Mengenai Saya

Kamis, 11 Mei 2023

SERIAL DISKUSI


Sejak Satu sampai Dua jam, beberapa diskusi merebak di pojokan Sebuah Warung Kopi. Topik yang mereka diskusikan Lumayanlah. Saya yang sedari tadi sedang bermain catur dengan Senior, cukup menikmati perdebatan Hangat mereka. Beberapa diantara mereka, cukup karib dengan saya. 

saya sudah menduga, mereka akan mengafirmasi bahan diskusi mereka ke saya. tetapi, saya tetap Khusyu bermain catur. Karena, posisi saya telah unggul 2 - 0 dari senior. 

Topik yang mereka diskusikan sangat Random - acak. Seputar Syariat dan Ibadah yang pelaksanaannya sangat teknis. Tetapi, ada satu hal yang saya Garis bawahi dari semua Topik yang mereka diskusikan. 

Hari semakin gelap, gerimis tak kunjung redah. Suara panggilan adzan magrib terdengar Sayup dari Corong masjid. Senior saya berhasil Memperkecil ketertinggalannya menjadi 2 - 1. Saya Undur diri ke Masjid sebentar. 

Sepulang Sholat. Tanpa Ba bi bu, saya di todong  pertanyaan (kandang Paksa Istilahnya). Awalnya saya enggan Bicara Banyak, sebagaimana Lazimnya saya belakangan ini - Bagaimana menurutmu Jika Allah di identikkan dengan sifat-sifat Yang kurang Baik, seperti Maha pemakar, Maha Penipu, Maha Jahat, dsb.

Untuk menunjukkan bahwa Allah sebenarnya Maha Jahat, salah satu diantara Mereka menukil Kisah perjalanan Nabi Musa Dan Nabi Khidir. Semua yang di lakukan Nabi Khidir adalah betuk ketidaklaziman, yang di gugat oleh Nabi Musa - Membocorkan Perahu, Membunuh anak kecil dan Memperbaiki Gubuk reot. Setelah semua yang di Lakukan Nabi Khidir, Nabi Musa menguggatnya - Mengapa engkau melakukan semua itu, apalagi Etape saat Nabi Khidir membunuh anak kecil. Sangat tidak masuk akal. 

Jawaban Nabi Khidir adalah, "sesungguhnya apa yang aku lakukan bukan atas dasar kemauanku. Tetapi perintah". Artinya, Allah memberikan legitimasi terhadap pembunuhan. Bagaimana itu?.

Diskusi yang alot ini sebenarnya, mengingatkan saya, seputar diskusi yang sama beberapa waktu lalu dengan seorang perempuan. 

seusai saya menjelaskan sifat-sifat Allah yang sempurna, kawan perempuan saya ini bertanya ; Kak, Tadi kita menjelaskan tentang sifat-sifat Allah yang sempurna. Nah, Beberapa hari yang lalu, ada kawan saya bertanya ke saya, kebetulan kawan saya ini baru belajar - belajar Al Qur'an, Tafsir dan lain sebagainnya ; Apakah Allah itu boleh di Sifati dengan sifat-sifat yang kurang baik, seperti Makar, penipu atau Yang lainnya. Kawan saya juga mengutip ayat, "Wa ma karu wa ma karullahu wallahu Yas urun". Selain itu, dia juga menukilkan ayat serupa, yang menunjukkan bahwa Allah Maha menipu?. Saat itu kawan saya agak Ngotot dan saya juga tidak bisa menjawab. Barangkali kita bisa menjawabnya?.

Dalam Menjawab soal-soal seperti itu rileks saja dan Kamu harus berterima kasih sama yang bertanya, karena dia menganggap kamu pintar. Hal itu suatu prestasi, sebab tidak semua orang bisa di tanya. 

Diantara sisi Ekstrem atau Sisi Buruk dari Ilmu Balagho, Kalau kita tidak memahami ilmu balagho, maka kita akan mengatakan Al Qur'an ini bohong. Karena kita tidak tahu Tasbih itu apa. Misalnya, Allah memaklumatkan di dalam Al-Qur'an bahwa orang kafir itu, "Tsummum bukmum umyun (Tuli, bisu, buta). Kalau kita tidak memahami ilmu Balagho kita akan bingung, karena Faktanya orang kafir tidak tuli, tidak bisu dan tidak buta. Tetapi, kalau kita memahami ilmu balagho, kita akan paham bahwa hal itu adalah "Tasbih Balligh" - Perumpamaan (kesustraan) yang sempurna. 

Misalnya, kalau orang memuji Nabi dengan kalimat, "Anta Kassyamsyi - kamu ibarat matahari", hal itu itu kurang keren. Maka, huruf "Kafnya" di buang, sehingga kalimatnya menjadi "Anta Syamsun Wa Anta Badrun - kamu matahari dan kamu Rembulan". Hal ini Sama dengan saat kita memuji pasangan kita, kalau kita cuman bilang "Kamu Ibarat bunga", itu kurang keren. Ketimbang kita mengatakan "Kamu adalah Bunga saya". 

Diantara Ilmu balagho, ada namanya "wal idyan wal kalima lil musyakalah - mendatangkan kalimat, bukan dengan makna semestinya". Tapi dengan lil Musyakalah - perimbangan". 

"Wa ma karu wa ma karullahu - mereka bermakar dengan tipu daya dan Allah pun melakukan itu". jika kita mengartikan secara Latter late, maka artinya adalah "Allah menipu daya mereka?". Tidak seperti itu cara memahaminya. "Tipu daya" yang di maksud pada ayat tersebut - Kalau tipu daya itu di lakukan oleh orang baik, namanya kecerdasan. Kalau di lakukan oleh orang dzolim namanya tipu daya. 

Misalnya begini, ada orang bikin alaram atau memasang cctv agar seseorang itu bisa mendeteksi pencuri, hal tersebut di sebut kecerdasan. Tetapi, kalau pencuri menggunakan alat yang sama (cctv) untuk mendeteksi pergerakan targetnya - korbannya, hal itu namanya tipu daya. Sama dengan mati, kalau kita pecundang, matinya mati Syangid. Tapi kalau kita pahlawan, matinya mati syahid. 

Diantara sisi yang harus kita pelajari di dalam ilmu balagho adalah kalimatnya banyak yang tidak semestinya. Misalnya. "ya Ayyuhal muddatsir, Kun Fa andzir" - fa andzir artinya berdiri - mengurus sesuatu yang serius. orang arab mengatakan berdiri. "wa Yuqimonasholat - dan mereka mendirikan sholat". Apakah semua sholat itu bentuknya berdiri?. Kan tidak, bagi mereka yang lumpuh. Begitu juga saat sholat di perintahkan untuk menghadap Kiblat, apakah saat kita sujud menghadap kiblat?, kan tidak, justru kita menghadap tanah. jadi, kalau menuruti bahasa, tidak ada yang benar. Maka, berhati-hatilah dengan bahasa, sebab bahasa itu tidak jelas. 

Kalau seseorang sedang senang dengan istrinya, lalu ia memujinya dengan kalimat, "kamu sangat cantik". Mestinya, para istri - istri itu tersinggung dan timbul tanya di dalam benaknya. "Sebab, suatu saat, kalau sudah jelek, sudah tidak di cintai lagi". Kebetulan para istri ini tidak pintar, sehingga di puji demikian, dia senang. Padahal hal itu Sebetulnya bukan pujian, kalimat itu berbahaya - Karena dia hanya mencintaimu sejauh kamu masih cantik, kalau tidak cantik, selesai barang-barang.

Makanya, kita kalau ngaji atau mengkaji sesuatu, mesti dengan pemaknaan ulama. Karena memaknai bahasa, bukanlah pekerjaan mudah, kalau bukan ulama. Bahasa keseharian kita saja susah. Apalagi kita mau memaknai bahasanya Al Qur'an dan Rosulullah SAW (Hadist), susah di maknai. 

Ihwal itulah, di dalam al qur'an, ada makna Majas dan ada makna hakiki. 

Sama kaya dulu ada yang tanya ke saya begini, Shaff paling baik itu yang mana?. Saya jawab Shaff paling awal. Lalu, shaff yang agak baik adalah Shaff kedua dan ketiga. Kemudian, kawan saya melanjutkan, kalau begitu, Masjidnya di desain Hanya selatan dan Utara (samping kiri dan kanan) saja. Sebab, selagi desain Masjid bentuknya sebagaimana masjid-masjid yang ada, maka pasti ada shaff kedua dan shaff ketiga. 

Kawan saya tanya lagi posisi paling Baik Di shaff pertama yang mana?. Saya menjawab, Sisi sebelah kanan Imam. Kawan saya melanjutkan, kalau begitu Imamnya di letakkan di sisi sebelah selatan saja, sehingga ma'mumnya semua berada di sisi sebelah kanannya. Sebab, kalau shaff dan Posisi terbaik saat Sholat punya klasifikasi terbaik, maka mestinya masjidnya di Desain berdasarkan hal itu. Kan ribet jika, di maknai demikian 

Makanya, perdebatan antara Kelompok NU dan Muhammadiyah, jika kita ingin menganalisa secara Ilmiah. Sebenarnya perdebatan yang Normal saja. Karena Teks Hadist membutuhkan pemaknaan. 

Misalnya, Nabi seusai sholat, di semua teks menyebutkan, "Kana Rosulullah Sahallahu alaihi Wasallam Idzan Syorufu min sholati aqbala alaina bi wajhi - Nabi Ketika selesai sholat menghadap ke Ma'mum". Tetapi, di sebahagian riwayat, Nabi ketika selesai Sholat, ia melakukan sesuatu yang menunjukkan bahwa Ia telah selesai Sholat. Jadi, Filosofinya yang penting bahwa Nabi memaklumatkan Telah selesai sholat. 

Nabi itu Akromul Kholqi, Sayyidul Ambiya Wal Mursalim. Sehingga orang-orang berlomba untuk di Imami Sholat oleh Nabi. Nah, ketika mereka berposisi Masbuk (Tertinggal Rakaat Oleh imam). Jika Nabi Berposisi tetap menghadap Ke barat (Kiblat). Kelak, yang masbuk akan menganggap Nabi Masih Sholat. Begitu ia sholat, ternyata Nabi sudah selesai sholat. Artinya sholatnya Orang tersebut tidak sah, karena sholatnya mengikuti orang yang hakikatnya telah selesai sholat. 

Semenjak hal itu, maka kesunnatan bagi Imam setelah salam, harus memaklumatkan dirinya kepada hadirin, bahwa sholatnya telah usai. Hal itu bisa dengan gerakan menghadap kepada Ma'mum atau serong ke utara, atau apalah, yang penting jangan merokok-merokok sambil Ngopi. 

Akhirnya orang alim di Muhammadiyah melihat orang NU biasa saja dan Orang Alim di NU melihat orang Muhammadiyah Biasa. Karena ini soal teks. Teks itu harus di maknai secara Proporsional. 

Contoh lain misalnya, "wa min amin illa wa yukhoyyalutu tahsis - tidak ada kalinat Umum, kecuali terbayang Khususnya". Artinya tidak boleh kalimat selalu umum. Seperti, Fulan kalau berjalan tidak boleh menengok ke kiri dan ke kanan. Semua ilmu adab yang diajarkan Orang tua kita pasti bunyinya demikian. Tetapi, kalimat tersebut tidak boleh di berlakukan saat kita hendak menyebrang di jalan raya. Karena saat kita menyebrang, tentu kita niscaya menengok ke kiri dan ke kanan.

Kita kembali ke topik yang jadi Soal, Al Qur'an itu ada sekian kalimat yang maknanya sangat Proporsional, seperti "wa ma karu wa ma karullahu". Saya kasih contoh yang paling gampang dan populer, Nabi bersembunyi di goa Tsur (tidak terlalu dalam), lalu Allah merekayasa lubang masuk Ke dalam Goa dengan memasang Jaring laba-laba dan Burung dara di depannya. 

Hal itu di sebut makru - rekayasa Tuhan. Tetapi, orang akan sepakat bahwa hal itu adalah kecerdasan. Karena orang kafir, yang mengklaim dirinya cerdas, ahli dalam mendeteksi musuh. Ternyata hanya di tipu dengan cara seperti saja dia tidak tahu. Karena hal itu adalah pekerjaan kesholehan, maka di sebut dengan kecerdasan. Tetapi, kalau sebaliknya, ada orang lari dari kejahatan, lalu dia melakukan hal yang sama - merekayasa sebagaimana Rosulullah bersembunyi di Goa Tsur, maka hal itu di sebut tipu daya - rekayasa. Karena bentuknya kejahatan.  


**

Berkenaan dengan peristiwa Nabi Musa dan Nabi khidir yang melakukan perjalanan diatas. Sebenarnya, Diantara 3 peristiwa itu, yang bikin "tidak masuk akal" adalah saat Nabi Khidir membunuh seorang anak - Apakah memang saat itu, ada syariat yang membolehkan atau memang hal itu di perintahkan Allah?. 

Di sinilah pentinganya kita mengaji Al-Qur'an sampai Khatam. Tidak sekedar membacanya saja. 

Peristiwa itu di informasikan Allah, dalam Q.S. Al- Kahfi ; 60 - 80. di ujung ayat 80-nya di sampaikkan, " wa maa fa'altuhuu 'an amrii - Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri". Artinya, Nabi Khidir melakukan itu, bukan atas dasar kemaunnya sendiri.

Jika menggunakan Logika umum, tentu kita akan Menganggap apa yang di lakukan oleh Nabi Khidir adalah sesuatu yg tidak masuk akal dan Allah layak di Sifati dengan sifat buruk yang di maksudkan. 

Tetapi, Apakah kita akan menggunakan logika yang sama untuk menggugat Malaikat Izroil, yang mencabut Nyawa orang sembarang.

Jika kita mengatakan Apa yang di lakukan Nabi Khidir Tidak masuk akal dan ihwal itulah, kita mengafirmasi bahwa Allah memerintahkan Nabi khidir membunuh seorang anak kecil. Maka, lebih tidak masuk akal lagi apa yang di lakukan malaikat Izroil, sebab dia mencabut tidak hanya 1 nyawa. Semua yang bernyawa, dia cabut, tidak ada yang lolos. 

Lantas, bagaimana Hukum "Qotlul mu'min?" Di perhadapkan pada Malaikat Izroil, Atau Mengapa malaikat Izroil, tidak kita masukkan ke dalam Ayat, "Way Yaqtulu mu'minam mutaa'mmidam fa jazahu jahannamu kholidana". 

Pusing toh?. Makanya, jangan bangun premis tidak masuk akal, apalagi mengindektikkan Allah dengan sifat buruk berdasarkan peristiwa yang di kabarkan Al-Qur'an. Akui saja bahwa mengaji kita belum sampai ke situ. 

Malaikat Izroil mencabut nyawa orang, juga Bukan atas pilihannya sendiri. Tetapi, atas perintah Allah.  Sebagaimana Nabi Khidir. 

Menurut Ibnu Hajar Al Asqolani, Ketika menuturkan tafsir ayat tersebut, ia menyatakan " wa hadza dalilun ala anna musa afdholu minal khodir". sesungguhnya Ayat tersebut, menunjukkan keutamaaan Nabi Musa ketimbang Nabi Khidir. Mengapa?. Karena Nabi Khidir itu monoton. Ia melakukan apa saja yang di perintahkan oleh Allah. Sementara, Nabi Musa tetap dengan gugatan Syariatnya. Beliau tidak terima, Mengapa orang di bunuh. 

Ihwal itulah, Nabi Khidir tidak bisa di jadikan sebagai Role model umumnyaa manusia dan tidak ada perintah beriman kepada Nabi Khidir. Kita hanya di perintahkan beriman kepada Nabi Musa. 

**

Nah, untuk mengetangahkan pertanyaan - pertanyaan diatas, saya berikan Silogisme yang akan menujukkan, apakah Allah dapat di Sifati dengan sifat-sifat yang buruk ataukah cara kita memkanai beberapa Ayat atau logikah kita yang tidak sampai. 

Saya Hendak mengutarakan Ilmu Orang alim, meskipun kita boleh membantahnya. membantah itu sebabnya beragam. Pertama, orang membantah, karena keterbatasan ilmu. Kedua, orang membantah, karena hasad. Ketiga, orang membantah, karena untuk kegiatan. Seperti seseorang yang sedang Kuliah, jika dia tidak kritis, dia dianggap kurang cerdas. Jadi, meski cocok sekalipun, dia tetap membantah. Sebagai ciri khas kecerdasan. Keempat, membantah itu sifatnya perempuan. Menang atau kalah tetap saja protes. Jika ada Lelaki suka protes, berarti dia sebenarnya bukan lelaki. Kelima, membantah itu artinya seseorang punya keraguan, tetapi dia tidak dapat keluar dari keraguannya tersebut. Hal ini, bisa kita pahami, sebenarnya dia yang punya problemnya. Tetapi, dia timpakan kepada kita.

Hukum Allah itu berstatus lugu. Lugu itu "ummi". Karena agama ini memang Ummi. Imam Abu Hanifah berkata, " agama ini ketika datang, orang itu menjadi Lugu". Lugu itu murni. Murni itu proporsional, sehingga sifat ummi itu baik. Misalkan, kalau sholat itu batal, karena kita makan. Pertanyannya, apakah ukuran makan adalah sebutir atau sepiring?. Tentu, Sebutir makan sudah dapat membatalkan sholat. Lalu, jika ada tamu, yang datang kerumah. Kita beri dia makan, apakah makan yang di maksud adalah sepiring atau sebutir nasi?. Tentu, makan yang di maksud adalah Sepiring nasi.

Lantas, defenisi makan itu, apakah Memasukkan satu piring nasi ke mulut atau memasukkan sebutir nasi ke mulut?. Nah, dari situ kita mengetahkan, bahwa Dalam Bab Sholat, memasukkan sebutir Nasi ke mulut di sebut makan. Sedangkan dalam Bab Menjamu Tamu, Memasukkan sepiring Nasi ke mulut, di sebut makan.

Demikianlah cara kita mendudukkan bahwa Hukum Allah itu lugu.

Di kesempatan yang lain, saya di tanya. Pertanyaan seorang kawan perempuan, setelah ia mengikuti pemaparan salah satu Pakar Islam yang menuturkan Isu, bahwa Hak waris lelaki dan perempuan itu harus sama. Padahal, telah jelas, ayat dalam Al- Qur'an, tentang hal itu, "lidzakri mitslu khodhil unsain". Gerakan hak waris lelaki dan perempuan itu harus sama, pernah menguat, tetapi, salah satu diantara banyak ulama yang mengcounter gerakan tersebut adalah Gurunda Gus Baha, Buya Syafi'i Ma'arif, Komarudin Hidayat, dsb. 

Misalnya, kalau kita mengembangkan pertanyaan kawan saya tersebut. Jika Hak waris lelaki dan perempuan itu sama. Pertanyannya, Apakah kesamaan itu, karena dasar kepandaian seseorang atau hanya sekedar Trend saja?. kawan perempuan Saya itu menjawab, "karena dasarnya pandai - cerdas. Sebab, dulu lelaki mendapatkan Hak waris lebih, ketimbang perempuan, karena perempuan tidak pandai, sehingga ia tidak bekerja. Sekarang, tidak sedikit perempuan yang punya jabatan tinggi, dan potensi kerja lelaki dan perempuan sama. Sehingga, semua segmen kehidupannya berkesempatan sama. Termasuk, hak warisnya".

Saya tanya lagi, apakah sebab warisan itu di berikan, karena seseorang bekerja atau karena seseorang adalah lelaki?. Kawan saya kembali menjawab, "karena seseorang itu bekerja".

Misalnya, seseorang punya dua anak. Satu berjenis kelamin perempuan adalah seorang direktur di Salah satu perusahaan BUMN atau direktur perusahaan apa saja. Kemudian, anak lelakinya itu Bodoh dan tidak bekerja. Kalau kita mengikuti bangunan argumentasi kawan saya tersebut. Maka, warisan itu di berikan kepada siapa?. Tentu, di berikan kepada anak perempuannya yang bekerja. Karena anak lelakinya bodoh dan tidak bekerja.

Timbul pertanyaan lagi, apakah Warisan itu di berikan berdasarkan prestasi (jabatan - Kerja - kepandaian) atau karena empati?. Jika berdasarkan prestasi, seseorang mendapatkan warisan. Maka, itu adalah keanehan. Mengapa?. Masa, Sudah bekerja sebagai direktur perusahaan, dapat warisan lagi. Kan aneh. Sedangkan, Kalau warisan itu di berikan, karena dasarnya adalah empati. maka, hal itu tidak Fair. Karena yang berkerja, tentu lebih membutuhkan modal, tidak di warisi, sedangkan yang bodoh justru dapat warisan.

Jika demikian, Anda pilih yang mana?. "Kawan saya itu, mulai bingung. Sampai dia ikrar dan menyatakan, belum pernah saya mendapatkan perlawanan diskusi seperti ini". Saya hanya tertawa kecil, sembari Dalam Hati bergumam ; Iyaa, karena selama ini, anda berdiskusi dengan orang Goblok 😂. Saya ini Lama Belajar Manthiq - Logika dan pernah mengaji Fathul Wahab. Anda mungkin, membaca judulnya saja, belum pernah.

Dalam Islam, yang menjadi sebab Hak Waris itu adalah Gender (Sifat Lelaki dan Perempuan) : Lelaki mendapatkan dua bagian, perempuan mendapatkan satu bagian, dan Islam tidak ada urusan dengan prestasi atau empati. Karena variabelnya, Murni karena status seseorang adalah laki-laki dan seseorang adalah perempuan. Dengan seperti itu, islam tidak ribet. Coba kalau kita pakai Illat Hukum atau pakai Berpikir Logis, justru tambah ribet Islam ini.

Kata Imam Haramain, Gurunya Imam Al Ghozali, "dinuna dinul ajai'idz - agama itu, kita ikut yang lugu saja". Allah bilang, lelaki dapat dua bahagian dari perempuan. Lelaki itu adalah orang yang punya Penis. Sedangkan perempuan adalah orang yang punya Farji - Vagina. Begitu saja, tidak perlu ribet dan menggunakan analisis rasional lagi. 

Kita beri contoh lain, Ada seorang doktor Fikih Perempuan, Ia menguasai fiqih tentang sholat. Sementara Fulan (lelaki) tidak tahu fiqih sholat dan dia hanya tahu Fashalatan. Jika demikian adanya, maka yang berhak menjadi imam sholat itu siapa?. Kalau kita mengikuti bangunan argumentasi awal kawan saya diatas, berdasarkan prestasi?. Maka, tentu perempuan, yang menjadi Imam sholat, karena ia seorang doktor fikih sholat, ia juga menguasai hal-hal seputar masalah sholat. Sementara Fulan (lelaki), kalau di tanya tentang sholat itu apa?. Jawabanya, berdiri, duduk, lalu berdiri lagi dan duduk lagi. Hanya itu saja".

Agama ini tidak bisa seperti itu. Apapun alasannya, yang mejadi Imam Sholat adalah lelaki. Karena itulah sehingga Sayyid Muhammad sering mengutip, " allahumma imanan ka imani aja'idz - Ya Allah, semoga Iman saya menerima konsepmu seperti Iman para perempuan yang lugu". Ajiz itu perempuan lugu, yang sudah lanjut Usia.

Berkenaan dengan itu, Rosulullah pernah bersabda, Ketika di tanya "warisan ini untuk siapa, Ya Rosulullah?". Jawaban Nabi, "fali awla rojulin dzakarin". Semua ulama mengatakan Bahwa Dzakarin adalah Badal. Ketika Nabi mengatakan "Rajul", Nabi Ingat bahwa Rajul itu identik dengan lelaki dewasa. Kemudian Nabi mengulangi dengan Kata " Dzakarin" tidak harus dewasa, yang penting dia adalah Lelaki. Jadi, meski dalam keadaan baru lahir, tetap di katakan Dzakarin - Lelaki. Maka dia berhak dapat 2 bahagian dari perempuan.

Hal ini penting untuk saya utarakan, agar Clear, bahwa agama itu tidak perlu di utak atik. Seperti, imam sholat itu lelaki. Yah, sudah lelaki. Lelaki itu siapa?. Adalah seseorang yang punya penis. Jangan di balik lagi logikanya, bahwa Lelaki itu adalah orang yang Kuat. Sehingga meskipun perempuan, jika dia kuat. Maka, dia bisa menjadi Imam. Ini kan kacau. 


*Pustaka hayat

*pejalan Sunyi

*Rst

*Nalar pinggiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar