Dalam Peristiwa Haji atau idul adha, hanya Ada dua hari yang menceritakan atau menyimpulkan keseluruhan peristiwa tersebut. Pertama, Arofah dan kedua adalah Hari Qurban. Dua peristiwa ini sebenarnya menjelaskan kepada kita, sebahagian besar model atau sistem yang ingin di bangun oleh Islam. Tetapi, di balik cerita besar peristiwa haji ini, kita terhubung dengan satu nama yang abadi yakni Nabi Ibrahim.
Lantas, Bagaimana aspek kepemimpinan dan aspek Sistem atau model yang hendak di bangun Islam dengan Prototype Nabi Ibrahim Dalam Peristiwa Haji?.
Nabi Ibrahim As mempunyai tiga gelar yang selama ini kita kenal. Beliau sering di sebut sebagai Abul Ambiya - bapak para Nabi. Karena Dari sisi kanan dan kiri Istrinya terlahir menjadi seorang Nabi atau semua Nabi-Nabi yang datang sesudahnya, berasal dari keturunannya. Nabi Ibrahim punya anak dari Jalur Sarah bernama Ishak. Ishak punya anak bernama Jacob, Islam menyebutnya Yakub. Allah menyebutnya Israil, Injil menyebutnya Izrail ; Izra artinya Kekasih dan "L" artinya Tuhan - Kekasih Tuhan. Yakub punya anak 12 bersaudara, yang sering di sebut sebagai Bani Isroil ; Yusuf Bersaudara. Kakak Yusuf bernama Lewi, ia memiliki anak bernama Imron. Imron punya anak bernama Moses dalam Injil, Al Qur'an menyebutnya Musa. Musa punya adik bernama Harun.
Adik Lewi atau kakak Yusuf yang lain bernama Yehuda - kelak menjadi cikal bakal nama agama Yahudi. Yehuda memiliki keturanan bernama David - Injil menyebutnya The King Of David. King David punya anak bernama King Of solomo - Al Qur'an menyebutnya sebagai Sulaiman. Sulaiman punya anak dua orang, tidak menjadi Nabi. Tetapi, Dari keturunannya ada yang bernama Imron. Imron menikah dengan Hana dan memiliki anak bernama Maryam dalam Islam. Nasrani menyebutnya Maria. Maria punya anak bernama Isa dalam Islam, Injil menyebutnya Yesus Of Cris.
Sedangkan dari Jalur Hajar, melahirkan anak bernama Ismail dan Dari Ismaillah yang garisnya keturunannya sampai kepada Rosulullah SAW.
Tentu, hal itu merupakan suatu keutamaan Nabi Ibrahim. Tetapi yang lebih penting dari itu, bahwa semua Agama Samawi yang kita kenal hari ini ; Yahudi, Nasrani dan Islam juga berada di garis keturunan beliau. Makanya, kita kerap mendengarkan Ungkapan di dalam Al-Qur'an yang menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim sebagai, "Millata Abikum Ibrahim - Agama bapak kalian adalah Ibrahim".
Selain Nabi Ibrahim di sebut sebagai Abul Ambiya - bapak Para Nabi. Beliau Juga merupakan salah satu dari lima Rosul yang di sebut sebagai Rosul Ulil Azmi. Ada makna yang sangat dalam, mengapa diantara banyak Nabi Dan Rosul, hanya ada lima Rosul yang di beri Gelar Ulil Azmi. Karena Rosul Ulil Azmi menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dan memikul beban yang jauh lebih berat.
Secara Khusus, Nabi Ibrahim dan Nabi Nuh, Rentang waktu Nubuwahnya Pun sangat panjang. Nabi Ibrahim dalam Riwayat di sampaikkan, Hidup sekitar 175 Tahun atau dalam riwayat yang lain, Ia Hidup sekitar 200 tahun.
Semua jenis tantang yang di hadapi oleh Nabi Ibrahim, tidak pernah Terbayangkan oleh kita hari ini. Mengapa tantangan yang begitu besar, bisa terjadi dan di hadapi oleh satu orang. Pertama, tantangan dari Raja yang Tiran - Raja Namrud, sampai ia Di bakar. Episode ini saya pikir kita semua Mahfum. Kedua, tantangan melakukan perjalanan yang rentang geografinya sangat luas. Beliau lahir di Mesopotamia - Babilonia - Irak hari ini. Lalu, melakukan perjalanan Menuju palestina dan Syam. Kembali Ke Irak, setelah itu ia menyebrang ke mesir. Dari Mesir, ia Menuju Jazirah Arab, yang sekarang di sebut dengan Mekkah. Makanya, Ibrahim di sebut Ibrani atau Hebron - Penyebrang.
Kita tidak bisa membayangkan, pada waktu itu dengan berjalan kaki ke seluruh wilayah-wilayah yang luas. Selain itu, kita juga melihat bahwa beliau menghadapi persoalan di dalam keluarganya (bukan Konflik). Persoalan yang lebih emosional, yaitu kebutuhan seorang ayah kepada anak. Setelah sang anak yang telah lama di tunggu-tunggu kelahirannya, beliau kembali di perintahkan untuk membawanya ke Jazirah bersama Istrinya - Hajar. Beberapa Tahun berikutnya, setelah di tinggalkan di Jazirah yang tidak ada satu pun kehidupan, Ia di minta kembali oleh Allah untuk menyembelih anaknya.
Di sinilah cara Allah kelak mensyariatkan syariat Qurban yang melekat pada pelaksanaan Haji - Yaumun nahar atau di sebut sebagai Idul Adha - pengorbanan yang di selebrasi. Oleh karena momentum Qurban tersebut, Nabi Ibrahim kembali mendapatkan gelar yang ketiga, yaitu Khalilullah, sebagaimana Firman Allah di dalam Al- Qur'an, "Wattakhazallahu Ibrahima Khalilah - Allah menjadikan Ibrahim sebagai Kekasih Allah yang terdekat".
Dalam Tiga gelar yang di berikan kepada Nabi Ibrahim, kita mendapatkan Makna kepemimpinan yang sangat luar biasa. Dalam makna sebagai, Abbul ambiya - bapak semua Nabi-Nabi", Kita mendapatkan makna tentang Risalah, bahwa kandungan yang terpenting dari kepemimpinan adalah Narasi - Risalah. Maka, ketika Allah SWT mengatakan, "Inna Ibrahima kana Ummah - Sesungguhnya Ibrahim itu adalah Ummat".
Para Ulama Menjelaskan bahwa makna Ummat itu terdiri dari beberapa komponen. komponen utama dari Ummat adalah Risalah. Kedua adalah Al Qiyada - Kepemimpinan dan ketiga adalah orang yang mengikutinya - pengikut. Artinya pemimpin yang memahami, menyakini dan mendakwakan risalah tersebut atau menyampaikan dan menyebarkan Narasi - Risalah tersebut. Lalu, orang-orang yang berkumpul di sekeliling pemimpin tersebut menjadikan perkumpulan itu menjadi sebuah pergerakan. Hal itulah yang di sebut sebagai "sejarah". Jadi, Unsur Risalah, pemimpin, Pengikut dan sejarah adalah komponen yang mewarnai jalannya suatu zaman, itulah yang disebut sebagai "Ummat".
Apabila suatu hari, ada komponen dari ke empat komponen ummat tidak ada. Maka berlakulah kepada meraka ayat dalam Al Qur'an, "tilka ummatun qod kholad - Ummat yang telah berlalu". Sebab, Hanya dengan ke empat unsur Ummat diatas, yaitu ketika ada narasi - Risalah yang di bawah oleh seorang pemimpin, lalu di ikuti oleh manusia - manusia di sekelilingnya, kemudian mereka menciptakan atau mengubah suasana kehidupan dalam satu rentang waktu, yang kita sebut sebagai sejarah.
Selain ke empat Komponen ummat diatas. Para Ahli tafsir juga mengemukakan, bahwa salah satu makna dari ummah adalah Individu. Individu yang di maksudkan menyerupai seluruh kapasitas atau gabungan kapasitas orang-orang yang berkumpul dalam jumlah yang banyak, kita kenal dengan istilah Jama'ah - Kelompok. Artinya, 1 orang sama dengan kapasitas satu kelompok atau Jama'ah. Karena di dalam dirinya, semua komponen ummat, ada.
Sebagaimana yang saya sebutkan diatas, Kalau kita melihat rentang waktu dan jenis tantangan yang di hadapi oleh Nabi Ibrahim, hanya ada satu karakter utama yang memungkinkan beliau melewati semua tantangan-tantangan tersebut dan sukses, yaitu determinasi - Tekad.
Determinasi inilah yang bermakna azima di dalam al Qur'an, "fasbir kama shobaro ulul azmi minar rosul - Maka bersabarlah kalian sebagaimana Orang-orang yang punya Tekad (determinasi) dari rosul - rosul itu telah bersabar". Mengapa Allah SWT menggandengkan Kata "Sabar" dengan "azima (tekad)". Tekad dalam pengertian psikologis adalah jembatan yang mengantarai pikiran menjadi tindakan. Sebab, Pikiran yang tidak menjadi tindakan adalah pikiran yang tidak di sertai oleh tekad atau determinasi. Tekad inilah, pikiran terkaktualisasi menjadi tindakan. Maka, berFungsi sebagai energi.
Artinya Orang yang di sebut sebagai Ulul Azmi adalah orang yang mempunyai energi yang tidak habis-habis dalam situasi apapun, untuk menurunkan narasi - Risalah menjadi sebuah realitas atau menjembatani pikiran menjadi sebuah tindakan. Karena ada unsur waktu di dalam hal ini, maka tekad - Determinasi di hubungkan dengan kesabaran.
Nabi Ibrahim ketika sampai pada predikat Khalilullah - Kekasih Allah SWT. Pasca ia di perintahkan untuk menyembelih anak yang dia cintai merupakan Totalitas cinta yang paling menggahar. Mengapa Ia berani melakukan hal itu?. Karena beliau telah sampai pada tingkatan cinta, dimana tidak ada lagi cinta selain cinta beliau kepada Allah. Sekalipun itu adalah anaknya sendiri. Sebagaimana ayat yang berbunyi, "Laa Yu' minu Ahadukum hatta akuna ahabba ilaih - kamu belum beriman kepadaku, sampai Kamu lebih cinta kepadaKu ketimbang Yang Lainnya".
Lantas, Mengapa Anaknya yang menjadi Simbol pengorbanan?. Karena Anaknya adalah seseorang yang ia harapkan kedatangannya - Kelahirannya bertahun-tahun lamanya. Tetapi, begitu sang anak lahir, ia harus melepaskannya. Sebagaimana yang kita ketahui Dalam peristiwa ini, Nabi Ibrahim di perintahkan membawa Istrinya - Siti Hajar ke suatu tempat yang tidak ada satu pun tumbuhan atau tidak ada kehidupan, " Bi Wadhin Ghoiri Hizar". Setelah itu, beliau di minta meninggalkannya. Sekalipun, beliau sendiri tidak bisa menjelaskan alasannya mengapa beliau meninggalkan anak dan istrinya di tempat yang tidak ada satu pun kehidupan.
Makanya, dia hanya meninggalkannya begitu saja. Tetapi, hajar terus bertanya, mengapa meninggalkannya. Beliau baru bisa menjawab, ketika hajar merubah Format pertanyannya, "apakah ini perintah dari Allah?". Barulah Ibrahim bisa menjawab, ia ini perintah dari Allah. Mendengarkan jawaban Suaminya, Hajar dengan teguh menyatakan, "Idzan lan Yudhon yallah - Jika demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan kita".
Beberapa Tahun kemudian ketika beliau kembali untuk kedua kalinya ke jazirah, di situlah beliau di perintahkan untuk menyembelih anaknya. Coba kita bayangkan situasi ini, bukankah hal ini merupakan benturan Emosi yang sangat luar biasa. Boleh jadi, ada orang yang kuat menghadapi raja yang tiran. Tetapi, Tidak kuat menghadapi sitausi emosional seperti itu. Boleh jadi ada orang mampu melakukan perjalanan yang penuh rintangan dan berbahaya. Tapi, mungkinkah kita lolos uji dari situasi paling emosional yang di hadapi oleh Nabi Ibrahim.
Pada titik itulah, momen dimana seorang pemimpin di suruh memilih, antara sesuatu yang dia cintai yang juga sebenarnya tidak bertentangan dengan Risalahnya yang dia perjuangkan. Makanya, dalam suatu riwayat Nabi Ibrahim sempat Menolak dan berpikir. Sebab, sangat manusiawi jika pun Ia Berpikir untuk mengorbankan Anak yang selama bertahun-tahun ia rindukan kehadirannya. Belum sempat ia Menikmati Momen kebersamaan dengannya, Ia sudah di perintahkan melepaskannya di Jazirah yang tak bertuan. Tidak hanya sampai disitu, belum sempat melepas kerinduan pasca Ia meninggalkan di Jazirah, Begitu sampai di jazirah untuk kedua kalinya, Ia justru di perintahkan Menyembelihnya (Qurban).
Psikologi, Jiwa dan emosi siapa yang tidak terguncang pada situasi seperti itu.
Ihwal itulah, Pasca momen paling menggahar palung sukma, menerabas Dinding jiwanya. Ia - Nabi Ibrahim mendapatkan gelar Sebagai Khaliullah - Kekasih Allah. kata Khalil itu berasal dari kata Khullah - Sesuatu yang merasuk dan memenuhi seluruh sisi dan lekuk Lubuk hati, serta tidak ada yang lain selain itu. Uniknya, yang mendapatkan gelar tersebut, hanya Nabi Ibrahim dan Rosulullah SAW.
Di titik inilah kita mendapatkan komponen utama dari kepemimpinan tersebut, yaitu risalah, tekad (azima) dan Cinta. Cinta pada konteks Ini Bermakna Totalitas kepada risalah yang kita perjuangkan. Azima atau tekad bermakna energi yang tidak habis - habis dalam rentang waktu yang cukup lama. itulah sebabnya, azima di hubungkan oleh Allah dengan makna sabar. Mengapa?. Karena orang kerap tidak sabar dalam menghadapi tantangan atau kadang orang bersemangat hanya di awal perjuangan saja, di pertengahan dan bahkan sampai di akhir perjuangan kadang kita sudah tidak memiliki energi.
Hal ini berurat akar pada cara kita mengartikan sabar dalam makna yang sangat sederhana. Padahal sabar ini kalau kita terjemahkan lebih dalam, dia mempunyai komponen yang bertahap di dalam diri kita. Pertama, "Al Qobulu bil waqi", bahwa sabar adalah kemampuan kita menerima kenyataan secara apa adanya, secara jujur dan tidak membohongi diri dengan kenyataan yang ada, serta tidak berusaha menutup-nutupi kenyataan tersebut". Makanya, Allah menyatakan dalam al qur'an, "Wa basyiris shobirin Alladzina Idza asobathum Musibah - Dan berilah berita gembira kepada orang - orang yang sabar, yaitu orang orang yang apabila di timpa musibah". Musibah di situ bermakna - sesuatu yang menimpa dan menimbulkan kesulitan.
Makna sabar yang Kedua asalah "Arridho bil qodr - Ridho dengan Takdir". Inilah juga makna dari lanjutan ayat diatas yang tertuang di dalam al qur'an, "qolu innalillahi wa innailaihi rojiun - mereka berkata bahwa kita ini milik Allah dan sesungguhnya hanya kepadanyalah kita akan kembali". Pertama, mereka menyatakan "Mulkiatullah" - kepemilikan Allah kepada diri kita. Mengapa?. karena kita ini "Mamluk" - di miliki oleh Allah. Maka kita tidak punya Hak Protes kepada yang memiliki kita. Tentu dengan kepercayaan, bahwa yang memiliki kita ini, tidak pernah menginginkan keburukan bagi yang di milikinya.
Tetapi, ada poin selanjutnya dari ayat tersebut, yaitu "Wa inna ilaihi rojiun - dan sesungguhnya hanya kepada Allah kita akan kembali".
Saat kita menghadapi satu musibah, yang pertama kita tanyakan dari musibah tersebut adalah apa yang paling buruk dari musibah tersebut. Katakanlah Banjir, gempa bumi ataukah Longsor. Padahal tidak ada musibah yang lebih buruk dari kematian. Sepanjang yang paling buruk dari setiap musibah adalah kematian. Toh kita juga akan kembali kepadanya, “Wa inna ilahi Rojiun”. Ihwal itulah, kita kembali ke penafsiran awal, bahwa hidup ini adalah jembatan kepada satu kehidupan yang lainnya. Jangan sampai karena sifat jembatan ini, sehingga tujuan akhir dari jembatan untuk kita gunakan menjadi kabur di dalam pikiran kita.
Menerima fakta kenyataan secara apa adanya, kemudian menerima Qodr - Takdir Allah SWT dan menyakini bahwa Sepanjang yang terburuk adalah kematian, sekalipun kematian juga akan menjadi Takdir kita pada akhirnya. Maka tentu hal itu akan menjadi sumber ketenangan bagi kita. Artinya, dampak pertama dari kesabaran adalah ketenangan, di saat orang menghadapi musibah, lantas ia mengembalikan semuanya kepada Allah.
Setelah kita mengembalikan semuanya kepada Allah SWT, barulah kita melangkah ke komponen sabar yang berokutnya yaitu "Atssaba' - Bertahan dan tegar dalam situasai tersebut. Kita telah tahu, bahwa yang paling buruk dari semua musibah pada akhirnya adalah kematian. Kita berhenti dan bertahan, karena yang paling buruk itu pun akan menjadi takdir kita. olehnya kita tak perlu khawatir dan takut dengan peristiwa paling buruk yang mungkin terjadi bagi kita. Hal itu yang akan memberi kita, bukan hanya ketenangan. Tetapi juga ketegaran dan ketahanan. Makanya, Rosulullah SAW mengatakan, "Innamas sobru innas shodomatil ula - kesabaran itu di uji pada benturan pertama". Siapa yang bertahan pada benturan pertama, dia akan bertahan selanjutnya. Sebab, yang datang sesudahnya Insya Allah akan mudah kita hadapi.
Tetapi, ada makna sabar selanjutnya. Setelah kita bertahan - Survive dan Tegar. Barulah kita berpikir bagaimana caranya keluar dari situasi tersebut. Saat kita keluar dari situasi tersebut, yang pertama yang di ajarkan oleh Islam adalah menggunakan akal Kolektif. Akal kolektif, yang sering di sebut dengan Syuro'. Di dalam al qur'an, justru di sebut Azam atau Azima, "Fa Idza azamta fa tawakkal alallahu - apabila kamu telah berAzam, maka bertawaqqal lah kepada Allah". Para Ulama mengatakan, yang di maksud dengan Azam di situ adalah Syuro' - Akal Kolektif dan yang di maksud Tawaqqal sesudahnya adalah tekad - Determinasi.
Artinya, proses pengambilan keputasannyalah yang kita buat benar, dengan menggunakan lebih banyak akal - Menjama'ahkan akal orang per orang untuk terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut. Ketika telah di putuskan, maka kita menjadikan keputusan tersebut sebagai landasan untuk bertindak. Pada Saat bertindak, kita membutuhkan sumber energi yang bernama tekad - Azam. Tetapi, pada konteks ini Allah Justru mengatakan, Fa idza azamta fatwakkal alallahuhi - kalau kalian telah berazam, maka bertawaqqal lah kepada Allah". Ulama kita mengatakan, Azam yang pertama, maknanya adalah syuro', sedangkan tawaqqal sesudahnya adalah azam - azima - Tekad - determinasi.
Dalam makna determinasi inilah, kita memasuki komponen sabar selanjutnya, yaitu usaha yang tidak henti-henti untuk mengetahui masalah yang sedang kita hadapi.
Kalau kita membaca sejarah Nabi Ibrahim ini, sesungguhnya merupakan episode permenungan yang tidak selesai-selesai. Karena dengan cara itulah beliau bisa melakukan sesuatu yang di perlukan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Di titik itulah, pengajaran Allah SWT kepada kita atas sesuatu yang baru berhubungan dengan makna sabar dan Taqwa, "wattuqullaha wa yuallimu kumullaha - Bertaqwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarimu sesuatu yang baru yang sebelumnya tidak kamu ketahui".
Tiga komponen utama dalam kepemimpinan, yaitu Risalah atau narasi. Tekad atau Determinasi, yang maknanya adalah Sabar dan Totalitas Cinta, yang maknanya adalah Al Khulla atau cinta kepada Allah SWT melebihi cinta segalanya. Inilah yang menjadi landasan, untuk memahami mengapa Allah SWT berkata kepada Nabi Ibrahim, " wa idzib tala ibrahima robbuhu bi kalimatin fa atamma hunna qola inni jaailun ka linnasi imama - Dan ingatlah tatkala Allah Menguji Nabi Ibrahim dengan beberapa kalimat, lalu Nabi Ibrahim menyempurnakannya. Maka Allah SWT berkata wahai Ibrahim, aku akan menjadikanmu sebagai pemimpin bagi manusia".
Setelah semua tantangan-tantangan yang di berikan Allah SWT suksesi di lalui. Nabi Ibrahim lalu menyempurnakan kalimat-kalimat yang menjadi Ujian Allah SWT kepadanya. Allah SWT dengan tegas mengangkat beliau sebagai Imaman Linnas - pemimpin bagi manusia.
Saya pikir "linnasi imaman" mempunyai relevansi yang kuat ketika kita ingin menjadikan Indonesia sebagai negara 5 (lima) besar dunia dan inilah juga makna dasar atau komponen dasar dari kepemimpinan yang sejatinya di lalui oleh setiap kita yang di utus menjadi Pemimpin. sebagaimana Nabi Ibrahim di angkat menjadi Pemimpin manusia oleh Allah. Mudah-mudahan makna yang sama ini juga dapat menjadikan kita kelak sebagai pemimpin - pemimpin di dunia yang mampu lewati tantangan dan Istiqomah dalam kesabaran dalam membumikan risalah.
Kita kembali kepada komponen awal dari kepemimpinan, yaitu Narasi atau Risalah. Apa Sebenarnya model atau sistem yang hendak kita bawa oleh Islam.
Dalam peristiwa haji ini, seperti yang saya sampaikkan diatas, bahwa ada dua hari yang menyimpulkan peristiwa haji. Pertama adalah Arofah. Ihwal itulah Rosulullah SAW mengatakan, "Al Hajju Arofah - Haji itu arofah".
Apa yang kita saksikan di arofah ialah miniatur padang Mahsyar. Semua jenis manusia ada di situ. Tetapi, warna pakaiannya hanya satu, yaitu putih. Hal itu menunjukkan kesatuan asal usul dan kesatuan tujuan, bahwa semua kita berasal dari Nabi Adam dan Nabi Adam berasal dari Tanah. Lalu, kepada tanah kelak kita semua akan kembali. Pesan paling penting di sini, bukan hanya padang arofah sebagai miniatur padang Mahsyar. Tetapi, juga pesan tentang persamaan dan kesamaan, tentang kebebasan dan kemerdekaan manusia.
Cobalah kita bayangkan, inilah bahagian dari rukun islam terakhir yang di bawa oleh Rosulullah SAW. Di sini, dalam peristiwa Arofah, kita mendapatkan satu miniatur dari pemandangan tentang Islam yang di turunkan kepada seluruh ummat manusia, tanpa terkecuali. Oleh sebab itu, model masyarakat yang ingin di bangun oleh Islam adalah masyarakat Multi etnis, Multi Kultural, masyarakat yang berdiri diatas semua.
Dalam sejarah masyarakat - manusia modern. Salah satu bencana besar yang terjadi, yang menyebabkam perang dan menimbulkan korban puluhan juta jiwa adalah superiotitas etnik dan Kultur atau kelompok yang menganggap etnis dan Kulturnya lebih unggul dari yang lain. Artinya Fanatisme etnis-lah yang menjadi sumber bencana dalam sejarah ummat manusia.
Padahal, tidak pernah ada satu etnis yang bisa membangun suatu masyarakat Global, apabila dari awal ideologi yang di bangun berdasarkan etnis. Karena pada dasarnya, keunggulan satu etnis atas etnis yang lain adalah sebuah Mitologi - Mitos. Justru, Allah memberikan kemampuan secara berbeda-beda kepada seluruh manusia, Allah memberikan rezeki berbeda - beda kepada sesama manusia. Tetapi, perbedaan - perbedaan tersebut bertujuan untuk menciptakan komplimenteri - saling melengkapi.
Kita hanya bisa menjadi masyarakat, jika kita saling melengkapi. Sebagaimana apa yang di sampaikkan Imam Malik, "innallahu kassabal a'mala kama kassabal arzaq - sesungguhnya Allah membagi-bagi pekerjaan kepada manusia itu seperti Dia membagi-bagi rezeki". Artinya, pekerjaan yang kita pilih sebagai profesi kita hari ini adalah bahagian dari pembagian Allah SWT, "wa kullun muyassiru lima khuliqalahu - dan setiap orang akan di buat mudah untuk melakukan apa yang karenanya dia di ciptakan".
Ada orang kalau berdagang dia menjadi sukses terus, memang di situlah pekerjaannya. Ada orang yang kalau memimpin perang, dia sukses terus. Ada orang kalau menjadi politisi, dia sukses. Ada orang kalau menjadi pegawai, dia sukses. Itulah pekerjaan yang di berikan Allah SWT kepada dia. Tetapi, kita mempunyai kesamaan dasar - kita berasal dari Nabi Adam dan Nabi Adam berasal dari Tanah. Kelak kita akan kembali ke tanah. Demikianlah kesamaan kita dan kita temukamn hal itu di tegaskan dalam prinsip Haji - dalam peristiwa Wukuf di arofah - semua orang sama ; tidak ada raja dan tidak ada rakyat. Tidak ada Tuan dan Rakyat Jelata. Semua orang sama, bahwa manusia sebagai individu yang bertanggung jawab kepada Allah SWT.
Dari pesan persamaan tersebut, kita menemukan dan mendapatkan prinsip dasar dari model masyarakat yang ingin di bangun oleh islam, yaitu masyarakat yang bebas, Merdeka, demokratis, masyarakat yang Multi kultur yang bersifat Global.
Lalu, Apa yang datang setelah wukuf di arofah?. Yaitu, Hari Qurban, semua yang wukuf ini berkurban. Karena itulah idul adha di sebut sebagai hari pengurbanan. Tapi, kita sebut Ied, agar pengurbanan ini kita selebrasi. Supaya di dalam selebrasi ini semua orang mendapatkan bagian dari apa yang kita Qurbankan. Hal itu di maksud sebagai kemakmuran bersama, Kesejahteraan kolektif dan merupakan satu pesan yang sangat penting dari sistem yang ingin di bangun oleh Islam.
Orang tidak bisa sejahtera sendirian atau satu kelompok kecil saja yang sejahtera. Mengapa?. Karena kita tidak akan bisa menikmati hidup ini. Sebagaimana Imam Al Mawardi mendakukan, bahwa hidup kita di dunia, hanya akan menjadi lebih baik, apabila kita sebagai individu dan sebagai masyarakat juga baik".
Misalnya dalam hal kesejahteraan dan kemakmuran kita sendirian yang kaya dan yang lain miskin. Maka, masyarakat ini adalah sumber ancaman bagi kita, karena itu kita tidak bisa menikmati kekayaan kita. Tetapi, andaikkan kita hidup dalam masyarakat yang semuanya orang kaya. Lalu, kita sendiri yang miskin. Kitapun akan menderita. Artinya, kita hanya akan menikmati dunia yang baik, apabila kesejahteraan itu bersifat kolektif, paling tidak ada satu standar minimum yang akan membuat hidup ini menjadi lebih baik.
Mengapa peristiwa Qurban itu datang setelah Wukuf di arofah?. Karena persamaan kita sebagai manusia, tidak dengan sendirinya dapat menciptakan persaudaraan, kecuali kalau kita memiliki semangat pengorbanan. Spirit pengorbanan adalah ghiroh cinta dan cinta itulah yang membuat persamaan itu menjadi persaudaraan. Persaudaraan di simbolisasi dengan pengorbanan, begitulah cara Allah SWT mensyariatkan Qurban dengan mempertontonkan bagaimana seorang Nabi Ibrahim mengurbankan seorang anak yang sangat dia cintai. Sekalipun akhirnya Allah SWT menggantinya dengan hewan, agar menjadi syariat.
Tetapi, syariat itu datang setelah wukuf di arofah yang menjelaskan kepada kita semua, bahwa persamaan dalam manusia itu tidak cukup. Mesti ada semangat berbagi atau dalam makna ekonominya di sebut dengan distribusi. Itulah sebabnya, satu masalah di dalam ekonomi terjadi, sebagiamana yang di sebutkan Allah dalam Al Qur'an, "kaila yakulatan bainal agniyaa - agar harta itu tidak hanya berputar di kalangan orang-orang kaya diantara kalian".
artinya akan banyak orang yang menderita, yang tidak mendapatkan distribusi kesejahteraan dan kemakmuran. Jika harta dan kekayaan hanya berputar di kelompok-kelompok tertentu atau hanya segelintir saja yang dapat mengakses kekayaan tersebut.
Mengapa ada perang dunia pertama dan kedua. Mengapa ada imprealisme, dsb. Jika kita membaca dengan tenang, Semua itu berakar dari keserakahan dan keTamakan. Ketika kita mengubah pandangan hidup, hanya semata-mata karena persoalan materi. Maka, cara hidup kita akan berubah menjadi Manusia yang bermental serakah, kaya dan sejahtera sendiri.
Padahal, kalau kita lihat, semua pikiran-pikiran yang berkembang di barat yang menyertai lahirnya filsafat matrealisme, sekalipun kelak akan terbagi menjadi kapitalisme dan sosialisme. Selalu Berurat akar dari doktrin Matrealisme, yang menumbuhkam keserakahan dan ketamakan. Sesungguhnya itulah yang menjadi sumber bencana bagi sejarah ummat Manusia.
Jika sumber bencana pertama, dalam makna Haji yang telah saya uraikkan diatas adalah Supremasi Etnis. maka yang kedua ini adalah keserakahan manusia.
Satu pengajaran yang utama dalam sistem ekonomi yaitu Distributif. Tetapi, makna distribusi ini, tidak hanya di terjemahkan secara sistem, seperti melalui regulasi, peraturan dan kebijakan saja. Proses distribusi atau Redistribusi dalam keidupan ekonomi kita, hanya mungkin terjadi kalau di luar dari persoalan regulasi dan kebijakan negara, yaitu ada persoalan spiritual yang menjadi kerangka pijak atau ada basis spiritual yang menyertainya. Dimana cinta kepada Allah di bumikan menjadi Cinta sesama manusia dengan semangat berbagi.
Dalam Psikologi positif, Berbagi yang berkembang di akhir-akhir abad yang lalu sampai dengan saat ini, membuat kita lebih kuat.
Dalam kisah Nabi Ibrahim, sampai bisa mendapatkan gelar Khalilullah - Kekasih Allah, setelah peristiwa Pengurbanan. Sesungguhnya ada proses Distribusi dengan basis Spiritualnya di dalamnya yang hendak di sampaikkan dalam momentum Haji yang setiap tahun kita lakoni, bahwa cinta kepada Allah, di bumikan menjadi cinta kepada sesama dan lalu berdampak dalam cara kita melakukan redistribusi.
Kita melakukan redistribusi bukan karena ada pemaksaan dari negara atau karena ikut-ikutan untuk berbagi. Tetapi, karena kesukarelaan dari kita, karena kita punya cinta.
Hal inilah yang di cari oleh dunia saat ini, satu arah baru dan satu sistem hidup baru. Tapi, sistem ini tidak akan pernah memisahkan antara agama dan negara, yaitu satu masyarakat Global yang Multi etnik, multi Kultur, yang semua manusianya adalah manusia bebas, merdeka diatur dengan sistem demokrasi dan dengan sistem distribusi yang memungkinkan kita sejahtera secara Kolektif.
Demikianlah model masyarakat yang hendak di bangun oleh Islam, yang saripatinya niscaya kita dedah dari balik peristiwa Idul Adha atau Haji.
-MAKASSAR, 29 JUNI 2023 -
*PUSTAKA HAYAT
*PEJALAN SUNYI
*RST
*NALAR PINGGIRAN





