Islam menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan dalam relasi seksual adalah sama. Alquran menyatakan dalam Q.S Al baqorah ; 187, “Hunna Libaasun Lakum wa Antum Libasun Lahunna - mereka (istri) adalah pakaian bagimu dan kamu (suami) pakaian bagi mereka (Istri)".
Ibnu Jarir al Thabari, guru besar para ahli tafsir, mengemukakan sejumlah tafsir atas ayat ini. Pertama bahwa ia metafora untuk arti penyatuan dua tubuh secara interaktif, "indhimam jasad kulli wahid minhuma li shahibih". Kedua, mengutip ahli tafsir lain, Mujahid dan Qatadah, bahwa ia berarti masing-masing pasangan saling memberi ketenangan bagi yang lainnya - "Hunna sakanun lakum wa Antum sakanun lahunna". Dalam pernikahan yang halal, hubungan seks dapat dilakukan dengan cara yang bebas. Alquran menyatakan :
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ
“Istrimu adalah bagaikan tempat persemaian bagimu, maka olahlah persemaian itu dengan cara apapun dan bagaimanapun yang kamu kehendaki. “ (Q.S. al Baqarah [2]:223).
Berdasarkan penjelasan dari hadis Rosulullah SAW, para ahli tafsir sepakat bahwa intercourse suami istri dapat dilakukan secara bebas, kecuali anal seks.
Menariknya, bahwa Nabi Muhammad Saw menganjurkan agar hubungan seksual suami dan istri diawali dengan “warming up”. Nabi Muhammad SAW Mendaku, “Jangan seperti binatang. Lakukan lebih dulu “bercumbu dan bicara yang manis”. Sementara Ibnu Abbas, salah seorang sahabat Nabi mengatakan, “Aku ingin tampil menarik untuk istriku, sebagaimana aku ingin dia juga tampil cantik untukku”
Dari Uraian diatas, Proses penyaluran Hasrat Biologis-seksualitas dalam Islam, hanya bisa di lakukan melalui jalan pernikahan.
Dari beberapa Tulisan saya tentang Sex, Hasrat dan Pernikahan. Pada bahagian ini, sangat penting untuk saya utarakan, bahwa Perempuan yang kita Nikahi, di sebut oleh Allah sebagai Surga. Hal itu tertuang di dalam Q.S Al baqorah : 221, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَ مَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰٓئِكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّا رِ ۖ وَا للّٰهُ يَدْعُوْۤا اِلَى الْجَـنَّةِ وَا لْمَغْفِرَةِ بِاِ ذْنِهٖ ۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّا سِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ
"Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah SWT mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran."
Para Musyrikah yang ingin kamu nikahi, karena Non muslim atau Kafirah itu hanya mengajak kamu masuk ke dalam neraka. Mengajak di sini, bisa saja tertarik pada perempuan dengan Paras, sehingga kita mengkompromikan aqidah kita.
Uniknya dari ayat ini adalah "Wallahu Yad'ul ilal jannah - Allah mengajak kamu ke surga". Padahal, semestinya perbandingan diksi yang menyebutkan, " wa laa tangkihul-musyrikaati - Jangan menikahi perempuan Musyrikah atau kafirah", adalah "wallahu yad'u ilal mukminah - menikahi perempuan mukminah. Tetapi, kata Mukminah oleh Allah di ganti dengan "wallahu yad'u ilal jannah - Allah mengajak kita masuk surga".
Artinya, setiap kita hubungan intim dengan istri kita itu adalah wasilah agar kita tidak zina. Jika kita tidak zina, maka barokahnya istri kita akan menjadi penopang kita masuk surga.
Makanya, Rosulullah SAW pernah di tanya, ibadah itu apa saja. Nabi secara ringan menjawab, " wa fi butihaa ahadikum shodaqoh - kamu berhubungan dengan istrimu itu ibadah". Lalu, sahabat bertanya, yang benar saja Duhai Rosulullah, masa urusan syahwat saja dapat pahala?. Nabi pun menjawab, " kalau yang di gauli bukan Istrinya, maka kita dosa. Tetapi, kalau yang di gauli adalah istri kita, maka dia dapat pahala.
Artinya Istri kita adalah surga. Tetapi, surga yang agak aneh. Karena ribet.
Agar Jannah - Istri kita tidak menjadi aneh, kata Rosulullah SAW, cara Bersuami Istri itu, "Halla jariyatan thola'ibuka wa Thola'ibuka", sebahagian riwayat menyebutkan "Halla jariyatan thodhoibuka wa thodhoibuka" - kamu cari perempuan yang gampang bercanda - rileks.
Maka, ada seorang ulama yang jarang sekali berdiskusi penting dengan istrinya, karena dia menghindari ketegangan diantara mereka. Ternyata Rosulullah SAW pun demikian, jika berdebat dengan istrinya, dia memilih percakapan yang rileks dan santai.
Misalnya, Sayidah Khodijah itu adalah orang yang sangat super terhadap Rosulullah SAW, sampai ketika adiknya Sayidah Khodijah datang bertamu, di jamu oleh Rosulullah SAW. Karena mengingatkan pada suara Khodijah. Demikianlah, Rosulullah SAW, bahkan ia sangat memuji Khodijah. Sehingga membuat Aisyah itu cemburu ; "Bagaimana engkau selalu memuji Khodijah yang sudah meninggal dan sudah tua lagi. padahal Allah SWT telah mengganti yang lebih cantik dan lebih mudah, yaitu saya (Aisyah)".
Mendengar hal itu, Fatimah tersinggung karena Ibunya di tua-tuakan. Sehingga sayidah fatimah kecewa dengan Sayidah Aisyah. Kecewa dalam artian manusiawi, sehingga tidak perlu berlebihan menganggap kekecewaan Sayidah Fatimah, seperti sebahagian kelompok dalam syi'ah. Sebab, kalau kita membenci Aisyah, maka kita menganggap Aisyah itu salah. Jika menganggap aisyah itu salah. Maka Rosulullah SAW salah memilih Istri. Sama seperti anggapan Abu Bakar dan Umar Bin Khottab Tidak Mal'un. Padahal, jika Abu Bakar dan Umar Bin Khottab Tidak Mal'un, Maka Rosulullah SAW salah memilih teman. Begitu juga Rosulullah SAW dalam memilih istri, pasti benar. Makanya kita ini mazhabnya adalah Ahlu sunnah wal Jama'ah.
Dalilnya tidak usah Jauh-jauh, "Attoyyibatu Lit toyyibin" - Nabi itu Toyyib sehingga semua yang berdekatan dengannya pasti baik". Makanya, tidak perlu di interpretasi berlebihan konflik Fatimah dan Aisyah, sebab itu biasa saja dan lumrah sebagai manusia. Yang satu membela ibunya dan yang satu membela dirinya. Sekalipun Aisyah itu pada hakikatnya tidak niat mengkritik Khodijah, dia hanya ingin di perhatikan Rosulullah SAW saja. Caper dalam terma kekinian.
Lalu, ketika Sayidah Fatimah meminta permisi pada Rosulullah SAW dan bertanya, agar bisa mengalahkan Sayidah Asiyah itu bagaimana. Sebab, Ibu saya sudah meninggal. Sedangkan Aisyah ini cantik dan lebih muda. Orang-orang pun tahu betul, bahwa Nabi Muhammad SAW sangat mencintai Aisyah?. Rosulullah SAW menjawab, Fatimah anakku, jawab begini saja, bahwa "Tetap hebat Ibumu (Khodijah), karena ibumu mendapatkan saya (Rosulullah) masih brondong dan perjaka. Sedangkan engkau cantik bagaimana pun, tetap mendapatkan Rosulullah SAW saat Duda. Jadi, jawaban Rosulullah SAW sangat Rileks dan santai. Akhirnya semenjak itu. Aisyah tidak mengkritik Khodijah lagi.
Khodijah itu kan, sudah umur 40 tahun dan janda ketika mendapatkan Rosulullah SAW yang masih perjaka. Aisyah, cantik dan perawan mendapatkan Rosulullah SAW sudah Duda. Lebih keren mana?. Lebih keren Khodijah. Jadi, tidak semua masalah yang di selesaikan oleh Nabi dengan cara ekstrem. Nabi Muhammad SAW itu biasa santai dan Rileks dalam menyelesaikan masalah.
Nah, perempuan-perempuan sekarang, jika ingin menjadi Surga, sebagaimana maksud Allah SWT dalam ayat diatas. Syaratnya jangan rewel-ribet dan sulit. Sebab, di surga itu tidak ada orang rewel, ribet dan sulit. Tetapi, kalau tidak rewel, sementara suami kamu tidak benar, itu namanya Goblok.
Diantara Ulumul Qur'an, ada Istilah "maudhiul mutmar menggantikan Maudhiul dhomir atau Maudhiul Laf'i menggantikan laf dan afar. Ilmu tafsir memang agak Ribet. Tetapi, bagi para pelakunya menjadi gampang. Ketika Allah SWT melarang kepada Perempuan Musyrikah. Logika perbandingannya semestinya adalah "Wallahu Yad'u Ilal Mukminah". Tetapi, oleh Allah SWT di ganti dengan "Wallahu Yad'u Ilal jannah". Hal itu menunjukkan bahwa Menikahi perempuan itu adalah Jannah.
Mengapa?. Karena kita hubungan intim dengan istri adalah Ibadah, jiwamu sabar adalah ibadah. Genjatan senjata adalah ibadah dan semua yang kita lakukan asal baik adalah ibadah.
Nah, saya berharap ilmu ushul Fiqih ini tidak hilang. Karena dengan Ilmu Ushul fiqih, kita menjadi Tahu bahwa Mubah itu adalah Tar'ul Harom. Sedangkan Tar'ul harom adalah wajib. Makanya kita sering sekali mendapati ayat Mubah yang di sampaikkan Allah SWT dengan superior, " wa min ayathi hi manabukum bi layli wa nahaar - termasuk ayatnya Allah adalah kamu itu tidur".
Dengan menggunakan cara berpikir, bahwa kalau kita tidak tidur, maka kita sakit. Jika kita sakit, maka banyak memerlukan banyak biaya. Sementara tidur, hanya membutuhkan memejamkan mata. Lihatlah, betapa baiknya Allah, dengan tidur kita bisa mejaga kesehatan. Yang kalau tidak di jaga, akan mendatangkan biaya tinggi. Oleh karena itu Ulama menyatakan, "Hadza naumu naumul ibadah - Tidur itu ibadah". Sepanjang tidur itu niatnya adalah "Li taqwa alal ibadah".
Tetapi ilmu itu ada pembandingannya, misalnya. Jika kita tidur itu adalah Tar'ul wajib atau Tar'ul harom. Itu masalahnya. Pulang kerja, capek dan tidur itu Tar'ul wajib atau Tar'ul harom?. Tar'ul wajib. Jika dia tar'ul wajib, maka status tidur kita adalah haram.
Kita mensyaratkan nikah itu pakai wali, kalau hadistnya jelas, "la nikaha illa bi waliyan". Ayatnya apa?. Imam Syafi'i secara sederhana membaca ayat, "fa la ta'dhuluhunna ayyangkihna azzawajahunna idza tarao bainahum bil ma'ruf - Jika wanita yang kamu walikan (misalnya, kamu punya anak yang berumur 20 tahun, ingin nikah sama seseorang dan seseorang itu layak).
Di bab Fiqih itu kata Allah, "Jika perempuan yang kamu walikan, ingin menikah. Jangan kamu larang". Kata Imam Syafi'i, Jika seorang wali tidak punya Hak mewalikan, maka dia juga tidak punya hak untuk melarang atau tidak ada gunanya. Misalnya, Fulan itu tidak punya Utang sama saya. Tetapi, anda bilang ke saya, Rais, fulan saya mau tagih. Apakah omongan itu aneh atau tidak?. Aneh kan. Lain halnya, dengan Fulan punya utang 1 juta, lalu anda datang menasehati saya untuk menagih ke Fulan. Apakah hal itu benar atau tidak?.
Artinya, wali itu punya hak melarang putrinya tidak nikah, sehingga di perintahkan Allah, kamu jangan melarang. Berarti wali itu punya hak melarang. Seperti Saya di suruh menagih pada Si Fulan, karena saya punya Hak untuk menagih atau contoh lain pihak Otoritas bandara ATR, menyebutkan Pesawat Boeing sekian-sekian di bolehkan Leanding di sini, karena operatornya punya hak melarang dan mengingatkan. tetapi, kalau orang lain yang tidak terkait dengan otoritas bandara, mengingatkan dan melarang pesawat untuk leanding. Kan aneh.
(5)
Makassar, 07/05/2022
*Pustaka hayat
*Pejalan sunyi
*Rst
*Nalar Pinggiran


Tidak ada komentar:
Posting Komentar