Mengenai Saya

Kamis, 04 Mei 2023

CORER ESAI : KRITIK SYEKH MULKAN IBNU MULKAN JABAREL

SYEKH MULKAN IBNU MULKAN JABAREL adalah seorang ahli ilmu Islam yang termashur. Pada tahun 1889, ia menulis kitab perihal ketuhanan yang kontroversial di Andalusia. Kitab itu setebal 1000 halaman. Berkat kitabnya, Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel diburu, darahnya dihalalkan. Ia didakwa sesat. Tapi, Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel selalu selamat dari incaran maut. 

Judul Kitabnya aneh, yakni “Kitab Tata Cara Memotong Daging Sapi”. Tapi apakah benar ajaran Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel itu berbahaya?. Ya berbahaya!. Berbahaya bagi kekuasaan. Mengusik kemapanan kaum agamawan atau elite-elite agama yang busuk, yang gemar mengumpulkan dan memperalat orang, lalu “menjual massa” atau “menjual jamaah”-nya pada politik praktis, pada tokoh politik, atau pengusaha-pengusaha. 

Meski dikenal sebagai ahli keilmuan Islam yang mumpuni, Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel tidak mengajar di universitas. Ia seorang petani. Memiliki perkebunan yang luas. Ia tuan tanah yang kaya raya. Ratusan orang menjadi buruh di perkebunannya. Meski begitu, Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel adalah seorang dermawan. Ia banyak mengentaskan kemiskinan di sekitar kehidupannya. Mengangkat anak-anak yatim sebagai anak-anak angkat. Dan menghimbau orang supaya bersikap kritis pada kekuasaan yang seringkali memanfaatkan dan memperalat siapa saja. 

Baginya kekuasaan yang ingin dipatuhi sepatuh-patuhnya adalah berhala. Sikap kritis itu - bagi Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel adalah sikap ketuhanan, yang merupakan perluasan dari nama-Nya yang disebut “al-‘alim” (yang maha mengetahui), tetapi yang halus dan teliti (al-latif). 

Itulah sebabnya sehingga kekuasaan terganggu. Apalagi Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel itu kaya, berilmu, mengayomi yang lemah, banyak pekerjanya yang setia. Bisa mengancam kekuasaan. Namun Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel yang hidupnya sederhana dan bersahaja, tak pernah ingin berkuasa. Ia sangat tidak menyukai kekuasaan, apalagi kekuasaan politik atau kekuasaan atasnama agama. Ia didakwa sesat oleh para elite agama. Para elite agama yang hidup di bawah asuhan kekuasaan politik. 

Kesesatan didakwakan padanya setelah ia menerbitkan kitabnya yang masyhur perihal ketuhanan dan busuknya kekuasaan insan, berjudul “Kitab Tata Cara Memotong Daging Sapi”. Kitab karangan Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel dibakar di mana-mana. Dianggap kitab yang dituntun setan. Kekuasaan mendukung pembakaran “Kitab Tata Cara Memotong Daging Sapi” karya agung Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel. Sehingga kitab tersebut tak lagi ditemukan. Tapi sejumlah murid Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel masih menyimpan kitab gurunya tersebut secara diam-diam. Dirahasiakan hingga bergenerasi-generasi kemudian. Sampai suatu zaman, kitab itu dapat kembali terbit dan tersebar ke seluruh dunia secara terbatas. Namun masih saja dicurigai, dianggap sesat sejumlah agamawan. 

“Sebab siapa saja yang membaca kitab itu, akan meruntuhkan sikap kekuasaan di dalam dirinya. Lalu menjadi kritis, tegas, punya sikap hidup yang jelas, dan culas atas segala bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan,” ujar Ais.

Kawan-kawan mengindentikasi Ais, bukanlah orang sembarangan. Mereka menganggap Ais adalah seorang pertapa. Di zaman android, Ais bertapa di belantara dunia maya, katanya 😂. Itu di nyatakan sahabatnya yang bernama Amin. Amin telah menginformasikan hal itu kepada Alam dan Ayyub. Ais mengaku telah membaca lembaran-lembaran kitab kuno tersebut. Menurut Ais, di dalam kitab itu dikisahkan sejumlah hewan. Di antaranya yang paling penting adalah anjing. 

“Apakah di dalam kitab itu dijelaskan juga perihal orang-orang cerewet?” tanya Ayyub. Kedua matanya melotot. Rambutnya keriting. Kulitnya arang. 

“Ya! Dikisahkan juga perihal orang-orang cerewet pada zaman Nabi Musa, ialah mereka yang terus menerus mempertanyakan bagaimana caranya memotong seekor sapi,” ujar Ais. 

“Kisahkan perihal anjing dalam kitab itu!” desak Ayyub. 

Ais mengubah posisi pantatnya di kursi. 

“Begini,” katanya. Ia melanjutkan bersama asap rokok. “Dalam “Kitab Tata Cara Memotong Daging Sapi”, karya agung Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel, disebutkan anjing yang liar Ialah anjing yang tidak makan dari piring mewah seorang tuan. Anjing yang juga terdapat dalam ayat suci dan sabda seorang nabi. Menurut tafsir Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel, ada anjing liar yang gonggongnya tetap nyaring meski sekarat, dan nekat. Bukan anjing piaraan yang tunduk-patuh pada sang tuan, Gonggongan kecil, dan mengamuk menurut perintah si tuan.” 

“Lantas di mana kaitan anjing dan Tuhan, anjing dan kekuasaan, anjing dan tata cara memotong daging sapi? Kenapa sapi, kok tidak kelinci?” tanya Ayyub. 

“Dengarkan dulu! Ada anjing yang liar menggonggong tiap saat, menyalak membentur dinding-dinding jalan, menjilat malam dengan keberanian, mengamuk tatkala tempat-tempat liarnya diusik, dan diancam. Dewa pun tak ragu diterkamnya. Anjing liar dibesarkan di jalanan. Bukan dalam kurungan, bukan dalam rumah megah atau istana.” 

“Dalam kitabnya, Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel menjelaskan, bahwa tatapan anjing itu tajam, teliti, dan awas. Tidak mau tunduk dalam kegelapan, menyala-nyala mengintai mangsa, menyorot kecurangan yang disembunyikan secara licik komplotan binatang rendah, bermental recehan, dan para penjilat.” 

Ayyub mendengarkan dengan seksama. Di kepalanya tergambar skenario pementasan. Ia bayangkan pipi-pipa siluman melobangi lautan dengan limbah, kemudian muncul sosok perempuan cantik dengan tubuh yang terlumuri oli. Tiba-tiba Alam bertanya. Kedua matanya tajam menyala, mengawasi keadaan dengan seksama. 

“Kenapa dalam kitab itu tidak menyebutkan macan atau singa? Kenapa harus anjing jalanan yang kotor?” Rambut Alam yang keriting, pada bagian depan tampak bergerak-gerak mengikuti kerut dahinya. 

“Anjing adalah makhluk jalanan,” jawab Ais. Ia melanjutkan, “dalam kitab ketuhanan yang ganjil tersebut, Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel menjelaskan kodrat seekor anjing jalanan yang kotor. Bahwa anjing jalan yang kotor itu memiliki keliaran yang mengoyak malam. Ia membela hidupnya, menyeruak dari pinggiran, dari yang terbuang, dan yang diperhinakan. Bukan singa atau macan, makhluk yang tidak lahir dan besar di jalanan, makhluk trah keturunan yang megah, wibawa, dan tidur ketika perutnya kenyang. Kerjanya cuma menasehati orang lain, memuji dirinya sendiri, membangga-banggakan diri, “menjual jamaah”, dan ingin kaya tanpa bekerja, beranak-pinak, lalu tidur kekenyangan.” 

Ais melanjutkan. 

“Dalam kitab Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel, anjing liar bukan singa atau macan. Bukan manusia yang setiap saat merasa mengerti Tuhan, melantunkan ayat-ayat Tuhan dengan lantang, menepuk diri sebagai ahli agama yang punya banyak jamaah, gemar menasehati siapa saja, tapi tidak mengerti masalah-masalah kehidupan dan penderitaan-penderitaan di dalamnya. Tidak punya kesetiakawanan. Syahwatnya untuk menjadi orang suci, membuat singa menindas atau menipu kawan dan saudaranya sendiri. Sedangkan yang ia pentingkan hanya dirinya sendiri, kebutuhannya sendiri dengan menipu kawannya sendiri. Ia melarang kebohongan, tapi ia adalah pembohong besar. Ia mengatakan pentingnya kebersamaan, tapi bergerak sendiri dan memutuskan sendiri tanpa kebersamaan. Lalu mempersetankan hak-hak orang lain. Mentalnya mental sponsor, wataknya watak pemburu kemuliaan diri sendiri.” 

“Kemudian apa keterkaitan si anjing dengan ketuhanan dalam kitab Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel itu? Lalu bagaimana cara memotong daging sapi?” tanya Amin menyela. 

“Anjing liar hidup dalam kelaparan, memburu makanan sisa di jalanan, dalam keterbuangan. Ia bergerak bukan karena trah keturunan atau kewibawaan. Ia bergerak oleh sebuah keyakinan dan keadaan, bahwa tak ada makhluk Tuhan yang boleh diperlakukan sewenang-wenang. Menurut Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel, itulah sebabnya kenapa metafora anjing diabadikan dalam teks agama-agama sebagai makhluk suci “yang hina". Bahwa ketika manusia memperhinakan sesamanya, tak menghargai dan justru memperalat sesamanya, merendahkan dan mencari ketenaran serta keuntungan dengan menginjak kepala saudaranya, ia sesungguhnya hina di hadapan Tuhan, hina di hadapan sejarah. 

Tanpa yang hina, yang mulia tidak mungkin ada. Tanpa yang diperhinakan, yang dimuliakan tidak ada. Maka bukan kemuliaan, jika kemuliaan itu didapatkan dengan cara memperhinakan yang lain, melainkan itu kelicikan dan kebusukan. Dalam kitab Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel ditegaskan, yang hina harus ada, tapi tak boleh diperhinakan. Tanpa yang hina dan kotor, yang suci tak pernah ada. Namun yang hina tak selalu butuh kesucian, ia hanya butuh hidup aman dan berbakti pada kehidupan, tanpa gelar suci, tidak ribut dengan status sosial dan kepalsuan. 

Lebih baik anjing berhati malaikat, daripada malaikat berhati anjing. Bahwa kemuliaan mesti dibangun atas kesadaran terhadap adanya kehinaan yang tersembunyi di balik kemuliaan-kemuliaan. Sehingga di dalam kehinaan, manusia pun meraih kesadaran, bahwa ada kemuliaan yang merahasia di dalam kehinaan itu sendiri, di dalam diri manusia itu sendiri.” 

“Manusia harus mengada. Menurut Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel, manusia harus “maujud”, isim maf’ul yang menjadikan, mengaktifkan, mendaya-gunakan atau mendaya-gerakkan, memiliki sikap hidup dan pilihan dengan sepenuh kesadaran. Bukan plastik yang terhempas ketika kena angin. Manusia harus “maujud”, bergerak memotong daging-daging sapi sebagai korban dan persembahan. Memotong sifat-sifat kehewanan untuk dikorbankan, dimakan, dan dimanfaatkan guna melanjutkan kehidupan, bukan menjadikannya guru dan sesembahan. 

Sifat-sifat kebinatangan atau kehewan-ternakan hanya agar manusia hidup. Tetapi kenikmatan diraih dengan kesadaran sepenuhnya sebagai manusia, hamba Tuhan yang mengenal nilai-nilai kemanusiaannya. Bukan dengan kebinatangan yang saling membabat, saling menipu, saling menguasai. Manusia harus “maujud”, ia harus kuat dan sanggup berkata “tidak” atas dunia, sehingga sehina apa pun manusia bukan ajang pembodohan, juga bukan ajang penindasan kekuasaan yang disembah dan disucikan.” 

“Cukup! Keterangan mengenai “Kitab Tata Cara Memotong Daging Sapi” Syekh Mulkan Ibnu Mulkan Jabarel sementara cukup!” Ayyub menyela. 

“Kenapa gerangan, Ayyub?” tanya Ais.

“Kepala saya mau pecah!” Ayyub menindas puntung rokok penghabisannya ke dalam asbak. 


Makassar, 19/06/2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar