Diminggu-minggu terakhir bulan juni 2011. Delapan tahun yang lalu, Khaddafi mulai "sempoyongan". Anak ideologis Nasser yang terkenal dengan ungkapan; "Amerika serikat dan Rusia, sama saja. Yang satu Imprealis, lainnya atheis", ini pada akhirnya menyerah pada Tuntutan zaman.
Terlepas suka atau tidak suka pada Moammar khaddafi, tapi apa yang berlaku padanya pada Juni 2011 itu, sungguh membuat kita teringat dengan dialog monumental antara Alexander Agung penguasa Mecedonia dan seorang Nelayan kecil.
"Mengapa kamu mengambil ikan dilaut kekuasaan saya", kata Alexander anak Philipus.
"Anda Mencaplok wilayah saya karena anda kuat. maka kamu dianggap pahlawan. Sedangkan saya hanya mengambil sedikit untuk menopang kehidupan hari-hari dan saya dicap penjahat. Kata nelayan kecil tersebut.
Di bulan juli 2011, NATO (ujung tombaknya adalah Amerika serikat), ibarat Alexander Agung dan Nelayan (kecil) adalah Khaddafi.
Di timur tengah, tidak ada yang mengalahkan lamannya khaddafi berkuasa. Baik Husni Mubarok, Maupun Ben Ali serta Pemimpin negara Arab lainnya seperti di Yaman atau di Aljazair. Tapi riak Jasmine revolusi dan egypt revolusi seakan telah memicu konflik horisontal di libya. Atas nama Demokrasi, Obama dan NATO yang kental dengan "kepentingan minyak" dan pemberontakan di libya menyerang mereka. Ia diserang dari empat penjuru mata angin. Khaddafi "sempoyongan" kemudian rebah dan berdarah. Padam.!
Melihat kondisi timur tengah hari ini, apa yang bisa kita ambil dari khaddafi?. Menjelang kejatuhannya, saya pernah membaca tentang khaddafi disebuah portal online tentangnya.
Moammar khaddafi, tidak lebih dan tidak kurang adalah pribadi yang responsif dan spontan. Ia beda dengan Anwar Saddat dan Husni Mubarok, apalagi bila disandingkan dengan Al-Hafeez al- Saddat yang kala hidupnya termasuk tokoh yang paling berpengaruh di timur tengah. Khaddafi memiliki dunianya sendiri yang kadang kontradiktif. Merindukan arab yang bersatu disatu sisi, pada sisi lain dengan mudahya ia melecehkan sultan-sultan konservatif Timur tengah.
Khaddafi yang menyedot kekaguman saya untuk pertama kali lewat cover majalah Tempo, mengklaim dirinya sebagai anak ideologis Nasser. Saya ingat dengan penggalan wawancara wartawan Tempo (pasca peristiwa peledakan pesawat terbang Pan Am di Lockbery) dengan khaddafi. " ketika berhasil menurunkan Raja Idris, bertanyalah Raja Hassan dari Maroko pada khaddafi, apakah kamu anak sosialis partai beath?", kata khaddafi : tidak, saya adalah anak revolusi Nasser.
Khaddafi mungkin bukan pribadi yang kompleks seumpama Nasser. Kontradiktif memang, boleh dibilang begitu. Khaddafi merupakan pribadi yang puritan dalam dunia yang kompleks. Baginya, selain Islam, tidak ada alternative lain Dan ini, ia tuangkan dalam buku ideologisnya yang terkenal, buku hijau, sebuah buku "mirip" Das Kapital bagi kaum Marxis. Baginya memilih diantara dua kutub ideologi besar ; Amerika serikat atau Uni soviet (Rusia) bukan sebuah pilihan yang cerdas. Sebab satunya "Imprealis, satunya lagi Atheis".
Sebuah ungkapan yang terkenal, seperti Tidak barat, tidak timurnya Ayahtullah Ruhullah Khomeini. Kala ia menggugat Nasser saat memilih Rusia atau Uni soviet sebagai "teman berdayung" menghadapi israel yang tentunya dibawah bayang-bayang Amerika serikat, Nasser kelabakan menjelaskan hubungan-hubungan politik-Regional yang tidak hitam dan tidak putih pada khaddafi.
Puritanisme khaddafi ini merupakan refleksi dari kesederhanaannya dalam ketenaran. Ia mencintai dunia ini, karena satu Faktor : kedisiplinan. Tapi nalurinya tetap kebebasan ala badui padang pasir. Tidaklah mengherankan bila ia responsif dan spontan. Ia pernah marah besar pada Raja Yordania-Hussien, yang mengobrak abrik kelompok fedayyin: "Raja sinting itu harus diborgol dan dibuang ke luar arab". Dengan santainya khaddafi juga memanggil raja-raja Arab dengan sebutan saudara. Tentu raja-raja konservatif ini tersinggung luar biasa. Khaddafi tidak perduli, apakah ucapannya itu berpotensi menjadi batu penghalang mewujudkan mimpinya akan "persatuan arab". Dan memang, ide besar yang ia rujuk pada Pan Arabisme Nasser ini, tidak pernah didukung negara-negara Arab yang mayoritas kerajaan.
Jauh sebelum khaddafi menjatuhkan Raja Idris di libya, ia menyaksikan betapa rapuhnya persatuan Arab. Ia miris menyaksikan kehancuran dunia arab, baik dalam perang suez 1955, maupun perang juni 1967 (Yom kippur).
"Semua ini karena persatuan Arab yang bercerai berai", pekiknya.
Tidaklah mengherankan, tidak sampai hitungan minggu ia berhasil merebut libya, khaddafi menyampaikkan pesan pada Nasser, Mentornya. "Beritahukan Nasser, Revolusi ini digerakkan untuknya, karena itu ia boleh ambil apa saja milik kami. Libya punya beratus pantai tengah, punya segalannya. Semuanya itu bisa di pakainya dalam bertempur mewujudkan persatuan arab", ujarnya.
Gagasan ini tidak ditanggapi Nasser secara serius. Ketika Nasser meninggal dan digantikan Anwar Sadat, khaddafi juga mengajak suami Jehan Sadat untuk penyatuan arab. Bermula dari penyatuan libya dan mesir. Bersama ibu, anak dan istrinya menggerakkan 40.000 rakyat libya Long Marc dari libya ke Kairo, sebuah perjalanan yang teramat panjang. Khaddafi ingin menunjukkan kesungguhan yang responsive dan spontan.
Anwar Sadat tergugah, pembicaraan kedua negara ini dimulai. Libya akan dijadikan salah satu provinsi dimesir. Lalu khaddafi?, siap melaksanakan jabatannya. Tapi ambisi peyatuan dua negara ini tak bertahan lama. Anwar Sadat dan khaddafi, pecah kongsi dan berselisih paham. Bagi sadat, khaddafi tidak matang dan tidak memiliki keseimbangan. Ia terlampau spontan dan tidak stabil, menggelora tanpa perhitungan. Sebaliknya, khaddafi menilai saddat kurang Revolusioner.
Gagal dengan Nasser dan Anwar Sadat, tidak menyurutkan khaddafi untuk mewujudkan keinginan dan mimpinnya tentang penyatuan arab. Pada awal Tahun 1980-an, ia pernah mengajak negara Aljzair dan syiria serta maroko bersatu. Tapi karena ia adalah gabungan "militer yang disiplin dan naluri badui", membuat negara-negara yang diajaknya ini tidak berkenan. Tapi mimpinya ini setidaknya memberikan catatan bagi sejarah bahwa solusi terbaik bagi negara-negara di timur tengah adalah dua, "penyatuan arab" dan selalu mengingat kata-katannya bahwa Amerika serikat dan rusia sama saja.
"Sepertinya khaddafi benar".
Khadafi Sudah Usai beberapa Tahun lalu. Suriah pun "diobok-Obok", walau akhirnya Bashar Al-Assad tetap bertahan karena didukung penuh mayoritas Rakyatnya. Yaman karena tidak Strategis, dibiarkan mencari Nasib mereka sendiri.
Lalu, Iran tetap dianggap Negara "Epidemik". Pengaruhnya ditakuti, setidaknya dikawasan Timur tengah. Sejak dulu, jauh sebelum Saddam hussein dan Khadafi Jatuh, Iran terus dicurigai. Negara-negara yang berhubungan dengan Iran pun dianggap pantas seperti Iran, bahkan hingga hari ini.
Tetapi, Iran beda dengan Irak dan Libya. Iran adalah salah satu negara terkuat dengan peralatan persenjataan yang mumpuni di timteng, selain Israel.
Berbeda dengan Arab Saudi yang kuat karena sokongan negara-negara barat. Iran justru Menghasilkan sendiri (tentu pada bagian-bagian tertentu di Back up oleh Rusia). Orang Persia sudah sejak dulu dikenal dengan tradisi Intelektualnya yang tinggi, maupun menghasilkan persenjataan-persenjataan yang canggih, sebab mereka tidak ingin diperlakukan seperti Irak dibawah Saddam atau Libya dengan Rezim KhaddafiNya.
Negara-negara Barat (NATO) tidak bisa memungkiri keinginan menaklukkan Iran. Disamping kaya Minyak serta dikuasai oleh Rezim Mullah yang kritis terhadap barat, Iran juga menjadi lawan abadi Israel, miniatur Amerika serikat di Timur tengah. Mereka pasti berpikir ulang, sebab iran berbeda dengan Irak di era Saddam dan Libya di masa Khaddafi.
Di Iran Proses demokrasi berjalan dengan baik. Mayoritas masyarakat Iran adalah penganut Syi'ah secara Sosiologis -Antropologis - Teologis.
Berbeda dengan Rakyat Mesir - Arab Saudi - Libya yang Mayoritas Sunni. Syi'ah memiliki Militansi yang "Menggetarkan" karena ditopang dengan ajaran Normatif - Teologis-Historis. Karbala dan Hussein Vs Yazid. Inilah yang membuat Saddam hussein pada Era 80-an muntah - Muntah berhadapan dengan iran yang baru Siuman dari Revolusi menurunkan Syah Reza Pahlevi.
Walau didukung oleh Hampir seluruh negara-negara Teluk dan Barat, Saddam Akhirnya mengibarkan bendera putih setelah perang Iran-Irak selama kurang lebih 9 tahun. Riwayat hidup Saddam hussein pun kita tahu bagaimana akhirnya, begitu pula dengan Khaddafi.
Tanggal 25/10/2011, pada Reuters. Ahmadinedjad berkata; " Barat sejak awal hanya ingin menjarah minyak Libya, dan hanya akan mendukung Moammar khaddafi jika menguntungkan mereka. Bahkan, barat tidak akan segan-segan melengserkan khaddafi jika di nilai tidak bisa menyokong keinginan mereka. Tunjukkan pada saya, satu saja pemimpin eropa atau amerika yang belum pernah berkunjung ke Libya atau memiliki persetujuan dengan Libya.
Kongklusinya; "Tak ada makan siang yang gratis". Setidaknya demikian kesepakatan yang di kenal dalam Ilmu politik.
Trump : "Bagaimanapun iran tidak akan memiliki senjata Nuklir". (05/01/2020).
Saya Ingat Tutur Mantan presiden Iran, Mahmmoud Ahmadinedjad : " jika nuklir itu buruk, mengapa anda-anda memilikinya?. Jika nuklir itu baik, lalu mengapa kami tidak boleh memilikinya.
Dalam Kaca Mata Amerika, Iran selalu buruk, sepertinya Amerika merasa diri Negara yang paling baik didunia. Padahal, berapa banyak negara yang dihancurkan oleh Amerika serikat dengan alasan demokrasi. Kalau demokrasi menghancurkan negara lain, apa bedannya dengan Anarki.
Niat Membangkitkan Ghiroh Nasionalisme Chauvinis, atas rencana pemakzulan dirinya (Trump). Tetapi salah Piccah, ternyata Ia (Trump) justru mendapat Protes dari Rakyatnya sendiri. Setelah, atas perintahnya pesawat Nirawak menghujam Bandara Irak, dengan Target pembunuhannya adalah Mayjen Solaimani, pemimpin Garda Revolusi Islam Iran.
Untuk memutus mata rantai komunikasi Iran dengan kelompok-kelompok penentang AS dan kawan-kawan. Solaimani adalah target utamanya.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar