Sebelum Nabi wafat, di akhir hayatnya beliau sering menyebut, "Al fitan - Fitnah. Tentang tragedi - prahara. Banyak riwayat yang menyebutkan, bahwa Nabi pernah berkata, " saya dan kejayaan Islam, hanya berumur 30 tahun".
Di berbagai riwayat yang lain juga menyebutkan, bahkan secara detail di sebutkan, " saya mencium Turbah - dimana nanti cucuku terbunuh di situ". Apakah kamu gelisah, ya Muhammad?, Tanya Jibril. Nabi kemudian Menjawab, "iya". Kata Jibril, jika kamu mau, saya akan tunjukkan di tanah mana kelak cucumu akan di bantai".
Riwayat ini, jauh sebelum sayyidina Husain di bantai di padang Karbala. Termasuk riwayat-riwayat yang se-ekstrem dengan ini.
Dari itulah, kita bisa mengetahui bahwa Pada akhirnya kelak, yang masuk neraka, tidak hanya orang dzolim dan pelaku dosa. Tetapi, Termasuk orang-orang yang sholeh, yang hampir ke surga, karena sudah mendapati Haudl (telaga). Sebab, kalau sudah mendapati Telaga - Haudl, berarti sudah dekat dengan Surga. Bahkan sebahagian riwayat menyebutkan, Haudl Nabi itu terdapat di dalam Surga.
Makanya, saya pernah menyampaikkan. Tetapi, jangan di salah pahami, bahwa Orang Khawarij itu adalah Se-sholeh-sholehnya Orang. Tetapi, karena Kesholehannya itulah, sehingga melahirkan tragedi di dalam islam. Akibat Kesholehannya, mereka mengharamkan sesuatu yang Mubah dan mewajibkan sesuatu yang sebetulnya Hanya Sunnah. Kurang lebih, Demikianlah Penyakitnya orang sholeh.
Sama dengan orang Yang ber-I'tikaf seminggu di masjid - sholeh seminggu-lah istilahnya. Begitu dia keluar masjid, sudah merasa paling beriman, sehingga semua orang yang di lihat hanya sekedar nongkrong, dianggap tidak mengingat Allah. Mereka lupa, kalau mengingat Allah, bisa dimana saja ; Bisa di jalanan, Bisa di rumah atau dimanapun. Cuman selera mereka, kalau mengingat Allah hanya di masjid. Bayangkan, I'tikah seminggu saja, sudah begitu, bagaimana kalau mereka i'tiqafnya 1 bulan. Padahal orang yang berada di rumah dengan merawat anak dan keluarganya juga baik atau orang yang sedang berada di pasar untuk berdagang demi mencari Nafkah untuk keluarganya, itu juga baik.
Ihwal itulah, Sebentuk kesholehan pasti melahirkan tragedi. Sebagaimana yang saya sampaikkan diatas, ketika seseorang melakukan i'tikaf di masjid, dia akan merasa janggal melihat orang-orang yang berkeliaran di jalan, akhirnya mereka menganggap orang lain tidak sebaik dirinya; " kapan mengingat Tuhan, jika hanya di jalan terus?". Demikian kira-kira ujar mereka.
Sama seperti seorang Kiai atau Ustadz, yang membawa pengajian di satu daerah, ternyata yang mengikuti pengajiannya cuman 15-20 orang. Pasti dia akan kecewa dan menggerutu, "orang di sini tidak suka mengaji, tidak suka kebenaran dan kebaikan". Hanya karena mereka tidak mengaji sama kamu, kamu anggap mereka tidak melakukan ibadah. Padahal ibadah itu dimana saja bisa di lakukan.
Begitulah tipologi orang Khawarij. Mudah sekali memvonis orang lain. Sehingga orang-orang tersebut, kelak ketika sudah sampai ke surga, lalu ketemu Nabi, Mau di sampaikkan ke telaga - Haudl Nabi". Tetapi, begitu mau sampai ke telaga - Haudl, Nabi di ingatkan oleh Allah, " Muhammad mereka tidak layak masuk surga - Innahum qod ahdatsu ba'da (mereka membuat bi'dah-bi'dah setelah kamu)". Tapi mereka ummatku, ya Allah. Saya kenal mereka. Mereka kenal saya, Kata Nabi. "Iya, tapi mereka harus kamu jauhkan dari Surga", jawab Allah.
Inilah Klausul, mengapa kesholehan kerap melahirkan tragedi.
Jika kita lihat Dalam semua sejarah dunia, hampir semua tragedi kerap di mulai dari kesholehan. Paling tidak, klaim kesholehan. Karena semua bentuk kesholehan atas nama agama, tentu lansung di kaitkan dengan Allah. Bertautan dengan Hukum Allah. Kalau sudah kita yakini itu Hukum Allah, maka dengan mudah kita menghukumi orang dengan sebutan Kafir dan sesat, bagi Siapa saja yang menentang, mereka menganggap melecehkan hukum Allah. Ujung dari semua itu, mereka akan menghalalkan darah orang lain.
Cikal bakal Fanatisme dan pertumpahan darah dalam islam, bermula Ketika Nabi Muhammad Wafat, jenazahnya belum di makamkan, Kaum Anshor dan Kaum Muhajirin sudah pecah Kongsi dan saling berhadap-hadapan. Saat itu kaum anshor telah berkumpul untuk mengangkat Saad Bin Ubadah sebagai pemimpin mereka setelah Rosulullah SAW. Mendengar Hal itu, Kaum Muhajirin - Abu bakar, Umar dan Abu Ubaidah Al-Jarra datang mencalonkan Abu Bakar sebagai pengganti Rosulullah.
Sedangkan, Sayidina Ali, Sayidah Fatimah Az Zahra dan lain-lain seperti Fadhl dan Abdullah putra Abbas, paman Nabi dan juga para sahabat Nabi yang terkenal seperti Salman al-Farisi, Abu Dzar Al Ghiffari, Miqdad bin Amr dan Zubair bin Awam, termasuk dari orang-orang yang memprotes pengadaan dewan syura Saqifah, karena peristiwa Saqifah dan hasil-hasilnya bertentangan dengan ketentuan penjelasan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw tentang penentuan penerus Nabi yaitu menunjuk Sayidina Ali Ra sebagai pengganti dan penerusnya, terutama di Ghadir Khum.
Sedangkan, Sayidina Ali, Sayidah Fatimah Az Zahra dan lain-lain seperti Fadhl dan Abdullah putra Abbas, paman Nabi dan juga para sahabat Nabi yang terkenal seperti Salman al-Farisi, Abu Dzar Al Ghiffari, Miqdad bin Amr dan Zubair bin Awam, termasuk dari orang-orang yang memprotes pengadaan dewan syura Saqifah, karena peristiwa Saqifah dan hasil-hasilnya bertentangan dengan ketentuan penjelasan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw tentang penentuan penerus Nabi yaitu menunjuk Sayidina Ali Ra sebagai pengganti dan penerusnya, terutama di Ghadir Khum.
Memang Janggal pertemuan tersebut. Sebab, di saat Keluarga Nabi Sedang mempersiapkan penguburan Nabi. Kaum Anshor dan Muhajirin sudah saling berhadapan, bahkan Umar dan Sa'ad bin Ubadah saling mengangkat pedang. Selain itu, kita tidak menemukan ada penggunaan Hadist Nabi, tentang siapa yang menggantikannya sebagai Pemimpin. Artinya, jika hadis Ghadir Qum benar-benar sahih, tidak mungkin Saad Bin Ubadah, pemuka Khazraj mencalonkan dirinya untuk menggantikan kepemimpinan Rosulullah SAW ataukah Abu bakar, Umar dan Al-Jarra, pun mencukupkan diri dengan mempersiapkan perdebatan yang sehat. Justru, mereka tidak menyebut-nyebut hadis sama sekali, padahal jika hadist itu memang ada, akan menjadi senjata ampuh untuk mengakhiri perdebatan tersebut.
Faktanya ialah Saad Bin Ubadah memang menolak membaiat Abu Bakar sampai ajal menjeputnya dan tidak seorangpun membujuknya untuk membaiat Abu bakar dengan menggunakan hadist tersebut. padahal ia juga seorang pemuka sahabat Nabi yang punya prestasi yang terhormat di dalam sejarah islam.
Di beberpa literatur Sayidina Ali juga enggan membaiat Abu Bakar Sebagai Khalifah. Bahkan Protes terhadap Abu Bakar semakin gencar di lakukan oleh Fatimah. Sekalipun ada juga literatur yang menyebutkan bahwa Sayidina Ali, akhirnya Membaiat Abu Bakar Pasca Wafatnya Fatimah.
Peristiwa Saqifah inilah cikal bakal yang melahirkan rentetan Peristiwa pertumpahan darah dalam islam atau Dalam Terma Taufiq Ismail, "Darah Tetes di tengah rumah".
Sayidina Umar, Misalnya Di Bunuh oleh Seorang Majuzi - Abu Lu'luah. Tetapi, otak pembunuhannya adalah orang Islam. Pembunuhan Sa'ad bin Ubadah di Aleppo, di panah di Jidat dan Dadanya saat sedang buang air. Lalu, berlanjut, Kepada Pembunuhan yang brutal terhadap Sayidina Ustman. Pembunuhan Sayidina Ali Oleh Ibnu Muljam. pembunuhan terhadap Sayyidina Hasan, yang di racuni oleh Istrinya dan pembunuhan yang sangat brutal terhadap Sayyidina Husain. Di penggal lehernya, di tusuk dengan ujung pedang, di arak di jalanan di Damaskus, setelah itu di taru di baskom untuk di persembahkan kepada Yazid Bin Muawiyah.
Yazid membunuh orang Khurroh - madinah Bagian timur. 211 sahabat terbaik Nabi mati. Perempuan-perempuan yang suaminya di bunuh, di perkosa atas Nama Ghonimah - Harta rampasan atau Budak perang.
Hampir semua peperangan yang terjadi adalah peperangan sesama Ummat Islam. Perang Shiffin, perang jamal, perang Khurrot, perang Unta, dsb. Semua rentetan pertumpahan darah dan peristiwa itu terjadi karena Klaim Kasholehan dan Politisasi kekuasaan. Hal inilah juga yang membuat sejarah kita menjadi kelam dan Ketir.
Hari ini kita kembali di sibukkan dengan urusan politik kekuasaan dan Klaim kesholehan dimana-mana. ketimbang pentingnya Ilmu pengetahuan. Hakikatul Ghoibah, yang di tulis oleh Farak Faudah kemudian menampar kita semua, bahwa kita betul-betul di sibukkan oleh politik kekuasaan dan klaim Kesholehan. (Baca Peradana Islam terbang tinggi bukan pada otot dan haru biru peperangan)
Andaikkan tata cara Tsaqifah dianggap sebagai tata cara yang paling benar dalam suksesi kepemimpinan dalam Islam, mungkin Abu Bakar tidak akan menunjuk orang-orang yang patut menggantikannya dalam bentuk Majelis Ahl al-halli wa al-Aqdi. Justru Abu Bakar, mewasiatkan penggantinya kepada Umar dengan Surat tertutup. Cara itu juga di ralat Umar di kemudian hari, dengan menunjuk satu diantara enam orang pemuka sahabat ; Ali, Utsman, Thalhah, Zubair, Ibnu Auf dan Saad Bin Abi Waqash. Cara seperti ini juga bebrbeda dengan tata cara Ali ketika membaiat beberapa pemimpin wilayah, dan cara Muawiyah yang melakukam pendekatan senjata, serta Yazid yang mewariskan kekuasannya.
***
Konflik antara Sayidina Ali dan Muawiyah, yang Saling bunuh dan saling perang. Sebenarnya merupakan tragedi dunia biasa saja. Dalam hidup, pasti ada gejolak, ada pro dan kontra. Ada perebutan kekuasaan. hal itu fenomena sosial biasa. Sama seperti seorang Ustadz yang saling Dengki dengan Ustadz Lainnya. Wajar, karena terjadi persaingan. Yang tidak wajar, kalau Ustadz dengki dengan seorang Tukang Bakso. Kalau tukang bakso saling dengki dengan tukang bakso, Wajarlah. Bahkan yang kerap terjadi justru Tukang Bakso dan Tukang Es, hubungannya harmonis. Padahal entitas yang mereka jual berlawanan, yaitu panas dan dingin.
Semua itu terjadi karena persaingan. Persaingan itulah yang melahirkan pertengkaran. Makanya, orang seperti saya ini, aman. kalau ada yang mau menyaingi saya, minimal Kealimannya harus sekaliber saya, biar tidak punya musuh. (Hal ini, Bukan termasuk sombong, sebab Di zaman Yang Penuh Fitnah dan kepalsuan, kebenaran memang Niscaya di maklumatkan. Bisa di uji, asalkan serius mau menguji. Kealiman kaliber, tapi menikmati fasilitas biasa ; Tidak banyak yang cium tangan, tidak banyak yang hormat. Jika demikian, apanya yang membuat orang dengki. Jadi, untuk menjaga keamanan, keimanan kita mesti kaliber dan menikmati fasilitas yang biasa-biasa saja. Ketimbang, keimanannya tidak kaliber, tapi yang cium tangan baris berbaris, yang Hormat antrian. Hal ini, bisa memicu takabbur.
Ummat Islam punya Trauma terhadap prahara. Ketika Khawarij meyakini Sayidina Ali melahirkan "Dzulmatan Fid din - pencederaan terhadap agama". Muawiyah juga di tuduh demikian, oleh Khawarij. Akhirnya Orang Khawarij, lewat sekelompok orang yang di tugasi untuk membunuh Ali dan juga di tugasi membunuh Muawiyah, serta di tugasi untuk membunuh Amru Bin Ash. Karena, menurut orang-orang Khawarij, Semua tokoh-tokoh besar Islam, hanya Melahirkan tragedi dalam Islam, sehingga harus di bunuh semua.
argumentasi yang di bangun oleh orang kafir, sebenarnya bukan Logika. Tetapi, Olah Kata - Retorika dan orang kafir itu pintar, karena mereka rata-rata adalah penyair. Mereka bisa mengubah apa saja ; apa yang sebetulnya baik, tetapi di kesankan buruk ataupun sebaliknya. Sehingga hal ini menyusahkan, karena Nabi harus menyatakan sesuatu yang nyata dengan Bahasa yang benar, sementara mereka menuturkan kebatilan dengan bahasa yang baik. Makanya, Dalam banyak Percekcokan susah di cari jalan tengahnya, karena kebenarannya sama-sama mirip. Sebagaimana, Konflik antara Sayidina Ali dan Sayidina Muawiyah adalah konflik yang tidak bisa di hindarkan, mereka berkonflik, hanya karena kalimat. Makanya sekeras-kerasnya pedang atau senjata, masih lebih keras kata-kata.
Ketika konflik antara Ali dan Muawiyah terjadi, ada yang bilang, "nahkum bi kitabillah - kita kembali ke kitabullah", mereka menyatakan hal itu sambil memegang mushaf. Seakan-akan itu benar, karena memang orang Islam harus kembali ke kitab. Lalu, "Fadhoro bal bi mushafa bi yadhi - sayyidina Ali memukul-mukul Mushaf dengan sangat keras sekali - zal hadzal Mushaf - kalau kita harus kembali ke Qur'an. Coba tanya, Qur'an ini?".
Akhirnya orang-orang khawarij menjawab, "Inna ma huwa warokun wa madzatun - itu hanya kertas dan tulisan, bagaimana mungkin kita menanyakannya". Sayidina Ali melanjutkan, apakah kalian Tidak bisa menanyakan Kitab tersebut?. Kalau tidak bisa, tanyakan ke saya. Karena itulah sayyidina Ali memberi penjelasan, "Wa in Khiftum sikoko baini hima fa ba'atsu haka mamm min ahlihi wa haka mam min ahlihi, iyurida iswaha yuaffiq billahu bainahum wa amru ummati muhammad a'dzumu min amri rojulun wam ro a'tuhu - Jika dua mempelai (suami dan Istri) sedang mengalami konflik maka sebaiknya mereka mengirim mediator untuk menengahi konflik tersebut Dan urusan dengan ummat Muhammad yang sedang berkonflik, dengan kekuatan yang sangat besar dan bisa mengakibatkan pertumpahan darah Itu lebih mengerikan ketimbang urusan konflik antara suami dan istri".
Konflik yang sepele seperti konflik rumah tangga (suami dan istri) saja, Allah memberikan solusi dengan meghadirkan mediator. Apalagi konflik yang bisa mengakibatkan pertumpahan darah diantara sesama Ummat. Akhirnya, mereka mengakui cara Istinbat, cara mengambil kesimpulan dari sayyidina Ali.
Jadi, inilah masalah-masalah yang menurut mereka seakan-akan benar, dengan menyatakan kembali ke Al Qur'an.
Saat itu orang Khawarij adalah orang yang tidak mempercayai sayyidina Ali dan Sayyidina muawiyah. Padahal, Sayyidina Ali dan Sayyidina Muawiyah telah bersepakat untuk menghadirkan mediator sebagai jalan tengah konflik mereka. Kedua sahabat yang bersiteru ini adalah orang baik. Hanya saja di provokasi orang khawarij, sehingga terus-terusan bentrok. Orang Khawarij menyatakan, bahwa tidak ada Ali dan Tidak ada Muawiyah. Yang ada adalah Kitabullah. Hal itu benar secara Dzohir. Sebab, orang Islam memang harus kembali ke Mushaf. Tapi, sayidina Ali pintar dengan menyatakan, "sal hadzal Mushaf - Kalau begitu, tanya Mushaf itu".
Keputusan untuk membunuh mereka semua itu lewat Kesholehan. Mereka orang Sholeh, senang berdzikir, suka i'tiqaf. Tetapi, punya keputusan yang melahirkan Tragedi di dalam Islam. Makanya, kita jangan kaget, mengapa di Irak, banyak perang Saudara. Di mesir, di Sudan, Di Khortoum, Di Darfur, di Somalia. Itu kalau sudah perang, mereka berani mati. Karena mengatasnamakan agama. Kalau agama ukurannya, Berarti dia merasa punya Khittah Allah. Sama dengan orang Sunni membantai Syi'ah dan sebaliknya, itu Biasa. Makanya kita harus bersyukur sebagai bangsa Indonesia. Pun kalau berbeda, hanya saling mencibir. Tidak sampai saling bunuh.
Semenjak peristiwa Sayidina Ali dan Muawiyah, tragedi di dalam Islam tidak saling bunuh dengan Non Muslim. Tetapi, orang muslim di bunuh oleh orang muslim lainnya.
Dulu, Umar Bin Khottab. Matinya, mati keren. Karena di bunuh oleh seorang Majuzi, di bunuh oleh Abu Lu'luah Al Majuzi. Era Utsman, banyak riwayat yang menyebutkan, bahwa yang membunuhnya itu banyak yang bukan Muslim. Tetapi, era sayidina Ali, Muawiyah sampai Sayyidina Husain, yang membunuh mereka adalah Orang Islam semua. Bahkan mereka adalah orang-orang yang termasuk Kategori Sholeh.
Orang Sholeh itu memang payah. Andaikkan saya tidak mengkaji banyak sumber dan literatur. Maka, saya pun akan menuduh dan menghukumi orang yang berbeda dengan saya dengan mudah. Sebab, daftar kemurtadan di dalam kitab-kitab salaf itu banyak sekali. Kita kalau mengkaji Kitab Sulam Al Tauqif, di situ betapa mudahnya orang-orang masuk kategori Murtad. Makanya, pondok-pondok pesatren NU dan sebahagian Madrasah Muhamadiyah yang Kaliber, kitab tersebut tidak diajarkan. Karena pesantren-pesantren NU menghindari Resiko, atas Budaya Takfiriyah. Bukan kitabnya yang salah. Tetapi, orang yang mempelajarinya, yang mesti memiliki khazanah yang banyak. Artinya, silahkan baca kitab seperti itu. tetapi, baca juga kitab lain atau khazanah lainnya, sehingg kita tidak mudah menuduh orang lain sebagai kafir.
Semenjak Kelompok-kelompok Sholeh memvonis Ali sebagai Murtad, Muawiyah sebagai Murtad. maka Darah mereka Halal. Ihwal itulah, dalam sejarah kita temukan bahwa Sayidina Ali di bunuh, sedangkan Muawiyah sering sekali mengalami percobaan pembunuhan.
Mengapa saya menyebutkan Sering sekali muawiyah mengalami percobaan pembunuhan?. Sebenarnya Subuh itu, Muawiyah juga di bunuh. Tetapi, saat itu Muawiyah sedang sakit, sehingga ia tidak bisa mengimami orang Sholat. Yang menggantikan Muawiyah mengimami sholat adalah wakilnya, sehingga yang dibunuh adalah wakilnya. Makanya sering saya utarakan, orang kalau terlalu Sholeh, bisa jadi Bodoh. Orang-orang Khawarij itu bodoh. Mereka menyuruh membunuh muawiyah, tetapi tidak menjelaskan ciri-ciri muawiyah seperti apa. mereka hanya menyatakan bunuh yang mengimami Sholat Subuh, karena itulah Muawiyah.
Setelah era Muawiyah, masuklah Era Yazid - anak Muawiyah. Yazid itu di isukan kerap menggunakan sabu, suka Nge-Fly. Dia orang yang nakal, saat jadi pemimpin. Sementara orang Islam yang sholeh tersinggung ; "Masa kita di pimpin orang yang dzolim, Kata Orang Islam yang Ekstrem, masa kita di pimpin oleh orang yang tidak sholat. Orang yang tidak benar, tapi memimpin orang benar".
Akhirnya madinah bergejolak dan Memprovokasi Sayyidina Husain, agar mengambil alih kepemimpinan Yazid. Walhasil, Orang-orang Kufah datang ke madinah dan mengadukan ; Ya Husain, karena Yazid itu dzolim, kita yang di Kufah siap mengkudeta kepemimpinan Yazid dan membaiat Engkau, menjadi Khalifah".
Sayid Husain, sebagai Junior. Ia mengkonsultasikan perkara tersebut kepada Sayidina Ibnu Abbas, pamannya Husain. Ibnu Abbas hidup sampai di era Sayidina Husain. Kata ibnu Abbas, "yabna ambiy al kufah la tafa - siapa yang mau mendukungmu?". Orang Kufah, duhai paman. "Orang Kufah?. Orang kufah itu tidak penah jujur. Kalau mereka berjanji, mereka tidak pernah menepati dan itu menjadi ciri khas masyarakat Kufah di era itu".
Akhirnya, sayyidina Husain minta di maklumi oleh Pamannya ; "Duhai Paman, saya ini sudah bertekad untuk menuruti permintaan orang-orang Kufah. Jadi, meskipun paman saya melarang, saya tetap berangkat". Kata ibnu abbas, ya sudah jika itu telah menjadi keputusanmu. Itulah sebabnya, sayyid Husain terkenal dengan Sayyid yang Suka membantah. Dari situ, kita bisa Tracking sayyid yang keturunan Husain, pasti suka membantah. Seperti, orang-orang Iran, rata-rata keturunan Husain. Kalau seperti, sayyid Abdul Qodir, Sayid Muhammad itu Al Hasani. Makanya, dulu era sayid Hasan di katakan sebagai era Amul ijtima - tahun bersatunya Ummat Islam.
Akhirnya Sayyid Husain di bawah orang Kufah menuju Irak. Begitu sampai di Karbala, sayyid Husain menyatakan kepada Pengawal-pengawalnya : Sudah sampai dimana kita?. Ini karbala, ya Husain. Sayyid Husain menjawab, "Hadzihi Karobun wa bala - ini adalah Karob (Kesusahan) dan Bala (Tragedi - Ujian)". Kebetulan pasukan yang di kirim Yazid untuk membunuh Sayyid Husain ada di karbala dan terjadilah pembantaian atas Husain dan pasukannya, tepat pada tanggal 10 di bulan Muharrom.
hal itulah yang di peringati Orang Syi'ah di 10 Muharrom, di sebut sebagai Tragedi Karbala. Makanya, sering kita lihat bendara-bendera syi'ah itu bertuliskan Ya Husain. Karena orang Syi'ah memperingati hari meninggalnya Husain itu sebagai Hari suci. Nah, versi cerita ini menjadi paten.
Sementara Versi Sunni, seperti model Kiai-kiai Indonesia yang mudah Huzdnuzon. Menurut mereka, pengawalnya Yazid itu tidak di perintahkan untuk membunuh. Mereka hanya Di suruh konsultasi saja. Tetapi, mereka melakukan gerakan tambahan, sehingga mereka membunuh. Makanya, dalam keyakinan Sunni, Yazid itu tidak bisa di persalahkan, karena dia tidak memerintahkan untuk membunuh.
Tetapi, menurut orang Syi'ah, faktanya Husain di bunuh oleh Pasukan Yazid, masih saja berkilah dan saya Punya catatan panjang, bagaimana Tragisnya Pembunuhan Husain.
Semenjak itulah, lahirlah Kelompok syi'ah besar-besaran. Siapa yang berbau Yazid, berbau Umayyah, harus di bunuh. Dendam ini kemudian di jelmakan menjadi kelompok besar di dunia, yaitu Syi'ah, hingga sekarang.
Makanya dalam versi Syi'ah, seolah-olah agama ini di mulai dari Husain. Di tambah lagi, Husain adalah Putranya Ali dari Istrinya Fatimah. Fatimah adalah anaknya Rosulullah Muhammad SAW. Nabinya adalah Nabi Muhammad, Idola sentralnya adalah Ali. Kasatria Prajuritnya adalah Husain. Karena referensi Syi'ah tentang agama, hanya tiga kategori, maka mereka tidak punya Alternatif atau Rujukan lain. Sebagaimana kita ketahui, Ali semasa Nabi juga adalah seorang Panglima - Pahlawan perang, terkenal sebagai Ksatria perang. Husain juga kstaria perang. sehingga orang syi'ah tidak punya rujukan selain kesatria-kesatria perang. Menghadapi musuh, mereka berani mati. Cek saja Iran. Itulah sebabnya, Dalam terma syi'ah tidak ada Istilah Bil Hikmah dan tutur kata yang santun atau sabar dalam menghadapi musuh.
Berbeda dengan Ahlu sunnah, karena menjadikan semua sahabat yang sholeh sebagai Idola. Kepada sahabat yang tidak jelas juga, di jadikan idola. Akhirnya bermacam-macam idola di dalam Ahlusunnah, dari sahabat yang suka menghindari perang, suka perang, sampai mengidolakan yang tidak jelas, tapi suka i'tiqah.
Di titik itulah kelebihan sunni, karena keyakinan orang sunni mengakui semua sahabat, sehingga perilakunya bervariasi. Kalau kita baca, kita akan menemukan bahwa dalam Tradisi sunni, kita tidak pernah temukan ada sejarah revolusi. Beda dengan Syi'ah. Lebanon, pengikut syiah. Syiria pengikut syiah, iran pengikut syi'ah. Meskipun di dalam syi'ah banyak juga firqohnya. Tetapi, trendnya sama. Tetap, menjadikan Ali dan Husain sebagai tokoh sentral.
Nah, yang di idolakan kebanyakan orang di indonesia adalah Sayid Hasan. Sayid Hasan, tidak suka perang.
Setelah era Yazid, peradaban Islam memasuki era dinasti-dinasti. Karena Yazid adalah putra muawiyah, disebut dengan Dinasti Umayyah. Sedangkan penggemar-penggemar Husain, karena Husain keturunan Rosulullah, melahirkan Dinasti yang disebut dengam dinasti Fatimiyah. Sekalipun, sebenarnya Dinasti Fatimiyah itu bukan Dinasti keturunan Husain. Tetapi, saking cintanya Pada Husain sehingga dinamakan dinasti Fatimiyah.
Dalam perjalanan waktu, Perang terus terjadi Dan akhirnya Dinasti Fatimiyah berkuasa. Saat berkuasa, dinasti Fatimiyah meninggalkan Legacy Universitas Al Azhar - Kairo. Al Azhar itu dari kata Fatimah Al zahro ; Af'al Tafdhil-nya zahro itu adalah Azhar.
Kesimpulan sementaranya adalah, semenjak perseteruan Ali dan Muawiyah. Umat Islam itu perang terus sesama Islam ; Dinasti Umayyah di Geser Dinasti Abbasiyah, sampai Dinasti Fatimiyah. Masuk ke Dinasti seljuk, era Bahahuddin - Timur Lenk, dst. Ummat Islam, agak bersatu saat terjadi Perang salib, Visi ummat di satukan oleh kepentingan melawan Pangeran Philippe dari Prancis, yaitu Perang Salib 1 di pimpin oleh Sholahuddin Al ayyubi.
Di titik itulah, kadang Musuh itu di butuhkan untuk menyatukan soliditas Ummat, sebagaimana Kata Imam Syafi'i, " musuh yang berpikir, lebih baik dari teman". Karena teman kita kalau tidak ada musuh, bertengkar dengan temannya sendiri. Makanya partai-partai Islam itu mestinya Punya musuh bersama. Bukannya bikin partai-partai sendiri, akhirnya Islam kalah terus.
Dulu, indonesia di jajah belanda. Beda agama, beda partai, beda Ras dan suku, sepakat bersama untuk mengusir belanda. Sekarang belanda tidak ada, justru kita saling mengusir sesama anak bangsa. Itulah dinamika sejarah.
Semenjak itu, sudah di sebut dengan Fitnah. Kalau sudah fitnah, "la tusibannaladzina tholamu mingkum khossa - yang kena tidak hanya yang salah, yang sholeh juga kena".
***
PERBEDAAN METODE BERJUANG KEDUA CUCU ROSULULLAH SAW
Saya perlu utarakan, bahwa saat Masa Nabi Muhammad SAW, sebagai Tokoh Mukmin dan Muslim. Sebagaimana Ciri utama seorang Tokoh Mukmin dan Muslim adalah beriman dengan apa yang di putuskan Allah. Termasuk Nabi telah mendapatkan informasi, bahwa sayidina Husain akan mati dibunuh. Tetapi, Nabi sebagai Mukmin sejati, tidak mengeluh. Mengapa?. Karena terbunuhnya Husain, akan melahirkan Tonggak kebenaran, sebagaimana matinya para pejuang dan matinya jendral perang yang melahirkan kemerdekaan. Matinya Sayyid husain menjadi simbol, bahwa siapa saja boleh mati demi kebenaran.
Tetapi, Nabi juga sering memuji Sayyid Hasan. Termasuk Syaikh Abdul Qodir Jailani dan Sayyid Muhammad Alawi adalah Al Hasani. Sayyid Hasan melihat kompromi itu lebih baik ketimbang prahara atau tragedi. Makanya, era Sayyid Hasan di sebut sebagai Amul Ijtima'. Sebagaimana yang saya sebutkan di tulisn lainnya. Dimana Sayyid Hasan memutuskan bahwa pemerintahan di serahkan kepada Muawiyah semua, asalkan Ummat Islam aman dan tidak terjadi Konflik dan Stabilitas Keamanan tercipta. Sedangkan Sayyid Husain, tidaklah demikian, Dia Justru menentang kebijakan Kakaknya, beliau berpsinsip, Hak adalah Hak. Meskipun mati adalah Taruhannya.
Makanya, dua cucu Nabi menjadi simbol ; Yang satu adalah simbol kompromi dan yang satunya menjadi simbol berani mati demi kebenaran sejati. Kedua hal ini di sebut, "Inna sholati wa nusuki wa mah yaya wa mamati lillahinrobbil alamin - sesungguhnya sholatku, ibadahku, dan hidup dan matiku hanya untuk Allah".
Sayyid Hasan Berani Hidup demi kebenaran, sedangkan Sayyid Husain berani mati demi kebenaran.
Walhasil era sayyid Hasan, pemerintahannya Tunggal, yaitu Muawiyah dan Haknya Hasan sebagai Khalifah di berikan kepada Muawiyah. Padahal, Seharusnya Hasan menggantikan ayahnya yang juga Khalifah. Sedangkan Haknya Husain di ambil oleh Husain. Tetapi, Anaknya Muawiyah - Yazid tidak terima, akhirnya Husain di bunuh.
Kalau kita menghindari kedua Metode atau pilihan cucu nabi ini, maka kita tidak akan paham bahwa Nabi mengajarkan metode Hidup dan mati, sebagaimana Sabda Nabi, " allahumma ahyini ma kanati hayata khoiron li wa tawaf fani ma kanatil wa fata khairon li - Ya Allah, hidupkan saya, kalau hidup itu lebih baik bagiku dan matikan saya, kalau mati itu lebih baik bagiku".
Baginda Nabi itu pintar, jika menjelaskan hidup gampang sekali ; "Ya Allah, Hidupkan saya, selagi hidup itu masih baik untuk saya dan matikan saya, selagi mati itu lebih baik bagi saya".
Mengapa cara berdoa Nabi seperti itu?. Karena dalam banyak hal, hidup lebih baik dan Dalam banyak hal, mati lebih baik. Makanya sebahagian doa, banyak yang diplomatis. Bisa di terima secara optimis. Tapi, tidak mengurangi rasa tawakkal. Seperti Nabi memberitahu cara doa yang lain ; "Allahumma aj'alil hayata dzidatan li fiyyi kulli khoirin, wal mauta ro khatan li mingkulli sarrin - Ya Allah, jadikan hidup saya sebagai bekal menambah kebaikan, dan kalau saya mati anggap saja sebagai akhir segala kejelekan".
Oleh karena itu, tidak sedikit orang menyebutkan ketika seseorang sudah sakaratul maut itu pasti lebih baik. Apalagi, seorang penjahat - ro hayan mingkulli sarrin - akhir dari segala kejahatannya. Karena Nabi dulu, mengajarkan seperti itu, hidup dianggap berpotensi melakukan kebaikan dan mati dianggap akhir dari segala keburukan.
Akhirnya ketika kita melihat orang lain, kita hanya Hudznuzon. Jadi, kalau si Fulan masih hidup, berarti masih ada potensi dia melakukan amal kebaikan dan kalau sudah mau mati, anggap saja itu adalah akhir dari segala keburukannya, sekalipun dia itu orang alim.
Yazid Bin Muawiyah itu memerintah secara Bathil, karena ilegal - Lewat kudeta terhadap Sayidina Ali. Secara sederhana, Setelah Rosulullah Yang memimpin adalah Abu Bakar. Memimpin sebentar, berakhir Tragis. Setelah itu di gantikan oleh Umar, memimpin sukses. Tetapi, matinya juga di bunuh. Umar Di gantikan oleh Ustman. Sayidina Ustman karena terlalu fokus mengurusi Al Qur'an, dan mengabaikan pemerintahan, matinya pun di bunuh. Sayidina Ali, matinya pun di bunuh. Akhirnya setelah sayidina Ali, kepemimpinan di pegang oleh Muawiyah, orang yang tidak jelas mendapatkan mandat kepemimpinan dari mana. Tetiba jadi pemimpin. Oleh karena itu, kempimpinan Muawiyah banyak ummat yang tidak mengakuinya dan memilih Hasan sebagai pemimpin mereka, Putra Sayidina Ali.
Sayidina Hasan paham Gelagat dan Karakter Muawiyah, yang tidak mau kalah dan menantang perang terus. Akhirnya, ia berkompromi dengan Muawiyah dan menyerahkan kememimpinanya kepada Muawiyah. Setelah Era Muawiyah, ia di gantikan oleh anaknya, Yaitu Yazid. Husain tidak mau terima dan melawannya, karena hal itu adalah Haknya dan Yazid memimpin dengan Bathil.
Ihwal itulah kedua cucu Nabi menyikapinya dengan berbeda, berdasarkan Pidato Hasan yang kompromi terhadap kebatilan Yazid sedangkan Husain melawan sekalipun dia tahu bahwa nyawa adalah taruhannya.
Lewat Tulisan ini, Saya ingin mengutarakan, agar kita mengerti bahwa metode perlawanan mereka demi kebenaran bukan karena kekuasaan seperti kita sekarang. Bahwa Hasan memilih damai Demi Allah dan Husain memilih melawan juga demi Allah.
Berikut pidato Sayyid Husain, " Hai sekalian Manusia, Rosulullah SAW berkata, orang-orang yang tahu penguasa dzolim, yang menghalalkan apa yang di haramkan oleh Allah, yang menantang perjanjian Allah, yang menyelisih sunnah Nabi, melakukan perbuatan dosa dan kedzoliman terhadap hamba Allah, yang mana orang tersebut tidak melakukan perubahan (melawan kedzoliman dengan perbuatan atau ucapan) terhadap dosa. Maka, Allah pasti akan me masukkannya ke dalam meraka
Cuplikan Pidato Husain adalah Dalil yang bisa di gunakan, jika ada Raja Yang dzolim maka kita harus melawan ( lewat ucapan atau perkataan), sekalipun mati adalah taruhannya. Sebab, jika kita tidak melakukannya, maka kita termasuk orang yang berada di neraka. Intinya, kita melakukan perubahan dan jangan sampai kita mendiamkan kemungkaran. Hal ini berkenaan dengan sabda Nabi, " Barang siapa yang melihat kemungkaran, hendaknya dia melakukan perubahan dengan tangannya, jika tidak mampu. Maka, dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka lakukan dengan hati".
Contoh yang paling dekat, yang bisa kita ambil adalah kita akan selalu menyatakan bahwa payudara dan paha wanita itu adalah aurat. Kita akan terus menyatakan hal itu, meskipun kita tidak akan bisa membuat UU bahwa Pornografi itu di larang oleh negara. Tapi, kita harus terus menyatakan bahwa Memperlihatkan aurat itu Haram. Pentingnya apa?. Jangan sampai hukum islam dianggap mentoleransi hal-hal yang di larang.
Saya pernah di tanya, bagaimana hukumnya perempuan perkotaan pakai celana pendek membawa mukenah pergi ke masjid?. Pertanyaan seperti ini seperti, "Kita menghukumi orang fasik pergi ke masjid untuk sholat berjama'ah dan kita menghukumi orang sholeh, tapi pakaiannya setengah telanjang. Di sinilah titik kesempurnaan Islam. Urusan aurat, si wanita itu salah. Karena dia tidak islami. Tetapi, soal berjalan ke masjid, dia benar. Karena dia berjalan ke masjid. Kita tidak bisa memukul rata, karena maksiat kita menghukumi di orang fasik. Sedangkan, karena dia ke masjid kita menghukumi dia orang sholeh. Seperti yang di katakan Ibnu Abbas, sahabat Nabi yang paling ahli Tafsir, pada akhirnya ayat yang kita pakai sampai yaumil qiyamah adalah, " famay ya'mal misqolah Dzarrotin kharroy yaroh wa may ya'mal mistqolah Dzarrotin sarro yaroh".
Sekarang kita menghadapi fenomena tersebut di akir zaman. Misalnya, Artis-artis yang berangkat umroh, itu karena berkahnya membuka aurat - setengah telanjang - Pornografi, tidak sedikit. Sedangkan, yang hadhroh atau Qosidah itu jarang Umroh. Karena, mereka mengenakan pakaian islami dan hasilnya yang dia dapat hanya cukup untuk makan. Andaikkan, Malaikat- malaikat di suruh menulis amal kebaikannya dan ternyata malaikat bisa berpikir ; Bagaimana malaikat akan menulis hal itu?. Umroh bagus, tetapi uangnya di dapat dari pornografi - setengah telanjang. Bukankah hal itu berarti umroh berkahnya pornografi. Untungnyanya malaikat tidak bisa berpikir dan akhirnya malaikat hanya menulis, "Famayy ya'mal mistqola Dzarrotin khoiroh yaroh, wa may ya'mal mistqola dzarrotin sarroy yaroh".
Makanya, se-bodoh-bodohnya orang miskin adalah sudah miskin, mau berangkat Umroh dan haji.
Harusnya ketika kita sudah berpakaian menutup aurat sesuai islam, kita harus bersyukur kepada Allah. Karena sekarang juga, detik ini juga, kita telah melaksanakan perintah Allah yaitu menutup aurat ; Menutup aurat adalah bahagian penting dalam syariat islam. Tidak perlu mengeluh, karena tidak bisa pergi berhaji dan Umroh, sampai menggerutu ; "masa artis yang fasik, dengan mempertontonkan Bahagian yang di haramkan, bisa pergi Umroh. Lantas, saya yang sholeh tidak di beri umroh".
Mestinya kita bersyukur, Kenapa harus pusing?. Dengan status dia sebagai seorang yang miskin, maka sejak awal, secara Islami tidak ada kewajiban dia untuk Umroh dan haji. Sesuatu yang tidak wajib, justru di inginkan. Bukankah hal itu adalah kebodohan.
Nah, keyakinannya sayyid Husain, kebenaran harus di sampaikkan. Siapa yang melihat kedzoliman dan tidak mengambil langkah, baik perkataan atau perbutan, itu pasti masuk neraka. Demikian keyakinan sayyid Husain. Sehingga dia bertekad melawan pemerintahannya Yazid.
Keyakinan sayyid Husain ini penting untuk kita ketengahkan, sebab maksiat harus di sampaikkan terus. Minimal menggunakan perkataan. Pokonya sampaikkan saja terus. Berdasarkan Hadist Nabi, "jika sudah ada fitnah dan bid'ah, maka orang alim harus menyatakan - memperlihatkan kealimannya, jika tidak. Maka dia terkena laknat. Makanya, kenapa saya biasa mengaku alim. Sebab, kalau saya mengaku bodoh, Hal itu Tidak sopan pada Allah ; Punya ilmu tapi tetap mengaku bodoh. Sama seperti sudah kenyang tapi mengaku lapar. Bukankah hal itu kurang ajar. Justru, orang kerap salah paham, jika saya mengaku alim, mereka menyatakan, saya sombong. Itu segoblok-gobloknya orang, karena mereka tidak tahu.
Sama seperti, Kalau kita di beri Rezeki (uang) sama Tuhan, mengaku bahwa kita memiliki rezeki. Jangan mengaku tidak punya.
Ihwal itulah, Saya ini termasuk penentang keras, kalau ada Ust yang sopan, meskipun suatu saat saya juga akan sopan. Maksud saya, sesuatu yang Jorok harus di sampaikkan bahwa itu jorok. Tidak perlu memperhalus bahasa untuk menyatakan sesuatu yang jorok. Sebab, nanti kedepan, di era anak cucu kita, mungkin hukum bisa berubah karena bahasa kita di perhalus sekarang. Sehingga orang tidak akan tahu hakikat hukum ; Berbohong, katanya seni berpolitik. Perempuan pelacur, di sebut Wanita harapan. Mengakali orang, di sebut seni diplomasi. Senyum karena di beri tugas, dinamakan bahagian dari marketing. Padahal, dasarnya harus jelas. Kamuflase, yah Kamuflase. Rekayasa, yah rekayasa.
Jika kita mengikuti mazhab Sayyid Husain, sudah di tentang kita habis-habisan. Kalau sayyid hasan beda lagi, apalagi melihat wajah-wajah indonesia, mereka memilih mengikuti mazhab sayyid Hasan, yaitu Kompromi, agar aman.
Makanya, di riwayat Imam Ahmad bin Hambal, beliau termasuk Wali Top - Madzahibul Arba'ah, "Allah itu tidak akan mencabut berkahnya Bumi, sepanjang orang dzolim di bilang tidak Dzolim". Jadi, sebetulnya bahasa kita itu harus konsisten ; pencuri, harus kita bilang pencuri. Pelacur, tetap harus kita sebut pelacur. Orang sholeh, harus di sebut orang sholeh. Meskipun, secara agama seorang pencuri atau lonte, mempunyai hak untuk bertaubat. Tetapi, bahasa kita jangan di rubah-rubah. Sebab ciri utama Qur'an itu Al-Furqon, yang haq di katakan haq. Bathil di namakan bathil.
Misalnya seorang Koruptor, mencuri uang 1 M. Gara-gara tidak ketahuan, setengah dari hasil curiannya dia pakai membangun masjid atau menyuap Ustad dan Kiai. Beramal setengah milyar dari uang hasil mencuri, dia di anggap pendiri masjid. Statusnya sebagai koruptor hilang menjadi pendiri masjid.
Kalau agama di mudahkan seperti ini bahaya. Orang sholeh yang setiap hari i'tikah di katakan sebagai pembesih masjid, apa tidak sakit itu?. Yang koruptor, di gelari pendiri masjid. Sedangkan yang istiqomah melakukan I'tiqaf di masjid di gelari, pembersih masjid.
Sedangkan Sayyid Hasan itu Berbeda metodenya dalam Memperjuangkan kebenaran, dia Mengkompromikan sesuatu. Sebagaimana yang saya utarakan diatas, bahwa di era sayyid Hasan di kenal dengan Era Bersatunya ummat. hal itu berdasarkan Pidatonya, " orang yang paling beriman adalah orang yang paling bertaqwa. Se bodoh-bodohnya orang adalah orang yang paling sesat. Apa yang saya selisihkan dengan Muawiyah sekarang. Mungkin muawiyah bersalah, sebab yang berhak adalah saya. Tetapi telah aku berikan semuanya pada muawiyah. Karena saya ingin ummat ini baik-baik saja dan menjaga tumpah darahnya ummat ini.
Wajah- wajah Islam keindonesiaan adalah wajah, Sayyid Hasan. Wajah yang yang memahami islam secara damai, cinta kasih, karena Mengkompromikan Konflik.
(1)
*Pustaka hayat
*Rst
*Pejalan sunyi
*Nalar pinggiran


.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar