Bila masih hidup tanggal 30 juli 2022 yang lalu, maka Dja'far Nawawi Aidit atau Dipa Nusantara Aidit (ada juga yang memanggilnya Danu Nusantara) 100 Tahun. ia lahir di tanjung pandan belitung 30 juli 1923 dan meninggal di Boyolali 1965. 42 tahun jatah hidup yang di berikan Tuhan padannya, Muda.
Namanya masuk dalam kategori "Haram" di sebutkan dalam sejarah bangsa ini. tapi, biarlah berpulang pada kita yang memahaminya, seperti kata Revolusioner Cuba Ernesto Che Guevara : " Revolusi biasannya di letuskan oleh orang gila dan di pimpin oleh orang berani, kemudian di nikmati oleh kaum opurtunis". Aidit nampaknya hanya merasakan dua hal; gila dan berani.
Terlepas dari setuju atau tidak setuju terhadap ideologi yang di kumandangkannya. tetapi, seperti yang di akui Prof Taufik Abdullah " Ia termasuk pemimpin yang memiliki visi, strategi serta pembangunan insitusi yang tangguh. sebuah hal yang membedakannya dari kawan-kawan se-zamannya, bahkan politisi sekarang. ia tidak hanya di tempatkan sebagai catatan, di kaki sejarah. tetapi, kehadirannya membawa warna bagi arah sejarah bangsa ini. terlepas dari suka atau tidak suka, bagi anak bangsa yang enggan membincangkannya.
Orang tidak tau bahwa D. N. Aidit itu adalah politisi yang anti korupsi, sangat keras dan disiplin. ada kata-katanya yang menjadi diktum anggota PKI, " kalau masuk PKI harus hidup susah, siap tidak punya apa-apa dan mengorbankan segalannya".
Tidak salah, jika ia lebih memilih hidup susah dalam membesarkan partainya ketimbang mengikuti ajakan bapaknya untuk pulang ke bangka belitung; menjalankan usaha ayahnya yang di kenal sebagai Tuan tanah yang tanahnya sejauh mata memandang.
Aidit sangat membenci korupsi, bahkan ia banyak menciptakan jargon-jargon politik. termasuk "hancurkan 3 setan kota dan 7 setan desa". koruptor yang berbisnis wewenang dalam menjual kekuasannya kepada para cukong, ia menyebutnya sebagai kapitalisasi birokrat. Aidit sangat disiplin soal kehidupan pribadi. ia anti poligami bahkan kader partai tidak boleh senang-senang untuk poligami, ia sangat keras dan kemudian menciptakan polemik dengan nyoto yang saat itu terlibat kisah affair dengan perempuan Rusia, padahal nyoto telah menikah dan memiliki banyak anak. Aidit marah besar dan menyerang kesukaan Soekarno pada banyak perempuan dan banyak jendral yang suka bermain perempuan. ia sering mengejek Jend Ahmad Yani yang mulai meniru-niru kebiasaan bung Karno soal perempuan.
Aidit terus bekerja untuk rakyatnya, ia gebrak konflik politik agraria; 1 orang tani, 1 hektar tanah. ia buat perahu untuk nelayan. PKI lah satu-satunya partai yang berani mengepung pangkalan minyak asing dengan gerakan rakyat sampai mereka ketakutan. bung karno di bikin pusing, karena gerakan rakyat ini. melihat tingkah laku politisi belakangan ini, berbeda sekali dengan Aidit, Hatta, Agus Salim, Natsir dari Masyumi. mereka benar-benar berjuang demi idealismenya bukan untuk uang dan para cukong serta asing.
Silahkan tidak suka dengan Aidit, semua anak bangsa memiliki Hak. Tapi, yakinlah dari Aidit kita bisa belajar bahwa menjadi politisi harus berani di gantung demi idealismennya, apapun idealismenya.
Sekarang idealisme itu kian mati dan di gantikan dengan politik uang dan politik kekuasaan. kita nampaknya telah skeptis dan pesimis terhadap parpol hari ini. seakan-akan parpol adalah sumbu korupsi. tapi, sejarah masa Aidit telah memberikan pelajaran bagi kita semua bahwa suatu fase dalam suatu sejarah politik indonesia; ada idealisme dan itu tumbuh subur dalam partai politik, tapi sekarang idealisme telah di konversi menjadi parodi politik tanpa Nilai. Kering.
Satu hal lagi tentang D.N. Aidit, Jika kita pernah menonton Filem G 30 S PKI. Silahkan perhatikan dengan seksama, di beberapa segmen, D.N Aidit, terlihat mengepulkan asap tembakau saat Rapat. Padahal Dipa Nusantara Adit, tidak merokok bahkan Istrinya adalah seorang Dokter.
Hampir, kita tidak temukan seorang politisi sekarang, yang berani dan jujur seumpama Dipa Nusantara Aidit atau Djafar Nawawi Aidit, yang usianya sangat Muda, saat ia meregang nyawa, hanya karena Aidit adalah pendiri PKI dan Marxian, namanya "Haram" di perkatakan dalam sejarah bangsa ini.
Bangsa kita terlalu banyak mewarisi dendam sejarah. Acap kali kita memilih sikap tidak mengungkap cerita sejarah yang di bungkam, demi menjaga keutuhan bangsa. Padahal cara itu tidak selamannya benar.
Jangankan kita, indonesia. Negara yang sudah dianggap maju seperti "jerman" saja masih belum mampu menerima perjalanan pahit sejarah mereka. Di jerman dan austria, masih banyak generasi yang lahir ditahun 1940-an keatas yang tidak mau percaya, adanya tragedi Kamar Gas. Bahkan masih banyak yang percaya bahwa Hitler sebenarnya adalah penyelamat.
Bagaimanapun pahitnya, fakta-fakta sejarah adalah pelajaran penting bagi generasi selanjutnya. Seperti kata Goenawan Mohammad : " hanya mereka yang mengenal Trauma, mereka yang pernah di cakar sejarah. tahu benar, bagaimana menerima keterbatasan yang bernama manusia".
**
Untuk Kawan-kawan saya. Berkenaan, dengan ujung bulan September. Perbanyak saja referensi. Perbanyak sudut pandang. Satu demi satu, referensi itu dikritisi. Kemudian, apabila kesimpulan yang diambil justru berbeda diantara kita, tidak masalah !.
Silahkan tonton film G30S/PKI garapan Arifien C. Noer. Bahkan, sebagai insan akademik serta sebagai anak bangsa, wajib untuk menontonnya. Lalu, tonton pula film "Jagal" dan film "Senyap". Setelah itu, lakukan kritik terhadap masing-masing film tersebut. Kapan dibuat, untuk siapa, misinya apa, "siapa yang diuntungkan", dan seterusnya. Lalu, apapun kesimpulan kalian, berbeda antara satu dengan yang lainnya. tidak masalah. Itu jauh lebih baik dari pada memaksanakan diri untuk menonton satu film saja, dibulan tertentu pula.
saya coba jawab VERSI saya. Namanya juga versi saya, berarti tergantung pemahaman dan sejauh mana analisis yang saya lakukan, serta berdasarkan bacaan yang mungkin tidak banyak, termasuk "core" keilmuan yang dimana saya berkecimpung didalamnya.
Pertama, Bangsa ini, wujud hingga kini, dibentuk oleh banyak elemen masyarakat. Oleh figur-figur. Oleh beragam entitas etnik. Beragam ideologi, termasuk komunisme (bedakan dulu dengan partai sebagai institusi politik : komunisme itu ideologi). Buka risalah mereka yang terlibat dalam Soempah Pemoeda, yang hadir dan tanda tangan, merefleksikan beragam identitas itu. Kemudian lihat Risalah Sidang BPUPKI. Badan untuk mempersiapkan kemerdekaan. Yang hadir, juga dari beragam entitas (agama, suku, ideologi). Lalu, mari kita baca buku yang sudah "klasik" Menteng 31. Dalam buku itu, figur-figur pemuda dari kelompok nasionalis, agama dan "kiri" berkontribusi dalam peristiwa Rengasdengklok hingga Proklamasi. Itulah Fakta sejarah yang Harus kita kisahkan pada generasi, bahwa Seluruh entitas bangsa, seluruh ideologi berkontribusi.
Kedua, Terlepas suka atau tidak, Komunisme sebagai sebuah entitas ideologis, juga berkontribusi dalam perjalanan pembentukan negara. Tan Malaka, para Digoels yang dibuang ke Belanda, berbagai pemberontakan melawan Belanda dan seterusnya. Itu jadi catatan sejarah. Kita tak boleh pungkiri itu. Sebagaimana halnya KARTOSOEWIRYO juga jadi seorang figur yang juga ikut serta memikirkan arah negara. Banyak tokoh bangsa yang karena pilihan ideologi mereka "kalah", karena menjadi pecundang atas komitmen arah negara, pada akhirnya mereka SALAH dan KALAH.
Banyak fakta sejarah yang perlu kita ungkapkan. PKI memberontak dan membantai nyawa manusia tak berdosa, itu fakta sejarah. Mereka salah, Terlepas apapun tafsiran politiknya. Tafsiran historisnya. Pun demikian dengan DII TII, PRRI dan seterusnya. Komunisme sebagai entitas ideologi di negara, ada faktanya demikian.
Ada pepatah Belanda berbunyi begini, "karena benci dengan seorang bayi, kita juga benci dengan sisa air mandinya".
Semua ini adalah konflik politik. Saya tidak ingin bahas tentang ideologi komunisme. Panjang lebar. Tapi yang pasti ideologi itu, ada di berbagai negara. Bahkan, di Timur Tengah pun, hingga kini banyak yang eksis (minimal dekat). Hampir tidak ada saya temukan, sinisme kalangan agama tertentu tentang hal ini. Karena memang itu ideologi. Beberapa perdebatan masalah asumsi dasar dari ideologi tersebut, kita harus mendiskusikan secara akademik. Bukankah di kampus kita juga membahas teori Marxis?.
Saya bukan pro kepada komunis. Saya hanya ingin katakan, mereka pernah berjasa buat negeri ini dan Pernah mengkhianati negara ini. Intinya, secara historis untuk pelajaran hari ni, pihak-pihak yang juga berkeinginan mengganti komitmen konsensus negara, juga bisa kita labeli pengkhianat.
Dalam perspektif FENOMENOLOGIS. Jika saya harus di paksa memilih antara kata ANTI dan SUKA SEKALI.
Apakah beda Tan malaka, D.N Aidit dan Muso?. Tan Malaka itu, Ketua Komunis Internasional (Komitern), pernah jadi ketua Komunisme Internasional wilayah Asia. Panjang kisahnya. Pemikirannya, baca di beragam bukunya. Tapi jangan tempatkan dalam konteks kini. Apatah lagi konteks Orde Baru. Ibrahim Sutan Malaka adalah putra payokumbuh yang kita banggakan sebagai pejuang kemerdekaan. meski berhaluan kiri, tapi dia tidak sejalan dengan muso dan tokoh-tokoh PKI lainnya. makanya, dia mendirikan partai Murba yang dibubarkan karena menolak Nasakom. begitu juga dengam masyumi dan ormas lain yang tidak sejalan dengan ide Nasakom, dibubarkan bahkan tokoh-tokohnya dipenjarakan. Termasuk juga PRRI yang mengkritik Nasakom berlanjut kepada perang saudara.
Negara waktu itu ibarat perahu-perahu yang sedang berlayar. Perahu tersebut dengan beragam ideologi. Saling berangkulan. Dengan musuh yang sama dan mimpi yang sama - "imagine society", istilahnya. Lalu, negara terbentuk. Tarik menarik di mulai. Masing-masing ingin membentuk versi perahu mereka.
Ada yang kalah. Ada yang jadi tumbal. Ada yang jadi pemenang. Para pemenang menulis sejarahnya. Kita, harusnya, tetap menghormati dan mengajarkan, bahwa ada perahu yang juga berjasa, sekaligus yang merobek bangsa. Jasanya dikenang. Pengkhianatannya jangan dipegang. Itu menurut saja saya.
**
GUS DUR, PRAMOEDYA, DAN PKI
Seingat saya, Gus Dur dua kali meminta maaf pada "anak-cucu-keturunan" PKI. Kali pertama ketika Gus Dur menjadi ketua umum PBNU. Kali kedua ketika Gus Dur menjadi presiden RI. Bahkan, Gus Dur secara khusus mengunjungi rumah Pramoedya Ananta Toer.
Waktu itu saya sedih. Pramoedya menanggapi dingin permintaan maaf Gus Dur. Pramoedya berkata, "gampang amat", dalam wawancaranya dengan Forum Keadilan 26 Maret 2000. Pram seperti menyimpan kemarahan hebat hingga ia menolak jabat tangan rekonsiliasi Gus Dur. Padahal, untuk itu, Gus Dur telah mempertaruhkan semuanya. Ia dihujani kritik tanpa ampun.
Kini, Gus Dur sudah tidak ada. Pram juga. Dan peristiwa masa lalu itu tampaknya tetap akan menjadi api dalam sekam hingga beberapa tahun ke depan.
Nb ; Sebahagian Referensi, Anton DHN dan Wikipedia Indonesia.
* Pustaka Hayat
* Rst
* Pejalan sunyi
* Nalar Pinggiran


Tidak ada komentar:
Posting Komentar