang yang mengalami kebutaan keluar dari rumahnya menuju Masjid untuk menunaikkan Sholat subuh. Ditangannya ada lampu yang menerangi langkahnya.

" Anda membawa pelita. Nyalanya tidak memberikan Manfaat sama sekali", ejek Kawannya. Jawab Orang Buta : " saya Membawa lampu, agar orang-orang melihat saya dan tidak menabrak saya".

Niatkan kebaikan untuk kebaikan. Biarlah kebaikan menjadi rahasiamu, sebagaimana engkau merahasiakan dosa-dosamu. 

Kata Ibnul Al-Qoyyim Al-Jausyiah ; jika punggungMu terlalu berat menahan Dosa-Dosa. maka, akan terhalang dari perjalanan menuju Allah dan Anggota tubuh terhalang beramal dalam ketataan kepadannya. 

Itulah sebabnya, Pesan Umar Bin Khottab yang mengatakan bahwa saya tidak pernah memohon kepada Allah agar meringankan beban. Tetapi, saya Memohon kepada Allah agar diberikan punggung yang kuat untuk memikul beban.


- MAKASSAR, 14/04/2022

*Rst
*Nalar Pinggiran

CORETAN PINGGIRAN 10 - "RUMAH MEGAH TANPA TUAN RUMAH



Ketika Dia telah jarang berada dirumahnya. Maka, yang kau temukan hanya rumah kosong dan yang kau dengar hanya pantulan suaramu sendiri. Dari dinding-dinding tinggi, yang megah dengan lapisan marmer nan indah. lantai putih bersih dan Mihrab berlapis beludru persia.

Tapi kau hanya temukan sunyi, Kemanakah Tuan RumahNya?. Mengapa Dia tidak menjawab salammu?.

Hingga suatu saat kelak, secarik kertas lusuh turun dari Langit. Disana tertulis, ketika Isa Al-Masih Menjeritkan Kerinduannya : "Kemanakah ENGKAU kucari Tuhan?".

Dipotongan Secarik kertas Lusuh itu ada jawabanNya: " Carilah aku pada mereka yang Hatinya remuk dengan kesabaran merasakan pahitNya UjianKu ; Aku DiSana". Dizaman ini, Dia sangat Jarang berada dirumahNya.

Dia lebih sering berada diantara suara Tangis yang mengharu biru, diujung lorong-lorong sejarah yang sering Terlupakan, kerap dipinggirkan.

Diantara mereka yang Hatinya Hancur : Dia ada Disitu.


*Makassar, 15/03/2021
*Rst
*Nalar Pinggiran

CORETAN PINGGIRAN 9 - "PUASA HANYA DI BULAN RAMADHAN"

Jika berpuasa hanya di Bulan Ramadhan. lalu, boleh tidak berpuasa dibulan-bulan lainnya. Maka, Hancur lebur, musnah dan segera berakhir pasti kehidupan ini. karena, sebelas bulan angkara murka, halal di lampiaskan tanpa batas.

Jika berpuasa hanya menahan nafsu lapar dan haus. Jika berpuasa tidak menjadi prinsip utama dalam hidup, tidak menyertai manusia sepanjang siang dan malam, serta bukan Pijakan penting dalam membangun peradaban.

Jika dalam Sidang Kabinet, Nilai Puasa tidak di hadirkan. Jika di dalam Musyawarah Demokrasi dan pembangunan manusia, tidak di sertakan Prinsip puasa. Jika dalam politik anggaran, Esensi puasa di keranjang sampahkan. Jika dalam Kurikulum pendidikan dan desain peradaban, Puasa tidak di Ideologikan dan menjadi dasar pertimbangan. Atau Jika dalam semua Hubungan keduniawian manusia : sosial, politik, Hukum, budaya, ekonomi, pendidikan, dan sebagainnya, puasa tidak menubuh dan Menyejarah dalam laku pergulatan aktivitas manusia.

Maka, Wahai ummat Manusia : alami dan Nikmatilah bahwa betapa Iblis adalah Futurolog yang cemerlang. " untuk apa Engkau Ciptakan manusia, Wahai Tuhan. Toh, pekerjaan utama mereka adalah merusak alam, Menginjak-injak, menghardik, menindas dan saling bunuh membunuh.



CORETAN PINGGIRAN 7 - " BERLATIH"


Seorang Petinju yang empat bulan sekali bertanding saja. harus tiga bulan berlatih, untuk sekedar pertarungan 10 ronde diatas ring. Apalagi kita, yang harus bertanding melawan hawa nafsu seumur hidup

Bersyukurlah, sebab Tuhan memberi peluang kepada kita semua, untuk berlatih agar kita memperbarui kesadaran sikap dan kekuatan kita.


CORETAN PINGGIRAN 6 - "BELANTARA KHULDI"

Di Bumi belantara Khuldi, kabarnya Iblis, tidak lagi bersusah-susah payah membisik-bisik Manusia. Tetapi, Justru manusia telah mengajak Iblis berpanen Raya dan menikmati sepuas puasnya.

Lalu dengan berseloroh manusia betutur, Tuhan Maha Pengampun. Hihihi.

Bukan Soal, kita dapat bertaubat dan Tuhan Maha Pengampun?.

Tetapi, seberapa Jauh kita mengetahui bahwa Tuhan Maha pengampun dan Menganggap Tuhan akan mengampuni kita.

Lalu, dengan Licik kita Mengeksploitasi Kemaha-ampunan Tuhan.



CORETAN PINGGIRAN 5 ; "HAKIKAT PUASA"



Konon, Puasa berdampak baik untuk kesehatan. Tentu saja hal ini sulit dibantah, jika puasa yang sebenarnya Puasa yang di laksanakan, sesuai tuntutan dan tuntunan Nabi kita.

Tetapi, masihkah berdampak baik bagi kesehatan kita, jika berbuka puasa menjadi ajang balas dendam?. Menyumpali sebanyak-banyaknya segala jenis makanan kedalam mulut setelah seharian perut kosong.

Jika sudah demikian, kita hendak menjadikan Puasa sebagai sarana untuk pelatihan dan pembersihan Jiwa (Tazkiyatun Nafs), dengan menahan hawa nafsu rasanya, saya percaya itu jauh panggang dari api.

Puasa yang juga seharusnya menumbuhkan empati, pun berubah arahnya. Sebab, senyatanya perut lapar, bukan yang terpikir adalah penderitaan saudara-saudara kita, yang dilanda kefakiran, bukan menginsyafi tetes peluh-keringat rakyat jelata.

Berkenaan dengan itu saya ingat dengan ungkapan "Syaikh Mutawalli M Asy-Sya'rawi", yang berkata : Jika engkau melihat ada Fakir- Miskin dinegeri Kaum Muslimin, maka disana pasti ada Orang Kaya yang mencuri Hartanya.

Mereka menahan lapar dan dahaga, tanpa tahu kapan berbuka. Sedangkan, kita (tarulah memikirkan mereka), paling hanya sambil lalu, saat lapar-laparnya. Sebahagian besar memikirkan, menu apa yang di santap saat buka puasa (lagi-lagi urusan lidah dan perut).

Padahal Sayyidina Ali R.a bertutur : " Kebanyakan penyakit dapat di sembuhkan dengan lapar dan mengosongkan lambung".

Oleh karena itu, Seorang Arif pernah ditanya : 'Kapankah waktunya Makan?'. Sang Arif menjawab : " bagi orang kaya, kalau sudah lapar. sedangkan, bagi orang Fakir ketika sudah mendapatkan Makanan.

Analisis Rosulullah SAW -+ 1400 tahun yang lalu tidak pernah meleset dan terus memberikan kearifan pada kita bahwa : "Banyak yang berpuasa tetapi hanya lapar dan haus yang Ia peroleh".

Setelah perang Badar, Sahabat Bertanya pada Rosulullah : apakah inilah perang terbesar sepanjang Sejarah Ummat manusia.

Lalu, Rosulullah Bertutur : Perang badar ini hanya perang Kecil. Kita akan memasuki perang yang sesungguhnya, perang yang sangat besar (Jihad Al-Akbar) yaitu perang melawan hawa nafsu.

Perang besar itu adalah perang melawan ketidakterbatasan kehendak kita.


Didalam Inti ajaran puasa, selain mengajari hawa Nafsu kita untuk menghayati bahwa dalam kehidupan ini, kita tidak hanya tahu menuntut hak, tapi juga "tahu" kewajiban, larangan, dan anjuran. Selain itu, ramadhan adalah Madrasah dalam menempa hawa Nafsu untuk mengerti batas ; kapan makan?, kapan tidak makan?, makan ukurannya berapa?, makan apa dan seterusnya.

Jika Di kembangkan lebih jauh Jauh, (mengimprovisasi Tulisan abang Dr. Umar Sulaiman Betan). maka, puasa merupakan sarana untuk menekan Metafora empat ekor unggas yang senantiasa mengaktual dalam diri kita-manusia, yang acap merusak potensi uluhiyah. Agar senantiasa memiliki kesadaran untuk selalu berproses menjadi "Human Being". Atau menurut Ali Syari'ati : mengaktivasi nilai-nilai hanif kita yang kerap terpasung oleh keinginan-keinginan nasut.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa manusia secara Natural, menurut Yusuf Qardhawi : "tercipta dari dua hirarki yang saling berdialektika dan berhimpitan, yakni Potensi Nasut (Tanah) dan Potenai Lahut (Ruh)". Ketika potensi Nasut menjadi gaya hidup dalam kehidupan, Menurut Sayyed Hossein Nassr itu akan menjadi " Petaka yang harus diratapi". Namun Jika Potensi Lahut yang aktual, maka itu adalah simbol kemenangan dan Differensiasi kita terhadap Mahkluk-Mahkluk lainnya. Karena, Mahkluk-Mahkluk lain selain Manusia, tidak dibebani hukum Tanggung jawab sehingga ia selalu berada dalam kenasutannya.

Itulah barangkali satu sebab, dari sekian banyak sebab yang menjadi hijab, mengapa Derajat Taqwa itu Sulit diraih sekalipun Tuhan Itu Maha Pengasih. sebab, Faktanya Ramadhan atau Puasa silih berganti dari tahun ke tahun Hanya Merubah Jadwal Makan dan Minum kita.

Puasa Tidak pernah sama sekali mempengaruhi Keserakahan. Tidak menjadi Perisai atas arogansi dan Egoisme. Tidak memasung Hawa nafsu. Tidak memenjarakan Keinginan-keinginan Pribadi.

Lalu, apa Gunanya kita berpuasa setiap tahun Jika demikian?. Bukankah Rosulullah jauh hari telah memberikan warning pada kita : "banyak yang puasa tetapi hanya lapar dan haus yang mereka dapatkan".

Puasa itu perang menahan, ditengah kebiasaan kita menumpahkan atau kebiasaan mengendalikan ditengah tradisi melampiaskan atau pada sekala yang besar: perang menahan kecepatan Ekonomi, industriliasasi, konsumerisme, globalisasi yang senantiasa mengajak kita untuk melampiaskan, sedangkan agama mengajak kita untuk menahan, mengendalikan dan mengenal Batas.

Kita tak kekurangan Contoh, kita hanya kurang Tamsya pada Perbendaharaan sejarah, bahkan Rosulullah sendiri memberikan Uswah pada Kita?. Tidak main-main, dua imperium Besar didunia, tunduk padaNya, tetapi, Fakta sejarah membuktikan, tidurnya Tetap diatas pelepah kurma. Panjang dan lebarnya rumahnya jauh dari kelayakan. Makannya kadangkala sepotong Roti atau 3 buah kurma dan seteguk air zam-zam. Tidak hanya itu, bahkan Allah pernah menantangnya : "sekiranya Engkau Mahammad Mau, Aku (Allah) akan menjadikan Jabal Uhud menjadi bukit Emas kepadaMu". tetapi, Ia menolak.

Karena Rosulullah Adalah Pribadi yang Mahfum, bahwa Pada batas kapasitas, kesederhanaan itu Mulia.

Lalu, siapa pengikut Rosulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa saalam?. Siapa?.

Maka, puasa ini adalah sebuah metode dan pendisiplinan agar kita melatih diri untuk melakukan apa yang pada dasarnya tidak kita senangi serta tidak melakukan apa yang pada dasarnya kita senangi.


*Makassar, 15/04/2022

*Nalar Pinggiran

CORETAN PINGGIRAN 4 - "PUASA INTAN BERLIAN"

Ya Allah, Halangilah Langkah hamba, yang berpuasa menempuh perjalanan hari raya yang bergelimang dunia. Lalu, melampiaskan kerendahan sesudahnya.

Ya Allah, tuntunlah hamba mempuasai dunia, waspada terhadap kepalsuan dan gegap gempita. Puasa dari segala yang tak sejati, bertahan dari serbuan apapun yang tak abadi.

Ya Allah, Peliharalah buruk rupa dunia, dalam rahasia dibalik Panca Indera. Jadikanlah, setiap Tajalliku sehambar batu.  simpanlah dulu Intan berlianku diGudangMu. 


-Makassar, 08/04/2022-

*Rst

*Nalar Pinggiran


CORETAN PINGGIRAN 3 - "SEKEDAR PUASA"

Sekedar berpuasa setiap bulan dalam setahun. Sekedar bersembahyang, tiap hari lima kali. Zakat dan Haji bagi yang berkemampuan. 

Lalu, Hamba menagih surgaMu, Ya Rob.

Begitu Murahnya JannahMu, Yaa "Kholidina Fiha Abada", yang perumpamaannya teduh hijau dan tentram.

Yang engkau janjikan tiada kematian di dalamnya. Yang penghuninya mendapatkan segala yang diInginkannya.

Hamba membeli Jannah dengan kerja Yang begitu Mudah. Sedangkan, Urusan hamba Di persempit menjadi sekedar Hubungan vertikal -Individu dan Allah saja.

Sementara kehidupan didunia sudah rusak serusak-rusaknya, dan hamba abai, bahwa Tidaklah engkau Tugaskan kami sebagai Khalifah.


* Makassar,11/05/202

* Rst-Pena Nalar Pinggiran

CORETAN PINGGIRAN 2 - " PUASA RINDU DAN NAFSU"

 


Ya Allah, Maha Penuntun perjalanan kami, yang berkenan selama Ramadhan ini men-Tajalli : Duduk perkasa berSingasana diatas Galaksi. Mohon terimalah lapar dan dahaga persembahan kami.

Hari-hari dan malam-malam Ramadhan, kami masuki dengan semangat Kerinduan, agar mendapatkan laba berkah sebanyak-banyaknya, untuk kepentingan kejayaan dan kekayaan kami.

Lapar dahaga sepanjang hari, kami setor jelang berbuka, kami semua menengadahkan tangan, agar kemudahan hidup dan rezeki melimpah, kami harapkan dengan nafsu dan keserakahan, demi tercapainnya kepentingan-kepentingan dunia.


-MAKASSAR , 07/04/2022 -

*Rst

*Nalar Pinggiran 


CORETAN PINGGIRAN 8 - "PUASA BAGINDA"

Aku duduk diberanda Rumah selepas berbuka, Mendadak Muncul orang Tua renta yang kalau kuperhatikan pancaran wajahnya : jangan-jangan Ini adalah Baginda Nabiyullah Ayub.

Aku berdiri seketika, Membungkuk dan memberi Hormat padannya, dengan badanku yang agak gemetar.

Tapi, Bismillah, aku siap bertegur sapa : " apakah engkau sudah berbuka Puasa?", tanyanya Padaku. "Puji Tuhan atas Rezeki dan perkenaanNya", Jawabku terpana.

Wajah sepuh beliau, merekahkan senyuman dan bertutur: "sungguh sangat berbeda puasaMu dan puasaku".

Mohon maaf, kataku. Aku belum paham maksud Baginda.

"Puasaku", Jawabnya Padaku, adalah "Puasa yang Kujalani tanpa kepastian akan berbuka".


* Makassar, 09/05/2020

*Pustaka Hayat

*Rst

*Nalar Pinggiran

CORETAN PINGGIRAN 1 - PANDEMI MEROBEK RINDU



Rindu menumpuk,
pada semaraknya Suara Tartil yang saling sahut-sahutan antar Masjid.

Pada Gema Doa jelang buka bersama,
Pada aba-aba Imam saat mengawali Tarwih.

Pada Suara sholawat nariyah jelang Imsak,
Pada hari dibilangan waktu yang terbalas seribu malam.

Kini, semarak dan kebersamaan itu hampir dirobek pandemi.
Meski dalam diam.
Semua riang meneyambutmu-Ramadhan.

Sampaikanlah Kami Padanya,
Ya Robb.
Sampaikanlah waktu kami berjumpa DenganNya- Ramadhan.


* Alor, 21/04/2020
* AOS-Pena Nalar Pinggiran Insitut

Kamis, 23 Maret 2023

MENAHAN UNTUK MENUHAN - Bagian ketiga

Jika ada orang yang puasanya hanya menahan lapar dan haus, namun tidak menahannya dari amarah, sifat serakah, Dzolim, Takabbur, Congkak, angkuh, pongah, kikir, fitnah dan ghibah, dsb?. Itulah puasanya orang yang hanya menahan tapi tidak menuhan. Secara fikih puasanya tetap sah, namun secara hakiki puasanya tak berbekas pada jiwanya. Inilah puasa dari golongan orang yang disebut Rasulullah saw, “banyak yang berpuasa tapi yang mereka dapati hanya lapar dan dahaga”

Di titik itulah, jika puasa hanya merubah Jadwal Makan dan minum. Sekalipun Allah Maha pengasih dan penyanyang. Maka, derajat Taqwa sangat sulit di raih.

Bisa kita saksikan, bahwa Ramadhan silih berganti dari tahun ke tahun, Hanya Merubah Jadwal Makan dan Minum kita. Puasa Tidak pernah sama sekali mempengaruhi Keserakahan kita. Tidak pernah menjadi Perisai atas arogansi dan Egoisme kita. Tidak pernah menjadi pengendali Hawa nafsu kita. Tidak pernah menjadi Control atas Keinginan-keinginan Pribadi kita, yang segudang banyaknya itu. Lalu, apa Gunanya kita dididik di ramadhan dengan aktivitas puasa?. Bukankah Rosulullah jauh hari telah memberikan warning pada kita, "banyak yang berpuasa tetapi hanya lapar dan haus yang mereka dapatkan".

Sebulan penuh Kita menjalankan puasa Ramadhan, bulan mewah dalam kehidupan manusia. Bahkan, juga ‘mewah’ bagi Allah SWT itu sendiri. Artinya Ramadhan adalah bulan untuk mempuasai dunia. Bulan Untuk melatih kita mengambil jarak dari dunia. Bulan Untuk menjauhi dunia. Bulan Untuk mengatasi dunia, jangan sampai kita kalah oleh dunia dan isinya. Bulan Untuk memperoleh kemenangan atas nafsu-nafsu dalam diri kita yang senantiasa memperbudak kita, agar menyembah dunia.

Selain Hakikat Puasa yang saya uraikan pada bahagian pertama. Hakikat lain dari Puasa adalah perang menahan diri, ditengah kebiasaan kita menumpahkan atau kebiasaan mengendalikan ditengah tradisi melampiaskan atau pada sekala yang lebih besar : perang menahan kecepatan Ekonomi, perang melawan industriliasasi, melawan konsumerisme, melawan globalisasi, yang senantiasa mengajak kita untuk melampiaskan. sedangkan tuntunan agama mengajak kita untuk menahan (Puasa), mengendalikan dan mengenal Batas, itulah puasa. 

Pada konteks demikian, Kita tidak kekurangan Contoh, kita hanya kurang Tamasya pada Perbendaharaan sejarah. Sebab, Rosulullah SAW sendiri memberikan Uswah pada Kita?. Tidak main-main dua imperium Besar didunia, tunduk padaNya. tetapi, Fakta sejarah membuktikan, tidurnya Tetap diatas pelepah kurma. Panjang dan lebarnya rumahnya, jauh dari kelayakan. Makannya kadangkala sepotong Roti atau 3 buah kurma dan seteguk air zam-zam. Tidak hanya itu, bahkan Allah SWT pernah menantangnya, " waa laa syaufa Yu'tika robbuka Fatardho". Bahkan di dalam kitab Al-Barzanji, dijelaskan, "sekiranya Engkau (Mahammad) Mau, Aku (Allah) akan menjadikam Jabal Uhud menjadi bukit Emas kepadaMu". tetapi Ia menolak. Karena Rosulullah SAW Adalah Pribadi yang Mahfum bahwa Pada batas kapasitas (MENAHAN). kesederhanaan itu Mulia. Lalu, siapa pengikut Rosulullah Muhammad Shallahu alaihi wa saalam?.

Ada dialog antara 'Maulana Rumi' dan muridnya. Pada suatu ketika, Bermula dengan pertanyaan-pertanyaan dan di jawab dengan jawaban yang indah. "Apa itu Racun? " apapun yang lebih dari kebutuhan kita, itu adalah racun. Bisa jadi Racun itu adalah kekayaan, kekuasaan, kebencian, kemiskinan, cinta, keserakahan, ego, kemalasan, ambisi dan bisa jadi apapun". Seturut dengan itu, saya ingat dengan apa yang disampaikkan 'Nikolai Berdyaef', bahwa "Nasi untuk diriku adalah persoalan materi. Sedang Nasi untuk tetanggaku adalah soal spiritual".

Begitulah Puasa dalam menempa, dan Mentransformasi Kesadaran buruk, busuk Manusia menuju kesadaran Ilihai, dalam Istilah ' Dr. Abd Munir Mulkam'. Kesadaran Iliahi inilah yang disebut Taqwa. Sedang Taqwa itu menurut Prof Qasim Mattar, salah satunya terletak pada Kepekaan Nurani pada sesama.

Jika saja, tabir Puasa ini di singkap oleh Allah. Sebenarnya Allah sangat posesif, sangat memendam rasa memiliki, terhadap ibadah puasa hamba-hamba-Nya di bulan Ramadhan. Shalat, zakat, haji pahalanya kembali kepada manusia. tetapi, ‘puasaMu untuk-Ku!’, Kata Allah.

Allah sendiri berpuasa (Menahan). Jika Allah tidak berpuasa, sudah lama Allah menggulung alam semesta beserta isinya, akibat pengingkaran Hambanya yang berlaku tidak seimbang. Para malaikat juga berpuasa. Jika Malaikat tidak berpuasa, maka malaikat sangat bisa melakukan banyak hal, yang bagi manusia sangat ajaib dan luar biasa. Tetapi, malaikat hanya boleh melakukan apa yang di perintahkan oleh Allah ,"Ya' ma lu ma Yu' marun". Para Nabi dan Rosul pun sangat berpuasa dalam hidupnya.

Bulan Ramadhan adalah bulan pendidikan yang melatih pengembangan kepribadian kita menanggalkan rohani yang infantil menuju pendewasaan dengan mikraj ke tingkatan rohaniah yang lebih tinggi. Melalui bulan Ramadhan kita diajar menjadi lebih dewasa, kita dipacu dan dipicu untuk memenuhi kebutuhan rohani. Perintah menahan, melatih kita untuk meninggalkan dan menanggalkan keterikatan kita pada dorongan jasmaniah dan mulai memperhatikan kebutuhan rohani kita. Melalui Ramadhan, kita berproses untuk berpaling dari “membinatang” menjadi “memanusia”, dari “memanusia” untuk kemudian “menuhan”

Misalnya, baju yang kita akan pakai harus dengan metode Puasa. jika tidak, maka semua baju akan kita kenakan Dan itu sudah cukup untuk di sebut sebagai orang Gila. kalau dalam sepak bola, kita melanggar puasa. Maka itu yang di sebut dengan offside, out ball, kartu kuning dan kartu merah. Jika di uraikan lebih dalam lagi Prinsip puasa ini, seperti Bersuami Istri, harus dengan prinsip berpuasa. Jika tidak ada aktivitas puasa, maka setiap suami akan menyetubuhi semua wanita atau sebaliknya. Tetapi, karena Suami atau istri berpuasa menggunakam metode Puasa (Menahan). maka dia hanya bersenggama dengan Istrinya.

Di titik itulah, prinsip puasa ini niscaya di konversi kesemua segmen hidup dan aktivitas kehidupan kita. Artinya, puasa itu bukanlah pekerjaan Khusus. Ia adalah pekerjaan hari-hari dan merupakan hakikat hidup ummat manusia. Maka, barangsiapa yang paham puasa. Dia akan jaya, selamat dan Tenang. 

Sekali lagi, ramadhan harus kita pahami sebagai jam-jam pelatihan atau trainning, jam-jam pendidikan. Sedangkan, praktek puasa yang sesungguhnya adalah di segala bidang kehidupan, termasuk di dalam ramadhan itu sendiri. Oleh sebab itu, akan indah sekali, jika sejak kecil anak-anak kita, tidak hanya di didik, bahwa puasa itu bukan hanya soal tidak makan dan tidak minum di siang hari. Tetapi, di pahamkan bahwa puasa itu adalah prinsip Hidup sehari-hari, di masa lalu atau di masa kini. 

Ada Seorang Mufti dari Mesir, seketika menangis di tengah-tengah acara live salah satu saluran Tv. Ia Menangis tersedu sedan, karena mendengar pertanyaan dari Somalia, yang begitu menggahar palung terdalam Jiwanya ;

"Apakah Puasa saya Sah, jika saya tidak memiliki makanan untuk sahur dan berbuka". Siapa yang berani menjawab pertanyaan ini?. 

Padahal, Hakikat Puasa itu sejatinya tidak hanya sekedar merubah jadwal makan dan Minum kita. puasa tidak pernah di jadikan sebagai sarana (Madrasah) dalam menempa hawa Nafsu untuk mengerti Batas ; kapan Makan?. Kapan berhenti makan?. Makan ukurannya berapa ?. Makan apa dan seterusnya?. 

Di titik itulah ramadhan, dengan aktivitas Puasa, tidak pernah pernah mempengaruhi keserakahan, ketamakan, kesombongan, Egoisme, Arogansi, tidak pernah menjadi pengendali Atas Hawa Nafsu, tidak pernah menjadi perisai atas keinginan-keinganan pribadi kita yang segudang banyaknya itu. 

Hanya sekedar Puasa menahan lapar dan Haus. Lalu, kita berani menagih surga Allah. Begitu Murahnya Jannah Allah, Yaa perumpamaannya adalah "Kholidina Fiha Abada", teduh, hijau dan tentram. Yang di janjikan tiada kematian didalamnya. Yang penghuninya mendapatkan segala yang diiginkannya. 

Kita membeli Jannah Allah, dengan kerja Yang begitu Mudah. Sedangkan, Urusan hamba Dipersempit menjadi sekedar Hubungan vertikal saja. Sementara kehidupan didunia sudah rusak serusak-rusaknya dan hamba abai, bahwa Tidaklah engkau Tugaskan kami sebagai Khalifah. 

Konon, puasa bisa berdampak untuk kesehatan. Tentu hal itu tidak bisa di bantah, jika puasa yang di maksud sebagaimana Tuntunan Rosulullah SAW, "Tsumu Tasyifu (berpuasalah agar sehat)". 

Tetapi, Masihkah puasa berdampak baik untuk kesehatan kita, jika berbuka Puasa seperti Hari Raya Puasa, menjadi ajang balas dendam ; Menyumpali sebanyak-banyak segala jenis makanan kedalam mulut, setelah seharian perut kosong. 

Jika demikian, kita hendak menjadikan puasa sebagai pelatihan dan pembersihan bagi Jiwa (Tazkiyatun Nafs). Maka, rasanya sangat jauh panggang dari api. 

Setelah perang badar, sahabat bertanya pada Rosulullah SAW ; apakah perang ini adalah perang terbesar sepanjang sejarah Ummat manusia?. Lalu, Rosulullah SAW menjawab, "perang badar ini, hanya perang kecil. Sebab kita akan memasuki perang yang lebih besar dan lebih dahsyat (Jihad Al Akbar), yaitu perang melawan Hawa Nafsu". 

Perang besar itu adalah perang melawan ketidakterbatasan kehendak kita. 

Imam Ja’far Shadiq suatu ketika memberikan penjelasan mengenai salah satu hikmah disyariatkannya puasa. “Allah swt mewajibkan puasa adalah untuk menyejajarkan kedudukan antara orang kaya dan miskin. Orang kaya belum pernah merasakan lapar, karena ketika menginginkan sesuatu ia sanggup memenuhinya. Melalui puasa, Allah menyejajarkan yang kaya dan miskin melalui rasa lapar yang dirasakan bersama, sehingga orang kaya dapat berempati kepada yang miskin dan mengasihi orang yang lapar”. 

Ibadah puasa di satu sisi merupakan ritual yang bersifat sangat personal, namun juga mengandung hikmah kepada manusia yang mesti ditransformasikan dalam kehidupan sosial. Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan tanggung jawab selaku orang yang beriman. Puasa merupakan proses riyadhah (latihan) rohaniah manusia, yang oleh Nabi Muhammad saw disebut sebagai jihad Al akbar, jihad yang lebih besar dari beradu senjata di medan peperangan. 

Pertarungan sesungguhnya ada dalam diri, itulah pergolakan terbesar manusia, jika pertarungan itu berhasil dimenangkan, maka jadilah seseorang sebagai manusia yang merdeka. "Sayyed Hossein Nasr' menulis, bahwa aspek paling sulit dari puasa adalah ujung pedang pengendalian diri yang diarahkan pada jiwa hewani. Dalam puasa kecenderungan jiwa hewani untuk memberontak, perlahan-lahan dijinakkan melalui penaklukkan kecenderungan tersebut secara sistematis dengan mentaati perintah Ilahi melalui menahan lapar, dahaga, nafsu seksual, dan gejolak amarah. Inilah yang ditahan, karena kesemuanya itu jika diperturutkan akan menjadi faktor-faktor yang menghambat manusia untuk “menuhan”, karenanya hadirlah perintah menahan melalui syariat puasa. 

Aktivitas menahan dalam syariat puasa merupakan ritualitas personal yang mendidik jiwa seorang hamba untuk tidak tunduk dan tidak dikendalikan oleh insting hewaniahnya. Dengan proses riyadhah ruhani, jiwa dilatih untuk memanusia sebagaimana kesejatian fitrawi. Ibadah puasa adalah proses internalisasi nilai dasar keislaman yang berorientasi pada ketundukan dan kebahagiaan. 

Selanjutnya, melalui, puasa, jiwa melakukan eksternalisasi dalam bentuk pengkhidmatan pada kemanusiaan, menebarkan keselamatan bagi sesama makhluk Tuhan, dan menjadi rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil alamin). Di sinilah dua sisi puasa akan menjadi tampak dengan sangat jelas, ibadah puasa merupakan ritual dan motivasi simbolik yang mengantarkan seseorang untuk menjadi seimbang antara kesalehan individual yang sifatnya simbolik-ritualistik dan kesalehan sosial yang bernuansa sosiologis. 

Ibadah puasa dalam simbol ritual menahan lapar, dahaga dan nafsu seksual, merupakan madrasah rohani yang mengajarkan manusia pada pelajaran ruhani tanpa melalui sebuah konsep yang sangat teoritik, tapi sebuah proses pembelajaran, sehingga pelajaran rohani tersebut menginternalisasi dalam lubuk jiwa kita. Dengan tetap menahan lapar, dahaga, dan nafsu seksual dari fajar hingga malam datang, merupakan simulasi ritual dalam upaya proses “menuhan”, yaitu menginternalisasi nilai-nilai Rabbani ke dalam diri dan nilai-nilai tersebut kemudian dieksternalisasi melalui pengkhidmatan kepada sesama. 

Lebih dari sekadar latihan jiwa yang bersifat personal, dengan simbol ritualistik berupa lapar dan dahaga, puasa mengajarkan kita secara langsung untuk merasakan keperihan mereka yang tak berpunya. Saat Ramadan, kita lapar dan haus karena sebuah pilihan, padahal kita memiliki banyak stok makanan dan minuman. Dengan itu, kita sejatinya diajak merenung untuk merasakan dan memikirkan derita saudara-sudara kita yang kelaparan dan tak berpunya. Dengan demikian, puasa melatih jiwa sosial kita untuk merasakan empati kemanusiaan yang mendalam dengan berbagi pada sesama. 


Coret _ By. Rst (Da'i Pinggiran) 

Sabtu, 18 Maret 2023

DARI KRISIS IKLIM SAMPAI KONFLIK AGRARIA ; CITIZEN JOURNALISME

Dalam Pidato Presiden di KTT PBB COP26, tentang perubahan Iklim. Presiden menjelaskan bahwa Kebakaran hutan, mengalami penurunan, sebesar 82 % di tahun 2020.

"Green Peace mencatat, memang benar terjadi penurunan,  kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di tahun 2020. Jika di bandingkan dengan tahun 2019, Karhutla mencapai 294.942 hektar dan hal itu merupakan angka kebakaran yang luasnya, setara dengan 4 kali DKI Jakarta.

Green Peace menegaskan bahwa Penurunan kebakaran Hutan dan lahan di tahun 2020 tidak sepenuhnya di sebabkan oleh upaya PEMERINTAH. melainkan disebabkan oleh gangguan anomali fenomena La Nina".

Soal lain juga, dalam pidato presiden di KTT PBB, bahwa Indonesia telah merehabilitas hutan mangrove sebesar 600.000 Hektar sampai tahun 2024 dan hal itu terluas di dunia.

Rencana pemerintah merestorasi Hutan Mangrove memang terdengar sangat hebat. Sebab, sependek pengetahuanku, hutan mangrove mempunyai fungsi ekologi yang sangat vital bagi kawasan pesisir yang saat ini sedang menghadapi ancaman krisis iklim

Padahal, green peace mencatat ; " kerusakan Hutan mangrove di Indonesia telah mencapai 1,8 juta Hektar".


**

-WADAS WARAS BELUM USAI, KASIMBAR TERKAPAR -

Perintah Konsitusi menyebutkan, bahwa pemerintah di beri tugas untuk memakmurkan rakyat. maka pemerintah perlu meningkatkan industri ekstraktif (Penggalian Sumber Daya Alam), misalnya. Begitu logika pemerintah dan Itu Masuk akal.

Tetapi, problem itu berhadapan-hadapan dengan UU HAK Asasi Manusia dan UU Lingkungan Hidup.

Prinsip utama dari Hukum AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) adalah mengupayakan agar pembangunan Infrastruktur tidak berlansung demi lingkungan. Artinya, semua pembangunan yang berbasis Infrastruktur, harus melalui Proses Amdal. Jadi, Amdal di upayakan untuk menghalangi proyek Infrastruktur. Jika pembangunan Infrastruktur lolos Proses Amdal. Maka, pembangunan tersebut lolos secara amdal. begitu logikanya.

Konflik Agraria di Desa Wadas Waras, Jawa Tengah dan Kasimbar, parigi Mountong Sulteng itu mirip dengan semua konflik agraria di Indonesia. Semuanya di putuskan secara politik terlebih dahulu, lalu Di bikinkan kajian Amdal dan HAMnya.

Kalau kita lihat, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, sepanjang 2019 ada sebanyak 279 konflik agraria. Konflik tersebut berdampak terhadap 109.042 keluarga di berbagai provinsi di Indonesia. 

Berdasarkan data KPA, selama 5 tahun terakhir, sektor perkebunan, properti dan infrastruktur menjadi penyumbang terbesar terjadinya konflik agraria.

Kacaunnya Logika dan Nalar Penyelenggara. Di tambah Riset Amdal dan Kajian HAM di lakukan untuk membenarkan Keputusan Politik, semakin memperparah kondisi kita berbangsa. 

Pashion kita terhadap penderitaan orang di negeri ini memang tidak ada. Seluruh perlatan yang di miliki negara, tidak memiliki empati. Indikator Makro itu baru mulai bekerja, jika martabat Manusia mulai di asuh. "WARGA NEGARA PERLU MARTABAT, BUKAN MARTABAK"

Human Development Index, tidak mungkin melayani Dignity Manusia. Ada skala lain, yaitu indeks kebahagian.

Jadi, tolong berhenti bicara NKRI harga mati, karena itu akan menyiksa kita. identitas tidak mungkin berkembang, jika kita mengatakan ini Harga mati. Biarkan warga negara Bahagia dengan Standar Kualitatifnya. Agar, kita bisa hidup bersama-sama.

Artinya sebelum kita mengucapkan NKRI Harga mati, bikinlah dulu NKRI yang menghidupi kami dan mereka yang terisisih.


*Rst
*Pejalan sunyi
*Nalar pinggiran

IQRO MASIH MENJADI AYAT, BELUM MENJADI NILAI YANG MENUBUH DAN MENYEJARAH ; DIALEKTIKA

Tauhid itu jika sebuah bangunan, ia adalah pondasinya. Mustahil mendirikan sebuah bangunan diatas pondasi yang bengkok dan rapuh.

Di era Post Trust ini, kita kerap Membangun segala hal diatas dasar yang Bengkok dan Rapuh. Begitu di terpa Angin, roboh Seketika. Berhala-berhala itu semakin Canggih. Saya kerap menyebutnya, dengan Terma Modern yang Jahiliyah. Moderen secara Artifisial-material. tetapi, Hakikatnya Jahiliyah.

Kita berada di fase, Ghoyah (Tujuan) menjadi Wasila (Cara), wasila Menjadi Ghoyah. Padahal itu senyata-nyatanya Berhala, yang terpampang jelas di depan mata kita. Tetapi, kita dengan sengaja tidak menyadarinya. Kesesatan yang nyata adalah tidak tahu jalan pulang ke tempat asal, tidak tahu asal usul, tidak tahu titik berangkat dan titik tuju.

Saya kira, salah satu yang membuat kita lambat mengubah sesuatu di dalaam kehidupan bermasyarakat dan bernegara atau membuat kita buntu berpikir, karena ada shet up dasar dalam pemikiran dan pahaman kesejarahan kita.

Kita menganggap zaman jahiliyah - berhala itu terjadi dahulu kala, sehingga kita merasa hidup berabad-abad sesudah itu bukan lagi zaman berhala - jahiliyah. 

Padahal, kalau kita menggunakan parameter yang substansial, bisa banyak sekali bukti bahwa kehidupan kita sekarang sebenarnya memiliki kadar kejahiliyaan yang jauh lebih Jahiliyah dari zaman jahiliyah. 

Peradaban patung yang pernah di sembah oleh manusia, hari ini telah mencapai tingkat yang paling canggih. Saking canggihnya Berhala-berhala di abad 21 ini, sehingga membuat manusia tidak menyadari bahwa yang mereka sembah adalah berhala. 

Artinya, kita harus menemukan cara berpikir baru untuk menganalisis, menyadari dan menyelidiki bahwa pada dasarnya berhala - berhala. paradigma substansialnya sama. formulasi teknis dan budayanya saja yang berbeda. 

Kalau dulu orang menyembah berhala, benar-benar membikin patung untuk menyembahnya. Sekarang, mungkin berhalanya sudah berbagai bentuk yang terdapat dimana-mana. Dengan kita menyadari, bahwa ada Transformasi patung-patung dan berhala-berhala. Maka, kita akan menemukan, bahwa Jahiliyahnya kita ini tidak kalah dahsyatnya di bandingkan dengan kejahiliyaan orang di zaman dulu. 

Mengapa jahiliyah dianggap sangat penting dan menjadi wacana-wacana dasar dalam sejarah peradaban ummat manusia, karena jahiliyah ini merujuk kepada faktor yang di sembah - sesembahan - bahasa lainnya, kita sebut sebagai Tuhan (sesuatu yang di sembah) ; ada Tuhan Allah SWT,  ada Sang Yang Widi dan berbagai Macam Tuhan, yang jelas dia di nomor satukan oleh manusia.

Dulu di zaman jahiliyah, Tuhan di wujudkan dalam bentuk berhala, yang di imajinasikan dan di lekatkan dengan simbol-simbol tertentu. Sedangkan pada zaman kita, yang di sebut berhala adalah segala sesuatu yang kita letakkan dalam skala prioritas utama atau kita nomor satukan melebihi Tuhan itu sendiri. 

Di titik itulah, sesungguhnya berhala kita jauh lebih Dahsyat, lebih bervariasi dan lebih beragam. 

**

Harta, Kekuasaan, Jabatan, kecantikan, ketampanan, Kekayaan, Pembangunan, kemajuan, lelaki, perempuan, Materi, kemeriahan, cinta, ilmu, dsb adalah Wasila, bukan Tujuan. Sebab, Tujuan Utama, dari seluruh drama kehidupan ini Di Gelar adalah MENGKUDUSKAN dan MENGKULTUSKAN TUHAN. Itulah sebabnya, ia menjadi Syarat pertama keberislaman seseorang (Rukun Islam).

Ketika kita mendaraskan Siroh Rosulullah SAW pertama kali Di Utus di muka bumi ialah mereformasi aqidah, Menanamkan Tauhid pada masyarakat Mekkah, selama 13 Tahun dan Sejarah mencatat, hal itu merupakan Pencapaian paling menggemparkan sepanjang Peradaban Manusia.

Merombak sebuah bangsa biadab menjadi Bangsa beradab dan 10 Tahun Periode Madinah, Membangun masyarakat Religius. Dalam Terma Al Qur'an, "Ummatan Wahida (Ummat Terbaik)".

Kalimat Tauhid ini, kata Ibnul Qoyyim Al Jausiyah dalam Kitab Ziyadatul ma'ad, adalah kalimat super, Yang karena Kalimat tersebut, Allah menciptakan surga dan Neraka ; surga, bagi mereka yang menerima dan Neraka bagi mereka yang menolaknya.

Tauhid adalah Tujuan. maka, manusia butuh latihan. di buatkanlah, Langit dan bumi, agar manusia menerima konsep "la ilaha illallah". Selain latihan, manusia butuh pelatih, maka di utuslah para Rosul untuk melatih manusia Menerima konsep La ilaha illallah. Itulah Sebabnya, Seorang Muslim, baru di katakan muslim, jika Shohihul aqidah. Seorang muslim aqidahnya harus kuat ; Lailaha illa allahu, tertancap kedalam Palung terdalam sanubarinya. Faktanya kan tidak demikian?.

Dalam Terma KeIndonesia, kita punya Pancasila. Kita menjadikan, Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Dasar berpikir dan Bersikap di bangsa ini. Tetapi, Tidak pernah menomor satukan Tuhan di dalam segala aktivitas keseharian hidup kita. Tidak pernah istikharo, tidak pernah Tuhan di jadikan rujukan Utama atau pertimbangan dalam menapaki langkah-langkah.

Misalnya, Kita membangun infrastruktur di indonesia, itu tujuannya untuk dunia atau akhirat?. Atau silahkan sebutkan semua contoh-contoh yang terjadi. Dengan jujur, kita harus menjawab untuk dunia.

Menurutku, inilah implikasi awal, karena kita Cacat mendikotomi Persoalan Ghoyah dan Wasila?. Maka, menjadi wajar, jika korupsi subur, nepotisme bertumbuh, kolusi tak terelakan. Modern tapi Jahiliyah ; Modern secara Artifisial. Tetapi Hakikatnya Jahiliyah.

Mengapa?. Karena Tuhan tidak pernah di libatkan dalam setiap urusan-urusan yang dianggap berpretensi duniawi. Padahal berani menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Dasar Primer.

Artinya, masalah Kita di era Post Trust, bukan kemiskinan, bukan ketimpangan, bukan kemelaratan, bukan pengangguran, bukan ketidakadilan, bukan Globalisasi, bukan Sekularisme, bukan matrealisme, bukan korupsi, Bukan Nepotisme, Bukan Tipu Muslihat, bukan kerakusasn, bukan Eksploitasi, bukan penindasan, dsb.

Masalah kita yang sesungguhnya ialah "Bukan Tuhan di jadikan Tuhan. Tuhan di jadikan Bukan Tuhan. Hal itu sangat mungkin di lakukan oleh SEORANG MUSLIM. Sebab, Mustahil Bagi seorang beriman yang Muhlis, serta Bertaqwa, melakukan semua penyakit berhala yang saya sebutkan diatas.

Ihwal itulah, sehingga saya kerap menyebutkan. Jika hendak menjadi Pejabat dari level RT sampai Presiden, menjadi konglomerat, menjadi Teknorat, Menjadi Ilmuan, menjadi Rohaniwan atau menjadi apapun saja. Maka, diri kita sudah harus Selesai dengan semua soal remeh temeh tersebut. Agar, saat di Perhadapkan pada kondisi terburuk sekalipun, kita enggan Menggadaikan Prinsip (Aqidah) demi sesuatu yang Temporal dan Nisbi, serta yang pada dasarnya bukan Tujuan dari pergelaran drama kehidupan.

Jika ilmu pengetahuan konsisten dan istiqomah dalam perkembangannya. maka, dipastikan akan tiba suatu masa dimana ummat manusia mencapai taraf kedewasaan berpikir untuk betul-betul berperan sebagai khalifah, (asisten Allah) dibumi. Fakta ilmiah menunjukkan bahwa sepanjang otak manusia berpikir keras dan kencang. maka, sel-selnya akan bertambah banyak dan jaringan-jaringan sarafnya menjadi bertambah luas pula, yang pada gilirannya meningkatkan kecerdasan. Semakin tinggi kecerdasan makin mendewasakan berpikir dan bertindak.

Rosulullah Muhammad Saw sudah memberikan Uswah bersama para sahabatnya pada 10 tahun periode Madinah bagaimana kedewasaan berpikir tersebut menjadikan manusia paripurna merealisasikan kebersatuan dua dimensi dalam diri manusia yakni dimensi ilahiah dan dimensi manusiawi. Penyatuan dua dimensi itulah sesungguhnya yang merupakan makna tauhid yang sering kita dengungkan sebagai intisari ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Tauhid sama sekali bukan konsepsi teologi tentang keesaan Allah. sebab, Allah tidak bisa dikonsepsikan apalagi dipersepsikan. Nabi sangat jelas dalam hal ini. "Apapun yang terbetik dalam benakmu bukan Tuhan, justru Tuhan menciptakannya," sabdanya.

Ketika Rosulullah SAW menegaskan bahwa agama adalah akhlak bukanlah sekedar pernyataan moralitas belaka melainkan penegasan atas gagasan Tuhan adalah sang Mutlak yang tak dapat dipersepsikan maupun dikonsepsikan. Tuhan hanya bisa direfleksikan dalam laku kebaikan dan cinta kasih. Menyatu dengan Tuhan adalah menyatu dengan kebaikan dan cinta kasih.

Artinya seseorang yang merealisasikan tauhid akan menjadi personifikasi kebaikan dan cinta kasih; apapun yang dilakukan dan diperbuatnya semata-mata hanya kebaikan, semata-mata hanya cinta kasih. Manusia paripurna. Maka, agama bukanlah sistem aturan keimanan dan peribadatan melainkan situasi keilahian yang menuntun kepada kebaikan. Agama menuntun kepada Allah, Tuhan yang bertajalli dalam kebaikan dan cinta kasih.

**

Kalimat Tauhid tidak hanya dianggap sebagai Doktrin Teologis tentang Supremasi Tuhan (Hamba dan Khaliq). tetapi, Juga sebagai prinsip revolusioner ; bahwa tidak ada satu orang (Manusia) pun yang berhak mengklaim dirinya lebih superior diantara sesamanya. Sebab, superioritas adalah Cikal bakal dari sikap Eksploitatif.

Orientasi Hidup berTuhan itu berbanding terbalik dengan mempercayai Thogut. Siapa Thogut itu?. Thogut adalah orang yang memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Berkenaan dengan itu, Nabi pernah di ingatkan perihal ini, kamu jangan Tirani : "Innama anta Muzakkir, lasta alaihim bi mushaitir - Hai Muhammad, kamu ini cuman memperingatkan, tidak untuk mengancam - memaksa orang".

Nilai kehidupan apapun, selalu memiliki prospek ketuhanan. Baik di ranah sosial, politik, ekonomi serta ranah kehidupan lainnya. Nilai-nilai ketuhanan (teologi) dimaksud, senantiasa menitikberatkan pada relasi Tuhan, manusia dan alam.

Namun, sebagai makhluk mikrokosmos, hubungan Tuhan, manusia dan alam, senantiasa bersiklus pada manusia sebagai pusat orbit kehidupan. Dengan pengertian, manusia adalah objek sirkulasi kebenaran meliputi semua aspek kehidupannya. Sebab itu, setiap nilai teologi, menjadikan kemakmuran hidup manusia sebagai standar kebenaran. Baik nilai yang bersumber dari Tuhan (kitab suci) maunpun manusia (norma, peraturan perundang-undangan lainnya).

Dalam buku Teologi Menuju Aksi- Abad Badruzaman, membedah tuntas teologi fungsional, dalam memberikan daya dorong keberpihakan dan pembelaan terhadap hak orang-orang lemah yang tertindas. Wujud praksis dari kesadaran ketuhanan demikian, meniscayakan terciptanya keadilan ekonomi, sosial dan politik bagi ummat manusia.

Masih dalam landscape kesadaran teologi, menukil Asghar Ali Engineer dalam konsep teologi pembebsannya ; dijelaskan, "kesadaran bertuhan akan menjadi kering dan hilang maknanya, manakala dalam mendefinisikannya, tidak berpihak pada kesejahteraan hidup manusia, terutama kepada mereka-mereka yang lemah". Banyak ketidakadilan dan penindasan hak orang-orang lemah yang harus dibela dengan kesadaran teologi dimaksud. Nukilan kajian Asghar Ali Engineer soal teologi di atas, sangat tepat kita jadikan pijakan, sebagaimana ajakan Abad Badruzaman berujar bahwa Keyakinan pada nilai-nalai teologi saja tidak cukup, ketika nilai-nilai tersebut tidak dibumisasikan dalam praktek kehidupan sosial. Dan kesadaran demikian, harus mengilhami setiap orang, lebih khusus para pemimpin, untuk menjadikan teologi keberpihakan sebagai paradigma utama dalam ideologi kepemimpinannya.

Golongan orang-orang tertindas yang dimaksudkan Abad Badr dalam Teologi menuju Aksi tersebut, adalah mereka-mereka yang lemah, tidak berdaya dan tertindas akibat struktur sosial yang tidak adil Atau mereka-mereka yang terpinggirkan akibat suatu kebijakan penguasa yang tidak populis pada masyarakat miskin, anak-anak jalanan, orang-orang lemah yang tergusur dan terintimidasi akibat stigma politik masa lalu. Munculnya istilah kolompok lemah, karena antonim dari yang kuat. Dalam keadaan yang sebenarnya, dan sesuai prinsip hukum sebab-akibat, tidak mungkin ada kaum lemah yang tertindas, jika tidak ada kaum kuat yang menindas. Secara umum, pasti ada kaum lemah dan kuat. Akan tetapi, penindasan itu bukanlah sesuatu yang wajar. Manusia diciptakan untuk membumikan keadilan. Dan membebaskan manusia lainnya dari keterbelengguan dari berbagai kezaliman.

Dalam pendekatan apapun, penindasan adalah hal yang tidak dibenarkan. Karena mengakibatkan hilangnya rasa kemanusiaan. Kaum lemah yang tertindas akan menjadi terpinggirkan dan menderita, sementara kaum kuat yang menindas akan semakin mapan dan menikmati kesejahteraan hidup secara tidak adil.

Banyak contoh yang telah kita saksikan, bahwa dari ketertindasan tersebut, banyak rakyat di negeri ini yang belum benar-benar menikmati keadilan dan kemakmuran. Mereka terisolir akibat tirani struktur sosial yang despotic. Saat ini, pemimpin dengan nalar teologi pembebasan, sangat diharapkan, agar aspirasi dan histeris orang-orang kecil itu, dapat disuarakan, untuk mendapatkan keadilan yang sepatutnya.

Masih menurut Abad Badruzaman dalam buku Teologi menuju Aksi- menjelaskan juga, bahwa yang termasuk golongan tertindas adalah masyarakat dengan status ekonomi rendah. Mereka adalah orang-orang miskin yang tidak diberdayakan. Mereka adalah petani yang tidak dipedulikan, buruh yang dihargai dengan upah yang rendah, pembantu rumah tangga yang dilecehkan atau dianiayayah, serta anak-anak jalanan yang kesehariannya dihardik oleh orang-orang kaya, yang setiap harinya selalu berceloteh tentang nasib rakyat”. Tapi, seolah buta dan tuli dengan kondisi sosial di sekitarnya.

Melalui Gagasan Abad Badruzaman ; Membela yang Lemah, Menggempur Kesenjangan, Ia hendak hendak mengajak kepada Kita untuk menjadi jiwa-jiwa pembebas dari penindasan. Dengan tulisan sederhana tapi sedikit menggugat, saya ingin mengadzani nurani kita, bahkan pemimpin negeri ini, untuk sensitif dan tanggap terhadap nasib orang-orang kecil yang kian hari kian terenggut hak-haknya sebagai manusia. Itulah sebabnya kita ini bukan hanya perlu orang pintar. Tapi orang benar. Bahkan, lebih baik benar tidak terlalu pintar ketimbang pintar tapi tidak benar.

Kelalaiaan dan pengabaian pada konsepsi Keadilan ekonomi dan sosial di dunia islam terjadi secara luas dan meliputi semua lapisan ummat, termasuk elitnya dan fenomena ini terus berlansung. Inilah yang menjadi sebab bagi Syaikh Thanthawi mengatakan bahwa Ulama dan ummat islam masih berkutat untuk menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan dana untuk perkara Fiqih. Kira-kira syair terkenal berbunyi begini " Al-Fiqhu anfusa syai'in (segala-galanya atau fiqih adalah ilmu yang paling berharga)" Atau " idza Ma'a tazza dzu ilmin bi ilmin fa ilmul Fiqhi aula bi' tiza'azin" (jika orang berilmu mulia lantaran ilmunya, ilmu fiqih membuatnya lebih mulia). Kita masih di sibukkan pada perkara qunut dan tidak, perkara melafadzkan Basmalah di awal al-fatiha atau tidak, Dan itu masih sangat mendominasi ummat Islam bahkan ada yang tidak tidur, karena sibuk menyasar pendapat, pikiran dan sikap orang yang tidak sepaham dengannya dan tak jarang juga mereka mejebloskan ke dalam neraka karena berbeda.

Islam di yakini sebagai ajaran yg kompherensif dan sempurna namun di sisi yang lain di reduksi menjadi satu dua aspek (Fiqih) saja sehingga Islam yang Rahmatalill alamin hanya sebatas jargon.

Kapan Islam menemukan Formula kesenjangan Sosial dan ekonomi?. Tentunya setelah meneguhkan Keyakinan Bahwa " Tidak ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad SAW adalah Utusan Allah", sebagaimana Ajaran Monoteisme Nabiullah Ibrahim, yang di lanjutkan Rosulullah SAW selama 13 Tahun pada periode Mekkah?.


- Makassar, Tanjung Bayang, 25 Desember 2019


*Pustaka Hayat
*Pejalan sunyi
*Kopi Silong
*PenaKoesam
*NalarPinggiran