Mengenai Saya

Kamis, 08 Juni 2023

MEMAHAMI TAFSIR SUFI ATAU PEJALAN SUNYI ; SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM 2


Sebelum kita menguraikan lebih jauh. barangkali kita harus berangkat dari pengertian tafsir sufi. Tentu, banyak dari kita, yang kurang akrab dengan Terma Tafsir sufi atau Tafsir Isyari.

Menurut 'Husain az-Dzahabi', Tafsir al-Isyari atau al-faidhi adalah "menafsirkan-Mana'wilkan ayat-ayat al-qur'an secara berbeda dengan apa yang tampak dari kebanyakan makna harfiahnya, berdasarkan isyarat-isyarat yang samar atau tersembunyi. Isyarat yang samar atau tersembunyi, bisa di ketahui oleh orang-orang yang menekuni ilmu suluk (Ilmu Tasawuf)". Jadi, yang tidak mengerti Ilmu Tasawuf, tidak masuk dalam medan Tafsir Al-Faidhi atau Tafsir Sufi Dan di mungkinkan juga mengkombinasikan Tafsir sufi dengan makna dzohirnya (lahir), serta makna Bathinnya. Karena setiap penafsiran tidak bisa di tinggalkan makna tekstualnya. maka, setiap penafsiran meniscayakan makna batinya.

Apa yang menjadi dasar dari Tafsir sufi ini?. Dasarnya adalah Sabda Nabi. kata Nabi ; "Lahu dzhohnun waa bathnun faa dzhohiruhun hikmatun faa bathinitun amikun (ayat Al-Qur'an memiliki aspek lahir dan aspek bathin. Makna dzhohirnya mengandung hikmah dan makna bathinnya mengandung kedalaman yang luar biasa)". "Waa qola i'dhon innalil qur'an dzohron waa bathnon waa li bathnin waa bathnihi ila sab' athi sabthun" (setiap al-Qur'an memiliki makna lahir dan makna bathin. Dan makna bathinya memiliki beragam lapis lagi sampai 7 lapis makna bathin)".

Jalaluddin as-syuthi mengatakan bahwa "Makna bathin dalam Al-Qur'an bisa sampai 70. 200 makna batin". Hal ini menunjukkan bahwa tafsir Al Qur'an menjadi tak terhingga karena banyak sekali Dan hal ini juga berangkat dari Sabda Nabi.

Kedua menurut Imam Ali Bi Abi Thalib, Jangan dianggap saya Syi'ah karena mengutip Imam Ali. Hehehe.

Kata Imam Ali ; "tidak ada satu ayat dalam Al-Qur'an kecuali satu ayat tersebut memiliki empat makna. pertama, Makna Dzohir adalah berdasarkan bacaannya (tilawah). Sesuai dengan Nahu dan Syarohnya. Serta gramatika bahasa arabnya. Kedua, makna batinnya adalah bagaimana memahami al-Qur'an. Ketiga dan ke empat adalah "wal haddu huwal ahkamul harom", ini satu tafsir, yang ujungnya di maksudkan bahwa mana yang boleh di tafsirkan dan mana yang tidak di perbolehkan. "wal matlau huwal murodhullahi minal abdhi bi ha " ; sedangkan ujung paling akhirnya ialah Mufassir ingin menimba dari apa yang di kehendaki oleh Allah dari sebuah Ayat Al-Qur'an.

Pada poin ke empat, dari Maksud Sayidina Ali Bin Abi Thalib ini agak susah. Sebab, kita tidak bisa memverifikasi apakah tafsir ini sudah di verifikasi oleh Allah atau belum. Misalnya, Prof Quraisy kirim SMS kepada Allah, atau Ibnu Arobi kirim WA sama Allah, Kan tidak bisa. Sekalipun Kata Ibnu Arabi ; "Wallahi ma katabtu hadzal kitab illa min imla ilahi (demi Allah, saya tidak menulis kitab al-Futhat al makiyah kecuali merupakan dikte lansung dari Allah)".

Pertanyaanya, bagaimana proses pendikteannya?. Untuk sampai kesitu, Saya juga tidak tahu. Yang pastinya Ibnu Arobi menyatakan demikian dan hasil dikte Allah pada Ibnu Arobi itu 8 jilid.

Sama dengan perkataan Imam Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad Al-Ghazali, bahwa "tidak satu Hadist pun di dalam Kitab Ihya Ulumuddin, yang saya tidak tanyakan lansung kepada Rosulullah SAW".

Jika kita tidak terbiasa dengan Tradisi Sufistik, maka Membayangkannya saja pasti tidak bisa, sebab Imam Al-Ghazali hidup setelah 500 tahun Rosulullah Wafat. Tapi, kata Imam Ghazali, tidak ada satu hadist pun yang saya tidak tanyakan lansung pada Nabi. Sementara hadist di dalam kitab Ihya Ulumuddin, sekitar 470 an Hadist. Artinya berapa kali Al-Ghazali bolak balik mempertanyakan hal itu kepada Rosulullah atau Rosulullah sendiri yang mendatangi Al-Ghazali, bahwa benarkah hadist ini?.

Jika menggunakan Studi Hadist itu agak berat, karena sanadnya harus di teliti. Nah, Kerap kali terjadi masalah, Gegara perawinya tidak kredibel, sekalipun hadist itu benar dari Rosulullah. Maka, Nilai hadistnya jatuh atau Terdevaluasi. Itulah yang menjadi asumsi sehingga para sufi menempuh cara "kasyaf" (tanya lansung kepada Nabi) .

Menurut Imam Ja'far As-Shodiq, Kata Nabi ; "Allah lansung mengajarkan kepada Nabi Muhammad SAW tentang "tansil waa ta'wil" (Al-Qur'an lengkap dengan tafsirnya). Kemudian Rosulullah SAW mengajarkan kepada Sayidina Ali ta'wil dari Al-Qur'an tersebut".

Tetapi, Ta'wil yang diajarkan Rosulullah SAW kepada sahabat-sahabatnya tidak di edarkan secara luas. Hanya di lingkungan terbatas. Sebagaimana yang kerap saya sampaikkan kepada teman-teman yang saya anggap saudara, ketika mendiskusikan hal yang sensitif untuk tidak menyebarkannya ke khlayak luas. sebab, tidak semua ilmu bisa di kunyah oleh kebanyakan orang.

Kata Imam Al-Ghazali, Dalam Ihya Ulumuddin ; "Ketauhilah, Jika ada yang menyangka bahwa makna dalam Al-Qur'an, hanya makna Dzohirnya saja. Maka, ia sedang memberitahukan kepada publik tentang keterbatasan ilmu yang di milikinya. Dia keliru, karena seluruh orang ingin di jadikan sama seperti ilmunya yang hanya memahami al-qur'an dari makna dzohirnya saja. Karena, makna-Makna Al-Qur'an itu luas sekali".

Menurut Al-Ghazali, keliru jika ada orang yang memahami Al-Qur'an secara dzhohirnya saja. Lebih keliru lagi, jika ia membawa banyak orang untuk memhamai Al-Qur'an secara harfiah. Sebab, dia sedang memberitahukan kepada Publik tentang keterbatasan ilmu yang di milikinya. Sedangkan Menurut Ibnu Ajibah ; "Al-Qur'an itu memiliki rahasia-Rahasia yang tak terbatas, Dan memiliki makna yang tak berhingga, Dan ada isyarat-isyarat yang berada di balik makna Dzohirnya, Dan makna yang terdapat di balik isyarat-isyarat, hanya di berikan oleh Allah kepada orang yang di kehendakinya, dengan barokah mengamalkan ilmu yang di milikinya. Karena, orang yang mengamalkan ilmu yang di milikinya. Maka, Allah Akan mengajarkan ilmu, tanpa seorang Guru".

Masih kata Ibnu Ajibah ; "Al-Qur'an memang memiliki makna dzohir dan itu bisa di singkap kepada orang yang memahami makna dzohirnya Dan makna batin bisa di singkap oleh orang yang menekuni makna batin dan tafsir batin tidak bisa di ketahui oleh orang lain, kecuali oleh orang yang menekuni ilmu batin Dan tidak ada yang bisa memahami kecuali oleh orang yang menekuni ilmu batin tersebut. Makna lahirnya di tangkap terlebih dahulu, kemudian di bawah ke makna batinnya. Orang atau nuraninya tidak mampu menyingkap makna batinnya, pasrah saja Dan jangan segera ingkar. Sebab, ilmu yang di peroleh nurani (pemberian lansung) terdapat di belakang akal Dan tidak bisa di tangkap dengan penjelasan ilmu-ilmu yang terwariskan di dalam buku-buku yang tersebar di lingkungan ummat islam".

Makanya dalam tulisan Ibnu Arabi, tidak kita temukan referensinya dari mana. Sebab, menurutnya lansung di dikte oleh Allah. Seupaman Gus dur, yang mahir menjelaskan Soal wali songo serta Nazabnya dan dimana kuburannya berada. Begitu di tanya dimana referensinya, tidak ada.

Sekedar pemanis, Ibnu Ajibah hidup sekitar abad 13 M, yang berasal dari Maroko. Gurunya adalah seorang yang buta huruf, tetapi sampai kepada Allah. Maka, jangan mengira orang yang hebat dalam ilmu tasawuf adalah seorang sufi. Jangan juga menganggap orang yang tidak tau teori tasawuf bukan sufi. Sebab, guru Ibnu ajibah adalah salah satunya, yang buta huruf, tidak bisa menulis. Tetapi, murid-muridnya menuliskan pernyataan - pernyataannya sehingga melahirkan banyak karya.

Bagaimana cara ia Memperoleh pengajaran seperti itu?.

" kalau ingin membuat sebuah tafsir, aku bicara saja, tetiba aku merasa hilang. Lalu, keluar sebuah untaian kata-kata dari lisanku. Kata-kata yang keluar dari lisanku tanpa saya usahakan atau upayakan, Seperti awan. Maka, keluarlah untaian-untaian hikmah dan ilmu pengetahuan".

Penafsiran tentang 4 lapis makna Qur'an, sebagaimana saya sebutkan diatas merupakan syarah Kitab Hikamnya karya Ibnu Athoillah Az-zakandaria. Tidak ada intinya, seumpama Kulit bawang yang di singkap-singkap. Karena itulah penafsiran terhadap Al-Qur'an yang tidak berhingga. Artinya penafsiran Qur'an tidak hanya tentang Tafsir Prof Quraisy atau Ibnu Katsir atau Buya Hamka. Itu hanya salah satu bahagian dari penafsiran. Bukan satu-satunya penafsiran.

Apa perbedaan Tafsir Sufi Isyari dan Tafsir Sufi Natdhori (Filosofi)?.

" Tafsir-tafsir sufi Natdhori itu berawal dari premis-premis akademis yang Ilmiah. Sedangkan Tafsir Isyari, tidak di mulai dari penjelasan-penjelasan ulama terdahulu. Tetapi, di mulai dari Riyadho yang bersifat spiritual, lalu ilmu itu datang begitu saja".

Contoh paling dekat dengan kita Misalnya penyair. Kadang Inspirasi mereka, tidak tentu kapan datang. kadang sudah berada di depan laptop mau mengetik, tetapi tidak tahu mau menulis apa. Kadang kala mereka sementara menyetir kendaraan, tetiba di hujamkan wahyu atau inspirasi puisi oleh Allah.

Tak jarang diantara riuh dan bising, inspirasi atau wahyu di hujamkan. Jika tidak cepat-cepat untuk di rekam atau di tulis, maka ia akan hilang begitu saja dan ia tidak akan datang kedua kalinya. Karena itulah manusia tidak bisa merekayasa kapan inspirasi itu datang. Yang berat, ketika inspirasi datang saat kita sedang sholat, itu sering terjadi pada saya secara pribadi. Itulah bukti bahwa manusia tidak bisa mengusai kemampuan dirinya, tidak bisa mendikte Allah.

Makanya Qur'an yang di hujamkan kepada Nabi, di luar kehendaknya Nabi. Kadang sedang jalan-jalan, turun Wahyu. Kadang Nabi menunggu sampai 15 hari tetapi Wahyu tidak turun-turun. Qur'an Surat Al-Kahfi itu adalah surat yang lama sekali turun pada Nabi, di tanya oleh orang-orang musyrik mekkah, coba kamu jawab 3 hal, jika kamu memang seorang Nabi ; pertama, tentang pemuda yang tertidur didalam sebuah Goa. Kedua, tentang cerita Zulkarnaen. Dan ketiga, mengenai Roh. Kata Nabi ; "Besok pagi saya akan jawab, ketika wahyu turun pada saya". Ternyata 3 bulan setelah itu baru wahyu itu turun dan ketika wahyu itu turun kepada Nabi. justru bukan jawaban atas 3 pertanyaan kaum Musyrik yang turun, melainkan teguran kepada Nabi ; " laa takulan lisyaiing inni faa i'lun dzalika qoda illa an yasya Allah (kamu kalau bicara, jangan bilang besok. Tetapi, jawablah insya Allah).

Diantara yang mendukung Tafsir Sufi, banyak juga para ulama yang menolak tafsir tersebut, salah satunya adalah 'Imam Asy-syuthi', bahwa "pembicaraan Para sufi tentang Al qur'an, bukanlah Tafsir tentang Al qur'an. Karena tidak ada referensinya". Sedangkan 'An-Nasyfi' di dalam kitab 'Awakibnya' berkata, " bahwa makna terhadap Al-Qur'an berdasarkan makna dzohirnya, berpaling dari makna lahirnya maka dia ilhat".

Jadi, pengetahuan ini tekstualis, hanya memahami al-qur'an berdasarkan makna harfiahnya atau lahirnya saja. Karena itu kata an-nasyafi berpaling dari makna lahir, kepada makna yang di pahami oleh  orang-orang batin adalah ilhat.

Sedangkan Kata 'ibnu sholah', yang mengutip 'As- Sulami' ; "ungkapan-ungkapan Para sufi mengenai al-qur'an, jika mereka menyakini itu adalah tafsir maka dia telah kafir".  

Jangan pesimis dan takut, karena makna kafir dalam Al-Qur'an itu banyak sekali. Misalnya, Para petani saja di dalam al-Qur'an disebut sebagai kafir ; " kama tsali ghoifin a' jabala kuffaron nabhatu (para petani yang menutup benih dengan tanah itu adalah kafir). Jadi, makna kafur pada konteks ayat tersebut adalah orang yang menutup benih dengan tanah. Cover buku di sebut cover karena dia menutup isinya. Makanya, katanya Cover dalam bahasa inggris dari bahasa arab. Kata Cak Nur, satu kata yang di sumbangkan orang Nusantara yang tercantum dalam Al Qur'an ialah kata kafur ; "Fa kana Mi dzajuha kafura". Sebab, tidak ada kata kafur di timur tengah. Karena itu Kata Kafur, di pinjam oleh Allah dari bumi nusantara, karena Allah tahu kelak ummat Islam banyak di nusantara, satu saja susah cukup representatif untuk masuk kedalam batang tubuh Al-Qur'an. 

Kalau Bahasa persia, lebih banyak lagi masuk kedalam batang tubuh Al-Qur'an, makanya ada judul buku ; "Al-Alfhot ad-dhahila fi was fi ayatil jannah". Kata non arab dari persia mengenai perumpamaan-perumpamaan sorga masuk ke dalam bahasa Arab. Misalnya, firdaus, adnan, jahannam dan masih banyak lagi merupakan bahasa persia. Jadi, persia juga menyumbang banyak perbendaharaan diksi di dalam Al-Qur'an.

Itulah sebabnya, ada ulama yang memberikan persyaratan pada tafsir Sufi agar di terima, salah satunya ialah tidak keluar dari jangkauan makna gramatika yang di niscayakan oleh pengertian bahasanya. Makanya Tafsir batin banyak di tentang, karena di asosiasikan dengan kelompok "Itsna Asy'ariyah dan Syiah Ismailiyah". Itulah sebabnya sebahagian ulama memisahkan antara Tafsir bathin dengan tafsir sufi.

Maksudnya ialah harus ada penjelasan dari yang lain dan tidak bertentangan sepenuhnya dengan Akal. Betapapun liarnya sebuah penafsiran, baik yang 'Sufi Isyari atau 'Sufi Falsafi' (Nadthori), harus berada dalam jangkauan akal. Inilah persyaratan yang di buat oleh para ulama belakangan. Karena itulah menjadi menarik, sebuah tafsir yang di kembangkan oleh Ibnu Rusyd.

'Ibnu rusyd', didalam kitab "faslul maqolfi ma bainal hikmati waa syariati minal i'tisyor" (hlm 19 baris ketiga dari atas), kata Ibnu Rusyd ; " Anna syariati Idza na tho ghodbhi fa la yahlu imma ayakuna muaffiqom lima adda' i ilaihi burhan au mu' alifan bi hi fa ing kana muaffiqon fa la qoula hu nalik tu libahuna ta'wiluhu (syariat itu ada dua, ada syariat yang sesuai dengan akal, hal ini tidak ada masalah. Tetapi, ada syariat yang bertentangan akal, jika bertentangam dengan akal, maka syariat itu harus di ta'wilkan)". Itulah penafsiran Ibnu Rusyd, sehingga ia tidaklah dikenal sebagai sufi. Tetapi, seorang filosof. 

Muffassir yang bercorak Sufi Isyari, rangking pertama adalah Imam Ali bin Abi Thalib. Lalu, Abdullah At-tustari. Al-hakkim At-tirmidzi. Abu Mansur Al-Hallaj, Abu Hamid Al-Ghazali, Abu Hasan Adz-dzazali, Ibnu Athoillah Az-zakandaria dan Haidar Amuli, Sadruddin Sirodzi (ini sangat akrab dengan kelompok syi'ah). Ini yang populer sebagai Mufassir Sufi Isyari. 

Ada juga yang menjadi Mufassir dalam Sufi Isyari. Tetapi tidak populer dalam kelompok syiah, seperti Sayidina Umar bin Khottab, dia juga tokoh yang mengembangkan tafsir sufi Isyari. Sama juga dengan Ibnu Abbas. Misalnya, ketika turun ayat Al-Qur'an Surat An-Nasr ; "Idza ja anass rullahi wal fath waa roo ayytan nassa yadhuluna fi dinillahillahi af waja. Fasab bih bihamdi was tagfiruhu innahu kana tawwa bah ( apabila telah datang pertolongan Allah, kemenangan sudah di raih. Kalian semua akan menyaksikan orang berduyun-duyun masuk ke dalam agama Islam. Maka bertasbilah dengan memuni Tuhanmu dan mohon ampunlah kepadanya. Sungguh dia maha penerima taubat".

Begitu ayat ini turun, Justru Sayidina Umar menangis. Di tanya oleh Sayidina Abu Bakar, Kenapa menangis?. "Karena kata Sayidina Umar, ayat ini menunjukkan bahwa Ajal Rosulullah SAW,  sudah dekat".

Rosulullah SAW tidak pernah menjelaskan hal itu. Itulah salah satu contoh dari Tafsir Isyari yang di keluarkan oleh Sayyidina Umar Bin Khottab. Sama dengan Ibnu Abbas, Menangis ketika ayat ; "Al yauma akmaltu lakum dinakum (hari ini aku sempurnakan agamamu)". Ayat ini turun ketika Nabi melakukan Haji di Arafah, karena 80 hari setelah ayat tersebut turun, Rosulullah SAW telah meninggal dunia. 

Ada juga Tafsir Sufi menurut 'Ibnu Athoillah Az-Zakandaria' ; "Yuh rijuhum mina dzulumati illan nur". Kata Ibnu Athoillah, apa yang di maksud dengan Firman Allah, tentang Allah "Mengeluarkan dari kegelapan menuju cahaya". Kata Ibnu Az-Zakandaria, maksudnya ialah " Min dzulumati ila kufri illa nuril iman waa min dzuluamati ila bid'ah ila nuril sunnah wa min dzulunati ila ghof illa nuri yaktho waa min dzulumati ila hudud illa hukuk waa min dzulumati tholabid dunniya illa akhirah (dari gelapnya kekufuran menuju cahaya Iman dan Gelapnya bid'ah menuju cahaya sunnah dan dari gelapnya lupa menuju cahaya ingat dan dari gelapnya mencari dunia mencari cahaya akhirat )".  

Kata Ibnu Athoillah az-zakandaria, jangan keliru, karena ada orang kaya, harta ada pada tangannya tetapi tidak ada pada hatinya. Tetapi, tidak sedikit orang miskin dunia tidak ada di tangannya tetapi ada di hatinya. itulah sebabnya, menurut para sufi, bukan pada kaya dan tidaknya seseorang. Tetapi hatinya punya keterkaitan erat tidak dengan Allah.

Hal ini merupakan paling mudah di sampaikkan, di pidatokan dan di tuliskan. Tetapi, Susah di amalkan. Di sinilah letak ujian terbesar bagi para pengkhutbah dan penceramah agama ialah mengamalkan apa yang di pidatokan. Saya hanya mengutip, saya tidak menyuruh untuk mengamalkan. Dengan begitu, saya tidak termasuk dalam firman Allah ; "kabura maktan indallaho (dosa besar bagi orang yang menyuruh berbuat baik tetapi melupakan dirinya)". Kata Ibnu Athoillah ; Janganlah kalian menjadi jarum yang menjahit seluruh orang. Tetapi dirinya telanjang. Jangan seperti batu asah yang menajamkan seluruh orang, tetapi dirinya tumpul. 

Ada juga Pengikut Rumi yang mencari makna batin dengan menari-nari sampai berjumpa dengan Allah, tarian wirling namanya. Ada juga Abul Hasan Adz-Adzazili, yang mendirikan Tarekat Dzazilia, sedangkan Ibnu Athoillah Adz-zakandaria adalah mursyid yang ketiga Dan ciri-ciri tarekat Dzazilia, biasanya dekat pada kekuasaan. 

Ada Juga Kiai Abdullah salam adalah orang yang menolak Gus Dur ketika datang kerumahnya, ia menutup pintu rumahnya Padahal waktu itu, Gusdur adalah presiden dan Gus Dur sudah ada di depan pintu Rumah Kiai Abdullah Salam. Dalil penolakannya adalah ayat Al-Qur'an ; "Innal muluki idza dhahalu qorryatan af salaluha (jika para pembesar sebuah negara datang ke sebuah daerah, pasti dia akan merusak daerah itu)". Pengawal Gus Dur Masuk lewat dapur, di tanyalah oleh Kiai Abdullah Salam. Tanya Gus dur, dia datang kesini sebagai Presiden atau sebagai Keponakan saya. Jika dia datang sebagai keponakan saya, maka suruh masuk lewat pintu dapur. Akhirnya Gus Dur masuk lewat pintu dapur. 

Tarekat Naqsabandiyah juga kuat, dari Syech Khotib Sambas ke Syech Abdul karim II di serang Banten. Tetapi, karena menjadi murid tarekat Abdul Karim, itu susah, tidak bisa hari ini datang, lansung di talkin menjadi murid. ia mesti di cek dadanya dulunya. 3 bulan berikutnya, datang lagi, di cek lagi. Di cek lagi, jika belum bisa, maka butuh waktu lebih lama lagi untuk di talkin. Untungnya ada Kiai Falha Cirebon dan Abah Sepuh (Abah Anom) di surya layah, yang menalkin secara massif, terstruktur dan sistematis. Akhirnya tersebar dimana-mana Tarekat naqsabandiyah qodariyah itu, karena orang tidak di cek lagi dadanya, sudah bisa tidak menjadi murid tarekat. Akibatnya biar anak kecil juga ikut. Walaupun sepeninggal Abah anom, tarekat Naqsabandiyah menjadi pecah karena ada tarekat tandingannnya. 

Saya hanya pembaca yang berusaha giat, sehingga semua bahan bacaan niscaya di baca sebagai bekal. Kabarnya tafsir konsep Kewaliaan dari Ahmadiyah-Mirzam ghulam ahmad yang berjudul "Hamama tul Busro" juga keren, diksinya sangat kuat. Semoga kelak bisa membacanya. 

Insya Allah, berikutnya saya akan Tulis tentang Perkembangan Tarekat Qodariyah Naqsabandiyah. Sebab, Tulisan ini adalah Refleksi atas Penolakan beberapa kelompok Wahabi terhadap perjumpaan seorang sufi atau wali dengan Nabi Muhammad SAW di alam nyata, yang membuat saya penasaran untuk menyelam lebih dalam, menelusuri buku-buku tasawuf yang mengisahkan soal itu.

Hingga beberapa hari ini saya berburu untuk membaca buku-buku tasawuf. Ternyata kisah-kisahnya cukup menarik dan unik. Di antaranya kisah mengenai Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani yang tak kunjung menikah padahal usinya sudah memasuki kepala empat. Ia didatangi Nabi SAW dan beliau menyuruh al-Jaelani: menikahlah! Al-Jaelani berkata; 

"Saya tidak menikah sampai Rasulullah, semoga Tuhan memberkatinya dan memberinya damai, berkata kepada saya: Menikah"

Lebih dari itu, bagi para sufi, perjumpaan dengan Nabi Muhammad SAW di alam nyata ini merupakan pencapaian spiritual yang tinggi. 'Abdul Wahhab al-Sya'rani' mengutip gurunya, Syaikh Ali al-Khawwash, yang berkata:

"Seorang hamba tidak menyelesaikan stasiun pengetahuanNya sampai dia bertemu dengan Utusan Tuhan, semoga Tuhan memberkatinya dan memberinya kedamaian, untuk waspada dan waspada".

Tentu kisah-kisah seperti ini tak bisa diverifikasi. Tapi, ia hidup di lingkungan ordo-ordo tarekat-spiritual, dari dulu hingga sekarang. Percaya boleh, tidak juga gak apa-apa karena ia tak termasuk rukun iman yang harus dipercaya.



* Pustaka Hayat
* Pejalan Sunyi
* Rst
* Nalar Pinggiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar