Mengenai Saya

Kamis, 04 Mei 2023

KEADILAN TAK HANYA BERHENTI DI TENGAH, MELAINKAN MENEMUKAN YANG TERSINGKIR ; CITIZEN JOURNALISME


Apapun yang kita lakukan selalu ada yang melihatnya dari dua sisi. Sejak Adam hendak diciptakan oleh Tuhan, sampai kini, selalu begitu. Saya teringat Tentang Seorang anak yang bermain di tepi laut, kemudian sepatunya terseret arus laut dan hilang. Dengan gusar, si anak menulis dipasir, "laut yang kejam telah mencuri sepatuku". Kemudian, seorang nelayan merapatkan perahunya ke tepi pantai dengan gembira. Tangkapannya hari itu membuatnya bahagia. Si nelayan kemudian menulis dipasir, " wahai laut yang dermawan, terima kasih atas tangkapan hari ini". 

Lalu, Datanglah Ombak, tulisan si anak dan sang nelayan pun hilang tak berbekas. Yakinlah setiap bidang kehidupan ini, Memiliki karakteristiknya sendiri. Karakteristik itulah yang membedakan bidang yang satu dengan yang lainnya. Luaskan Nalar dan Hati, seluas samudera. Tak ada yang objektif didunia ini, subjektiflah yang dianggap objektif. Ketika kita berusaha mengatakan sesuatu itu objektif, pada saat itu juga kita sedang melihat sesuatu dengan parameter atau ukuran dan paradigma yang kita anggap sesuai. Karena itu, objektifitas sangat bersifat paradigmatik. Bahkan objektifitas itu sendiri di ikat oleh ruang dan waktu. Kini, dianggap sebagai sebuah kebenaran, mungkin pada masa lalu tidak dan bisa saja pada masa yang akan datang bisa dianggap sebagai sebuah keniscayaan dan keharusan. Waktu dan ruang yang bisa menentukannya, bisa di katakan benar dan tidak.

Mungkin nilai-Nilai Teologis saja yang bisa diakui kebenarannya secara mutlak. Itupun hanya pada bagian-bagian kecilnya saja, selebihnya terjadi reduksi dan pelebaran tafsiran dari waktu ke waktu.  Untuk mempermudah Kita menganalisis Tulisan Ini, saya Berikan Contoh : Seorang lelaki mengamuk di jejaring sosial. gegara pujaan hatinya pindah ke lain hati. Lelaki itu bertutur; Semua perempuan memang mata duitan. Bayangkan perasaaan, Jika Ibunya Yang Juga Perempuan (tempat Ia mencari Pelukan Teduh) Membaca Tulisan Tersebut.  Atau Seorang gadis marah-Marah di Medsos, gegara diabaikan oleh pacarnya. Ia berkicau; semua lelaki brengsek, bajingan dan jahat. Bayangkan perasaan, jika Ayahnya yang juga lelaki ketika membaca cuitan itu. 

Artinya, Istirahatkanlah kata-kata dari tidak mengeneralisir yang Berlebihan. Acap kali memang Kita kadang kurang mahir dalam bertutur dan Menorehkan Aksara diatas Gedget. Jemari kita memang kerap melupakan kata "Hati" dan Hati-Hati". 

Marah serta Emosi adalah keWajaran yang Natural pada setiap Manusia. Barangkali hanya Malaikat saja yang terbebas dari sekat-sekat Sunnatullah. Namun, kadar emosionalitas niscaya berurat akar pada kerjernihan Rasionalitas agar Terukur. Massifnya linimasa yang memProduksi Sumpah serapah, penuh makian dan dendam kesumat  dari Ujung lidah Hingga jemari yang menyergap tidak hanya pada Fisik, tetapi telah sampai Ke Roh dan merebak tak henti-hentinya, serupa Meludahi air yang tiap hari kita Minum.

Memang, Tak ada Yang benar-Benar Tabah Pada Kehilangan. Sebab Kehilangan selalu tak tertakar Oleh Apapun. Sekuat apapun Ia, pada akhirnya Tanggul Ketabahan akan jebol juga. 

Siapa Yang tidak Tersayat Batinnya, melihat anak Manusia berdarah dan rebah diatas Bumi Manusia yang Lupa Memanusia.  

Siapa yang Tidak tersita Nalarnya, mendengar berita gugurnya 6 laskar FPI akibat kebringasan sekelompok manusia Tuna adab, yang menghujani peluru pada Manusia lainnya. 

Siapa yang Tidak Tersandera Rasa dan Perasannya Mendengar 6 orang Penjaga dan pengawal Dzurriyah Rosulullah SAW, yang mengharap Syafaat Rosulullah SAW kelak, dihilangkan nyawanya sekejam itu. Siapa yang Tidak robek-robek Palung terdalam jiwanya, ketika melihat 6 syuhada Nafasnya Putus Dihadapan Petugas "kepolisian Bersenjata Lengkap", yang mengeksekusi Nyawa manusia di bumi manusia tanpa prosedur hukum.

Siapapun dia, Dari Bangsa Manapun dia. Jika ia membaca dan menganalisa kejadian tersebut. Jika Nurani, Jiwa, perasaan dan Nalarnya Masih berada pada Posisi awal penciptannya, maka Saya Haqqul Yakin : mereka akan berduka, mereka akan Perih, mereka akan terluka. Tetapi, pada Batas dan Kapasitas Yang wajar.  

Jika kita membaca dan meyeksamai  dengan Tenang peristiwa Naas Tersebut melalui sumber-sumber yang terpercaya dan analisa para Expert yang ahli di bidang Investigasi, memang banyak sekali kejanggalan Yang terjadi ; CCTV Di pintu Tol KM 50 tidak berfungsi, Pembuntutan Rombongan HRS yang hendak menuju pengajian subuh. Tumpang tindih pernyataan Bareskrim Polda Metro jaya. Tidak di perkenankan Keluarga melihat ke 6 korban, dsb. Merupakan rantai kecurigaan yang patut di pertanyakan.

Lalu Timbul Tanya, Oknum Kepolisian Juga Manusia. Mereka di tembaki duluan oleh Laskar FPI yang membawa senjata tajam. Sebagaimana naluri, orang yang terancam nyawanya, sudah tentu akan menyelamatkan dirinya. Hanya saja, mereka adalah Manusia yang dilatih untuk mengamankan, melindungi dan Mengayomi Masyarakat. Standar Operasional Pengamanan itu melekat secara Inheren dalam Indentitas Diri Seorang Polisi. Apalagi, belum ada proses pengadilan yang memutuskan seseorang berhak di hilangkan nyawanya.

Maka Konklusinya adalah apa berdosa, petugas yang membunuh tanpa prosedur hukum, padahal sekedar menjalankan perintah atasan?. Yang memerintah dan yang membunuh sama-sama berdosa. Berdasarkan Firman Allah, Sesungguhnya Fir'aun dan Haman, beserta tentaranya semuanya bersalah.

Salah satu pertaubatan tersulit adalah ketika ada Hak Manusia disitu. Lalai, Sholat, kemudian bertaubat, maka Allah lansung memaafkan. Tetapi, membunuh, Allah tidak memaafkan sebelum ada keadilan. Karena,  di situ ada hak hambanya. Allah telah melarang kezaliman terhadap dirinya sendiri. Artinya, yang bersekongkol menghilangkan nyawa manusia beriman. Bersiaplah..!. Kalian akan mendapatkan balasan Dari Allah. Bahkan lansung di kontan, di dunia; apalagi pegadilan akhirat. " darah yang tumpah tidak akan pernah tertidur", begitu Guman Al-Ayyubi.

Peristiwa tersebut, Tidak ada Kaitannya dengan Sentimen kelompok dan Insitusi yang diproduksi secara serampangan dilintas Linimasa. Selain itu juga, tidak ada keuntungan yang didapatkan dengan menggiring opini Masyarakat menjadi sentimen Rasialisme. Tidak ada, Justru yang ada adalah semakin Membuat perih dan sesak pada Keluarga Korban dan Menyirami cuka pada Luka lama yang masih basah. 

Tentang itu, saya Ingat dengan Pelawak "Charlie Chaplin", dulu Acap Berkata, " Rasa sakitku bisa jadi alasan orang Lain tertawa, tapi tawaku tidak akan pernah jadi alasan untuk rasa sakit orang lain".

Dulu, "Alfin Toffler" mengemukakan teori, "Respon and Challenge", asumsi dasarnya adalah semakin besar tantangan yang dihadapi. maka, semakin besar juga jawaban yang harus diberikan dalam mengatasi tantangan tersebut. Jawabannya, bukan verbal, melainkan Aksi dan Ikhtiar. Dalam sejarah peradaban yang maju adalah mereka-mereka yang mampu memberikan respon yang baik dalam menghadapi tantangan yang ada. Apapun itu, Pelajaran baik yang bisa kita ambil adalah kita kutip saja pernyataan aktor Watak Hollywood " Danzel Washington" : kualitas seseorang itu terlihat dari cara ia merespon sesuatu".  

Namum, apa daya pada api yang terlanjur tersulut, selain leleh dan menguap atau Habis menjadi abu. Sesat diujung jalan, kembali ke pangkal jalan.

Saya Hendak menukil Siroh Para Sahabat, Diperang jamal, Harist bin Hud mengatakan ; “aku bingung, disatu sisi barisan berdiri Ummul Mukminun Aisyah, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Sementara di sisi barisan yang lain berdiri Ali Bin Abu Thalib dan putera-puteranya serta Amar Bin Yasir".  Mereka berperang, lalu bagaimanakah kita mengenali kebenaran?.

Sayidina Ali Berkata,  cara berpikirmu terbalik. bila engkau melihat sahabat secara lahiriyah, maka engkau akan bingung menentukan mana benar dan mana salah. ketahuilah bahwa kebenaran dan kebatilan tidak dapat di kenali dari kepribadian orang. kenalilah kebenaran itu sendiri dengan begitu engkau akan mengenali orangnya dan kenalilah kebatilan hingga engkau mengenali orangnya.

Dari perang Jamal kita dapat belajar bahwa jarak dapat menjadi penyebab, tidak utuhnya informasi yang sampai. Kita hanya akan dapat mengenali masalah secara utuh, mengetahui kebenarannya jika dekat dan mendekatinya.

**

Di dalam Teori sosiologi kontemporer, atau Politik-Ekonomi, ada Terma Pemdalaman Investasi atau Kapital. Pembentukan kapital baru istilahnya. Hal itu harus di dampingi dengan pengendalian politik.

jika kita Pelajari dengan tenang, saat pembentukan kapital baru ; enteh itu lokal atau asing, yang hendak masuk Indonesia, sehingga mesti di lakukan penertiban politik Atau sebaliknya, Karena di perlukan jaminan stabilitas politik, maka terjadi penertiban politik, untuk di pemerkan kepada pemodal.

Begitu teorinya. Hanya saja, Kedua kerangka teori diatas juga gagal. Sebab, Menkeu Ibu Ani Yang cantik dan jelita itu mengatakan bahwa kegagalan Indonesia itu, bukan Hanya persoalan pertumbuhan. Tetapi, karena KORUPSI. 

Jadi, Investor jika hendak masuk indonesia, pertama-tama yang di pikirkan adalah adanya Stabilitas politik. Karena itulah, mesti di tunjukkan bahwa ada penganggu. Maka, di tunjuklah FPI, di tuduhlah FPI sebagai Kambing Hitam yang menganggu stabilitas politik.

Tetapi, Investor juga Membaca kondisi Indonesia dan menyeksamai pernyataan Sri Mulyani, bahwa yang menganggu investasi indonesia bukan karena FPI. Tapi, Terlalu banyak partai politik yang melakukan korupsi. Apalagi yang korupsi dana bansos itu?

Lalu, orang Luar negeri (Investor) membuat analisis ; Apakah FPI membantu koruptor?. "Ternyata Tidak, FPI justru menghajar Korupsi, agar Iklim indonesia bertumbuh". Lalu, mengapa FPI yang di bubarkan?. Inilah cara berpikir yang Absurd. Gila. 

Jadi, negara ini Pada dasarnya Hendak mengejar laju pertunbuhan ekonomi. Namun, di sisi yang lain menunjukkan Inkosistensi terhadap laju Pertumbuhan ekonomi. 

Padahal, pembubaran FPI tidak ada manfaatnya. Hanya saja pemerintah berpikir secara pendek, agar ada yang di sajikan kepada Publik, untuk menutupi isu-isu lain. 

Masalah kita sekarang ini, Bukan FPI. tetapi, Gagalnya penanganan Covid-19 dan penanganan ekonomi. Lain, jika kedua soal tersebut sukses, baru di jadikan FPI sebagai terget utama. Sekarang FPI di jadikan target, sementara Kedua soal itu gagal. Kacau memang nalar.


*Pustaka Hayat
*Pejalan sunyi
*Rst
*Nalar Pinggiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar