Bila melihat Almanak sejarah, maka mata kita akan terfokus pada tokoh yang kita kenal baik dan memang kerap di tuturkan dalam diktat-diktat sejarah. Setiap Provinsi merasa mesti memiliki Pahlawan. Tidak hanya daerah tingkat 1, kabupaten kota pun berlomba mengusulkan pahlawan mereka. Ini terjadi di masa akhir orba.
Setelah era reformasi, perlombaan ini menyurut. Pahlawan yang berjumlah seratusan orang itu seakan memiliki kelas. Ada yang sering disebut, ada pula yang tidak pernah disinggung dalam pidato ataupun pelajaran sekolah. “Amir Sjarifudin”, adalah termasuk orang yang tidak pernah di sebut, mungkin saja sudah dilupakan.
Dulu, ada Guru Madrasah Tsanawiyah saya bertanya, “kenalkah kalian pada Amir Sjarifuddin?”. Tidak satupun yang bisa menjawab, termasuk saya.
Setelah selintas membaca, beberapa kliping sejarah. Amir Syarifudin yang diceritakan adalah Ia yang entah dimana dalam belantara sejarah anak bangsa (baca: sejarah Formal).
Amir berasal dari keluarga Batak Islam bercampur Kristen. Kakeknya, Ephraim adalah seorang jaksa beragama Kristen. Ayahnya, Soripada juga seorang jaksa yang beralih ke agama Islam setelah menikah dengan seorang Gadis Batak Muslim. Amir Sjarifudin Harahap merupakan seorang Perdana Mentri RI yang di eksekusi Bangsanya sendiri tanpa proses Hukum.
Sebagaimana yang dikisahkan sejarawan, Aswi warman Adam, pertengan Desember tahun 1948 : tengah malam di Desa Ngaliyan-Solo, 20 orang warga disuruh tentara menggali lubang sedalam 1,7 meter. Amir: Berpiyama putih-biru, bercelana panjang berwarna hijau dan membawa buntelan sarung, bertanya pada kapten yang ada disitu: “saya ini mau di apakan?”. Amir Bersama 10 orang lainnya di tembak satu persatu.
Konon, menjelang ia dieksekusi, Amir Sjarifudin masih terus membaca buku. Ia pecinta buku, Gemar Membaca. Amir Sjarifuddin adalah salah seorang tokoh yang berjasa mempertahankan eksistensi Negara pada awal kemerdekaan indonesia. Amir Sjarifuddin pernah menjadi perdana Mentri. Diangkat untuk menampik tuduhan belanda bahwa Indonesia adalah Boneka Tokyo, karena Soekarno-Hatta dianggap berkolaborasi dengan saudara Tua dari Negeri Matahari terbit.
Dari empat Tokoh Nasional yang menduduki jabatan tertinggi diawal Indonesia merdeka (Presiden, Wakil presiden, dua orang perdana Menteri periode awal). Tiga orang yang menjadi pahlawan Nasional : Soekarno, Hatta dan Sjahrir. Sedangkan yang satunya lagi, Amir Sjarifuddin, jangankan diberikan bintang jasa, Biografinya saja tidak beredar dimasa Orba.
Pada Tahun 1984, Penerbit Sinar Harapan sempat mencetak Tesis Frederick Djara Wellem di sekolah tinggi Theologi Jakarta: “Amir Sjrafuddin, Pergumulan Imannya dalam memperjuangkan Bangsa”. Namun buku itu terpaksa dimusnahkan karena Jaksa agung tidak berkenan.
Dalam Sejarah indonesia, Amir Sjarifuddin Tak hanya di buang dan dilupakan, tetapi juga tidak diakui. Bangsa kita terlalu banyak mewarisi dendam sejarah. Acap kali kita memilih sikap tidak mengungkap cerita sejarah yang di bungkam, demi menjaga keutuhan bangsa. Padahal cara itu tidak selamannya benar.
Jangankan kita, indonesia. Negara yang sudah dianggap maju seperti "jerman" saja masih belum mampu menerima perjalanan pahit sejarah mereka. Di jerman dan austria, masih banyak generasi yang lahir ditahun 1940-an keatas yang tidak mau percaya, adanya tragedi Kamar Gas. Bahkan masih banyak yang percaya bahwa Hitler sebenarnya adalah penyelamat.
Bagaimanapun pahitnya, fakta-fakta sejarah adalah pelajaran penting bagi generasi selanjutnya. Seperti kata Goenawan Mohammad : " hanya mereka yang mengenal Trauma, mereka yang pernah di cakar sejarah. tahu benar, bagaimana menerima keterbatasan yang bernama manusia".
Nb ; Sebahagian Referensi - Aswi Warman Adam (2002 & 2006)
* Pustaka Hayat
* Pejalan sunyi
* Rst
* Nalar pinggiran


Tidak ada komentar:
Posting Komentar