Mari kita lihat sejarah ke belakang. "Apa sebab peradaban islam bisa jaya pada masa lalu?".
Bukan pada ekspansi wilayah dengan senjata. Bukan juga pada teriakan peperangan. Tapi pada capaian Ilmu pengetahuan dan kemampuan merespon lingkungan. Sebuah entitas sosial akan mampu bertahan dan berkembang, kata Arnold J. Toynbee ; "ketika mereka mampu membaca perubahan zaman. Mereka mampu dengan baik memberikan jawaban terhadap tantangan yang muncul".
Abad ke 12 M, Eropa mulai belajar dari peradaban Islam. Dua entitas sosial historis ini, mulai "berbagi". Beberapa nama Tokoh-tokoh Eropa masa itu, menjadi "Murid intelektual" peradaban Islam, pun sebaliknya. Renaisans memberikan peluang, intelektual islam dalam mempelajari warisan berharga dari peninggalan kerajaan yunani dan Romawi.
Bila abad 21 M ini, orang mengenal Harvard, Cambridge, MIT, Sorbonne dan Stanford sebgai pusat atau Universitas ternama di planet yang bulat ini. Maka pada beberapa abad yang lalu, dunia mengenal Tradisi peradaban Damaskus (Dinasti Umayyah), Baghdad (Dinasti Abbasiyah) dan Tradisi Islam Spanyol (Cordoba) sebagai " avant grade (golongan perintis)". Dinasti Abbasiyah menyulap Baghdad menjadi metropolis dunia, lalu di spanyol, Cordoba, Toledo, Malaga menjadi cahaya peradaban di Eropa. Bahkan Beratus tahun sebelum eropa punya Universitas, seorang Perempuan bernama "Fatima Al-Fihri" mendirikan Universitas Pertama di dunia, Di Fes (Maroko). Sesuatu yang membuat Eropa tercengang, kala itu. Universitas itu, masih hidup Hingga kini. Di dirikan tahun 859 dan memiliki murid, tidak kurang dari 22.000.
Fatima al-Fihri bermigrasi dengan ayahnya Mohamed al-Fihri dan saudari Mariam dari al-Kairouan (al-Qayrawan) di Tunisia, ke Fez di Maroko. Fez ditakdirkan untuk menjadi "Athena Islam". Fatima fasih dalam pembelajaran Islam klasik seperti fiqh (yurisprudensi) dan hadis (tradisi Islam berdasarkan kehidupan Nabi).
Pada bulan Ramadan 245 Al-Hijri (859 M), Fatima Al-Fihri mulai membangun sebuah masjid. Dia menamainya Al-Quaraouiyine untuk menghormati kota Al-Qayrawan dari mana leluhurnya berasal. Selama pembangunan masjid, Fatima berpuasa setiap hari. Di samping masjid ia mendirikan sebuah madrasah tempat pendidikan dengan standar tertinggi akan diberikan.
Pusat-pusat pembelajaran telah ada sejak zaman dahulu. Namun, peradaban kuno tidak pernah memulai pendidikan pemberian gelar dan melembagakan penelitian akademik melalui departemen. Model Fatima Al-Fihri akan menjadi model universitas saat ini. Universitas masih ada. Pintunya masih terbuka untuk semua yang mencari ilmu.
Terletak di dalam kompleks sebuah masjid yang dalam beberapa abad mendatang akan berkembang menjadi masjid tertutup terbesar di benua Afrika, kapasitas 22.000, universitas menarik para sarjana dari seluruh dunia ke kota Fes yang sangat berpengaruh.
Abu Al-Abbas al-Zwawi, Abu Madhab Al-Fasi, dan Leo Africanus adalah beberapa pemikir, teoretikus, dan penulis terkemuka yang diproduksi oleh universitas Al-Fihri. Pembuat peta, astronom, dan sejarawan terkenal hadir sebagai mahasiswa. Saudara perempuan Al-Fihri, Mariam membangun masjid Al-Andalus
Al-Quaraouiyine jauh lebih maju dari zamannya: 100 tahun sebelum Universitas Al-Azhar di Mesir (sekitar 975 M) muncul, 200 tahun sebelum universitas tertua di Eropa - Bologna di Italia (est 1088 M), dan Oxford (est 1096 M) - universitas tertua di Inggris. Sebab, Hampir 800 tahun sebelum apa yang mungkin menjadi "Athena zaman kita," Harvard di AS (est. 1636 M).
Jika Cambridge memiliki Newton yang mengubah dunia, Al-Quaraouiyine juga memiliki dua ikon yang mengubah dunia mereka. Ibn Rushd (1126-1198 M) atau Averroes menerjemahkan dan menafsirkan Aristoteles. Melalui karya-karyanya, Eropa menemukan kembali Aristoteles dan para sarjana Yunani. Alih-alih menjelajahi benua Eropa, seandainya saja Adam Smith, pendiri Ekonomi, melakukan perjalanan ke Al-Quaraouiyine. Di perpustakaan mereka, dia akan membaca Ibn Khaldun (1332-1406 AD). Smith akan melihat banyak idenya dalam Moral Sentiments (1759) - ditulis atau dipikirkan sekitar 400 tahun sebelum masanya.
Kurikulum awal difokuskan pada ilmu-ilmu agama dan kemudian mencakup disiplin ilmu lain seperti tata bahasa, geografi, sejarah, matematika, kedokteran, kimia dan astronomi. Universitas memainkan peran utama dalam hubungan budaya dan akademik antara dunia Islam dan Eropa. Kartografer Mohammed al-Idrisi (wafat 1166), yang petanya membantu eksplorasi Eropa di Renaissance selama beberapa waktu, menunjukkan bahwa ia mungkin telah bekerja atau belajar di Al-Qarawiyyin.
Reputasi akademik yang bergengsi melampaui divisi agama. Tradisi populer menunjukkan bahwa Gerbert dari Auvergne (930-1003), yang akan menjadi Paus Sylvester II yang dikreditkan dengan memperkenalkan angka-angka Arab ke Eropa, pernah menjadi mahasiswa di al-Qarawiyyin. Universitas berfungsi sebagai jembatan pengetahuan antara Afrika dan antara Timur Tengah dan Eropa. Ketika Muslim diusir dari Spanyol pada abad ke-13, banyak dari mereka datang ke Fèz dan ke Qarawwīyīn. Mereka membawa pembelajaran seni dan sains Eropa dan Moor.
Periode yang paling berbunga-bunga untuk lembaga ini berlangsung antara abad ke-12 dan ke-15 ketika itu dilindungi secara mewah oleh Almohades dan Merinids.
Ihwal Itulah juga sebagai Sebuah hal yang memilukan dan salah bahkan Tragis mungkin. Jika hak-hak perempuan untuk belajar di halang-halangi karena alasan Agama. (Baca Buku . William M. Watt, 1994. Terj. Mizan). Karena Sebenarnya, wanita Muslim sangat aktif dalam studi skolastik tentang Islam awal. Aisyah, salah satu istri Nabi Muhammad, adalah di antara ahli hukum Islam terkemuka pada masanya.
Dia juga terlibat dalam sejumlah peristiwa politik setelah kematian khalifah ketiga, Uthman ibn Affan. Dia juga sumber awal banyak hadis berkat kecerdasan dan ingatannya yang terkenal.
Ada contoh-contoh lain, seperti Umm Waraqa yang hafal Alquran dan dipuji oleh nabi sendiri, atau al-Shifa "Penyembuh" binti Abdullah, wanita Muslim pertama yang mengajar melek huruf dan seorang praktisi pengobatan tradisional.
Universitas al-Qarawiyyin dan pendirinya Fatima al Fihri adalah permata mahkota dan simbol kuat aspirasi perempuan dan pemimpin kreatif dalam sejarah Muslim. Didirikan pada 859 (hampir seratus tahun sebelum pendirian Al Azhar di Kairo) dan terletak di medina tua Fez, Universitas al-Qarawiyyin di Maroko diakui dalam Guinness Book of World Records sebagai lembaga tertua di dunia yang beroperasi sebagai universitas pemberi gelar akademik.
Oleh sebab itu kata Henry Lucas, sejarawan Eropa klasik mengatakan ; "bahwa Kekhalifaan Abbasiyah barangkali merupakan periode yang paling makmur dalam sejarah ummat manusia pada masa itu. Baghdad tidak hanya menjadi cahaya ilmu, namun juga menjadi pusat perekonomian. Kota yang diapit oleh sungai Eufrat dan Tigris ini menjadi pusat-pusat ekonomi lainnya. Baghdad bak pemilik jalur sutera (silk road). Baghdad, Bashrah, Iskandariyah di mesir seperti Tokyo, London dan New York di zaman sekarang (ini kata Lucas, bukan kata beta). Mereka mengembangkan kertas dari China, berdagang sampai ke nusantara, membangun industri dan pertanian.
Sementara Islam di Andalusia pun Ilmiah. Saking cintanya dengan Ilmu, salah seorang khalifahnya ; Al Hakam II, memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi buku sebanyak 400.000. Kertas dan buku merupakan salah satu kunci kemajuannya. Dari peradaban Cordoba inilah lahir Ilmuan besar seperti Ibnu Rusyd yang ahli Filsafat, An-Nafis si penemu sirkulasi darah, Ibnu Haitam yang di kenal sebagai penemu optik, Ar-Razi penemu Cacar, Al-Farabi Si Ahli Musik, Al-Battani ahli astronomi, Ibnu Batuta si penjelajah Dunia dan ahli Geografi, mungkin masih banyak lagi yang perlu di ketengahkan.
Sejarawan Orientalis, Marshal GS Hodgson beserta William M Watt pernah mengiventarisir nama-nama ilmuan peradaban islam klasik hingga hari ini, nama mereka masih di rujuk dan di perbincangkan dalam bidang masing-masing. Peter Jenning, dalam bukunya yang terkenal Beauty of learning; mengakaui secara terbuka peradaban islam masa dulu bahwa " mereka memiliki potensi besar bagi kemajuaan ummat manusia. Sebab pengakuan yqng berbasis data dan tentunya Tulus".
Lingkungan peradaban ummat manusia pada dasarnya bukanlah lingkungan "Homo Homini Lupus". Lingkungan destruktif yang ingin menaklukkan dan menghancurkan orang lain. Dalam sejarahnya yang panjang, makin lama manusia ingin menjaga dunia ini dengan baik dan Mengedepankan Akal bukan otot. Konflik dan perang akan dianggap sebuah "keterbelakangan". Sejarah juga mencatat, sangat sedikit capaian peradaban dengan berbasis kekerasan. Selalu peradaban ummat manusia itu muncul dalam suasana damai, toleran, rasa aman, dan saling berbagi. Sebab itu, komunitas yang selalu mengetengahkan perang atau otot sebagai sebuah solusi untuk sebuah kemajuan, maka akan "kalah". Karena itu, bukan lagi menjadi sebuah kebutuhan ummat manusia. Zaman dulu, dulu sekali. Mungkin iyaa. Tapi belakanga ini, tidak. Apalagi sekarang, Sudah tidak laku.
Kedepan, tantangan terbesar kita adalah penguasaan teknologi, Kata Steven Hannard: " seluruh pendukung konstruksi pengetahuan seperti telephone, telegraf dan tulisan serta Faximile-Fotocopy, menyatu dalam suatu eksplosi yang merupakan big bang kedua, setelah (big bang pertama adalah di temukannya Tulisan). Big bang kedua adalah internet yang di dukung oleh satelit "di luar sana". Ummat manusia dalam tahap revolusi ini dapat berinteraksi oral, teks maupun visual dengan sangat interaktif ke seluruh penjuru-penghujung-sudut dunia ini, tanpa kehilangam interaktifitasnya maupun sense of lifenya. Alangkah ruginya, bila kita tidak memanfaatkan Capaian akal manusia ini. Manusia sebenarnya, kata Steven Hannard, di beri kemudahan untuk mengabdikan isi kepalanya dalam bentuk capaian ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak di rasakan oleh manusia dahulu dan membagikannya kepada orang lain. Dan bila kita mempersiapkan "responnya" dari sekarang terhadap tantangan ke depan. maka kita, khususnya cucu kita kelak tidak akan menjadi insan yang "gagap zaman" dan Generasi "katak dalam tempurung. Sekarang ini orang sudah membicatakan 5. 0, kita masih bicara otot dan siapa yang paling kuat.
Berkatalah Frintjof Capra (1986: 93-94). Bahwa peradaban islam yang ada di planet bumi ini akan berkuasa adalah peradaban ummat manusia yang berpusat pada Ilmu pengetahuan. Artinya, apabila peradaban ummat islam ingin mengambil peranan, mau tidak mau, ummat islam harus mampu menguasai ilmu pengetahuan. Terbuka dengan capaian-capaian ilmu pengetahuan.
Peradaban ummat islam pada masa dahulu pernah menjadi peradaban terdepan, sebagaimana yang saya sampaikkan diatas. Menjadi Sumbu dan pusat sejarah ummat manusia pada masanya. Dan sejarah membuktikan, posisi terdepan peradaban ummat islam itu dengan gagah, berkualitas karena peradaban tersebut mampu menjadi wadah untuk bersemai dan berseminya bulir-bulir intelektual, tanpa sekat, tanpa batas primordialisme. Maupun egoisme sektoral.
Pada masa ini, sebagaimana yang pernah di sampaikkan oleh Muhammad Iqbal dalam Khudinya bahwa "peradaban islam betul-betul merupakan peradaban universal yang tidak hanya terpaku kepada latar belakang munculnya ilmu tersebut". Pada masa tradisi Cordoba dan tradisi Baghdad, ilmu tidak memiliki "Nasionalisme". Tidak di dikotomikan; ini dari kami, itu dari mereka. Tidak. Lalu sejarah menukilkan kalamnnya, bagaimana peradaban islam terbang tinggi.
Lalu, haruskah pada masa kita sekarang ini, kita selalu mengedepankan bahwa Ilmu dari "out Grup", tidak bagus dan tidak islami?. Kalau inilah yang terus kita lakukan dan di pelihara. Inilah Historia Not Repette (sejarah tidak akan berulang). Cerita manis dalam bungkusan apologia. Sebuah kompenisasi atas inferioritas (rasa rendah diri) atau hanya sebatas romantisme sejarah.
Dalam kitab Bustanul Katibin, Raja Ali Haji menuliskan Gurindamnya ; " beberapa ribu dan laksa pedang telah terhunus, maka dengan segores qalam jadi tersarung".
Ada satu Hal yang menarik, di deskripsikan sedikit dari Muhammad Al-Baqir (W.743. M). Dari buku " The venture Of Islam (edisi Terjemahan, di terbitkan oleh mizan, 1999). Seorang Ulama besar, memiliki banyak pengikut. Memiliki garis Trah Genitik dengan Rosulullah SAW. Cucu dari Husain Bin Ali Bin Abi Tholib. Husain adalah kembaran Hasan, anak dari Ali Bin Abi Thalib dengan Fatimah az-Zahra. Az-Zahra adalah puteri Nabiullah Muhammad SAW dan Siti Khodijah Binti khuwailid.
Ketika dinasti Ummayah menuju senjakala kekuasaan, banyak kelompok-kelompok kecil yang mencoba menghimpun kekuatan dan mengumpulkan pasukan untuk merebut kekuasaan serta berusaha mewujudkan khilafah versi kelompok masing-masing. Namun Muhammad Al-Baqir, tidaklah seperti itu. Ia tidak mengundang Prajurit. Tidak memperturutkan dendam, justru ia mengundang murid. Pedang tidak di asah, justru ia mengasah pikiran dan kalam. Ia tidak berniat membangun istana, tapi membangun madrasah. Bukan bertempur melawan musuh, tapi bertempur memberantas kebodohan. Bahkan ia Tidak berniat menjadi Raja maupun Sultan.
Melalui Muhammad Al-Baqir menginginkan Islam menjadi Guru. Bukan sebagai penguasa tapi sebagai Suluh. Islam yang tidak identik dengan imajinasi kekuasaan tapi karena Ilmu yang berbasiskan peradaban yang Rahmatan.
Pendidikan adalah jalan terbaik agar kejayaan islam itu muncul. Karena tanpa pengetahuan, manusia sering tidak tau kebodohannya sendiri.
Karena itulah saya hendak mengunderline Tulisan Julian Benda yakni Penghiatan Kaum Terpelajar, yang merupakan kalimat dari judul bukunya " La Trashision des Cleres" demikian judul aslinya. Buku yang sudah dianggap klasik ini. Karena di tulis saat Invasi Nazi-Hitler, diawal 1930-an ini. Membaca Julien Benda, saya jadi ingat Ali Syari'ati- ideolog Revolusi Islam Iran. Pengarang buku "Tugas cendekiawan Muslim". Dan Nampaknya, baik Julien Benda dan Ali Syari'ati mengistilahkan cendekiawan atau intelektual ini dengan terma "Rausyan Fikr (manusia tercerahkan) memiliki kesamaan pemahaman tentang fungsi intelektual serta penghianatan yang di lakukan.
Julien Benda melihat pengalaman kasat mata ketika sebahagian besar kaum intelektual prancis berkolaborasi dengan Nazi; bersikap anti terhadap HAM, anti perikemanusiaan, anti moralitas. Dan yang lebih penting dari semua itu menurut Julien Benda adalah mereka telah berkhianat terhadap tanah airnya. Kaum terpelajar bukan hanya telah banyak "di kalahkan" namun juga telah banyak "di pungut". Lihatlah, kata Benda; begitu banyak intelektual modern yang menyerahkan diri mereka sepenuhnya kepada perjuangan politik yang meluap-luap. Dan benda lebih banyak mengingatkan, untuk tidak lebih banyak menuduh, bahwa kaum terpelajar tidak lagi memberi pentunjuk dan spirit kepemimpinan terhadap perkembangan kemanusiaan, malahan meyerahkan diri mereka kepada golongan tertentu untuk memperjuangkan kepentingan garis parsial-individual.
Alih-alih memelihara persaudaraan segala bangsa berdasarkan kemanusiaan, kaum terpelajar justru mempertajam pertentangan bangsa, pertentangan kelompok atas nama apapun, yang telah menyebabkan timbulnya konflik di tengah-tengah masyarakat. Bagi Benda, itulah penghianat kaum terpelajar. Sejatinya, kaum terpelajar itu berpihak pada kebenaran. Sekalipun kebenaran itu juga syarat dengan Nilai yang di anut. Tapi fungsi memberikan pencerahan bukan memperuncing. Merupakan ikhtiar bagi kaum intelektual untuk tidak menjadi penghianat.
Saya tidak ingin mengatakan siapapun. Tidak, kawan. Saya ingin menunjuk diri saya saja. Tanpa saya sadari, saya seringkali menjadi penghianat. Itu kalau memang saya di kategorikan kaum terpelajar. Kalau tidak, Syukur Alhamdulillah, terhindar saya dari label penghianat.
Ada sebuah Sabda Rasulullah SAW, yang bisa kita ketengahkan, bahwa: Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca (menghafal) al-qur'an, sehingga ketika telah tampak kebagusnya terhadap Al-Qur'an dan dia menjadi pembela islam, dia terlepas dari Al-Qur'an, membuangnya di belakang punggungnya dan menyerang tetanggannya dengan pedang dan menuduhnya sebagai musyrik".
Aku (Hudzaifah) bertanya : "wahai Nabi Allah, siapakah yang lebih pantas di sebut Musyrik, penuduh atau yang di tuduh?". Beliau menjawab, "penuduhnya". (H.R. Bukhari At-Tarikh).
Setelah membaca asbabul wurud (konteks spasial-temporum) hadist ini, maka yang ingin di sampaikkan Rasulullah SAW, adalah jangan merasa paling benar dan jangan mudah menuduh orang dengan tidak benar. Sebab Pengalaman empirik yang kita lalui bila di hubungkan dengan hadist diatas, saya narasikan sebagai berikut:
Kita sering berdiskusi. Terutama berdiskusi tentang hal-hal yang sensitif, khususnya yang berkaitan dengan isu-isu sektarian, kadang kita terbawa emosi. Emosi yang tidak beraturan. Untuk menjustifikasi, kita kadang-kadang juga melampirkan data-data yang terbawa emosi pula. Data-data yang butuh elaborasi dan verifikasi lebih lanjut. Tapi saya berfikir : memperdebatkan isu-isu sektarian ini ibarat menangkap asap tidak bermanfaat sama sekali. Kadang timbul juga tanya, siapa yang di untungkan dari perdebatan konyol seumpama ini, anda atau saya?. Tidak kita, tidak saya dan tidak juga anda. Yang di untungkan itu, hanyalah orang-orang yang tidak suka dengan islam, dengan kedamaiaan. Mereka tertawa, gembira ria. Sementara kita tidak sadar, sedang di tendang, di tunggangi bahkan di hempaskan berulang kali.
Mana buktinya?. Silahkan pelajari, konflik di timur tengah. Pelajarilah. penyerangan Irak, Afganistan, kelahiran ISIS, Irak sebagai political regional enemy, libya , suriah, yaman, lebanon. Mereka bertengkar, Trump juga yang tersenyum. Apakah itu karena Faktor (aliran atau sekte) agama?. Tidak. Jadi sudahlah. Bukankah kita telah berlomba-berlomba sejak sperma ayahanda tersayang beradu pacu untuk menembus ovum ibunda terkasih. Hanya sperma yang siap dengan asupan gizi kuat, bisa menjadi sperma hebat dan tangguh untuk bersemayam di ovum yang hanya satu itu.
Fitrah manusia, memang berlomba-berlomba untuk menjadi baik. Karena itu tangguh dan kuatlah. Semoga ummat islam kedepan semakin tangguh dan kuat. Semakin banyak ummat islam yang inspiratif. Jadi insan penjaga peradaban dan kemanusiaan- pemakmur bumi, sebagaimana Di fase-fase kejayaan Islam dahulu. Oleh karena itu, Jangan menyerah pada keadaan, kita hanya perlu menyesuaikan diri dengan situasi. Bukankah disrupsi era digital memang telah memaksa kita untuk berdamai dengan jarak dan mendefinisikan ulang makna “bersama”?.
Pandemik covid19 ini hanya salah satu tuas pengungkit saja. Setelah ini, kita akan terbiasa dengan jarak tanpa mesti berjarak. Situasi ini yang sesungguhnya dijelaskan dalam terma; Jauh tak berjarak, dekat tak bersentuh.
Tetiba saya ingat diktum Darwin bahwa yang pada akhirnya bertahan bukanlah yang paling kuat, tapi yang paling bisa menyesuaikan diri dengan keadaan Dan situasi ini adalah serangkaian simulasi kecil menuju tatanan masyarakat 5.0.
*Pustaka Hayat
*Rst
*Pejalan sunyi
*Nalar Pinggiran




Tidak ada komentar:
Posting Komentar