Mengenai Saya

Kamis, 04 Mei 2023

CORET ESAI : KEJAHATAN


Di dunia ini, ada kekejaman yang riang atau - katakanlah, kekejaman yang dikerjakan dengan sesadar-sadarnya dan dianggap wajar serta tanpa beban. "Hanna Arendt" menyebutnya “banality of evil”. Istilah itu ia ketengahkan dalam “Eichmann in Jerusalem: A Report on the Banality of Evil” - Sebuah laporan tentang Banalitas Kejahatan (1963). Agaknya ia melihat, ada suatu posisi di mana manusia dapat melakukan kekejian demi posisinya tersebut. Orang harus melakukan kejahatan atas orang lain demi mencapai suatu posisi, upah, atau mempertahankan diri pada kondisi tertentu.

Di situ kejahatan dijalankan. Mustahil suatu kejahatan dijalankan secara brutal, jika hasilnya justru akan menghancurkan si pelaku kejahatan. Artinya, ada kejahatan yang dilakukan secara berhati-hati agar ia mendapatkan keuntungan dari kejahatannya tersebut, dan agar kejahatannya tidak terlacak. Tetapi ada pula kejahatan yang dikerjakan karena suatu peristiwa insidental, misalnya membela atau mempertahankan diri. Kejahatan yang dilakukan secara berhati-hati, tentu dikerjakan oleh mereka yang memiliki alat dan kapasitas untuk melakukannya. Kejahatan tersebut tentu akan sulit dilacak dan diadili. Bahkan pelakunya bisa saja dianggap atau secara politis dijadikan pahlawan. Tetapi kejahatan yang dilakukan dengan simpel, hanya dilakukan oleh mereka yang tak punya alat atau kapasitas untuk melakukan kejahatan secara sempurna.

Tatkala pagi yang begitu pelan dan segar, Freud berbisik pada dirinya sendiri; "life is not easy - Hidup itu tidak Mudah," ujarnya. Bisikan Freud menandakan kecemasannya yang mendalam dalam psikoanalisa. Kepribadian selalu dicekam kehendak memuaskan diri. Kehendak itu lahir dari rasa cinta kepada diri sendiri. Ia harus terhubung dengan wilayah eksternal. Dan di wilayah eksternal, yang selalu tampil adalah dua kemungkinan: pemenuhan kepuasan atau ancaman. Bagi Freud, yang mencemaskan tak lain adalah kecemasan itu sendiri. Rasa takut yang menguasai, membentuk diri yang lain, menjadi makhluk biologis belaka. Freud menamainya kecemasan moral.

Rasa takut itu ditimbulkan dari faktor eksternal yang bukan fisik. Abstrak dan gaib. Ia terinternalisasi ke dalam diri, lalu berkuasa dan menindas manusia: rasa malu, rasa bersalah, atau ketakutan terhadap sanksi. Tepat pada posisi itulah, diri terus menerus melakukan penolakan. Bahkan menolak kehendak-kehendak wajar hidup. Bila penolakan melemah, pada titik itu, ia melanggar. Bahkan bergembira dengan pelanggarannya.

Ketakutan lalu melahirkan kesombongan, terlebih bagi ia yang punya kuasa. Dengan kesombongannya tersebut, ia berupaya menutupi atau mengelabuhi kelemahannya. Menjadi makhluk yang hanya mencintai dirinya sendiri, sehingga secara tak sadar menciptakan kejahatan terhadap yang liyan.

Tapi barangkali ada benarnya teori ganjil "Cesare Lombroso" dalam karya agungnya "l’uomo Delinquente - Manusia Penjahat". Secara serius dan yakin, Lombroso menegaskan bawah sebab kejahatan itu sudah terlihat dari segi fisik (biologi kriminal). Teori itu bukan omong kosong, katanya. Ia memegang hipotesa atavisme dan Evolusi dalam kajian Darwin. Namun guna menunjang penelitian atau melengkapi kesimpulan atas suatu kejahatan, perlu juga menelusuri sebab kejahatan pada seseorang dengan menelusuri latar belakang dan kehidupan keluarga atau masa kecil orang yang bersangkutan. Misanya, Tidak mungkin anak seorang pemburu, yang dibesarkan oleh orangtua yang pemburu, tidak pernah melihat bagaimana senjata digunakan atau tidak pernah melihat binatang-binatang buruan yang didapatkan bapaknya dari hutan. 

Tapi Lombroso lebih yakin seyakin-yakinnya, bahwa orang jahat itu, menurutnya sudah bawaan. Ada gen kejahatan di situ, yakni faktor keturunan. Meski seseorang berada dalam status atau posisi sosial yang mulia, kalau dalam dirinya memang ada gen kejahatan, maka pasti akan berbuat jahat, tidak peduli jika harus menabrak status atau posisi sosial yang disandangnya.

Mungkin banyak orang tidak setuju pada Lombroso. Bagi banyak orang, kejahatan bukan dari faktor gen atau keturunan. Tapi bukankah tak sedikit kejahatan - seperti sering terjadi dalam cerita-cerita Budi Darma, yang dilakukan orang-orang terhormat dan dari keluarga yang tampak baik-baik saja, bahkan dilakukan oleh seorang moralis yang mulia?


Makassar, 21 Agustus 2022

*Pustaka Hayat
*Pejalan sunyi
*Rst
*Nalar Pinggiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar