Di dalam masyarakat Bugis-Makassar, salah satu nilai tradisi yang masih tetap menjadi prinsip mendasar, hingga kini, dan tentunya mencerminkan identititas, serta watak orang Bugis-Makassar, yaitu siri' na pacce. Siri yang berarti Rasa Malu (harga diri). Terma ini kerap digunakan untuk membela kehormatan, terhadap orang-orang yang mau menginjak-injak harga dirinya.
Sedangkan Terma Pacce yang berarti pedih atau pedas (keras, kokoh pendirian). Jadi, Pacce itu semacam kecerdasan emosional, untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan orang lain dalam komunitas (solidaritas dan empati). Makanya, Sering kita dengar ungkapan suku Makassar, yang berbunyi ; Punna tena Siri' nu, pacce nu senk pana'i (kalau tidak ada harga dirimu, maka kepedihanmu, yang engkau pegang teguh).
Salah satu budaya pernikahan pada suku Bugis Makassar yang punya relevansi dengan budaya Siri' na pacce, yaitu uang Pana'i. Menurut Guru Besar Antropologi Universitas Negeri Makassar, "Ima Kesuma" mengatakan, tingginya uang hantaran (uang pana'i) di masyarakat Bugis-makassar sudah berlangsung sejak lama. Uang pana'i itu untuk menunjukkan gengsi dan kekuatan ekonomi pihak lelaki. Karena mengingat, perempuan Bugis-makasar adalah aset. Karena, Ia melambangkan kesuburan dan kehidupan.
Pada masa lalu, anak perempuan di tempatkan di lantai dua rumah. Tempat di mana beras dan sumber makanan di simpan. Sementara anak lelaki di tempatkan di bagian tengah rumah. Hal Ini menunjukkan bagaimana falsafah perempuan Bugis Makasar itu dijaga dengan baik.
Di beberapa literatur yang coba saya ketengahkan, memang ada beberapa nilai dari tradisi yang bergeser cukup jauh dari spirit awalnya uang Hantaran - Uang Pana'i. awalnya Motif uang Pana'i merupakan bentuk penghargaan kepada Calon mempelai perempuan yang hendak di persunting. Hari ini motifnya berubah menjadi uang belanja pernikahan?. Karena pergeseran nilai semacam inilah, Sehingga anggapan bahwa prosesi pernikahan yang menghabiskan biaya yang tinggi, merupakan bagian yang tak terelakan. Padahal uang belanja pernikahan itu motif kesekian, setelah penghargaan dan penghormatan kepada calon mempelai perempuan.
Sependek pengetahuan penulis, sejarah uang pana'i, bermula dari seorang putri bangsawan Bugis yang begitu cantik dan jelita, yang membuat pria asal Belanda jatuh hati padanya dan ingin menikahinya. Tetapi, sang raja tidak menginginkan putrinya disentuh oleh lelaki manapun, sampai akhirnya, Raja memberikan syarat uang pana'i - Uang Hantaran, Sebagai bentuk penghargaan dari pihak lelaki kepada pihak perempuan yang begitu ia cintai.
Kesalahan kita dalam membaca peta sejarah, bisa berakibat Fatal pada Generasi selanjutnya dan kerap menjadi beban, serta tak jarang menjadi problem sosial baru.
Jika kita mengikuti Rentetan prosesi pernikahan masyarakat Bugis - Makassar, dilakukan dalam beberapa tahap. Ada yang disebut dengan pihak lelaki melakukan kunjungan ke pihak perempuan untuk menyatakan maksud perjodohan. Lalu, melaksanakan pertunangan. Kemudian lamaran, dan menikah.
Penentuan besaran Uang pana'i atau doe nganre atau Uang belanja yang diserahkan pihak lelaki pada keluarga mempelai perempuan, ditentukan saat prosesi lamaran berlansung. Pihak keluarga mempelai lelaki akan menyampaikan kesanggupan dan mendiskusikannya bersama pihak mempelai perempuan. Tak jarang, di saat seperti itu terjadi silang perdebatan yang cukup alot.
selain Uang pana'i adalah bentuk penghargaan. uang pana'i juga kerap disebut sebagai uang naik. Mengapa?. Karena, dulu uang naik diserahkan dengan menaiki anak tangga sebuah rumah. Sebab, kondisi rumah-rumah di etnik Bugis-Makassar kebanyakan rumah panggung.
Memang, pada prinsipnya masyarakat bugis Makassar, menurut Antropolog Universitas Negeri Makassar, memegang prinsip Appa sulappa (empat sisi) dalam menentukan calon mempelai pengantin, yaitu pendidikan, akhlak, pekerjaan dan status darah atau keturunan (Genetik). Sekalipun, belakangan, hanya tiga yang utama, yakni pendidikan, akhlak, dan pekerjaan, sedangkan Faktor genetik, soal yang tidak terlalu substansial. Sekalipun sebahagian masih menganggap hal itu sangat prinsipil.
Senada dengan itu, "Christian Pelras" dalam "Manusia Bugis" juga menjelaskan, bahwa pernikahan di masyarakat Bugis dikenal dengan terma siala (saling mengambil satu sama lain). Pasangan mempelai ini, walaupun dalam status sosial yang berbeda akan menjadi mitra, sebagai sebuah penyatuan dua keluarga. Dengan kata lain, perkawinan adalah cara terbaik membuat orang lain menjadi "bukan orang lain".
Statifikasi sosial, seperti keturunan darah biru punya gelar adat, seperti Karaeng, Andi, Opu, Puang, dan Petta ataupun tingkat pendidikan calon mempelai perempuan adalah S1, S2, PNS, Haji, dan lain-lain. Dengan dasar itulah, sehingga Uang hantaran puluhan juta, atau bahkan sampai ratusan juta dan Milyaran menjadi nominal yang lumrah. Sebab, semakin tinggi nominal Uang pana'i. maka, semakin tinggi juga citra diri keluarga mempelai di mata masyarakat. fakta ini adalah hal yang tak terelakan hari ini.
Jika sejumlah Uang pana'i mampu di penuhi oleh calon mempelai Lelaki. maka, hal itu menjadi suatu kehormatan bagi pihak keluarga perempuan. Kehormatan yang di maksudkan adalah bentuk penghargaan yang di berikan oleh pihak calon mempelai pria kepada calon mempelai perempuan yang ingin di nikahinya dengan memberikan pesta yang megah untuk pernikahannya melalui Uang pana'i.
Namun, satu hal yang perlu di garis bawahi bahwa Uang pana'i - Uang Hantaran, Bukanlah Mahar?.
Pernikahan merupakan Sunnah Rasulullah SAW yang bertujuan untuk melanjutkan keturunan dan menjaga manusia agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang sama sekali tidak di inginkan oleh syariat, yaitu zina. Untuk itu, pernikahan baru dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syaratnya. Sekalipun mayoritas Ulama - Syafi'i, Hanafi dan Hambali menyatakan bahwa pernikahan tanpa mahar, tetap sah. Sebab, mahar bukanlah Rukun dan Syarat Nikah. Tetapi, Mahar merupakan hak istri, yang wajib di bayar.
Mahar merupakan tanda kesungguhan lelaki untuk menikahi seorang perempuan. Mahar juga merupakan pemberian seorang lelaki kepada perempuan yang akan dinikahinya. Dimana mahar tersebut akan menjadi hak milik istri secara penuh. Seseorang bebas dalam menentukan bentuk dan jumlah mahar yang diinginkan, karena memang tidak ada batasan dalam syariat islam mengenai mahar, akan tetapi mahar itu disunnahkan yang sesuai dengan kemampuan pihak calon suami dan Islam menganjurkan agar meringankan mahar.
Dalam tata cara pembayaran mahar - Maskawin, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa kaidah pembayaran boleh dibuat mengikut amalan masyarakat setempat. jika tidak ada penentuan cara pembayaranny. Maka, kembali kepada kaidah fiqh, Maksudnya "sesuatu yang umum diketahui pada masyarakat, samalah seperti yang di syariatakan". Oleh karena itu, apabila amalan yang dibuat dalam kalangan masyarakat setempat selalu membayar mahar sepenuhnya, hendaklah di bayar sepenuhnya. Namun apabila masyarakat setempat selalu membayar setengahnya, maka hendaklah di bayar setengahnya pula, sebelum bercampur - berhubungan badan.
Beberapa fuqaha juga berpendapat, jika di dalam nash tidak terdapat tatacara pembayaran mahar sama dengan berhutang atau tunai, maka tatacara pembayaran di pulangkan ke hukum asal yaitu dibayar tunai.
Mahar wajib dibayar semuanya kepada istri sebelum mereka bercampur. karena, mahar merupakan bagian dari akad pernikahan yang ketentuan hukumnya tertuang di dalam Al-Qur'an. Artinya, Suami wajib memberikan mahar kepada Istrinya. Dengan demikian, tidak ada sebab-sebab tertentu yang boleh menangguhkan pemberian mahar dalam akad yang sah.
Para ulama mazhab juga sepakat bahwa mahar boleh dibayar kontan dan boleh di hutangkan, baik itu sebahagian maupun seluruhnya, dengan syarat harus diketahui secara detail. Misalnya si lelaki mengatakan; “saya mengawinimu dengan mahar seratus dirham uang emas, yang lima saya bayar kontan, sedangkan sisanya saya bayar setahun”. Atau bisa diketahui secara global, misalnya pengantin lelaki mengatakan; "maharnya saya hutang, dan akan saya bayar ketika saya mendapatkan pekerjaan". Akan tetapi, Cara hutang seperti ini Imam Syafi'i melarangnya.
(2)
*Pustaka Hayat
*Pejalan Sunyi
*Rst
*Nalar Pinggiran


Tidak ada komentar:
Posting Komentar