Jarak tempuh rudal Cina ke Jakarta, konon hanya 25 menit. Tapi, jika ibukota pindah ke Kalimantan, jarak tempuhnya maksimal tinggal 15 menit saja. Itupun dengan asumsi rudalnya ditembakan dari daratan. Lain soal jika rudalnya ditembakan dari kapal induk, mengingat Kalimantan dikelilingi oleh sejumlah perairan internasional. Di sisi lain, jarak tempuh rudal kita saat ini yang terjauh "hanya" 200 kilometer, kurang lebih sejarak Makassar-Pare-pare.
Untuk memberi legitimasi pemindahan ibukota, pemerintah selalu mengutip bahwa rencana itu telah disusun sejak zaman Soekarno, alias sejak 60 Tahun silam. Persoalannya adalah dalam 6 dekade terakhir, situasi geopolitik dan ekonomi telah banyak berubah.
Dulu, kekuatan militer Indonesia bukan hanya terbesar di Asia Tenggara, tapi juga masuk jajaran papan atas dunia, terutama untuk angkatan laut dan udara. Kita punya ratusan pesawat tempur canggih pada zaman itu, serta kapal-kapal perang tercanggih dan tercepat. Dengan kekuatan militer saat itu, Indonesia bisa mengintimidasi semua negara tetangga. Jangankan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura atau Filipina, Indiapun bahkan pernah kita intimidasi.
Cina waktu itu masih belum apa-apa. Mereka masih butuh 40 tahun lagi untuk jadi negara super power seperti sekarang ini. Jadi, pada masa itu, dari sisi pertahanan keamanan, mau pindah ibukota ke manapun, kita tidak perlu banyak pertimbangan.
Nyatanya, bahkan saat kekuatan militer kita berada di papan atas dunia dan Soekarno sedang gandrung pada berbagai proyek mercusuar. namun dengan kesadaran dan pertimbangan yang penuh, ia tak pernah merealisasikan rencana itu. Soekarno jelas punya alasan yang kuat kenapa agenda memindahkan ibukota itu batal dilanjutkan.
Tapi orang-orang yang hari ini menjual nama Soekarno untuk membenarkan agenda pemindahan ibukota, saya yakin tidak ada yang benar-benar mempelajari pikiran Si Bung Yang Ultra Flamboyan.
*Pustaka Hayat
*Pejalan sunyi
*Rst
*Nalar Pinggiran


Tidak ada komentar:
Posting Komentar